Fiona Sri Wulandari 16030007 Fifra Anori 16030002 Suci Putri 15110025 A. Pengertian Adat Minangkabau Adat minangkabau dapat diartikan sebagai aturan yang lazim atau dilakukan oleh masyarakat minangkabau sejak dulu kala atau cara yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat minangkabau. Dapat pula sebagai wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma., hukum dan aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dalam masyarakat minangkabau. Secara umum dapat pula dikatakan bahwa adat minangkabau merupakan falsafah kehidupan yang menjadi budaya dan kebudayaan minangkabau. Ia juga sekaligus merupakan suatu aturan dan tata cara kehidupan masyarakat minangkabau, yang disusun berdasarkan musyawarah dan mufakat serta diturunkan secara turun temurun secara alamiah. B. Dasar Filsafat Adat Minangkabau Dalam adat minangkabau terdapat beberapa ketentuan yang memberikan ciri khas, sebagai falsafah dan pandangan hidup masyarakat minangkabau, ketentuan itu adalah fatwa-fatwa adat minangkabau berdasarkan ketentuan alam nyata. Dengan demikian daat pula dikatakan bahwa adat minangkabau itupun mempunyai dasar falsafah yang nyata pula. Pertumbuhan dan perkembangan adat minangkabau, secara garis besar dapat dibagi atas dua periode, yaitu : 1. Sebelum islam masuk di minangkabau 2. Setelah islam masuk di minangkabau C. Tujuan Adat Minangkabau Menurut ketentuan adat Minangkabau, untuk mencapai tujuannya yaitu suatu masyarakat yang aman, damai, makmur dan berkah, perlu disiapkan prasarana dan sarana yang tepat, yakni manusia-manusia pendukung adat Minangkabau yang mempunyai sifat dan watak masyarakat “nan sakato”. Sakato artinya sekata, sependapat, semufakat yaitu: Saiyo, Sakato, Sahino, Samalu, Anggo Tanggo dan Sapikua Sajinjiang. 1. Saiyo Sakato Dalam menghadapi suatu masalah atau pekerjaan, pasti akan terdapat perbedaan pandangan dan pendirian antara orang satu dengan yang lain, sesuai dengan pepatah “Kapalo samo hitam, pikiran ba lain-lain” Adat Minangkabau tidak mengenal istilah “Sepakat untuk tidak se-Mufakat”. Setelah ada kata Mufakat, maka keputusan itu harus dilaksanakan oleh semua pihak. Keluar tetap utuh dan tetap satu, tanpa mempersoalkan bagaimana proses keputusan itu diambil. Adat minangkabau akan selalu mencoba memelihara komunikasi dan kemungkinan berdialog. Pasalnya, hanya dengan cara itu segala masalah akan selalu dapat dipecahkan melalui musyawarah. Orang Minangkabau menganggap penyelesaian masalah diluar musyawarah adalah buruk. 2. Sahino Samalu Kehidupan kelompok sesuku sangat erat, hubungan individu sesama anggota kelompok kaum sangat dekat. Mereka bagaikan suatu kesatuan yang tunggal-bulat, jarak antara kau dan aku menjadi hampir tidak ada. Istilah awak menggambarkan kedekatan ini. Kalau urusan yang rumit diselesaikan dengan cara awak samo awak. Semuanya akan menjadi mudah. 3. Anggo Tanggo Dalam membentuk masyarakat nan sakato, dibutuhkan pergaulan yang tertib serta disiplin dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa setiap anggota masyarakat dituntut untuk mematuhi aturan dan undang-undang, serta mengikuti pedoman dan petunjuk yang diberikan penguasa adat. 4. Sapikua Sajinjiang Sikap gotong royong menjadi keharusan dan dasar kehidupan. Saling membantu dan menunjang merupakan kewajiban. Berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing. Kehidupan antara anggota kaum bagaikan aur dengan tebing, saling bantu membantu, saling dukung mendukung. D. Nilai-nilai Dasar Adat Minangkabau Dalam hidup bermasyarakat , orang Minangkabau menjunjung tinggi nilai egaliter atau kebersamaan. Nilai- nilai ini, dinyatakan oleh mereka dengan ungkapan pepatah : “duduak samo randah, tagak samo tinggi”. Dimensi waktu, masa lalu, masa sekarang dan yang akan datang, merupakan ruang waktu yang harus menjadi perhatian bagi orang Minangkabau. “Maliek contoh ka nan sudah”. Bila masa lalu tidak menggembirakan, maka dia akan berusaha untuk memperbaikinya. Duduk merau ranjau, tegak meninjau jarak, merupakan manifestasi agar mengisi waktu dengan sebaik-baiknya pada masa sekarang. Sedangkan mengingat masa depan, adat berfatwa : “bakulimek sabalun habih, sadiokan payuang sabalun hujan”. Dalam kegiatan yang menyangkut kepentingan umum, sifat komunal dan koletif mereka terlihat sangat menonjol. Mereka sangat menjunjung tinggi musyawarah dan mufakat. hasil mufakat, merupakan otoritas yang tertinggi.
Setiap orang Minangkabau didorong agar mempunyai
harga diri yang tinggi. Nilai kolektif yang didasarkan pada struktur sosial matrilineal, menekankan tanggung jawab luas dari keluarga, kaum, sampai kemasyarakatan nagari. Hal ini, menyebabkan seseorang merasa malu, kalau tidak berhasil menyumbangkan sesatu kepada tuntutan sosial ini, telah menyebabkan orang Minangkabau untuk selalu bersifat dinamis dan kreatif. E. Tingkatan Adat Minangkabau Adat Minangkabau mencakup suatu spektrum dari yang paling umum, hingga yang paling khusus. Dari paling permanen dan tetap, hingga yang paling sering berbah-ubah. Pada tataran konseptional adat Minangkabau terbagi pada : 1. Adat Nan Sabana Adat Adalah kenyataan yang berlaku tetap dialam, tidak pernah berubah oleh keadaan tempat dan waktu. Kenyataan itu, mengandung nilai-nilai, norma dan hukum. Di dalam ungkapan Minangkabau dinyatakan sebagai adat ‘Nan indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan, diasak indak layua, dibubuik indak mati”. Atau “adat babuhua mati”. Adat nan sabana adat bersumber dari alam. Pada hakikatnya, adat ini ialah kelaziman yang terjadi sesuai dengan kehendak Allah. Maka, adat Minangkabau tidak bertentangan dengan ajaran islam. hak itu melahirkan konsep dasar pelaksanaan aat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau, yakni adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah” dan syarak mangato, adat mamakai. Dari konsep itu, lahir pulalah filsafah dasar orang Minangkabau, yakni alam takambang jadi guru. 2. Adat Nan diadatkan Adalah adat buatan yang dirancang, dan disusun oleh nenek moyang orang Minangkabau, untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Aturan yang berupa adat nan diadatkan disampaikan dalam petatah dan petitih, mamangan, pantun dan ungkapan bahasa yang berkias hikmah. Inti dari adat nan diadatkan yang dirancang Datuak Katumangguangan melaksanakan pemerintahan yang berdaulat ke atas otokrasi namun tidak sewenang-wenang. Sedangkan adat yang disusun Datuak Parpatih Nan Sabatang, intinya demokrasi berdaulat kepada rakyat, dan mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Sepintas kedua konsep adat itu berlawanan. Namun, dalam pelaksanaannya kedua konsep itu bertemu, membaur dan saling mengisi. 3. Adat Nan Taradat Adalah ketentuan adat yang disusun di nagari untuk melaksanakan adat nan sabana adat dan adat nan diadatkan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan nagarinya. Adat ini disusun oleh para tokoh dan pemuka masyarakat nagari melalui musyawarah dan mufakat. Dari pengertian itu, lahirlah istilah adat salingka nagari. Adat Nan Taradat disebut juga adat babuhua sentak artinya dapat diperbaiki, diubah dan diganti. Fungsi utamanya, yakni sebagai peraturan pelaksanaan dari adat Minangkabau. Seperti penerapannya upacara batagak pangulu, turun mandi, sunat rasul dan perkawinan yang selalu dipagari oleh ketentuan agama dimana syarak mangato adaik mamakaikan. 4. Adat Istiadat Merupakan aturan adat yang dibuat dengan mufakat niniak mamak dalam suatu nagari. Peraturan ini menampung segala kemauan anak nagari yang sesuai menurut alua jo patuik, patuik jo mungkin. Aspirasi yang disalurkan kedalam adat istiadat ialah aspirasi yang sesuai dengan adat jo limbago, manuruik barih jo balabeh, manuruik ukuran cupak jo gantang, manuruik alua jo patuik Ada dua proses terbentuknya adat istiadat, yaitu : • Berdasarkan usul dari anak nagari, anak kemenakan dan masyarakat setempat. • Berdasarkan fenomena atau gejala yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Ini diungkap dalam kato pusako adat : tumbuah bak padi digaro, tumbuah bak bijo disiang, elok dipakai, buruak dibuang, elok dipakai jo mufakat, buruak dibuang jo rundiangan. Dapat pula dikatakan bahwa adat istiadat merupakan kebiasaan yang berfungsi menampung kesukaan atau kesenangan orang banyak, yang tidak bertentangan dengan adat nan diadatkan. Misalnya, adat main layang-layang habis panen padi, berburu dimusim panas, batagak batu sesudah ada yang meninggal. F. Sifat Adat Minangkabau Pada umumnya adat Minangkabau itu bersifat terbuka dan fleksibel, hal ini sejalan dengan ungkapan yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu : dimano bumi dipijak, disitu langik dijunjuang, dimano rantiang dipatah, disinan aia disauk, masuk kandang kambiang mangembek, masuak kandang kabau malanguah, tibo dirantau induak samang dan dunsanak cari dahulu. Dengan demikian jika kita hendak memahami adat Minangkabau, maka yang perlu kita ketahui adalah Nan Ampek, yang merupakan dasar dari patokan hidup masyarakat Minangkabau, yang diungkapkan secara sederhana dalam bentuk nan ampek patokan yaitu : 1. Asal suku di Minangkabau adalah empat : koto, oilang, bodi dan caniago. 2. Mula-mula adat diciptakan oleh nenek moyang suku bangsa Minangkabau adalah empat : adat bajanjang naik batanggo turun, adat babarih babalabeh, adat baukua jo bajangko, dan adat batiru bataladan. 3. Jalan yang harus dilalui dalam hidup ini ada empat : jalan mandatar, jalan mandaki, jalan malereng dan jalan manurun. 4. Ajaran adat ada empat : raso, pareso, malu dan sopan. 5. Dasar nagari ada empat : taratak, dudun, koto dan nagari 6. Kato-kato ada empat : kato pusako, kato mufakat, kato kamudian dan kato dulu 7. Hukum ada empat : hukum ilmu, hukum kurenah, hukum sumpah dan hukum perdamaian.