Anda di halaman 1dari 12

Disampaikan Dalam Seminar Arat Laggai

Sebagai Penguat Jati Diri Bangsa.


Oleh
Musra Dahrizal Katik Jo Mangkuto
Hotel Grand Inna Muara, Padang 18 Mei 2016
Pendahuluan
Awa kalam
Walaupun belum bisa untuk menjelaskan sacara rinci tentang adat dan
budaya Minang, paling tidak tulisan ini akan hadir untuk menjelaskan sikap dan
perilaku yang ideal dari orang Minang dalam kehidupan ber-nagari ketika orang
Minang itu sendiri mengaplikasikan nilai-nilai adat dan budayanya pada
kehidupan sehari-hari. Mungkin sangat penting untuk diketahui bagaimana orang
Minang bersikap ketika bergaul dan bertegur sapa dalam bermasyarakat pada
kaum komunal yang satu suku, juga akan terlihat nyata ketika berintegrasi
bertetangga di tengah-tengah masyarakat yang terdiri dari berbagai bagai suku,
baik sesama suku Minang walau dengan orang yang datang dari luar Minang, kita
akan melihat dia bertegur sapa dalam keseharian atau bertutur kata dalam upacara
seremonial adat dan agama. Kenapa tulisan ini dikatakan belum bisa menjelaskan
secara lengkap, karena fatwa adat Minang itu ribuan baris banyaknya yang secara
hakekat akan terpakai menjadi perilaku dan hukum-hukum di tengah kehidupan
ber-nagari, di dalam makalah ini yang akan saya tuliskan hanya lebih kurang dua
puluh atau tiga puluh baris saja.
Batas-batas wilayah Minangkabau
Barih Balabeh Minangkabau
Secara kasat mata sampai saat ini, batas wilayah Minangkabau bisa kita
lihat atau kita rujuk sebelum tahun 1957 tatkala pulau sumatera ini masih terbagi
dari tiga propinsi, yang terdiri dari propinsi Sumatera Utara, propinsi Sumatera
Tengah dan propinsi Sumatera Selatan. Propinsi Sumatera Tengah itulah yang
identik dengan wilayah Minangkabau, walaupun batas wilayah budaya Minang
lebih luas lagi dari pada wilayah tersebut. Minangkabau, secara rinci terbagi dari

tiga luhak, yaitu Luhak Tanah Datar disebut sabagai Luhak yang tua, Luhak Agam
yang disebut sebagai luhak yang tengah dan Luhak Limo Puluh Kota yang disebut
sebagai luhak yang bunsu. Kemudian untuk setiap Luhak itu pada awalnya juga
mempunyai daerah rantau masing masing yaitu rantau Luhak Tanah Datar, rantau
Luhak Agam, rantau Luhak Lima Puluh Kota, yang dalam bahasa Minang
disebutkan batas-batasnya sebagai berikut:
Barih balabeh Minangkabau, jauah nan buliah di
tunjuakkan, dakek nan buliah di kakokkan, sanitiak tiado
hilang, sabarih bapantang lipua, nan salilik gunuang marapi,
saedaran sago jo singgalang, salingka talang jo kurinci, tajorok
gunuang Pasaman, dari sirangkak nan badangkang, sinan
buayo putiah daguak, sampai ka pintu rajo ilia, durian di takuak
rajo, sipisak pisau hanyuik, sialang balantak basi, dakek aia
babaliak mudiak, sailiran batang bangkaweh, sampai ka ombak
nan badabua, sahinggo lauik nan sabideh, sikilang jo aia bangih,
pasisia banda sapuluah, hinggo taratak aia hitam, sampai ka
tanjuang simalidu, bajajo ka indo puro.
Jika kita lihat, berdasarkan batas-batas wilayah Minangkabau ini maka
tidak mungkin rasanya Kepulauan Mentawai berada diluar sumatera Barat atau
diluar Minangkabau, logikanya jika laut sepanjang pantai Lauik nan sabideh
itu secara geografis adalah batas teritorial Sumatera Barat maka Kepulauan
Mentawai tetap berada didalam wilayah Sumatera Barat atau Minangkabau, hanya
saja mungkin penduduknya kepulauan Mentawai terlambat kembali berhubungan
dengan tanah tepi sesudah perang dengan Portugis dan Belanda kemudian PRRI,
tentu saja kita juga sama paham setiap ada musuh dari luar atau yang masuk
melalui pantai barat pulau Sumatera, pulau pertama yang dia temui adalah
kepulauan Mentawai
Syarat syarat baru boleh berdirinya Nagari
Mangko buliah ado Nagari
Di masa lalu, ada beberapa syarat kelengkapan yang harus dilengkapi
secara adat dan budaya untuk membentuk sebuah nagari, baru boleh kita
mengatakan nagari tentu telah lengkap pra-syarat-syaratnya, yang nanti dibawah
ini akan ditulis dalam bahasa Minang. Tidak seperti nagari saat ini yang sudah

banyak mengalami pemekaran seperti yang kita lihat hari ini, begitu mudahnya
niniak-mamak, alim ulama dan cerdik pandai untuk membuat pemekaran nagari
yang tidak memiliki pasar (pasa nan rami) tidak memiliki datuak atau penghulu
nagari boleh saja diperbanyak atau dimekarkan, mungkin yang ada hanya mamak
kepala perut mamak kapalo paruik tidak punya gelar datuk atau penghulu, oleh
pemerintah hal seperti ini pun tetap cepat disahkan walau perangkat adatnya
belum ada, asalkan ada usulan dari bawah, pemerintah tidak punya pikiran yang
agak dalam dan malah tanpa melihat atau survei lokasi pemerintah akan
mengesahkan dari usulan pemekaran itu.
Saraik nyo kito ba nagari, kalau di caliak jalan adaik,
sajak mulo maso saisuak, nan lah di pakai sajak daulu, mangko
buliah ado nagari, mulai badusun jo bataratak, tantu ado rumah
jo tanggo, baranak ba kamanakan, bapandam ba pakuburan,
basasok jo bajarami, basawah jo baladang ado balabuah
batapian, basurau jo bamusajik, bajirek babalai balai, bapakan
nan rami, mangko koto jadi nagari
Hang garih di karek kuku
Pangarek pisau sirauik
Di karek pangga tuo nyo
Nagari nan ba ampek suku
Suku nan babuah paruik
Kampuang nan baa nyo tuo nyo

-batas garis di potong kuku


-pemotongnya pisau siraut
-dipotong bagian tua/ujungnya
-negeri yang berempat suku
-suku yang dibagi beberapa perut
-kampung bagaimana oleh orang
tuanya

Baiknya Negari oleh orang tua


Elok nagari dek nan tuo
Menurut pemahaman dalam adat Minangkabau, kata-kata tua tidak hanya
bisa dilihat dengan sebatas fisik saja dan ada juga tua yang mempunyai sifat tidak
baik yang disimbolkan kepada benda seperti tua tungku, tua umur, tua sendok.
Memang dalam fatwa adat orang bijak sering disebut orang tua sudah lebih dahulu
makan asam garam dari yang muda, dari sanalah kita melihat bahwa ada orang tua
yang makan asam garam dalam kehidupannya sangat bagus dan enak sekali,

begitu juga sebaliknya ada orang tua yang makan asam garam (pengalaman hidup)
tidak enak dan tidak menyenangkan.
Jenis karakter orang tua dalam fatwa adat Minangkabau
Tuo pusako dibagi dalam empat kategori:
1. Tuo pusako jo gala, Tua pusaka dengan gelar dalam adat : Seorang laki
laki Minang yang dipilih dari suku dalam kaumnya untuk memikul gelar
datuk/penghulu walaupun secara fisik dia masih muda, sebagai seorang
datuk atau penghulu yang dilantik atau dikukuhkan dia akan berusaha
untuk belajar tentang adat dan budaya serta pola dan cara cara hidup
berkehidupan di-nagari, sering juga dia akan diisi tentang adat dan budaya
itu oleh orang yang lebih tua secara umur dan tua pengalaman didalam
kaumnya sendiri
2. Tuo pusako jo ilimu, Tua dengan ilmu : orang seperti ini biasanya sudah
teruji keilmuannya baik itu ilmu untuk dunia maupun ilmu untuk akherat,
lautnya dalam gunungnya tinggi, apapun kata dan perkataan yang keluar
dari mulutnya selalu bisa teruji
3. Tuo pusako jo pikiran, tua dengan pemikiran (cendikiawan) ini biasanya
juga sudah teruji pula pemikiran dan analisanya yang pada keahlian
berpikir yang sangat briliant juga dan sangat penuh inovasi.
4. Tuo pusako jo paham, tua dengan paham ini sebagai individu orang
Minang tidak akan mudah digoyahkan pemahamannya, jika pahamnya itu
benar karena tidak bisa dibanding lagi dan tidak akan mau dibeli dengan
uang sekalipun, yang dalam pantun adat berbunyi :
Kalauik usah bariak
Karimbo usah barangin
Walau di pujuak ameh perak
Indak bakucak lahia bati

- Kelaut jangan beriak


- Kerimba jangan berangin
- Walau dibujuk emas dan perak
- Tidak akan goyah lahir dan batin

Jenis orang tua yang tidak baik dalam fatwa adat Minangkabau
Tuo tabao dek parangai
4

1. Tuo tungku : Seperti layaknya tungku untuk memasak di dapur apabila


dibakar situngku akan diam saja, begitu juga sebaliknya apabila disiram
dengan air tungku tersebut juga akan diam, orang tua seperti ini masih
banyak kita temui didalam nagari, hangat dan dingin persoalan dalam
nagari dia akan diam saja dirumah bersama anak dan istrinya
2. Tuo Umua :Tua umur : Biasanya orang yang bersifat tua umur ini, apabila
datang anak muda kepada orang yang tua umur bertanya tentang adat atau
tentang apa saja selalu saja di tanya lebih awal Sudah berapa umurmu?,
ketika si anak muda menjawab Sudah 20 tahun. Umpamanya, dan orang
tua akan bertanya lagi, Dimana kamu kuliah?, ketika dijawab pada salah
satu perguruan tinggi, si tua umur akan menimpali Wah, kuliah saja dulu
nak, uang yang akan dicari, saya sudah 76 umurku tidak berniat mencari
soal adat atau apalah namanya, kamu kok masih muda ingin belajar adat
segala, jangan nak cari uang dulu, inilah salah satu sifat orang tua sampai
zaman sekarang masih banyak
3. Tuo sanduak :Tua sendok : Orang tua sendok ini biasanya benci melihat
orang senang dan kaya, malah lebih senang atau suka melihat orang susah
dan miskin, kerjanya pun akan menghasut tetangga atau anak muda supaya
orang berkelahi, disinilah letak kebahagiaannya, tak obatnya seperti
sendok yang sifatnya hanya satu memperkeruh air yang tenang dalam
bahasa Minang juga disebut :
Jikoknyo urang tuo sanduak
- Jikalau orang tua sendok
Pangusuik alam nan salasai
- Suka mengusut alam yang selesai
Pangacau koroang jo kampuang - Pengacau korong dengan kampung
Pangaruah aia nan janiah
- Suka memperkeruh air yang jernih
Upek bunjiang asuang siantek - Umpat gunjing fitnah berantai
Makanan inyo tiok hari
- Makanan dia setiap hari
Strutur pemimpin di Nagari
Tungku nan tigo Sajarangan

Orang orang yang memimpin Nagari ini mestinya harus ada pada setiap
jorong atau kelurahan mungkin jika kita lihat struktur di era pemerintahan saat ini,
orang yang terpilih dari setiap jorong inilah untuk diangkat menjadi pemimpin di
Nagari: akan menjadi Tungku nan tigo sajarangan di Nagari
1. Datuak atau penghulu
2. Ulama
3. Cerdik pandai
Kategori Orang yang berempat
Urang ampek jinih
1. Urang tuo dalam ampek jinih : 1. Camin taruih. 2. Gayuang putuih
umban lareh 3. Cumati jo pasak kungkuang. 4. Ba padamaian. (camin
taruih) Cermin tembus (analisa tinggi) adalah semacam keilmuan yang
melekat pada seseorang yang dituakan semenjak dari suku dalam
kaumnya dan dia sangat mengetahui siapa siapa penduduk nagari yang
bersangkutan dari mana dia, asalnya, apa suku asalnya, tentu saja ke
suku apa yang dia pakai di nagari yang baru dan dia juga sangat
paham siapa kaumnya, dari mana asalnya. (gayuang putuih umban
lareh) gayung putus melempar jatuh adalah sifat dan ilmu yang
melekat kepada orang tua dari suku dalam kaumnya dan dia akan
mampu mengambil keputusan untuk menyelesaikan sengketa apapun,
biasanya jika orang tua ini jika sudah mengambil keputusan tidak akan
terbantah dan terbanding lagi. (cumati jo pasak kungkuang) cemeti dan
pasak kungkung ini adalah sifat dan ilmu bagi orang tua dari suku
dalam kaumnya, dia akan sangat mahir menyelidiki atau membaca
tanda apa yang akan terjadi dan sekaligus mampu mengantisipasi,
mencambuk atau memarahi apapun persoalan yang akan menimpa
kaumnya, tantu saja akan melibatkan paham atau ilmu yang nomor
empat yaitu (ba padamaian) didamaikan antara kedua belah pihak
yang bersengketa.

2. Datuak atau Penghulu : Seorang datuk atau penghulu harus paham


pada semua ke ilmuan yang ada pada anak dan kemenakannya
walaupun datuk atau penghulu itu tidak mahir atau piawai pada
kesemua paham adat dan pekerjaannya itu, dengan argumentasi yang
jelas masuk pada nalar pikiran dan logika dalam konteks adat dan
budaya, juga beliau akan selalu didampingi oleh orang orang tua yang
sudah lama makan asam garam dalam kaumnya sendiri, karena beliau
didukung lagi oleh fatwa adat :
jikok bajalan dinan luruih, jikok bakato dinan bana
3. Ulama terdiri dari: 1. Maulana, 2. Khatib, 3. Imam, 4. Bilal. Maulana
adalah orang yang telah teruji keulamaannya dan malah sudah
meningkat kepada pemahaman tasauf. Khatib adalah masih dalam
kelompok ulama yang sudah mampu berbicara atau wirid di surau dan
mesjid serta mahir membaca khotbah di hari jumat. Imam adalah
dalam kelompok ulama juga tapi kemampuannya baru sebatas bisa jadi
imam untuk shalat lima waktu serta shalat jumat, idhul fitri dan idhul
adha. Bilal masih kelompok ulama juga tapi pekerjaannya khusus
sebagai muazhim yaitu untuak azan dan qamat ketika waktu shalat
sudah masuk. Keahlian dari beliau semua (kaum ulama) adalah:
suluah bendang dalam nagari, palito basa di pangulu,
mangaji mantiak jo maani, kok nahu usah dibilang,
hukum pekah mahia sakali, nan hala di hala kan nyo,
nan haram di haram kan nyo, nan wajib usah
tinggakan, nan sunaik di buek juo, untuak kabakha ka
akiraik.
4. Cerdik pandai dibagi kepada empat keahlian: 1. Ahli dengan
masyarakat. 2. Ahli pertanian, 3. Ahli pertukangan, 4. Ahli manggaleh
baniago (perekonomian) : Keempat skill atau keahlian cerdik pandai
ini harus tergabung kepada setiap individu Minang dan mampu
mengerjakan dari setiap ilmu itu, dia juga ahli dalam bermasyarakat
dan ahli juga dalam bidang pertanian atau bercocok tanam, ahli juga
dalam bidang pertukangan baik itu tukang batu atau tukang kayu ini

yang banyak disebut sekarang dan ahli juga dalam berniaga juga akan
mampu membedakan dan menjelaskan apa itu berniaga, manggaleh,
bacarah, bajajo, bajojo, galeh babelok, baparaiah, tulak raiah.
Fatwa adat cerdik pandai
Barih adaik cadiak pandai
Bagi sagalo cadiak pandai, jagoan pikiran masyarakaik, tau bajalan di
udaro, pandai manyalam dalam bumi, mandulang ameh jo perak, jikok nan
tingga di nagari, caro kasawah jo kaladang, baiak badugo jo batahun, sayangi
pangkua jo tambilang, pabanyak itiak jo ayam, bataranak kabau jo jawi, nan
lakuang ka kolam ikan, nan lereang buek ka ladang, nan bancah tanami
baniah, nan data ka parumahan, bagi sagalo parampuan, tantu ka samo
bakarajo, mandidik anak katurunan, manjago tingkah laku nyo, paliharo
makan jo minun, manjago sehaik badan nyo, pandai manyusun pakarangan,
ka bakeh anak bamain, kok lah ado bakolam ketek, baladang salilik paga,
untuak mananam sayua mayua, ganti pamenan dihalaman, molah alah sagalo
ado, indak kito mambali lai, nan sasuai jo pantun adaik :
Kok indak tamu nan datang
Bapantang pai ka balai
Disinan hiduik mangko lapang
Apo dicinto lakeh sampai

- Jika bukan tamu yang tiba


- Tidak akan pergi ke balai
- Disana hidup akan leluasa
- Apa yang dicinta akan sampai

Pengawasan melekat
Minangkabau bapaga hiduik
Pengawasan terhadap anak dan kemenakan menurut ajaran adat
Minangkabau dimulai semenjak dari membuat Rumah Gadang atau rumah lainnya
seperti rumah tungkuih nasi atau rumah nasi sabaka. Kemudian akan berlanjut
ketika anak atau kemenakan itu baik laki laki atau perempuan pada waktunya
akan dinikahkan, sampai pada waktu anak atau kemenakan yang sudah menikah
itu hamil, pengawasan akan tetap berlanjut ketika anaknya sudah lahir akan tetap
dididik dengan ajaran Minang sampai anak itupun menikah atau berumah tangga
pula, untuk pengawasan banyak pantun adat yang mendukung salah satunya:
Tigo bulan di kandauang ayah
Sabalun jatuah ka rahim bundo
Buruak jo baiak lah tasurek
Untuak lah sudah surang surang
Kito nan hutang manapati

- Tiga bulan dikanduang ayah


- Sebelum jatuh kerahim bunda
- Buruk dan baik sudah tersurat
- Rezki telah ditentukan untuk kita sendiri
- Kita hanya akan menepati/menjalankan
8

Nan pokok lai bausaho

- Yang penting kita berusaha

Kaluak paku kacang balimbiang


Tampuruang lenggang lenggokkan
Bao manurun ka saruaso
Anak di pangku kamanakan di bimbiang
Urang kampuang di patenggangkan
Tenggang nagari jan binaso
Kok jauah di caliak caliak
Kok ampiang di gubaloan
Kok dakek disilau silau
Kok malam danga danga an
Raso ka hanyuik di pintasi
Raso kaluluih di salami
Raso talonsoang lah disintak
Raso ka sasek lah di sapo

-kalau jauh selalu dipantau


-kalau dekat di asuh
-kalau satu lokasi, diamati
-kalau tidak kelihatan, didengar kabarnya
-serasa akan hanyut, dipintas
-serasa akan terperosok, dijabat tangannya
-serasa akan terlanjur, harus disentak
-serasa akan tersesat, diingatkan

Orang Minang harus pintar menyesuaikan diri


Di mano bumi dipijak, di sinan langik di jujuang
Karena kebiasaan orang Minang semasa muda adalah suka pergi merantau,
terutama yang laki laki maka orang Minang sangat mahir dan pintar
menyesuaikan diri dimana saja dia berada, lebih dibahas yang laki laki karena
perantauan perempuan Minangkabau akan lebih banyak disebabkan dibawa oleh
suaminya yang samasa lajang di perantauan, ketika sudah berhasil di rantau orang
banyak sekali yang berniat jika akan punya istri dia akan memilih orang
kampungnya sendiri, itupun sebahagian ada pesan ayah dan ibunya tatkala akan
berangkat kerantau orang, walaupun saat ini sudah sangat banyak sudah sangat
banyak orang Minang yang kawin ke luar Minang baik itu laki-laki walau
perempuan, perantauan ini akan didukung oleh banyak pantun :
Karatau madang di hulu
Babuah ba bungo balun
Marantau bujang dahulu
Di rumah paguno balun

- Keratau madang dihulu


- Berbuah berbunga belum
- Merantau bujang dahulu
- Dirumah berguna belum

Dimano aia di sauak


Sumua di sinan di kalian

- Dimana air kita sauk


- Sumur disana kita buatkan

Dimano alam bakeh duduak - Dimana bumi tempat duduk


Adaik disinan di pakai an - Adat disana kita pakaikan

Orang Minang sangat suka dengan orang yang datang


Panyantun dek dagang lalu
Adaik rusuah tunai manunai
Tagamang jawek manjawek
Panyantun dek dagang lalu
Panyuko jo tamu tibo

-adat rusuh terima menerima


-tergamang bantu membantu
-penyantun dengan orang yang datang
-menyukai tamu yang tiba

Orang Minangkabau akan sangat suka dengan tamu yang datang dan
sangat santun kepada orang lain, walaupun orang tersebut tibanya lebih
belakangan dari penduduk yang sudah sampai sebelumnya, walaupun orang yang
baru sampai dan baru dikenalnya itu berlain suku atau berlainan agama serta
berbeda adat istiadatnya. apalagi dia adalah warga negara Indonesia, walau negara
belum merdeka atau terbentuk, tapi orang Minang sudah memakai filosofi ini,
meskipun suku dan bangsa berlainan hubungan antar umat itu sudah lama
diterapkan dalam ajaran adat Minang, kecuali orang yang baru datang itu sudah
memakai bujuk rayu untuk mempengaruhi dia, apalagi mempengaruhi kedalam
hidup beragama, disinilah letaknya harga diri orang Minang, dia akan berjuang
mati matian untuk mempertahan hak dan harga diri itu, dalam pantun juga kita
temui :
Bacupak gantang lah panuah
Saba tak siko talatak nyo

- Bercupak gantang sudah penuh


- Sabar tidak disini terletaknya

Walau ka angok angok ikan


Miki ka nyawo nyawo patuang
Patah kapak batungkek paruah
Namun nan niaik dalam hati
Nan bana tatap dipasuntiang

- Walau akan nyawa nyawa ikan


- Meskipun akan nyawa nyawa patung
- Patah sayap bertongkat paruh
- Namun yang niat dalam hati
- Yang benar tetap dipersunting

Sama-sama suka dan toleransi


Lamak di awak katuju dek urang

10

Fatwa dalam adat Minangkabau lamak di awak katuju dek urang ini
akan menjelaskan bagi orang Minang selalu berperilaku baik terhadap siapa saja
dan tidak dipandang apa sukunya juga tidak akan dilihat asal usul dari mana
datangnya, sebaliknya yang diinginkan oleh orang Minangkabau terhadap
sipendatang yang dari luar Minangkabau ini tentu sebaiknya sama sama bertindak
dan berperilaku yang menyenangkan, sehingga diantara kedua belah pihak dalam
pergaulan akan harmonis dan menyenangkan, jangan satu pihak berbuat
seenaknya saja sehingga perbuatannya itu akan membahayakan kepada orang lain
dan sangat mungkin juga akan membahayakan kepada dirinya sebagai pendatang
baru ke Minangkabau, fatwa ini akan didukung oleh fatwa lainnya :
Marangkuah tunggua ka dado
Di rangkuah ka badan awak
Di timbang ka badan urang

- Merangkul tanggul kedada


- Dirangkul kebadan kita
- Ditimbang kebadan orang lain

Menyelesaikan konflik
Mahukum silang jo sangketo
Fatwa adat Minangkabau mengenai konflik
Jikok mahukum di nan adia
- Jika menghukum dengan adil
Kalau bakato di nan bana
- Kalau berkata dengan benar
Orang Minang jika menyelesaikan konflik internal di dalam kaumnya baik
komflik eksternal diluar kaumnya atau sudah manjadi kasus didalam nagari harus
selalu bijaksana, jika menghukum seadil-adilnya, yang dikiaskan dalam fatwa adat
Minang haluih nyo balantai kulik, licin nyo balantai papan, tidak akan terjadi
berat sebelah atau memihak kepada salah satu kaum. Rujukan yang tidak boleh
atau dilarang dalam Adat Minangkabau adalah seperti orang membelah bambu
yang sebelah dipijak yang sebelah lagi diangkat setinggi-tingginya.
Fatwa adat yang menjadi rujukkan untuk menyelesaikan konflik dengan
benar cukup banyak, salah satu fatwanya adalah malakak ula dalam baniah
memukul ular dalam benih, jika kita lihat fatwa ini memiliki artian kepiawaian
orang Minang menyelesaikan konflik itu sendiri, tidak ada satu kelompokpun
yang merasa dirugikan, dengan kiasan ular mati benih tidak kusut pemukulpun

11

tidak rusak atau patah, benih adalah kiasan dari pihak kelompok A, ular adalah
kiasan dari pihak kelompok B, pemukul adalah kiasan dari orang yang
menghukum atau orang yang menyelesaikan konflik. Sangat banyak fatwa adat
yang menuntun orang Minang untuk bersikap dan akan tercermin dari prilakunya
dalam berbuat untuk menyelesaikan sengketa apapun bentuknya, seperti sengketa
pembahagian hak kelola harta pusaka tinggi, dalam fatwa adat disebutkan hak
bapunyo ganggam bauntuak, kemudian didukung lagi oleh fatwa adat urang
gubalo makan dadiah. Konflik sengketa batas batas tanah dengan suku yang
berbeda didalam nagari sama, dalam fatwa adat sebutkan, sawah balantak
basupadan, ladang di bari babintalak, bukik di bari bakaratau, rimbo di agiah
bajiliuang. Dalam sengketa rumah tangga antara berlainan ibu dengan satu
nenek baik sengketa suami istri, dalam fatwa adat disebutkan bacakak sanduak
jo pariuak, tabuang kopi datang malarai inilah contoh-contoh kasus yang
banyak terjadi saat ini, baik itu didalam suku dan kaum, walau kasus kasus
didalam nagari antara orang orang yang berlain sukunya.
Jikok manimbang samo barek
Kalau maukua samo panjang
Jikok mambagi samo banyak
Kalau mangati samo ganok

- Jika menimbang sama berat


- Kalau mengukur sama panjang
- Jika membagi sama banyak
- Kalau mengati sama genap

Pantun penutup :
Api padam puntuang lah hanyuik - Api padam puntung sudah hanyut
Dawaik habih pena talatak
- Tinta habis pena tergeletak
Indak dapek manyurek lai
- Tidak dapat menulis lagi
Rundiang kok salah dek manyabuik - dalam kata, jika salah saya menyebut
Bari lah maaf banyak banyak
- Berilah maaf banyak-banyak
Jo wassalam ambo sudahi
- Dengan wassalam saya sudahi
Tamat
Salasai

Saya mohon maaf karena


Bahasa indonesia saya kurang sempurna
12

Anda mungkin juga menyukai