NIM:A1D1201082 RUANG:R001 RESUME MK ADAT MELAYU JAMBI
Latar belakang social Masyarakat Melayu Jambi
Nenek moyang suku bangsa Melayu Jambi, sejak berabad-abad yang lalu sudah memahami pentingnya adat bagi kehidupannya, berlanjut pada kehidupan anak cucunya. Mereka menggagas adat, dengan tujuan untuk menghindari agar kehidupan mereka beserta anak cucunya, tidak diatur atas dasar hukum rimba. Mereka yang kuat akan memakan yang lemah. Mereka yang besar akan menindas yang kecil. Dan mereka yang pintar akan menipu yang bodoh. Kehidupan akan segera men'ndi neraka. Manusia akan segera menjadi musnah. Guna menjaga kemungkinan yang akan terjadi itulah, mereka menciptakan norma-norma kehidupan yang dapat menjamin ketertiban, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup bagi mereka sendiri, dan anak cucunya sepanjang zaman. Norma-norma itu berupa aturan-aturan yang sangat esensial bagi kehidupan yang tertib, arnan dan damai. Aturan-aturan itu antara lain mengatur, hubungan antara wanita dan pria, aturan mengenai harta kekayaan, yang menjadi tumpuan kehidupan manusia, norma-norma tentang tata krama pergaulan dan sistem kekerabatan serta lain-lainnya yang berhubungan dengan kemasyarakatan. Adat MelayuJambi merupakan peraturan dan undang-undang atau hukum adat yang berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat MelayuJambi, terutama yang bertempat tinggal di Alam MelayuJambi, Sumatera Barat. Dalam batas-batas tertentu, adat MelayuJambijuga dipakai dan berlaku bagi masyarakat MelayuJambiyang berada di perantauan atau berada di lunr wilayah Melayu Jambi. Adat adalah landasan bagi kekuasaan para Raja dan Penghulu, dan dipakai dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari. Semua peraturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku disebut adat, dan landasannya adalah tradisi yang diwarisi secara turun-temurun, serta syariat Islam yang sudah dianut oleh masyarakat MelayuJambi.
Pengertian Adat Melayu Jambi
Bila dilihat dari arti kata "adat," dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, "adat" sama artinya dengan "aturan (perbuatan uan sebagainya) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dulu kala." Arti lain dari "adat" yakni "cara (kelakukan dan sebagainya) yang sudah menjadi kebiasaan." Bisa juga diartikan, "sebagai wujud gagasan kebudayan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu system." Dengan demikian, pengertian "adat MelayuJambi" dapat diartikan sebagai: "Aturan (perbuatan dan sebagainya) yang lazim diturut atau dilakukan oleh masyarakat MelayuJambi sejak dulu kala"; atau "Cara (kelakukan dan sebagainya) yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat MelayuJambi"; dapat pula "Sebagai wujud gagasan kebudayan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dalam masyarakat Melayukabu".
Sedangkan pengertian adat dalam kehidupan sehari-hari,
masyarakat MelayuJambi memberikan makna sebagai “Sawah diagiah bapamatang, ladang diagiah bamintalak, Nak babedo tapuangjo sadah, Nak babikeh minyakjo aid, Nak balain kunduajo tabu.”
DASAR FILSAFAT ADAT MELAYUJAMBI
Dasar falsafah adat MelayuJambi adalah ketetapan-ketetapan Allah dan Rasul-Nya yang tertuang dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul-Nya, termasuk yang dapat dicermati dari ayat-ayat Kauniah yang berupa Sunatullah (hukum alam), yang dipadu oleh para pemikir dan filosof MelayuJambi sendiri, dari dulu sampai sekarang, danberlaku secara turun-temurun.
TUJUAN ADAT MELAYUJAMBI
Menurut ketentuan adat MelayuJambi, untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu suatu masyarakat yang aman, damai, makmur, dan berkah, perlu disiapkan prasarana dan sarana yang tepat, yakni manusia-manusia pendukung adat MelayuJambi, yang mempunyai sifat dan watak masyarakat “nan sakato.” Sakato artinya sekata-sependapat-semufakat, yaitu: Saiyo Sakato, Sahino Samalu, Anggo Tanggo, dan Sapikua Sajinjiang. Keempat unsur ini yang perlu dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat MelayuJambiuntuk dapat membentuk masyarakat nan sakato, Seperti dijelaskan pada uraian di bawah ini. • Pertama, Saiyo Sakato. Dalam menghadapi suatu masalah atau jaan, pasti akan terdapat perbedaan pandangan dan pendirian antara orang satu dengan yang lain, sesuai dengan pepatah “samo hitam, pikiran ba lain- lain”. (kepala sama hitam, pikiran lain-lain) • Kedua, Sahino Samalu. Kehidupan kelompok sesuku sangat erat, hubungan individu sesama anggota kelompok kaum sangat dekat. Mereka bagaikan suatu kesatuan yang tunggal-bulat, jarak antara "kau dan aku" menjadi hampir tidak ada. Istilah “awak”rnenggambarkan kedekatan ini. Kalau urusan yang rumit diselesaikan dengan cara “awak samo awak”, semuanya akan menjadi mudah. Kedekatan hubungan dalam kelompok suku, menjadikan harga diri individu melebur menjadi harga diri sutu kelompok suku. Kalau seseorang anggota suku diremehkan dalam pergaulan, seluruh anggota suku merasa tersinggung. Begitu juga bila suatu suku dipermalukan, maka seluruh anggota suku itu akan serentak membela nama baik sukunya. • Ketiga, Anggo Tanggo. Dalam membentuk masyarakat nan sakoto, dibutuhkan pergaulan yang tertib serta disiplin dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa setiap anggota masyarakat diuntut untuk mematuhi aturan dan undang- undang, serta mengikuti pedoman dan petunjukyang diberikan penguasa adat.
NILAI-NILAI DASAR ADAT MELAYUJAMBI
Orang MelayuJambi disuruh bekerja keras, seperti yang ungkapkan juga oleh fatwa adat sebagai berikut : “Kayu hutan bukan andaleh, Elok dibuek ka lamari. Tahan hujan barani bapaneh, Baitu urang mancari rasaki”. (Kayu hutan bukan andalas, Elokdibuat untuk lemari. Tahan hujan berani berpanas, Begitu orang mencari rezeki). Dari etos kerja ini, anak-anak muda yang punya tanggung jawab di kampung disuruh merantau. Mereka pergi merantau untuk mencari apa saja, yang mungkin dapat disumbangkan kepada kerabat di kampung, baik materi maupun ilmu. Misi budaya ini, telah menyebabkan orang MelayuJambi terkenal di rantau sebagai manusia ekonomi yang ulet. Etos kerja keras yang telah menjadi nilai dasar bagi orang MelayuJambi, semakin lebih diperkuat oleh pandangan ajaran Islam. Menurut ajaran Islam, bahwa setiap orang harus bekerja keras, seakan-akan dia hidup untuk selama-lamanya, dia harus beramal terus, seakan-akan dia akan mati besok.
TlNGKATAN ADAT MELAYUJAMBI
Adat MelayuJambi mencakup suatu spektrum dari yang paling umum, hingga yang paling khusus. Dari paling permanen dan tetap, hingga yang paling mercurial, dan sering berubah-ubah, bahkan ad-hoc. Pada tataran konseptional, adat MelayuJambi terbagi pada empat kategori: (1) Adat nan sabana adat; (2) Adat nan diadatkan; (3) Adat nan teradat; dan (4) Adat istiadat. Pertama, Adat Nan Sabana Adat, adalah kenyataan yang berlaku tetap di alam, tidak pernah berubah oleh keadaan tempat dan waktu. Kenyataan itu, mengandung nilai-nilai, norma dan hukum. Di dalam ungkapan MelayuJambi dinyatakan sebagai adat : Nan indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan, diasak indakdibubiiik indak mati”, atau “Adat babuhua mati”. "Adat nan sabana adat" bersumber dari alam. Pada hakikatnya, ini adalah kelaziman yang terjadi sesuai dengan kehendak Allah. Maka, adat MelayuJambi tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal itu melahirkan konsep dasar pelaksanaan adat dalam kehidupanmasyarakat MelayuJambi, yakni “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah” dan “syarak mangato, adat mamakai”. Dari konsep itu, lahir pulalah falsafah dasar orang MelayuJambi, yakni “alam takambangjadiguru”. “Adat nan sabana adat” menempati kedudukan tertinggi dari empat jenis adat di MelayuJambi, sebagai landasan utama dari norma, hukum, dan aturan-aturan masyarakat MelayuJambi. Semua hukum adat, ketentuan adat, norma kemasyarakatan, dan peraturan-peraturan yang berlaku di MelayuJambi, bersumber dari “adat nan sabana adat.” Kedua, Adat Nan Diadatkan adalah adat buatan yang diran-cang, dan disusun oleh nenek moyang orang MelayuJambi, untuk diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Aturan yang berupa “adat nan diadatkan” disampaikan dalam petatah dan petitih, mamangan, pantun, dan ungkapan bahasa yang berkias hikmah. Masyarakat MelayuJambi mempercayai dua orang tokoh sebagai perancang, perencana, dan penyusun “adat nan diadatkan,” yaitu Datuak Katumangguangan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang. Inti dari “adat nan diadatkan” yang dirancang Datuak Katumangguangan melaksanakan pemerintahan yang berdaulat keatas otokrasi namun tidak sewenang-wenang. Sedangkan adat yang disusun Datuak Parpatiah Nan Sabatang, intinya demokrasi, berdaulat kepada rakyat, dan mengutamakan musyawarah untuk muakat. Sepintas, kedua konsep adat itu berlawanan. Namun,dalamPelaksanaannya kedua konsep itu bertemu, membaur, dan saling mengisi. Gabungan keduanya, melahirkan demokrasi yang khas di MelayuJambi. Diungkapkan dalam ajaran adat MelayuJambi sebagai berikut : “Bajanjang naiak, batanggo turun. Naiak darijanjang nan di bawah, turun dari tanggo nan di ateh. Titiak dari langik, tabasuik dari bumi.” Penggabungan kedua sistem ini, ibarat hubungan legislatif dan eksekutif di sistem pemerintahan saat ini. Ketiga, Adat Nan Taradat adalah ketentuan adat yang disusun di nagari untuk melaksanakan “adat nan sabana adat” dan “adat nan diadatkan” sesuai dengan keadaan dan kebutuhan nagarinya. Adat ini disusun oleh para tokoh dan pemuka masyarakat nagari melalui musyawarah dan mufakat. Dari pengertian itu, lahirlah istilah “adat saling ka nagari.” Adat nan taradat disebut juga “adat babuhua sentak.” Artinya, dapat diperbaiki, diubah, dan diganti. Fungsi utamanya, yakni sebagai peraturan pelaksanaan dari adat MelayuJambi. Seperti penerapannya upacara batagak pangulu, turun mandi, sunat rasul, dan perkawinan, yang selalu dipagari oleh ketentuan agama, di mana “syarak mangato adaik mamakaikan.”
sifat adat MelayuJambi
Sifat adat MelayuJambi, sebagai akibat logis dari jenis adat diatas, maka dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu yang lestari dan yang berubah. Selagi masyarakat MelayuJambi taat memeluk agama Islam dan beriman serta bertaqwa kepada Allah SWT, maka nilai-nilai yang terkandung di dalam ketentuan adat nan sabana adat akan lestari sepanjangmasa. Seseorang yang mengaku orang MelayuJambi, harus mematuhi ketentuan- ketentuan agamanya yang dipakaikan dalam adat tersebut. Demikian juga struktur masyarakat MelayuJambi yang tersusun menurut garis ibu, di mana pewarisan sako dan pusako, yang telah dimantapkan oleh nenek moyang masyarakat MelayuJambi Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatiah nan Sabatang, akan tetap menurut garis ibu. kelembagaan adat MelayuJambi Satu hal yang sangat penting bagi masyarakat MelayuJambi, bahwa adat itu adalah suatu Limbago (lembaga) dan mengandung unsur-unsur yang. terdiri dari lembaga juga. Penghulu adalah lembaga, urang sumando adalah lembaga. Demikian juga per-kawinan, suku, hukum, semuanya adalah lembaga. Dalam pepatah dikatakan: “Adat diisi, limbago dituang.” Jadi adat adalah sesuatu yang “diisi,” dipenuhi dan dilak-sanakan. Sedangkan lembaga adalah suatu jabatan, suatu aturan dasar atau undang-undang yang dibentuk dan ditetapkan untuk jangka waktu lama. Lembaga, tidak boleh sering diubah atau diganti, lembaga harus permanen -- dikiaskan dengan logam cor besi tuang. Secara legalistik atau kelembagaan, adat MelayuJambi dapat dirangkum dalam Limbago nan Sapuluah, terdiri dari: (I) nan duo; (2) Kato nan ampek; dan (3) Undang nan ampek (lembaga yang sepuluh, terdiri dari: takaran yang dua, kata yang empat dan undang yang empat), dengan penjelasan sebagai berikut: • Pertama, Cupak nan Duo. Cupak adalah alat takaran. Mat takar lain sering disebut, seperti gantang, taraju, bungka. Maksud alat-alat ini adalah simbol lembaga hukuin yang menjadi acuan bagi masyarakat dalam menjalankan dan mengembangkan adatnya. • Kedua, Kato nan Ampek. Kato atau kata adalah salah satu lembaga yang sangat penting dalam masyarakat MelayuJambi. Tanpa kato, adat MelayuJambi kehilangan legitimasinya. Dalam masyarakat MelayuJambi tempo doeloe, kekuasaan dan undang-undang dipegang oleh raja dan penghulu karena keturunannya-Dalam masyarakat agamis, kekuasaan disandarkan pada otoritas wahyu, dan dalam masyarakat moderen yang demokratis, hukum didasarkan pada konstitusi dan undang- undahg tertulis. • Ketiga, Undang nan Ampek. Nenek moyang masyarakat mangJambi s udah menetapkan Undang-undang yang menjadi dasar pemerintahan adat zaman dahulu, mencakup pemerintahan Luhak dan Rantau, pemerintahan Nagari dan peraturan yang berlaku untuk Suku dan Nagari, juga peraturan untuk individu.
sistem adat MelayuJambi
Semenjak zaman kerajaan Pagaruyung, ada tiga sistem adat yang dianut oleh suku bangsa MelayuJambiyaitu: Kelarasan (sistem) Koto Piliang; Kelarasan Bodi Caniago; dan Kelarasan Panjang. Kelarasan Koto Piliang adalah gagasan adat yang digariskan oleh Datuk Ketumanggungan. Ciri yang menonjol dari adat Koto Piliang adalah otokrasi atau kepemimpinan menurut garis ke-turunan yang dalam istilah adat disebutsebagai “menetes dari langit, bertangga naik, berjenjang turun,” dengan prinsip pengangkatan penghulu-penghulunya; “patah tumbuah.” Dalam Kelarasan Koto Piliang dikenal Langgam nan tujuah, yakni tujuh daerah istimewa yang dipimpin oleh seorang penghulu, dan langsung berada di bawah kekuasaan raja. Dia tidak berada di bawah Basa Empat Balai. Tujuh daerah istimewa ini mempunyai fungsi dan kedudukan tersendiri, dan sampai sekarang masih dijalankan. Langgam nan tujuh itu terdiri dari tujuh daerah/wilayah dengan gelar kebesarannya masing-masing: Pamuncak Koto Piliang, daerahnya Sungai Tarab salapan batu; Gajah Tongga Koto Piliang, daerahnya Silingkang dan Padang Sibusuak; Camin Taruih Koto Piliang, daerahnya Singkarak dan Saningbaka; Cumati Koto Piliang, daerahnya Sulik Aie dan Tanjuang Balik; Perdamaian Koto Piliang, daerahnya Simawang dan Bukik Kanduang; Harimau Campo Koto Piliang, daerahnya Batipuh 10 Koto; dan Pasak kungkuang Koto Piliang, daerahnya Sungai Jambu dan Labu Atan. Di samping Langgam Nan Tujuh, nagari-nagari lain yang termasuk Lareh Koto Piliang adalah Pagaruyuang, Saruaso, Atar, Padang Gantiang, Taluak Tigo Tangko,Pangian, Buo, Bukik Kanduang, Matua, Talang Tangah, Gurun, Ampalu, Guguak, Padang Laweh, Koto Hilalang, Sumaniak, Sungai Patai, MelayuJambi, Simpuruik, dan Sijangek.