7. Rumah.
8. RAKYAT
: 6. : Kotamadya Jambi : : : 28 : 2 : 53
Jumlah : 76 28 : 102
972 :
Memerin Dusun.
tah
Pembinaan adat istiadat dan kebudayaan lainnya serta memajukan hidup beragama
sangat dipentingkan. Kerapatan dusun merupakan pemegang kekuasaan Pemerintah
yang tertinggi dalam dusun. Sedangkan soal peradilan adat ditangani oleh kerapatan
Tengganai, kerapatan nenek mamak dan kerapat Depati (Rio, Penghulu dan lain-lain)
sebagai peradilan yang tertinggi dalam dusun.
Orang-orang dalam dusun sering mengatakan bahwa kerapatan dusun mengurus soal-
soal dusun atau kepentingan dusun, tidak mengurus masalah sengketa (perkara) anak
buah. Masalah sengketa anak buah diurusi oleh peradilan adat. Dari keterangan diatas
dapat disimpulkan bahwa Pemerintahan dusun terdapat adanya pengertian tentang
Pemerintahan dusun dalam arti luas dan sempit.
Pemerintahan dusun dalam arti sempit adalah Kepala Dusun atau Depati memerintah
ditambah dengan nenek mamak memerintah, juru tulis dusun, hulubalang, alingan
(pesuruh), tukang canang dan pegawai syarak (kahdi, imam,khatib dan bilal).
Sedangkan yang dimaksud dengan pengertian Pemerintahan Dusun dalam arti luas
adalah Pemerintahan Dusun dalam arti sempit diitambah dengan kerapatan dusun.
Kerapatan Dusun yang memegang kekuasaan yang tertinggi dalam dusun, dan
kerapatan inilah yang mendelegasikan sebagai kekuasaannya kepada Pemerintah
Dusun dalam arti sempit, kerapatan dusun inilah yang mengawasi segala tindak
tanduk dari Pemerintahan Dusun sehari-hari.
Dari bentuk dan susunan Pemerintahan dusun seperti tersebut diatas nampaklah
dengan jelas persatuan dan kesatuan dari tali tiga sepilin atau tiga sejerang dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan dusun, yang merupakan pemerintahan menurut
sepanjang adat.
Keadaan yang seperti ini diperlukan dalam Pemerintahan Marga, Mendapo dan
Kampung. Ketiga komponen orang adat itu, yaitu pejabat Pemerintahan Desa,
Pemangku Adat dan Pegawai Syarak secara bersama-sama berpartisipasi dan
berperan serta dalam mengurus soal Pemerintahan, Pembangunan dan
kemasyarakatan.
Demikianlah peran tali tigo sepilin dalam Desa propinsi Jambi sebelum berlakunya
Undang-undang No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Dengan berlakunya
Undang-undang No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, maka untuk susunan
Pemerintahan Desa dan Kelurahan didalam Propinsi Jambi berbeda untuk dan
susunan Pemerintahan Desa sebelumnya. Bentuk dan susunan Pemerintahan Desa
sekarang ini terdiri atas Kepala Desa dan Lembaga Musyawarah Desa ( LMD ).
Pemerintahan Desa dalam p'elaksanaan tugasnya dibentuk oleh Per-angkat Desa,
yang terdiri atas Sekretaris Desa dan Kepala-kepala Dusun ( pasal 1 ayat 2 dan 3 ).
Kepala Desa dipilih secara langsung, Umum, Bebas dan Rahasia oleh penduduk Desa
Warga Negara Republik Indonesia yang telah berumur sekurang-kurangnya 17 tahun
atau telah pernah kawin ( pasal 5 ayat 1 ).
Kepala Desa diangkat oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II atas
nama Gubernur dengan masa jabatannya 8 tahun dan dapat diangkat kembali untuk
satu kali masa jabatan berikutnya (pasal 6 dan 7). Dalam malaksanakan tugasnya
Kepala Desa menjalankan hak, wewew-nang dan kewajiban Pimpinan Pemerintahan
Desa, yaitu menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, dan merupakan
penyelenggara dan penanggung jawab utama dibidang Pemerintahan, Pembangunan
dan kemasyarakatan dalam rangka penyelenggaraan urusan Pemerintahan Desa,
urusan Pemerintahan Umum termasuk pembinaan ketentraman dan ketertiban sesuai
dengan peratuarn perundang-undangan yang berlaku dan menumbuhkan serta
mengembangkan jiwa gotong royong masyarakat sebagai sendi utama pelaksanaan
Pemerintahan Desa ( pasal 10 ayat 1 ).
Dalam menjalankan hak, wewenang dan kewajiban Pimpinan Pemerintahan Desa,
Kepala Desa bertanggung jawab kepada pejabat yang berwenang mengangkatnya
melalui Camat, memberikan keterangan pertanggung jawaban tersebut kepada
Lembaga Musyawarah Desa ( pasal 10 ayat 2 ).
Bagan : 2 Susunan Organisasi Pemerintahan Desa dan Perangkat Desa.
Kepala Desa, Lembaga Musyawarah, Sekretaris Desa Desa, Kepala Urusan
Kepala Dusun
Mengenai Sekretariat Desa terdiri atas : Sekretaris dan Kepala-kepala Urusan ( pasal
15 ayat 1 ). Sekretaris Desa diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikotamadya
setelah mendengar pertimbangan Camat atas usul Kepala Desa sesudah mendengar
pertimbangan Lembaga Musyawarah Desa ( LMD ) pasal 15 ayat 2. Apabila Kepala
Desa berhalangan maka Sekretaris Desa menjalankan tugas dan wewenang Kepala
Desa sehari-hari ( pasal 15 ayat 3 ).
Kepala-kepala Urusan diangkat dan diberhentikan oleh Camat atas nama
Bupati/Walikotamdya atas usul Kepala Desa (pasal 15 ayat 4). Desa dalam Propinsi
Jambi membuat Kepala Urusan tiga buah saja, yaitu Kepala Urusan Pemerintahan,
Kepala Urusan Umum dan Kepala Urusan Pembangunan. Untuk mempelancar
jalannya roda Pemerintahan Desa, dalam Desa dibentuk dusun yang dikepalai oleh
Kepala Dusun sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
Kepala Dusun adalah unsur pelaksanaan tugas Kepala Desa dengan wilayah kerja
tertentu ( pasal 16 ayat 1 dan 2 ). Kepala Dusun diangkat dan diberhentikan oleh
Camat atas nama Bupati/Walikotamadya ( pasal 16 ayat 1 ). Aparat Pemerintahan
Desa yang lain adalah Lembaga Musyarawah Desa ( LMD ).
Lembaga Musyawarah Desa adalah Lembaga Musyawarah/Permufakatan yang
keanggotaannya terdiri dari Kepala-kapala Dusun, Pemimpin Lembaga-lembaga
Kemasyarakatan dan pemuka masyarakat Desa yang bersangkutan ( pasal 17 ayat 1 ).
Kepala Desa karena jabatannya menjadi Ketua Lembaga Musyawarah Desa dan
Sekretaris Desa jabatannya menjadi Sekretaris Lembaga Masyarakat Desa ( pasal 17
ayat 2 dan 3 ).
Dari bentuk dan susunan Pemerintahan Desa di atas, nampaklah orang adat tidak lagi
dimasukkan dalam Pemerintahan Desa. Walaupun demikian mereka tetap aktif
mengurus anak kemenakan ( anak jantan dan anak beti-no ) dalam kelompok
keturunan darah dan tempat kediaman dekat mereka. Di Daerah Kerinci dan batin
mereka mengurus persekutuan hukum adat Lurah, kelbu dan perut, di daerah yang
lain mengurus orang-orang yang tempat tinggal dekat dengan mereka. Dahulu mereka
baik menurut ketentuan peraturan Perundang-undangan maupun menurut adat mereka
adalah Pemimpin formal, dan sekarang dengan berlakunya Undang-undang No. 5
tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa mereka menjadi Pemimpin infomal. Yang
menjadi Pemimpin formal sekarang ini adalah Kepala Desa dengan segala pejabat
dari Aparat Desa yang lain. Berhubung dengan hal yang demikian mereka tidak aktif
lagi dalam mengurus soal Pemerintahan. Sedangkan Kepala Desa yang merasa
dirinya adalah Pemimpin formal dan lebih berkuasa dari Pemimpin informal
manganggap bahwa segala persoalan yang terjadi dalam Desa adalah menjadi
urusannya. Tindak tanduk yang demikian kadang kala dapat menimbulkan kerancuan
dan kekacauan pengurusan Desa.
Orang adat yang merasa dirinya tidak lagi mempunyai landasan hukum Perundang-
undangan untuk turut dalam urusan Desa, dan merasa kekuasaannya sudal lemah, dan
hanya berkedudukan sebagai pemimpin informal saja, banyak mereka yang menjadi
apatis saja. Sedangkan mereka selalu diharapkan peranannya oleh warga persekutuan
hukum adat mereka, karena mereka adalah sesepuh dan pemimpin menurut sepanjang
adat yang diterima dari nenek moyang. Mereka lebih dihormati dan pengaruhnya
lebih besar dari pemimpin formal. Keadaan yang terjadi demikian sangat merugikan
bagi perkembangan dan kemajuan pembangunan selanjutnya. Hal ini harus mendapat
perbaikan, supaya tali tiga sepilin atau tungku tigo sejerang itu secara harmonis dapat
kembali bekerja sama dalam Pemerintahan Pembangunan dan Kemasyarakatan.
Dalam rangka mengatasi masalah ini, Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 11 tahun 1984 tentang
Pembinaan dan Pengembangan Adat Istiadat di Tingkat Desa/ Kelurahan. Dalam
peraturan ini ditegaskan bahwa Kepala Desa diangkat menjadi Pembina Adat Istiadat
dalam wilayah pedesaan, dan dia berkewajiban malakukan pembinaan adat istiadat
itu. Dengan demikian terdapatlah jalinan hubungan kembali antara Pemerintahan
Desa dengan orang adat. Peraturan Menteri Dalam Negeri ini menentukan pula
supaya Pememrintah Daearah dapat menjabarkan peraturan ini kedalam peraturan
Daerah yang dapat dijadikan pedoman bagi aparatur pelaksana lapangan dalam
menentukan kebijaksanaan pelaksanaannya dalam membina dan mengembangkan
adat istiadat itu.
Peraturan Daerah yang dikehendaki itu telah dikeluarkan oleh Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Proponsi Jambi dengan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I
Jambi No. 11 tahun 1991 tentang Pembinaan dan Pengembangan Adat Istiadat
Kebiasaan Masyarakat dan Lembaga Adat di Desa/Kelurahan Dalam Propinsi Daerah
Tingkat I Jambi. Beberapa ketetapan yang penting dalam Peraturan Daerah ini adalah
Kepala Desa adalah Pembina Adat dalam Desanya, dan orang adat harus membuat
lembaga Adat Desa/Kelurahan.
Disamping itu kepada Lembaga Adat ini diberikan pula tugas-tugas seperti :
1. Menggali dan mengembangkan adat istiadat dalam upaya melestarikan kebudayaan
nasional.
2. Mengurus dan mengola hal- hal yang berkaitan dan berhubungan dengan adat
istiadat di Daerah Jambi.
3. Menyelesaikan perkara-perkara perdata adat istiadat di Daerah Jambi sepanjang
tidak bertentangan dengan peraturan Perundang-undanganyang berlaku.
4. Mengiventarisasikan, mengamankan, memelihara dan mengurus serta
memanfaatkan sumber-sumber kekayaan yang dimiliki oleh Lembaga Adat untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat .
Dengan adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Peraturan Daerah
tersebut diatas, maka orang adat sudah mempunyai dasar hukum Perundang-
undangan untuk berperan dalam pembangunan desa, sedangkan hukum adat telah
lama, yaitu semenjak nenek moyang mereka telah mewajibkan melaksanakan peranan
tersebut.
Dengan ketiga Peraturan itu, yakni Undang - undang No. 5 tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 11 tahun 1984 tentang
Pembinaan dan Pengembangan Adat Istiadat di Tingkat Desa/ Kelurahan dan
Peraturan Daerah No 11 tahun 1991 tentang Pembinaan dan Pengembangan Adat
Istiadat Kebiasaan-kebiasaan Masyarakat dan Lembaga Adat Di Desa/Kelurahan
Dalam Propinsi Daerah Tingkat I Jambi, maka secara resmi sudah terjalin kembali
tali tigo sepilin atau tungku tigo sejerang itu Sekarang ini tinggal lagi pelaksanaannya
menyesuaikan dengan tiga peraturan Perundang-undangan diatas dan dengan adat
yang berlaku ditempat masing-masing.
Kewajiban isteri :
Nan pandai menjago diri, nak menanggang hati anak laki. Harus tahu ireng gindeng
lapa dahago, betanak mengulai, ambak ayam/ambak tampi. Cepat pergi cepat balik,
selapik seketiduran sebantal segalang ulu.
Jangan sebulan dimuko pintu setahun dikepalo tanggo, semusin ditepian Disamping
itu adapula ketua adat yang harus diikuti oleh kedua orang suami isteri serta kedua
belah pihak orang tua, yang berbunyi sebagai berikut :
Kepada kedua belah pihak suami isteri :
Jiko kito sudah betunak betani, dari pangkal rumah keujung rumah, haruslah menjaga
diri, sekalipun kito sudah menyemendo Karena itu haruslah tahu dengan ireng
dengan gindeng, semu baso kecik-kecik semantung dalam beluka, kalaulah
buahlah tuo, nan pandai meninggang hati urang kalo kito duduk suku semendo
mestilah bertungku cakah, belapik cabik, bebakul cengeh, besendok gedang.
Pandai-pandailah meniti buih, nan selamat badan keseberang.
Kepada kedua belah pihak orang tuo :
Jiko kito tempat duduk suku semendo, maka anak betino jadi anak jantan, anak jantan
jadi anak betino. Tengganglah hati pebesanan dengan menantu. Jangan sekali-kali
dibuat upat anak sendiri dan menantu. Karena mereka baru berumah tanggo, maka
haruslah ditunjuk diajak, ditegur disapo, diasuh diinang, dijago digembalo, jangan
dibagih bejalan surang.
Setiap orang mengharapkan perkawinan itu kekal, aman dan bahagia. Pepatah adat
menyebutkan : Bak aur dengan tebing,Tebing sayang dengan aur,Hendaknyo samo
lapuk luka dengan bingkai,Samo lantah padi dengan bintaro, Kekal dunio dan
akhirat.
Proses perkawinan.
1. Masa perkenalan :
Pada umumnya antara kedua insan yang akan kawin (bujang dengan gadis), sudah
saling mengenal sebelum nikah. hal itu terlihat dalam pergaulan sehari-hari. Pada
remaja kota, biasanya disebut pacaran. Perkenalan bisa saja terjadi di sekolah,
ditempat-tempat pesta dan sebagainya. Sementara di desa ada yang kita kenal dengan
sebutan bertandang, yakni berkunjung menurut aturan-aturan tertentu kerumah gadis.
Disana bercakap mudo dalam bentuk berbalas pantun. Disamping itu perkenalan bisa
juga terjadi pada waktu selang menuai atau pelarian (semacam gotong royong)
disawah seseorang. Dengan demikian dapat dikatakan dalam masyarakat adat Jambi,
tidak dikenal kawin paksa.
2. Masa persiapan :
Dinasehatkan dengan seloko adat, bahwa apabila kita sudah mempunyai anak
kemenakan, yaitu :
Kok jantan lah masuk kemaso bujang, Kok betino lah masuk kemaso gadisnyo.
Haruslah mempersiapkan dirinya lebih dulu secara lahir dan bathin, yang menurut
seloko adat: Bersiap sebelum tibo, Beringat sebelum keno, Sebelum hujan sediokan
payung, Hujan tibo, payung terkembang.
3. Sisik siang :
Oleh karena perkawinan itu akan mengikat kedua belah pihak orang tua, tengganai
dan nenek mamak, maka haruslah diadakan sisik siang, dengan cara mengirim menti
atau siasat yang disebut di sasat kerumah pihak yang betino (gadis) terutana tentang
status yang punya badan apakah sudah bertunangan (punya pacar) atau sudah menjadi
kundangan orang (tunangan orang).
4. T u n a n g :Menurut adat, tunangan itu ada 3 (tiga) macam :
1). Tunang-tunangan.
Adakalahnya bayi yang masih -dalam buaian sudah dipertunangkan oleh kedua belah
pihak orang tua. Pertunangan seperti ini disebut tunang jajad. Sudah tentu tunang
jajad tidak dijumpai lagi.
2). Bermudo (pacaran) :
Adat menentukan risikonya sebagai berikut :
Umpuk umbai budi merancak.Rayu bujang, gurindarn gadih.Nan tepakai lusuh,
nan temakan habih.Nan tebagi hilang sajo.Adat bunbun menyelaro.
Artinya : Bila antara kedua belah pihak yang bermudo putus hubungan,
maka antara mereka berdua tak ada tuntutan apa-apa, baik yang berupa
janji maupun yang berupa materi, dianggap habis dan tidak ada lagi.
3). Duduk bertunang (bertunangan).
Dalam hal ini kedua belah pihak telah terikat, karena sudah berusik sirih, main pinang
lah duduk pertunangannya dek nan tuo. Dan disebut sudah menjadi tunangan urang.
Sehubungan dengan sisik siang diatas tadi, maka apabila betino (gadis) yang
diselidiki tadi sudah menjadi tunangan urang, maka sisik siang itu terhenti sampai
disana, karena menurut seloko adat : Sirih kuning gagangnyo mersik, condong
menjulai naik garang. Putih kuning dabung melentik, sayang sedikit tunangan orang.
Apabila diteruskan juga maka seloko adat mengingatkan ; "bermain diujung pisau",
artinya berbahaya.
Akan tetapi bila gadis yang disiak siang belum duduk bertunangan, dengan kata lain
belum dikundang orang lain, persiapan ini dapat dilanjutkan.
5. Sirih tanyo, pinang tanyo.
Sirih tanyo pinang tanyo itu ialah terdiri dari pakaian pria sepelulus dan disertai sirih
pinang senampan. Adakalanya disertai uang sekedarnya. Dahulu
ada disertai pula dengan cincin ketika ijuk, cincin rotan, kain dibindang (dibuka)
banyak cabik-cabik, pun adapula benang yang putus-putus dengan maksud
menghiaskan diri bahwa orang yang hendak menyemendo itu adalah orang miskin.
Dengan kata lain bermaksud merendah diri. Tetapi sekarang cara demikian tidak
digunakan lagi.
Adapun maksud sirih tanyo pinang tanyo itu ialah seperti kata seloko ad at : Sirih
ingin pulang ke gagangnyo". Pinang ingin pulang ketampuknyo".
Artinya orang itu bermaksud hendak menyemendo kerumah gadis yang ada dirumah
yang dituju, sedangkan sirih tanyo, pinang tanyo itu diantarkan oleh pihak keluarga
yang laki-laki kerumah yang perempuan.
Mengantar sirih tanyo, pinang tanyo :
Seloko adat menyebutkan, bahwa sirih tanyo, pinang tanyo :
Dilepeh oleh serai nan berumpun.
Ayam nan berinduk.
Pagi nan belepeh,
balik nan betantik."
Artinya yang pergi mengantar sirih tanyo, pinang tanyo itu merupakan utusan nenek
mamak atau adakalanya nenek mamak dari pihak yang laki-laki itu sendiri yang pergi
mengantarkan sirih tanyo, pinang tanyo itu, dengan maksud bahwa itu betul-betul
dikirim oleh orang tua bujang setelah ada kesepakatan dengan nenek mamaknya, dan
jawabannya ditunggu.
Dipihak nan betino (gadis) sirih tanyo pinang tanyo itu disambut dan diterima
oleh induk bapak (orang tua gadis) dengan kato-kato adat :
Tentang barang nan diantar iko, Ko titik kami tampung, Ko terbit kami tuai, Kecik
telapak tangan, nyiru kami tadahkan,
Tentang tando iko kami memegang sajo,
Anak yo anak kami, kami ko nan melepeh pagi, mengurung petang,
tetapi nan kuaso ialah nenek mamaknyo, nan memekan mengabih,
menyaik memutuih."
Biasanya sesudah sirih tanyo, pinang tanyo itu diterima oleh kedua orang tua gadis,
maka tanpa banyak bicara lagi, utusan pihak laki-laki itupun pulanglah sambil
menunggu kabar dari pihak keluarga (nenek mamak) yang perempuan.
Sementara itu, beberapa hari kemudian pada waktu dan hari yang baik, biasanya tak
lama orang tua gadis (pihak nan betino) mengump^ulkan suku waris (nenek mamak)
sepihak, untuk membicarakan sirih tanyo, pinang tanyo yang diantarkan pihak laki-
laki dulu.Sebagai pengantarnya, dengan kata-kata adat orang tua gadis biasanya
ayahnya, berkata :" Kami beritahukan kepada nenek mamak. Supik ko kok kecik lah
gedang. Ko bingung nyo lah cerdik. Ko gedang lah menyapu. Ko tinggi lah
menyudul langit. Kami sebagai induk bapaknyo, melepeh pagi mengurung petang,
mako supik telah patut berumah tanggo. Kerbau sekandang dapat dipeliharo. Tapi
urang seurang paya dipeliharo urang sedusun. Kini ko lah ado urang yang datang,
menti nan tibo. Mengantar sirih tanyo, pinang tanyo.Apo kito yang duduk lah cukup
kok nang seseto lah disubik, kok nan sedepo lah dibawak.
Lah dilayang pandang jauh, lah tukik pandang dekat. Walaulah cukup, kito
mulailah mengaji iko masak-masak. Menghemat sudah-sudah."
Jika seluruh nenek mamak sudah habis dan dianggap cukup maka nenek mamak
itupun kembali bertanyo :" Apakah supik ko ado jodohnyo didalam korong kito,
nan betapak, nan bekilan nan beito. Kok ado kemano condong asapnyo".
Biasanya gadis diam saja, sebagai tanda setuju. Kemudian sewaris menghadap
kepada nenek mamak, dan berkata :
Nampaknya jantan betino lah seangguk bak balam, lah seciap bak ayam.
Dengan jawaban sewaris itu, maka nenek mamak kemudian berkata lagi :
Setelah kami tilik, rasonyo dak ado, mako kito turutlah kemano condong asap, karena
:Kurang sisik tuneh meninggi, Kurang siang rumpun menjadi. Dan jangan pulo
sampai terjadi. Terbit minyak dek kampo, terbit api dek pusa. Apabila suku waris
sudah mupakat, seperti kata pepatah adat :
Idak ado lagi unak nang ke mengait mato, Punggu nan ke meninpo punggu.
Maka dapatlah dikatakan seperti :
Teluk selesai, rantau tenang,
Bulat ayik dek pembuluh, bulat kato dek mupakat.
Bulat bulih digulingkan.
Bulat bulih dilayangkan."
Akhirnya dianggap funding sudah, kato putus, sirih tanyo, pinang tanyo tersebut
sudah dijadikan "tando yang benar" dan dijadikan pegangan seperti kato seloko adat :
" Kok dendang kulit betindik bane, Dendang dana betudung kelakai, Dendang
buah bekelike batang, Dendang tando nak jadi nan dipegang."
Apabila langkah selanjutnya hendak dilaksanakan, yaitu : "tando betindi", maka itu
harus disaksikan oleh batin dan iangsung menetapkan jangka ketiko nang baik untuk
mengembang tando.
6. Mengembang tando, mengisi adat-Iembago.
Pada malam yang elok, hari nan baik, yaitu hari tanggal dan waktu yang ditetapkan,
maka berkumpullah suku waris dan nenek mamak dari kedua belah pihak serta
dihadiri oleh batin. Berkumpulnya suku waris kedua belah pihak beserta nenek
mamak dan batin ini dinamakan duduk nenek mamak, yakni nenek yang berempat,
puyang nan delapan.
Setelah semua lengkap, maka tando tersebut diserahkan kepada batin, dengan kata-
kata adat :
" Tando iko adalah titian jalan ke jenang.
Susul jalan kerajo, tando nak duduk betunak batani.
Tando nak jadi, nang kami serahkan kebatin.
Minta dibuka, minta dikembangkan, minta dibuek ikek bulek, janji
semayo."Setelah dibuat ikek bulek, janji semayo, maka berlaku seloko adat yang
berbunyi :
" Titian binaso lapuk, Janji binaso mungkir."
Artinya yang melanggar janji harus menanggung akibatnya.
Menurut kawin nan beradat belembago, nang taico tepakai karena batinlah nan
rindang diadat, rimbun dek peseko, maka batin pun turun tanganlah.
Batin membuka dan memeriksa tando itu satu persatu, kemudiannya diserahkan
kepada nenek mamak, dengan permintaan dibuat funding jadinya, guna pengisi adat,
menuang lembagonya, nang disebut kawin beradat belembago, dengan kata-kata
penyerahan dari batin : "kelih ayik, imak lah tubo, pandang akan nang bakal mati".
Oleh karena dalam adat lembago itu diasuh dan diinang oleh nenek mamak, maka
oleh nenek mamak dibuatlah perhitungan tinggi rendahnya lembago adat yang dipilih
diminta tiga tingkatan (nilainya).
Adapun menurut adat ketentuan mengisi adat menuang lembago itu terbagi atas 3
(tiga) tingkatan, yakni :
1). Yang diatas, yaitu : kerbau sikuk, beras seratus gantang, kelapo seratus tali
(satu tali dua buah), lengkap dengan seasam segaram, selemak semanisnya.2).
Yang ditengah, yaitu : kambing sikuk, beras dua puluh gantang, kelapo dua puluh
tali, lengkap dengan seasam segaram selemak semanis.3). Yang dibawah, yaitu :
ayam sikuk, beras dua gantang, kelapo dua tali, lengkap dengan seasam segaram
selemak semanisnya.
Adapun tingkatan yang dimaksud diatas tadi, adalah dengan melihat kemampuan
orang yang hendak menyemendo. Seseorang yang ekonominya lemah, tentulah tidak
dapat dipaksakan dengan lembago nan diatas (sikuk kerbau dan seterusnya).
Disamping itu mungkin pihak yang laki-laki juga menyerahkan lemari, tempat tidur,
kursi atau barang lain, yang sesungguhnya tidak diminta oleh pihak yang perempuan.
Barang yang dibawa itu disebut harto pembawok. Harto pembawok itu, jika terjadi
perceraian dapat dibawa kembali oleh pihak laki-laki.
Jika adat telah diisi, lembago sudah, maka disebutlah dalam seloko adat :
" Kok tando kecik menjelang warislah, Kok tando gedang menjelang batinlah,
Lah didudukkan di dalam hari nan ritung, Bak lansau lah menunggu, Ketak
menunggu buku."
Jika dalam pada itu timbul perpecahan, sehingga salah satu pihak membatalkan ikek
buwek tersebut, maka itu disebut : "ikek nang berurak, janji nang beungkai".
" Kalau yang jantan mengurak silo, yang terbagi, hilang sajo. Kalau yang betino
mengubah janji, maka tando so balik duo."
Dalam pada itu karena ikek buwek itu dibuat oleh nenek mamak, maka menurut adat
perbuatan mengurak, mengungkai ikek buwek nenek mamak itu, dianggap melanggar
adat dan diberlakukan undang nan dua puluh, terhadap pihak yang mengurak dan
mengungkai ikek buwek oleh nenek mamak itu, dan itu merupakan larangan pantang
pada batin. Terhadap pengurak, mengungkai ikek buwek nenek mamak itu dikenakan
denda : sikok kambing, kelapo dua puluh tali, beras dua puluh gantang, lengkap
dengan seasam segaram, selemak semanis.
7. Mengantar serah adat lembago.
Sebagai kelanjutan dari mengantar tando, dimana tando itu telah diterima
oleh pihak wanita, maka dilanjutkan dengan serah, yakni menyerahkan adat lembago
yang diputuskan sebelumnya. Hal tersebut disebut sebagai mengisi adat, menuang
lembago. Pihak lelaki mengantarkan adat lembago itu kerumah pihak wanita. Dalam
seloko adat disebutkan :
" Kato dulu kato betepat, kato kemudian idak becari lagi".
Artinya semua pihak menepat janji atau ikek buwek yang telah dibuat oleh nenek
mamak. Seandainya adat lembago itu jatuh pada pilihan diatas yaitu jatuh pada
tingkat yang diatas, yaitu kerbau, makamenurut adat lamo pusako usang,
pelaksanaannya diiringi sebagai berikut :
" Kerbau jantan yang bertanduk cancang, beras seratus gantang dibali panjang,
kelapo nang seratu's tali nang bepikul dan bedagang timbang, dilengkapi dengan
selemak semanisnya, seasam segaram, bercupak bergantang serta alat perba,
antara lain : tombak, pedang, beliung, parang, jalo kerap, jalo rambang, pukat
kerap, pukat jarang, ditambah dengan bibit kelapo, tanaman pisang, tebu, ayam
betino dan ayam jantan."
Penyerahan itu semua dilakukan dalam suatu upacara khusus. Untuk itu kerbau tadi
dihias seindah mungkin. Diarak bersama-sama dengan kesenian tradisional, seperti
pencak silat dan tabuh gendang, -gung kelintang, kemudian dilakukan serah terima
menurut adat.
Waktu penyerahan itu, nenek mamak dari pihak laki-laki akan berkata antara lain :
" Kami ko datang untuk menyerahkan adat lembago. Menepati kato dulu, kato
betepak "Kato kemudian idak dicari lagi, sesuai dengan ikek buwek janji semayo
yang diputuskan nenek mamak kito kedua belah pihak. Untuk susul jalan kerajo,
untuk titian jalan kejenang.'?
Jawaban dari pihak wanita (penyambut).
Kami terimo dengan muko nang jernih, hati nang suci.
Kok setitik kami lautkan, kok sekepal kami gunungkan."
Pantun dari pihak laki-laki (pengantar).
" Cukik dama pelito cahayo, cukik dengan sapu tangan.
Kalau runding kito lah seiyo, mari kito, berjabat tangan."
Pihak laki-laki yang mengantar tandopun maju, demikian pihak yang menantipun
maju, lalu bersalam salaman.
Kemudian pihak perempuan menyambut berpantun
Cempedak tumbuh dilaman, urat bertindi-tindi.
Lah lamo tegang dilaman, mari kito naik, maka sirih."
Kedua belah pihak kemudian naik kerumah pihak wanita, inilah yang disebut kerbau
dipintak, kerbau ditantik.
Perlu diperhatikan, menurut adat lamo pusako usang, jika kerbau dipintak, kerbau
ditantik, maka dari pihak wanita harus pula menyiapkan adanya bilik padi yang berisi
padi setahun pehumo, sepelaman dengan mertuo,. Artinya pihak wanita itu punya
kemampuan ekonomi yang baik. Sebab menurut adat lamo pusako usang, selama
setahun kedua mempelai tidak bekerja, mereka hanya makan tidur dan hidup santai.
8. Nikah kawin.
Pengertian nikah kawin menurut adat mempunyai arti berganda. Nikah
dimaksudkan adalah menikahkan anak untuk berumah tangga (bujang dan gadis),
sedangkan kawin adalah timbulnya keberatan antara kedua belah pihak famili yang
bersangkutan, dalam seloko adat disebutkan :
" Nikah di Mesjid, Kawin di rumah tanggo.
Beuleh nak panjang, besuku nak tebal, bekampu nak leba."
Pernikahan dilangsungkan sebelum kenduri. Pernikahan dihadiri oleh para nenek
mamak kedua belah pihak, petugas pencatat nikah, batin dan para undangan
lainnya.Sebelumnya perlu dijelaskan, siapa yang berhak menikahkan atau menjadi
wali dari anak perempuan (gadis) yang akan dinikahkan itu. Menurut hukum syarak
wali itu ada 3 (tiga) macam yakni
1). Wali Mujubir, yaitu ayah, datuk dan seterusnya keatas menurut garis patrilinial
dari perempuan yang akan menikah itu.
2). Wali nasab, yaitu seorang laki-laki yang mempunyai hubungan kekeluargaan
dengan anak perempuan yang akan dinikahkan menurut garis patrilinial (garis
keturunan yang dihitung menurut bapak), yaitu saudara kandung lelaki beserta
keturunannya yang lelaki, saudara lelaki se-bapak beserta keturunannya yang lelaki
dan paman kandung se-bapak beserta keturunannya yang lelaki.
3). Wali hakim, yaitu orang yang ditunjuk dengan persetujuan kedua belah pihak
yang mempunyai pengetahuan setingkat dengan qadhi. Umumnya yang banyak
terpakai adalah wali hakim ini. Dan syarat-syarat untuk menjadi wali ditentukan
sebagai berikut :
Mestilah seseorang yang menganut agama Islam. Harus seorang lelaki yang merdeka.
Telah akil baligh. Adil dan berakal.
Sementara itu, akad nikah yang akan dilaksanakan harus pula memperhatikan syarat-
syarat sebagai berikut : a. Pernikahan itu hendaklah atas persetujuan kedua belah
pihak dan manakala belum dewasa, haruslah dengan persetujuan kedua belah pihak
orang tua. b. Harus ada saksi. c. Harus ada wall.d. harus ada "mahar" atau mas
kawin. e. Harus ijab kabul.
Setelah ijab kabul, dilangsungkan penyerahan mas kawin itu disebut sebentuk cicin,
maka yang laki-laki langsung mengenakan cicin itu kepada penganten perempuan.
Kemudian kedua mempelai langsung mengantar sembah dan menyalami kedua belah
pihak orang tua, nenek mamak, kedua belah pihak beserta para undangan yang
dianggap peril!
9. Mengumpul tuo, memulang lek pado penangga (panitia pesta).
Pengertian mengumpul tuo ialah, meminta kepada tuo kampung, tuo-tuo, tuo
tengganai, tuo bujang dan gadis beserta anak buahnya, untuk memulangkan gawe
kepada penangga, guna untuk : menjemput nang jauh, mengambil nang dekat jadi
kudo pelayang bukit, jadi biduk sampan melayang, agar nang berat samo dipikul,
nang ringan samo dijinjing, nang mata minta dimasakkan, nang masak dimakan, kok
banyak samo bekuak, kok dikit samo diagih. Setelah mengumpulkan itu barulah
berelek berkenduri.
Kata-kata penerima.
Sesudah kato-kato pengulur diucapkan dari pihak nan jantan (pihak mempelai laki-
laki), maka menjawablah dari pihak nan menerimo, yaitu dari pihak nan betino
(mempelai wanita).
Merumpu diujung tanjung
Urang merambah di dusun seberang.
Besambut juga bak begayung
Betingkab jago bak begendang.
Urang cino mudik bepayung
Nak lalu kemuara bungo.
Tamanlah ketulo didalam padi.
Pandai nian mamak mengayung
Tulang putus daging tak keno.
Racun bagilo dalam hati.
Orang mudik keteluk langkap
Gala disanda dengan pendayung.
Urang cerdik pandai bercakap
Urang pendekar pandai begayung
Kiniko lah ado nampaknyo
nang sanak nang tumbuh merendahkan bangso,
nang tinggi mengecikkan tuah
Nang gedang itu nang dirumput
Batang padi nang disiang
Batang bayam nan kami ujut petang jo pagi
Nan kami pinto siang dan malam
Sekehendak mamak dua
Tigo kehendak kami
tidak kami ilak tuakan datang
idak kami geleng tanduk kan tumbuh.
Cuma kami idak dapat beuji samo merah
Betimbang samo berat
karena kami bekintang ditempat nang idak
Lah kami tukik darah ketiang
Lah kami cari kutu ke ijuk
lah kami sentak satang keawan
lah kami sumbur dayung keangin.
Nak mencari selimbai
serempak naik merentang
Serempak turun
Tentang penyerahan ini kami terimo
dengan hati nan suci
Muko nan jernih
Kok titik kami tampungkan tinggi
kok terbit kami tuaikan mentah
Kecik telapak tangan
Nyiru kami tadahkan.
Disiko samo-samo besanda kebene lapuk
Beteduh dikayu meranggeh.
Tigo ringgit setengah delapan
sebulan tigo puluh hari
Nang dikit samo dimakan
Nang idak samo dicari.
D. HUKUM PERCERAIAN.
TaIak:
Arti harfiahnya "pelepasan" yakni perceraian isteri oleh suaminya. Talak ini adalah
semata-mata hukum agama, yang diambil oleh hukum adat. Dan talak itu bertingkat-
tingkat. Talak satu menyebabkan berlakunya masa iddah - 3 periode haid (100 hari)
atau dalam hal iswar hamil sampai 40 hari sesudah melahirkan. Talak dalam hukum
adat Jambi dikenal juga dengan sebutan syarak artinya juga sama yaitu cerai
(harfiah), dalam seloko adat Jambi yaitu :
Syarak hidup kayu batakuk
searang diagih
sekutu dibelah
syarak mati nisan tategak
Menjatuhkan talak atau syarak, sesuatu yang tidak diinginkan oleh masyarakat adat.
Akan tetapi, karena yang kawin itu manusia dan masing-masing punya pikiran dan
tabiat yang berbeda -beda, maka talak atau syarak itu sesuatu yang tak dapat
dielakkan oleh mereka yang kawin, yang antara mereka berdua sudah memang benar-
benar sudah tak ada kecocokan lagi. Pada talak satu, maka selama masa iddah,
berlaku ketentuan-ketentuan bagi kedua belah pihak sebagai berikut :
a. Perempuan yang dijatuhi talak oleh suaminya itu, selama masa iddahnya belum
boleh kawin lagi dengan orang lain.
b. Perempuan yang dijatuhi talak oleh suaminya itu mendapatkan nafkah dari
suaminya dulu itu, selama masa iddahnya.
Sementara itu, sisuami dapat rujuk kembali selam masa iddah isterinya yang
dijatuhinya talak tadi. Seperti dikatakan diatas.
" Syarak hidup, kayu betakuk, suarang ditagih, sekutuh dibelah, syarak mati,
nisan tetegak, sesuai runding habis."
Maka perlu dijelaskan bahwa pada masa lalu orang belum banyak yang tahu
tulis baca, maka dalam menjatuhkan talak itu (syarak) mereka membilang kayu yang
sudah ditakuk (dipotong).^Umpamanya 1, 2, dan 3 potong, jika syarak sepotong kayu
disebut syarak talak 1, jika dua kerat kayu berarti talak 2, dan jika 3 potong kayu
disebut talak 3. Dan itu disebut waktu syarak berbilang-bilang hal itu supaya nyata
pada orang yang menjadi saksi, bahwasanya talak jatuh berbilang 1, 2, dan 3 seperti
kata seloko :
" Ikral dengan lidah, tasdik dengan hati, berbilang dengan benda, berterang
dengan saksi ".Seloko diataslah yang merupakan syarat-syarat menjatuhkan
talak/syarak. Jika hal itu tidak dilaksanakan, talak yang jatuh belum jelas menurut
adat :" Belum terang bak bulan, belum siang bak matohari ".
Artinya belum syah menurut hukum adat dan hukum syarak dan kiranya perlu
juga diperhatikan arti dari keempat kalimat diatas sebagai berikut :
Yang disebut dengan ikrar dengan lidah, artinya tnestilah diucapkan dengan kata-
kata. Yang ditasdikkan dengan hati, artinya dirssa dengan perasaan hati.
Yang dilakukan dengan berbilang benda, artinya dihitung dengan potong kayu atau
batu.Yang diucapkan dengan berterang dengan saksi, artinya hendaklah talak itu
dijatuhkan dimuka saksi, supaya terang bak bulan, siang bak mato hari.
Syarak mati, nisan tetegak, artinya tanda syarak mati ada tempat pendam (kuburan)
dimana batu nisan diatas kubur sebagai tanda, sehingga terang syarak mati.
Selanjutnya dikenal pula dalam perceraian ini, apa yang disebut khul, taklik, fask
(fasah) dan lain-lain menurut agama islam.
Perihal anak yang dihadirkan.
Perceraian tentu membawa akibat terhadap anak-anak yang dilahirkan, jika
perceraian itu perceraian mati, seperti yang mati itucsyah, atau ibunya maka anak-
anak yang ditinggalkan oleh yang mati itu disebut anak yatim.
Jika kedua orang tua anak itu meninggal dunia, maka anak tersebut disebut yatim
piatu. Anak yatim piatu itu biasanya diurus dan dirawat oleh nenek mamaknya. Jika
terjadi perceraian hidup, disini timbul persoalan kemanakah anak tersebut akan ikut .
Dalam masyarakat adat Jambi tidak dikenal hubungan antara orang tua dan anak
menurut satu garis, seperti patrilineal (garis keturunan, menurut ayah, seperti di suku
Batak) atau matrilineal (garis keturunan menurut ibu seperti di Minang Kabau).
Dalam adat Jambi kedua garis keturunan itu diperhatikan baik dari Bapak maupun
dari Ibu. Pada dasarnya anak-anak yang lahir, yang kemudian orang tuanya bercerai,
maka anak-anak itu ikut ibunya tapi tak jarang pula dijumpai sebahagian lagi ikut
ayahnya.
Harta perkawinan.
Sudan tentu bila terjadi perceraian, timbul masalah harta selama perkawinan. Dalam
seloko adat pembagian harta itu ditentukan sebagai berikut :
" Harta sekutu dibelah, harta seurang, bagi, harta pembawo, balik, harta tempatan,
tinggal.
Pengertiannya :
Yang dimaksud dengan harta sekutu dibagi, ialah harta sekutu perkongsian dengan
orang lain bagiannya menjadi harta berupa harta pencaharian bersama. Terhadap
harta persekutuan itu bila terjadi perceraian hidup, maka harta itu dibagi dua.Yang
dimaksud harta suarang dibelah, ialah harta percaharian berdua yang didapat selama
perkawinan. Akan tetapi karena jumlah harta itu ganjil, seperti kerbau tiga ekor,
sehingga sulit dibagi maka dhentukanlah, kerbau yang satu itu dibelah. Di belah
disini dengan pengertian, bahwa kerbau itu dinilai harganya atau dijual, kemudian
dibagi dua hasilnya masing-masing sama banyak.
Yang dimaksud dengan harta pe'mbawo kembali, yaitu harta yang tatkala laki-laki
datang kerumah perempuan (menyemendo) membawa alat-alat rumah tangga yang
diadatkan demikian, maka harta itu dapat dibawa kembali pulang oleh pihak laki-laki
yang menyemendo itu, jika ia mau.
Yang dimaksud dengan harta tepatan tinggal ialah harta kepunyaan perempuan
sebelum menikah telah ada, seperti rumah, tanah dan harta lainnya. Harta ini tidak
boleh dibagi dan tetap tinggal menjadi milik pihak perempuan.
E. HUKUM WARIS.
Hukum waris adalah hukum asli bangsa Indonesia, yang tidak dipengaruhi oleh
hukum-hukum lain. la mempunyai ciri-ciri tersendiri dan tidak sama di setiap daerah.
Dalam hukum adat, hukum waris itu tergantung pada cupak gantang selingkungan.
Artinya, lain daerah, lain pula hukum adat warisnya. Dan hukum waris ini,
merupakan hukum adat yang paling banyak diperlukan masyarakat, dalam mencari
keadilan, tentang warisan yang ditinggalkan oleh peninggal waris.
Meneruskan, mengoperkan. a. Yang diwariskan , ialah
Pesoko seperti sawah, tanah, rumah, perhiasan, dan lain-lain. Seko seperti, gelar
keturunan kalbu atau suku. b. Cara mewariskan ;
Langsung setelah peninggal waris meninggal dunia. Hibbah selagi pewaris masih
hidup.
Selanjutnya dalam hukum waris adat Jambi, ada 3 unsur yang diperlu diperhatikan,
yaitu : a. Seorang peninggal waris yang pada wafatnya meninggalkan kekayaan dan
kemungkinan hutan.
o. Seorang atau beberapa orang ahli waris yang berhak menerima waris. c. Harta
yang ditinggalkan, yang terbagi atas tiga macam, yakni :(1). harta berat.
(2). harta ringan.(3). seko.
Pengertiannya :
Pertama, jika si peninggal waris meninggalkan hutang maka hutang itu haruslah
dilunasi lebih dulu oleh para ahli waris, kemudian jika bersisa, barulah sisa itu dibagi.
Kedua, jika ahli waris yang ditinggalkan adalah anak-anak dan termasuk janda
peninggal waris (ibu dari anak-anak, uimana ada anak yatim, artinya belum cukup
umur), maka harta itu belum dibagi dulu.
Kalau tidak ada anak yang berstatus anak yatim (artinya anak-anaknya sudah dewasa
semua), maka harta itu dapat dibagi dengan ketentuan sebagi berikut :
Harta itu dibagi dua lebih dahulu,
Yang separuhnya menjadi harta bagian janda almarhum.
Yang separuhnya lagi, dapat dibagi antara anak-anak yang telah dewasa.
Bagian yang menjadi bagian janda almarhum, tidak dapat dibagi, kecualijika janda
almarhum tersebut meninggal dunia, maka harta itu dapat dibagi lagi oleh anak-
anaknya.
Yang perlu dijelaskan, alasan belum boleh dibaginya harta pada ibu dimana masih
terdapat anak yatim tadi, ialah : menurut adat, anak-anak dibawah umur masih
merupakan tanggung jawab peninggal waris. Maka harta peninggal waris itulah yang
harus digunakan unutk membiayai hidup anak-anak yatim tadi.
Ketiga, harta berat tinggal dianak yang betino, yakni : a. Berupa benda keras, seperti
rumah, tanah, sawah, bilik padi, warung atau kedaitempat anak betino berjualan.
b. Pakaian atau perhiasan.
i/ Disini perlu dijelaskan, kenapa pakaian dan perhiasan tak dapat dibawa anak laki-
laki , padahal itu dilihat dari besarnya barang, termasuk ringan. Masalahnya menurut
pengertian adat, ialah berat rasanya hati anak laki-laki membawa pakaian dan
perhiasan itu, lebih pantas dipakai oleh anak perempuan atau diebut juga anak
betinonyo.Sementara itu yang dimaksud dengan harta ringan dibawa anak laki-laki
ialah karena harta itu tidak langsung menjadi tumpuan kehidupan sanak betinonyo,
seperti kerbau, motor dan lain-lain, akan tetapi dalam hal ini dikecualikan dari harta
berat, ialah kebun, seperti kebun karet.
Sedangkan seko, yaitu peninggalan berupa gelar, menjadi milik bersama, akan tetapi
dipegang oleh anak laki-laki yang tertua
Timbul pertanyaan, kenapa harta berat harus tinggal di anak yang betino. Sebabnya
ialah seperti disebut dalam seluko adat sebagai berikut :
" Petuih tali, balik ke tembang, pecah jung, balik kekualo ".
Artinya jika anak laki-laki itu sakit bangit (jatuh miskin, cerai dari isterinya), ia dapat
kembali kesanak betinonyo untuk menyambung hidupnyo.
Disamping itu, dalam pembagian harta waris ini jika seorang meninggal waris
mempunyai anak, yang anak itu meninggal dunia pula, akan tetapi anak yang
meninggal itu, meninggal anak ketnrunannya, maka keturunannya itu (cucunya) juga
berhak mendapat warisan. v
Sementara itu, anak angkat tidak mendapat warisan dari peninggal waris, kecuali
ketika peninggal waris masih hidup menghibahkan sebagian hartanya kepada anak
angkatnya. Dalam hal ini ditetapkan pula, bahwa apa yang dihibahkan itu tidak boleh
lebih dari sepertiga dari seluruh harta peninggal waris. Masih dalam pembagian harta
waris ini sering timbul pertanyaan dari masyarakat tentang :
a. Bagaimanakah pembagian harta warisan, jika seorang laki-laki mempunyai dua
orang isteri atau lebih serta mempunyai pula keturunan dari kedua isterinya .
b. Bagaimanakah pembagian harta warisan dari laki-laki yang istefi pertamanya
meninggal dunia, kemudian kawin lagi, lalu iapun kenudian meninggal dunia,
sedangkan dari isteri pertama dan isteri kedua juga mempunyai keturunan.
Pemecahannya :
a. Jika seorang laki-laki mempunyai dua orang isteri atau lebih, sementara kekayaan
(harta sekutu) yang diperoleh adalah selama perkawinan dengan kedua isterinya itu
maka pembagiannya adalah sebagai berikut :
Pertama harta ibu dibagi dua dulu, separoh yang merupakan pembagian almarhum
dibagi pada anak-anak secara merata. Yang separoh lagi dibagi antara isteri-isteri
yang ditinggalkan secara adil dan sama banyak pula. Sementara itu jika isteri (janda
almarhum) meninggal dunia, maka harta bagiannya menjadi warisan anak-anaknya
sendiri.
b. Terhadap harta warisan yang ditinggalkan oleh peninggal waris yang isteri
pertamanya meninggal dunia, kemudian ia kawin lagi, lalu kemudian setelah sekian
lama laki-laki itu meninggal dunia pula, sementara itu baik dengan isteri pertama ia
memperoleh harta sekutu, demikian pula dengan isteri kedua, ia memperoleh harta
sekutu pula maka harta peninggal waris tersebut adalah sebagai berikut :
Harta yang ada pada isteri pertama, jika isteri pertama itu meninggal dunia, maka
harta itu diwarisi oleh anak-anak isteri pertama yang meninggal
tersebut, sedangkan harta yang diperoleh selama kawin dengan isteri kedua menjadi
waris isteri dan anak-anak isteri kedua.
F. HUKUM TANAH.
Dalam masyarakat adat Jambi, tanah memiliki kedudukan yang sangat penting
artinya, hal ini karena tanah adalah satu-satunya benda kekayaan yang langgeng
sifatnya bagi masyarakat adat. Tempat dimana mereka tinggal, tempat yang
memberikan mereka kehidupan. Tempat warga masyarakat adat memakamkan
keluarganya dan tempat nenek moyang mereka mulai merintis kehidupan.
Oleh karena itu dalam hukum adat daeran Jambi, ada apa yang disebut :
" Rimbo lepeh hutan tenang,
hutan belukar nan dikendano .(dipelihara), perimbon, taruko, hak alko, seseko lia ".
Artinya :Rimbo lepeh hutan tenang. Kawasan yang disebut rimbo lepeh hutan tenang
itu ialah kawasan tanah yang takluk pada rajo.
Dan kawasan (tanah) itu disebut rimbo larangan, artinya tanah dalam kawasan itu
tidak boleh menjadi milik perorangan, namun rakyat/penduduk dapat memungut hasil
hutan dalam rimbo lepeh hutan tenang itu. Ketentuan diatas masa kini hampir tak
berlaku lagi, karena hutan lepeh rimbo tenang itu telah dikuasi oleh para pemegang
HPH, sungguhpun demikian sekedar untuk mengetahui hukum tanah dalam hukum
adat Jambi dimasa lalu baik juga dikaji-kaji. Kemudian untuk menentukan siapa yang
berhak memungut hasil hutan didalam hutan lepeh rimbo tenang itu, maka penduduk
yang bersangkutan haruslah lebih dahulu memberi tando-tando yang dinamakan
dalam adat "dendang lalu".Dendang itu ada beberapa macam yakni :
" Dendang bulu sepengimbau (tidak berlaku lagi).
Dendang tere betegak batu (tidak berlaku lagi)
Dendang buah kelike batang (tidak berlaku lagi).
Dendang dama betudung kelakai (tidak berlaku lagi).
Dendang kayu bertakuk baris (masih ada yaitu menunjukkan sebatang
kayu yang ditakuk sekelilingnya).
Yang berarti ada seseorang yang akan menebang dan mengambil kayunya." Apabila
membuka rimbo rawang/ tanah kasang, sudah menjadi sesap, bertunggul beperameh,
bersesap berjerami, didalam masa 6 masuk ke 7 tahun tidak digarap lagi, maka tanah
itu namanya sudah menjadi belukar begile atau belukar cacau, maka tanah itu kembali
menjadi hak batin. Belukar begile berarti belukar bergilir.
Taruko.
Taruko ialah tanah pertanian yang baru dibuat, hak milik atas tanah itu menurut ico
pakai mempunyai tanda-tanda sebagai berikut :
" Masih ada suri bajak parit melitang, Kok unja agi tqjaju, Kok kandang agi belarik,
Masih adu tanaman mudo nan kadi ulang, Tanaman tuo nan kadi janguh, Nan
ditanam serempak tubuh, Nan dilambuk serempak gedang ".
Hak alko.
Hal alko adalah padang buah-buahan atau sekelompok padang buah-buahan, dengan
seluko adat disebut : " Kok durian lah seko, Kok kelapo lah gayu ".
Seseko lia (berpencaran).
Pemilihan atas kelompok-kelompok buah-buahan yang berpencaran, kemuningkanan
antara kelompok pada buah-buahan pertama dengan kelompok buah-buahan yang lain
terdapat kebun atau kelompok buah-buahan milik seseorang atau beberapa orang.
Hak atas tanah pada kelompok yang berpencaran itu ditentukan dengan seluko adat : •
" Sejulai dan kayu, serentang urat". Hak milik menurut adat :
Syarat - syarat untuk menjadi hak milik menurut adat adalah :
1. Diperdapat dari usaha cencang tanah, jerih payah syah
2. Diperdapat dari warisan yang syah.
3. Diperdapat dari hibbah yang syah.
Aturan bercocok tanam.
Kandang sawah, padang gembalo.
Dalam hukum adat Jambi ditetapkan, jika seseorang bertanam padi maka haruslah
dikandang, dipagar, terutama berumo dekat dusun. agar tidak dimasuki kerbau /sapi,
ditetapkan sebagai berikut :
Syarat pembuatan kandang.
Unja empat sedepo, pengapit bulu, pengebat rotan getah belah empat tahan injak
tahan ugah. Hal ini erat hubungannya dengan ketentuan ; " umo berkandang siang,
ternak berkandang malam ". Sungguhpun demikian ada baiknya ditinjau dari segi
hukum adat yang selama ini berlaku ditengah masyarakat.
Dalam hukum adat Jambi, biarpun umo (sawah) itu sudah dikandang, akan tetapi
masih diharuskan untuk dijaga siang hari. Sebaliknya apabila ternak masuk malam
merumpak siang, maka pemilik ternak terganti menurut adat, seperti ditetapkan oleh
nenek mamak sejak dahulu kala, sebagai berikut :
Kuat kerbau dek tali, kuat perkaro dek saksi,
Pengertian dibando dan dibangun.
Dibando : kalau kerbau masuk umo dimalam hari, maka pemilik kerbau mengganti
sebanyak yang dirusak/dimakannya. Caranya ialah melihat dan diukur luas padi yang
dirusak, kemudian dibiarkan hidup sisa-sisa kerusakan itu.
Ketika datang musim menuai maka dipilih padi yang subur seluas padi yang rusak.
Kepada pemilik sawah yang dirusak/dimakan ternak tadi diberi ganti rugi, berupa
selisih hasil pada tanah yang subur dengan hasil padi yang dirusak/dimakan ternak
tersebut.
Dibangun : padi yang sudah terbit dan habis dirusak dan dimakan ternak, maka
kepada pemilik sawah yang padinya sudah terbit itu diberi ganti rugi sepenuhnya.
Caranya ialah dengan memilih padi seluas padi yang dirusak. Padi itu dituai dan
semua hasilnya diberikan kepada pemilik sawah.
Beberapa kebiasaan lain.
Ladang dan sawah dukun, guru, pimpinan syarak, pimpinan adat, dikerjakan secara
gotong royong. Umo (sawah) ladang perempuan janda (betino rando) diletakkan
ditengah-tengah daerah persawahan. Demikian ketentuan-ketentuan yang
berhubungan dengan tanah, serta ketentuan bercocok tanam. Sudah tentu hukum-
hukum adat tentang tanah seperti disebutkan diatas, tidak sepenuhnya lagi berlaku
saat ini, karena semua harus tunduk kepada Undang-undang Agraria. Namun sekedar
untuk mengingatkan akan adat lamo pusako usang tentang tanah tak ada salahnya
mengetahui ketentuan-kentuan adat tentang tanah tersebut.
BAB IV ADAT ISTIADAT PERKAWFNAN DAERAH JAMBI
A. LATAR BELAKANG.
Daerah Jambi terdiri dari tiga suku besar yaitu :
1. Suku Kerajaan yang Dua belas.
2. Suku Negeri-negeri yang berbatin.
3. Suku Kerinci.
Suku ini berasal dari suku Melayu Tua dan Melayu Muda yang menjadi Propinsi
Daerah Tingkat I Jambi dengan 6 Daerah Tingkat II seperti :
1. Daerah Tingkat II Kerinci.
2. Daerah Tingkat II Sarolangun Bangko.
3. Daerah Tingkat II Bungo Tebo.
4. Daerah Tingkat II Batang Hari.
5. Daerah Tingkat II Tanjung Jabung.
6. Daerah Tingkat II Kotamadya Jambi.
Daerah Jambi dulunya mempunyai hubungan perdagangan dan kebudayaan dengan
negeri lain seperti, Cina, India (Hindu), Arab dan lain sebagainya yang sudah tentu
mempengaruhi kebudayaan asli setempat, sehingga terjadinya perpaduan antara satu
sama lainnya, terutama di zaman Melayu Kuno, Melayu Muda dan seterusnya sampai
zaman pendudukan Belanda dan Jepang. Besarnya nilai persamaan kebudayaan
dalam tata cara adat pergaulan bujang gadis dan tata cara adat perkawinan dimasing-
masing Daerah Tingkat II merupakan unsur terpenting dalam penyusunan dan
penetapan indentitas tata cara adat perkawinan Jambi. Bentuk-bentuk adat
perkawinan atau pergaulan bujang gadis (muda mudi) tata cara adat perkawinan,
pakaian penganten (munting), tata 'rias pelaminan (tempat duduk) dan pakaian
pemuka adat, terjadi pula bermacam-macam ragam sesuai dengan pegang pakai
setempat. Keragaman ini merupakan salah satu faktor penyebab belum adanya
kesepakatan dan kesatuan pendapat dalam menentukan bentuk indentitas tata cara
adat perkawinan Jambi yang menjadi kebanggaan Daerah Tingkat I Jambi, namun
demikian telah disimpulkan oleh nenek moyang dulu dalam seloko adat mengata-
kan : "Adat setepeh pesko data, pemakai berlain-lain".
Kesatuan pendapat ini adalah dari pemuka adat Daerah Tingkat II se Propinsi Daerah
Tingkat I Jambi dalam mencari dan menetapkan pembakuan tata cara adat
perkawinan Propinsi Daerah Tingkat I Jambi yang berlaku sama setiap acara
perkawinan menurut Tingkat dan Daerahnya
Landasan hukum penyusunan dan penetapan bentuk tata cara adat perkawinan Jambi,
adalah hasil pennufakatan pendapat atau pandangan pemuka adat Jambi, yang
merupakan perpaduan antara bentuk tata cara adat perkawinan yang sudah ada dan
terpelihara dengan baik dimasing-masing Daerah Tingkat II dengan tujuannya antara
lain :
1. Mempersatukan pendapat dan pandangan yang berbeda dan bersamaan menjadi
satu kesatuan yang kuat dan kokoh, menuju pembakuan indentitas perkawinan Jambi.
2. Memadu dan menetapkan pembakuan tata cara adat perkawinan Jambi yang
berlaku sama untuk setiap acara adat perkawinan menurut Tingkatnya di Jambi.
B. ANAK BUJANG DAN ANAK GADIS.
Setiap orang tua yang sudah punya anak bujang dan anak gadis sejak dini sudah
meningkatkan pengawasan terhadap anak- anaknya, mengajarkan hal-hal yang
berkenaan dengan adat istiadat dan mendidik secara umum dan agama (syarak).
Bagi orang tua yang punya anak bujang diibaratkan oleh adat samalah dengan
menjaga hariamau diujung tanjung atau punya anak bujang sama dengan emas diekor
ruso dengan pengertian : hariamau diujung tanjung senantiasa bisa menerkam
mangsanya, berarti juga orang tua bisa dapat malu oleh olah anak bujang itu,
demikian kalau anak bujang itu usahanya ada dan hasilnya banyak, tetapi uangnya
dihambur-hamburkan saja kepada yang tidak manfaat, itu samalah dengan punya
emas tetapi diekor rusa, seloko adatnya emas terlucir keaek mandi atau tebu seruas di
german gajah. Begitu pula bagi orang tua yang punya anak gadis sama dengan
memelihara api bubungan rumah, kapan-kapan bisa membakar rumah, atau mendapat
malu dan istilah lain memlihara telor diujung tanduk, bisa-bisa saja jatuh dan pecah,
ibarat bunga kembang tak jadi layu ditengah had, dan sekali kedapatan layulah untuk
selamanya.
Didalam melaksanakan pemeliharaan anak bujang dan anak gadis itu peranan ibu
sangat menonjol terutama terhadap anak gadis. Sejak anak berusia sangat dini,
terutama berumur dibawah lima tahun yang merupakan masa anak-anak segala
pengalaman merupakan dasar bagi pembentukan pribadinya, anak-anak dilatih untuk
dapat mengikuti pola-pola persyaratan adat dan agama dan anak-anak juga dibiasakan
melakukan perbuatan, bersikap, dan berbahasa sesuai dengan adat yang berlaku yaitu
" adat bersendi syarak, syaraka bersendi kitabullah
Peranan itu lebih banyak mendidik anak-anak masa dini itu, maka didalam
menetukan jodoh baik anak perempuan maupun laki-laki maka terhadap ketentuan itu
ada terjadi bahwa anak- anak ada yang dapat menentukan pilihan dan menolak, tetapi
sebaliknya ada pula anak-anak yang sama sekali tidak dapat menentukan pilihan dan
menolak (diajum).
Anak bujang dan anak gadis yang melakukan perkawinan sepupuh, ini banyak terjadi
mereka sudah dijodohkan oleh kedua belah pihak seloko adat mengatakan " padi
balik keladang, emas balik kepuro ".
Tata cara perkawinan menurut adat yang di mulai dari pergaulan bujang gadis (muda
mudi) sampai kepada peresmiannya, banyak menunjukkan persamaan dan itu pulalah
yang mendorong pemuka-pemuka adat Daerah Tingkat I Jambi, menyusun, memadu
dan memantapkan pendapat untuk pembakuan tata cara adat perkawinan Jambi yang
akan menjadi kebanggaan Daerah Tingkat I Jambi.
Tata cara adat pergaulan bujang gadis terikat dengan kato-kato, adat yang berbunyi ;
adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah, syarak mengato, adat memakai ;
Adat padang kepanasan,adat bumbun benyelaro. Adat mudo menanggung
rindu,adat tuo menahan ragam.
Perkenalan bujang gadis (muda mudi) dizaman kemajuan kini diperkotaan bergaul
sama-sama sekolah, sama-sama kerja kantor pada upacara perkawinan, resepsi-
resepsi, pada upacara resmi kenegaraan dan lain sebagainya.
Pada kesempatan perkenalan itu masing-masing menyampaikan maksud dan rasa
cinta kasihnya dan seterusnya dilanjutkan dengan pertemuan, saling berkunjung
kerumah masing-masing sampai rasa mau berumah tangga.
1. Khusus Mengenai Bertandang.
Di desa-desa sampai sekarang masih dipergunakan bertandang sebagai pergaulan
bujang gadis, hal ini dilakukan dengan peraturan yang sudah baku sejak dahulu
seperti : Bapak dari gadis yang akan ditandangi bujang pada malam itu, selesai sholat
'isa atau habis makan malam menghindar kerumah tetangga.
Ibu si gadis sore sudah mencari seorang gadis lain untuk teman anak gadisnya atau
kalau dapat dia mencari tuo gadis yang biasanya di desa ada tuo gadis.
Begitu pula bujang yang akan bertandang, sore hari sudah mencari teman sama
bujang atau tuo bujang, karena dimana desa sudah ada tuo bujang.
Sesudah sholat 'isa bujang itu naiklah kerumah anak gadis yang sudah ditentukan,
dengan mengucapkan salam secara syarak assalamu'alaikum w.w. dijawab oleh ibu
anak gadis wa'alaikumusalam naiklah kerumah nak. Setelah bujang sampai dan
duduk diatas tikar sudah disediakan dan tuo gadispun duduklah didepan mereka,
kemudian disusul oleh ibu anak gadis dan anak gadis serta temannya menyusul duduk
berhadapan
Tuo gadis atau ibu gadis manyodorkan nampan sirih dengan diringi sebuah pantun :
Bedetak menebang satang, ramo-ramo menyimbar buih. Sirih terletak mintak
dimakan, apo namo rajo sirih.
Disamping itu juga masyarakat Daerah Jambi memberukan batas pemilihan jodoh
sejalan dengan ketentuan adat yang lazim dan katentuan agama yaitu : " adat
bersendikan syarak, syarak bersendikan kutabullah ", syarak mengato adat memakai.
Oleh karena adat yang dijinjing dengan syarak, maka ketentuan itu orang tidak boleh
dengan saudara kandung, bibi, nenek, kakek dan lain-lainnya. Di keluarga batin ada
yang melarang : kawin sepupuh yaitu anak saudara bapak laki-laki, tetapi anak
saudara bapak yang perempuan boleh, dan anak saudara ibu yang perempuan tidak
boleh, tetapi anak saudara ibu yang perempuan boleh.
Kalau seorang mau kawin sepupuh anak saudara bapak yang laki-laki dan anak
saudara ibu yang perempuan, maka adat membolehkan asal membayar penyumbang,
dalam agama tidak melarang dan hal ini tidaklah menjadi pertentangan, karena adat
mengatakan yaitu ; " olah seko dek buck, alah buck dek samo embuh ". 5.
Perjodohan.
Dengan adanya pembatasan pemilihan jodoh, menurut adat kebiasaan pada masa lalu,
ada dibeberapa tempat puak (suku) orang tua anak bujang turun menentukan jodoh
anaknya baik yang bujang maupun yang gadis
ditetapkan (dijodohkan) sendiri sianak tidak boleh memilih atau menolak.
Penetapan jodoh yang semacam ini itu dinakan "Kawin Diajum", hal semacam itu
sering terjadi pula diantara yang tidak setuju dengan penetapan itu, banyak pula anak
bujang dan anak gadis lari kawin menurut pilihannya sendiri, itu dinamakan "Kawin
Lari".
Perkawinan yang di "Ajum", masih terdapat di Daerah Jambi pada keluarga (kalbu)
yang tidak dapat melakukan perkawinan dengan keluarga lain jumlahnya sangat
sedikit dan mereka beranggapan kawin sepupuh itu adalah idel sekali karena pepatah
adat mengatakan ; "
sirih balik kegagang, pinang balik ketampuknya dan padi balik keladung, emas
balik kepuro ", juga tidak menambah pematang sawah dan tidak menambah
periuk nasi, hal semacam ini dianggap melestarikan pertalian darah, harta warisan
dari nenek, datuk-datuk mereka.
Perkawinan atas pilihan sendiri banyak terjadi dalam masyarakat baik dahulu maupun
sekarang, perkawinan semacan ini adalah yang dimulai dari pergaulan bujang gadis,
bermain mato, bertandang, bertukar kain (bermudo), bermudo asal kato mudo dan
disimpulkan dalam kato adat " berusik sirih, bergurau pinang ".
Berusik sirih bergurau pinang itu hanya khusus untuk bujang gadis dan tidak
dibenarkan lagi jantan yang sudah punyo isteri, dan betino sudah punyo suami,
apabila ini terjadi mako kato adat " makan ngacau-ngacau mandi mengeruh-ngeruh ",
hal macam itu dapat menghancurkan rumah tangga mereka, juga dapat mengeruhkan
suasana dalam masyarakat banyak. Diwaktu berusik sirih bergurau pinang itu kedua
belah pihak sudah dapat menyelami pribadi-pribadi masing-masing, disamping itu
pula kedua belah pihak ibu bapak bujang dan gadis, maisng-masing ikut
menperhatikan gerak-gerik, tingkah laku dan budi pekerti anak-anaknya.
Apabila pergaulan bujang gadis sudah melekat pada kedua belah pihaknya maka itu
yang dikatakan dalam adat :
Sirih sudah memabukkan, pinang sudah mengemalan, pandang sudah bertumbuk, hati
sudah terpaut."
Disasak layu dianggo mati
pandang mato idak bulih dikisah
pandang hati idak bulih dialih.
Kedua belah pihak orang tua anak bujang dan gadis yang sudah mabuk cito itu dan
yakin dengan gerak-gerik, tingkah laku itu bak kato pepatah adat ; kilat kapaklah
ketangan, kilat beliunglah kekaki, kilat cerminlah kemuko.
D. PENETAPAN JODOH ( MASA BERUNDING ).
1. Tegak batuik duduk bertanyo (sirih batuik pinang betanyo).
Perkenalan bujang gadis melalui pergaulan yang diawali dengan berusik sirih
bergurau pinang atau bermudo, merupakan proses awal terciptanya hubungan yang
akrab, serasi, persesuaian antara bujang dan gadis untuk menentukan atau
menetapkan pilihannya menuju jenjang perkawinan.
Pilihan dimaksud disampaikan kepada kedua orang tua dan nenek mamaknya masing-
masing. Berdasarkan pemberitahuan itu orang tua pihak laki-laki mengirim
menti/umaik/utusan tidak resmi (laki-laki atau perempuan) untuk meninjau kepihak
keluarga sigadis, menceritakan bahwa antara anak bujangnya telah ado hubungan
cinto- dengan anak gadisnyo. Pada kesempatan itu juru bicara atau mentidari pihak
bujang memulai pembicaraannya, yang intinya kira-kira antara lain :
Assamu'alaikum Wr.Wb.
Lebih dahulu mohon maaf andaikato kedatangan kami menggangu kesenangan ibu
dan bapak. Kami datang kerurnah yang berpagar dengan adat dan halaman yang
bersapuh dengan undang, diutus oleh kakak atau adik kami nama ......... suami isteri,
jjntukjnenyampaikan sebatang tando datang untuk bertanyo. Pada waktu beberapa
nan silang anak kemanakan kanii_bernamo_.-L.^....jufifiaYp sudah berusik sirih
bergurau pinang dengan anak kito dirumah ini yang bernamo .........
Kemenakan kami ruponyo hatinyo sudah terpaut, pandangnyo sudah tertumbuk nan
idak dapat dialih lagi pado anak kito yang ado dirumah ini, yang bernamo ........ lo
ingin berkampuh nak lebar Beruleh nak panjang, kebukit nak samo mendaki,
kelurah nak samo menurun dengan anak kito dirumah
Oleh karena itu sekironyo idak akan kecik tua nan gadang, idak akan menjadi ampo
padi disawah, apokah ado hal yang menghalang, pagar yang mengempang, unak nan
mangait, kami akan datang untuk melamar anak kito dirumah ini untuk kami
dudukkan dengan kemenakan kami yang kami sebut tadi. Sebagai tando kami lah
datang bertanyo, kami serahkan bungo nan bertangkai, buah nan bertampuk kepada
nenek mamak sambil menyerahkan tepak sirih.
Pihak sigadis menjawab dengan mengucapkan kato-kato yang intinya berbunyi
demikian :
Nenek mamak sebelah pihak yang kami hormati, jiko itu maksud kedatangan
nenek mamak kerumah kami ini, yaitu menanyakan keadaan anak gadis kami
yang umurnyo baru setahun jagung, darah baru setumpuk pinang dan akalnyo
belum setiti tunjuk, anak kami tersebut kok kecik belum bernamo, gedang belum
bergelar dan belum ado sirih batuik pinang bertanyo.Oleh karena itu kedatangan
nenek mamak ini, kok kecik tapak tangan, niru kami tadahkan, kok kecik niru
halaman kami bertangkan untuk menerima kedatangan nenek mamak. Bagi kami
tampaknyo tuah akan datang, untung akan tibo, kereno kalu anak kami hanyut lah
ado nan meneranginyo dan kalu tenggelam lah ado nan menyelaminyo. Tetapi
nenek mamak anak memanglah anak kami waris ado nenek mamaknyo. Kami
hanyo masuk petang ngeluar pagi, haus diberi aek, lapar diberi nasi, bingun
dicerdihkan. Tetapi yang makan menghabisi, netak memutuskan adolah nenek
mamaknyo. Oleh karena itu hal ini akan kami kemukokan kepado nenek
mamaknyo nanti, samo-samolah kito berdoa supayo jangan ado batang melitang
pagar yang mengempang dan unak yang mengait. Kami harapkan nenek mamak
bersabar menunggu kabar -dari kami dalam beberapa hari yang akan datang.
2. Ikat buat janji semanyo.
Kelanjutan pengembalian tapak sirih dalam keadaan kosong oleh pihak nenek mamak
sigadis, ibu dan ayah sibujang memberi tahukan kepado nenek mamak dan
keluargonyo yang duluyo ikut bernusyawarah untuk mentukan waktu penyampaian
pinangan Sebelum menyampaikan pinangan, nenk mamak dan orang tuo sibujang
bermusyawarah untuk membicarakan tentang adat yang akan diisi dan lembago yang
akan dituang, sebab kalu menyimpang dari adat kebiasaan yang dipakai oleh orang
banyak, akan menjadi buah bibir orang sekampung. Dalam hal ini yang harus dijago,
adat jangan kupak, lembago jangan sumbing.
Berhubung pinang sudah dapat diketahui akan diterimo oleh nenek mamak dan urang
tua pihak gadis, mako nenek mamak pihak sibujang yang akan menyampaikan
pinangan langsung membawa tando betunangan. Pada waktu menyampaikan
pinangan mesti membawa tepak sirih pinang dan ditambah dengan selembar kain,
selembar dasar baju, sebent'uk cincin belah rotan terbuat dari emas murni yang
beratnya sesuai dengan kemanpuan orang tua sibujang dan sesuai dengan
tingkatannyo.
Dalam masa bertunangan perbuatan yang terlarang menurut aturan adat jalan sudah
berebak, pinang sudah direko, pucuk tinggi sudah diketung, batang gedang sudah
dikepang.
Bagi pihak sibujang dilarang memegang atau menodai anak gadis lain atau
mengganggu isteri orang. Jiko hal ini terjadi mako tando bertunangan hilang (setelah
benar-benar terbukti kesalahannyo).
Bagi pihak si gadis yang melanggar ketentuan adat, mako tando bertunangan so balik
duo (setelah terbukti kesalahannyo). Tidak tawar diatas tawar, tidak pinang diatas
pinang dihukum sesuai dengan tingkatan adat.
Waktu menerimo pinang pihak yang menunggu dan pihak yang datang telah duduk
pado tempat yang disediokan atau ditentukan.
Dalam kesempatan itu masing-masing juru bicara menyampaikan maksud dengan
pembicaraan atau ungkapan antara lain sebagai berikut :
Laki-Iaki : Assamu'alaikum Wr.Wb. Perempuan : Wassalammu'alaikum Salam
Wr.Wb.
Laki-laki : Nenek mamak, tuo tengganai, alim ulama, cerdik pandai serta segalo
kito nan ado didalam rumah nan sebuah iko, nan kecik idak kami sebut namonyo,
nan gedang idak pula kami imbau gelarnyo. Adolah kedatangan kami nan seado
iko, iyolah nak nunpang berkato agak sepatah, berunding agak sebarih. Kalu
diluluskan nenek mamak, syukur alhamdulillah, kalu idak terimo kasih.
Perempuan : Tunggu dulu nenek mamak, sebelum kito becakap beran-dai-andai
bagi lurus kami bertanyo, siapo nenek mamak yang datang iko? Kalu kedatangan
nenek mamak idak nak membao cekak dan kelahi, idak membao tail dengan neraco,
yo kami terimo dengan senang hati, kecik telapak tangan niru kami tadahkan, begitu
nian suko hati kami menerino kedatangan nenek mamak, kini cubolah nenek mamak
terangkan.
Laki-laki : Kalu sembunyi itu kato nenek mamak,io itulah kato nan sebenar kato.
Adolah kami nan datang iko, daatng dari ....... disuruh ayam nan berinduk, serei nan
berumpun, jadi
uleh jari sambungan lidah, iolah mencari rumah nan betengganai, luak nan
berpenghulu, kampung nan betuo, negeri nan bebatin, rantau nan bejenang, alarn nan
berajo, yaitu saudara kami nan bernamo ...... suami isteri serto
dengan kaum kerabatnyo. Menurut kabar nan dibao angin, iolah iko rumahnyo. Kami
iko ibarat kudo pelajang bukit, ibarat biduk sampan pelayangan, disuruh pergi
diimbau datang menyampaikan nan teniat dihati nan tacinto diba-dan, idak kami nan
membao cekak dengan kelahi, idak membao cupak dengan gantang, kami tau dikadar
diri.
Perempuan : Terimo kasih syukur alhamdulillah, atas segala keterangan nenek
mamak. Kini cubalah terangkan apa maksud nan nak disampaikan itu.
Laki-laki : Macam iko nenek mamak, idak dikatokan nenek mamak pun lah tahu,
bahwo anak buah anak kemenakan kami nan bernamo ........ selamo iko iolah berusik
berusik sirih
bergurau pinang dengan anak buah anak kemenakan nenek
Perempuan
Laki-Iaki
mamak nan bernaino ....... binti ..... kinitu namonyo ..........
ikatana kasih sayang antaro mereka nan berduo ini lah meningkat ingin nak hidup
sebandung. Apo mako kami katokan semacam itu oilah dek kareno anak buah anak
kemanakan kami lah tibonyo kepado kami nan tuo-tuo mengatokan lah ingin nak
meniru meneladani urang nan banyak. Kok tajelonyo nak panjang atau jadi penyebab.
Nak berumah tanggo dengan anak buah anak kemanakan nenek mamak.Sebenarnyo
malu nian kamidatang kesiko, raso indak tapijak jiped.
matohari. Tidak alue makan perut, idak layak bekal judu, anak pungguk ingin
dibulan. Tetapi nak kami apokan nenek mamak, atilah samo bekutuk, matolah samo
besetan, malu-malu muko diusap, pedih-pedih hati ditekan, sampai jugo kami
kerumah nenek mamak, apokah anak buah anak kemenakan nenek mamak itu, ibarat
bungo lah ado urang nan memegang tangkainyo, kalu belum ado bolehkah kami nak
memegang tangkainyo.
Dari hal maksud nenek mamak itu kami ucapkan terima kasih dan syukur
alhamdulillah Sebelum pertanyaan nenek mamak kami jawab, cubo neenk mamak
pikirkan nian habis-habis, imatkan nian sudah-sudah, ;angan berpikir sekali lalu, imat
sekali sudah, isuk tibo dibukit cinto diaek, tibo dilurah cinto diangin. Ee kalu
pandangan jauh lah dilayangkan, pandangan dekat lah ditukikkan, kok luko idak
merasa pedih, kok mati idak merasa menyesal, sanggup hilang berani mati, so karena
nenek mamak duo tigo kehen-dak kami. Ulak dari itu kok io cakap nenek mamak
itu dari mulut sampai kehati, kami io nan bapecit berpegang tando, kok jauh dapat
ditunjuk, kok dekat dapat dirabo (dikekap)
Nampaknyo nenek mamak suku nan sebelah kampung nan sebagi, kurang percayo
pado kami takut terbudi ditempat nan nyato terkicuh ditempat nan terang.
Jangan cemeh nenek mamak, lah kami agak dulu baru diagih, lah dienjek baru dititih,
kok luko kami idak meraso pedih, kok mati kami idak menyesal lagi. Tadi nenek
mamak mengatokan, kok kecik nak bersimpuh tando, kok gedang besipuh cirih,
memang itu nian maksud kami daatng kemari, kareno adat mengatokan :
Gedang kulit berkelikir akar Gedang silang lantak terbajur. Gendang urang bertindih
tando Ikolah dari kami, harap diterimo.
Perempuan : Sebelum tando nenek mamak kami terimo atau pegang, baik jugo
kito tentukan caro peletak iko, apokah kito adokan ikat buat janji semayo, maklumlah
anak mudo, tumbuhnyo membuat salah, baik salah pado nan jantan atau salah pado
nan betino macam mano kito membuatnyo. Laki-laki : Benar jugo kato nenek
mamak itu, kalu macam itu kito balik bae kepado peraturan adat bertindih tando. Kok
salah pada nan jantan, itu namonyo tebu setuntung di german gajah; eme telucir balik
mandi, artinyo tando sijantan hilang sajo. Tumbuh salah pado nan betino, itu
namonyo balik motong, artinya sigadis wajib mengembalikan tando sibujang so balik
duo. Kalu sepakat barulah kito bertukar tando.
Perempuan : Yo peraturan itulah nan kito pakaijangan pulo kito mencari
peraturan lain, itu mengupak adat menyumbing lembago namonyo, mengajak jalan
nan lah pasa, menukar cupak dengan gantang, keno tegur keno sapo kito, disapo
melekat demam, disapo rajo kito berhutang, disapo antu kito mati
Laki-laki : Nampaknyo kiniko, kok kato lah seiyo, kok runding lah sepakat, jangan
lagi direntang panjang, elok dikepal supayo singkat.
Perempuan : Betul jugo kato nenek mamak, marilah kito tutup perundingan kito
sambil berserah diri kepada Allah SWT
Ungkapan percakapan pada waktu serah terimo adat dan lembago ini, dipakai seloko
adat anatara lain sebagai berikut :
1). Pihak Laki-laki : Pengantar.
2). Pihak Perempuan Penunggu.
Acara : Serah Terima Antaran Adat Menurut Adat Daerah Jambi.
Pengantar. Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Manolah segalo nenek mamak, tuo tengganai, alim ulama, cerdik pandai, serto
nan tinggi tampak jauh nan dekat jolong basuwo, nan kan menapik mato pedang,
nan kan menengadah mate hari, nan bekto lebih sepatah, berjalan dulu selangkah
serto segalo kito nan ado dirumah nan sebuah iko rumah nan diateh bertutup
bubungan perak, dibawah beraleh sendi gading, rumah nan berpagar dengan adat,
laman barsapu dengan undang, tepian nan bepagar dengan baso, selarik bandul
diluar, selapih bandul didalam, nan kecik idak disebut namo, nan gedang idak di.
panggil gelarnyo. Kami tundukkan kepalo nan satu, kami susun jari nan sepuluh,
ampun kami pado nan banyak, ampun berubu kali ampun, kami nak berkato agak
sepatah, berunding agak sebaris kareno gedang nian hajad nan akan kami
sampaikan yaitu sesuai dengan pantun seloko : nak ngudut idak berapi Rokok
nipah sudah digulung Gedang maksud dalam hati Cakap sepatah belumlah
langsung
Penunggu.
Nenek mamak nan sebelah beserto arak dengan iringnyo dan sti hadirin yang kami
hormati, yang kecik idak disebutkan namonyo gedang idak pulo disebutkan
gelarnyo.
Assalamu'alaikiini Wr.Wb.
Kedatangan nenek mamak yang besertokan arak dengan iringiivo kepak dengan
rambainyo, k,ok berlayar tidaklah salah arah serto kok membadik tidaklah salah
alamat, memanglah lubuknyo jalo terhambu, dan lah rantaunyo rambang tersirak,
bagi kami nenek mamak nan sebelah kok bermimpi padi lah berdendam langkiang,
jadi tidaklah terkejut kami ditimpo kasau dan tidak tergemang ditimpo upih,
memanglah ditunggu dengan muko yang jernih, hati yang suci kok laman lah
disapu, tanggo telah ditegak serto pintu lah terbuka, nan kini nenek mamak nan
sebelah kok yang ditunggu telah datang dan yang dinanti telah tibo, mako sambil
kilo berteduh dibawah aur, sambil berjuntai diatas batang, dengarlah pulo pantun
seloko kami :
Nak ngudut idak berapi Rokok nipah sudah digulung Kok gedang maksud dalam
hati Cakap sepatah silokan dilangsung
Pengantar.
Nenek mamak dari suku nan sebelah, kampung nan sebagi, adopun kami nan
datang iko ibarat biduk sampan pelayangan. ibarat kudo pelajang bukit, sebagai
ulas jari sambungan lidah dari serai nan berumpun, ayam nan berinduk yaitu
sekeluarga besar
Kami datang dari lubuk nan idak benamo, rantau nan idak bergelar, bukit tinggi
nanlah kami daki, bukit nan idak ditepung angin, lurah nan dalam lah kami
turuni, lurah nan idak diturukaek, rantau batu lah kami renangi, laut sakti lah
kami layari, empang batu lah kami kalik, empang batang lah kami penggal,
empang unak lah kami rateh, dik nak mencari jejak nan tetukik, lamo, runut, nun
terentang sejak bahari yaitu rumah bapak kami.
Kiniko ibarat orang menembak lah tepek pulo alamatnyo, orang memikat lah
teraning bunyi kukuknyo, mako kami nak meyampaikan apo nan terhajat dihati,
nan terniat didado.
81 Penunggu.
Kalau bak itu kato nenek mamak nan sebelah, kok pedang lah diserah kepado
pendekar, manis lah diserah kepado gulo, teranglah diserang siang dan kelam lah
di kembalikan kepado malam dan waktu jugolah kami serahkan kepado nenek
mamak, silokanlah.
Pengantar.
Kalau sembunyi itu kato nenek mamak, itulah kato sebenar kato, kok bertanyo
selepeh litak, kok berunding sesudah makan, dik kareno kami iko ado membawo
sirih agak secabik, pinang agak sekacik, marilah samo-samo kito makan sirih agak
sekapur, kito isap rokok agak sebatang, silokan nenek mamak sambil mendengar
serambah anak mudo pantun orang tua :
Gemetup bunyinyo gendang Gendang sebo Muara Jambi Sirih kelukup pinangnyo
mumbang Itulah yang ado pado kami
Penunggu.
Nenek mamak nan sebelah, bukanlah kasih yartg hendak dibaleh, dan bukan pulo
dune yang hendak diganti, tetapi sebagai penunggu yang tibo dan penanti yang
datang, maka ini pulolah sirih dari kami, juga disetokan dengan pantun sekolo :
Gemutup bunyinyo gendang Itu tandi larak nan datang Sirih kelukup pinangnyo
mumbang Marilah samo-samo kito makan
Pengantar.
Nenek mamak dari suku nan sebelah, kampung nan sebagi, adat padang
kepanasan, adat bumbun menyelaro, adat tuo menahan ragam, adat mudo
menanggung rindu, adalah anak buah kemenakan kami nan bernamo ........ lah
dicubonyo berusik sirih, bergurau pinang dengan anak
buah kemenakan nenek mamal nan bernamo .......... berusing sirih nyolah
dimabuk sirih, bergurau pinang nyolah dimalan pinang, dik lamo kelamo
nampaknyo idak lagi nak berusik sirih bergurau pinang, kok kapaknyo yo nak
darah, kok cencangnyo yo lah nak daging, kok telintang nyolah nak jadi pengapit,
kok tajilonyo yo lah nak jadi pengebat. ingin hidup serumah tanggo dengan anak
buah kemenakan nenek mamak.
Dik kami nan tuo-tuo lah dicari kato sepakat. putus mufakat cubo diajukan
pinangan, eh untung lagi kan berimbau, parajo lagikan berseru, pinangan kami
diterimo, ulak dari itu lah diadokan ikek buat janji semanyo antara suku na duo
belah pihak, kampung nan duo bagi
Dihitung harilah cukup, dihitung bulan lah genap, lah tibo pulo pado hari baik
katiko ilok, kok janji nak ditepati, kok ikrar nak kami muliokan, adopun antaran
kami iko sesuai dengan adat nan pasih biaso nan tarico tapakai di Pucuk Jambi
Sembilan Lurah terdiri dari ,
- Kerbau seekor.
- Beras seratus gantang.
- Emas belahan tujuh.
- Tombak sebatng.
- Bedil selareh.
- Ayam 7 ekor ( anak lang 7 ). . Selemak semanisnyo.
Ikolah yang disebut masa-k setandan, bereneh setanduk, iko pulo yang kami
antarkan dan serahkan kepada nenek mamaak, ulak dari pado itu maklumlah dik
banyak kamilah ragu, dik lamo kamilah lupo, mungkin ado yang masih kurang
atau salah menurut adat lembago kito disiko, mohonlah diperikso maklumlah bak
kato seloko ; " Kurang sisik banyak tunas, kurang siang rumput menjadi ", atau
kito mentakan petunjuk dari nenek mamak selaku penengah pada upacara serah
tarimo pado hari iko.
Penunggu.
Nenek mamak sebelah, memanglah terang dik lareh dan nyato dik alam, bahwa
kito dari suku keduo belah pihak, semenjak tekalo lamo dizaman tekalo bari, ado
nian kito berikek berbuatan, bajanji bersemayo sehubungan dengan maksud anak
buah kemenakan nenk mamak yang ingin duduk suku semendo dirumah nan
sebuah iko yaitu mengisi adat dengan lembago, adat yang idak supak, lembago
yang idak sumbing menurut baju berjahit yang dipakai, jalan berambah yang
ditempuh disepanjang Pucuk Jambi Sembilan Lurah iko, yang mano pado hari iko
nenek mamak nan sebelah, atas ulur antar dari nenek mamak iko, jiko manis
belumlah dapek kami telan dan jiko pahit belumlah dapek kami luwah, kok aek
belumlah dapek kami minum dan nasi belumlah dapek kami makan karena
dirumah nan sebuah ini kok tinggi ado yang mengadahnyo dan rendah ado pulo
yang mengutungnvo, serto kok bakato masih ado yang dulu sepatah serto jiko
berjalan masih ado yang dulu selangkah, yang memakan habih dan meminum
ngering, yaitu para nenek mamak sesepuh adat yang merupokan kok tinggi beserto
pucuk, kok gedang beserto batang, oleh sebab itu kami mohon kepado nenek
mamak nan sebelah yang dianduk waktu seketiko.
Kepado segalo nenek mamak sesepuh adat yang berbebat bak catur dan belang bak
barau, pucuk ibarat jalo dan siring ibarat pukek, serto yang tinggi serto pucuk dan
gedang beserto batang, kami susun jari nan sepuluh dan ditundukan kepalo nan
sebuah diiringi sembah nan sebuah yaitu ulur antar serah terimo dari adat
lembago yang tertuju kepado rumah nan sebuah iko, mengingat kami nan pado
hari ko adolah sebagai kudo pelajang bukit, ibarat biduk sampan melayang
sebagai seiigi buang-buangan, dipanggil datang, disuruh pergi, oleh karena itulah
kami serahkan kepado sesepuh adat yang kami muliokan.
Laki-laki : terimo kasih nenek mamak, memang idak elok dipandang mato, di dengar
telinga kito becakap disepanjang jalan, ditengah laman namun ulak dari itu macam
mano kami nak masuk.
Oleh karena itu dengarkanlah kami berpantun :
Mako cempedak ditengah laman. Uratnyo kebelakang rumah. Mako tegak dilaman.
Idak tau jalan kerumah.
Perempuan : Idak nenek mamak, tanggo kami lah tebentang. lawang lah tebuku,
silohkan nenek mamak amsuk kerumah
Laki-laki : Kini ko yo nenek mamak, tanggo lah tebetang, lawang lah tebuka. Elok
kami tanyo, apo larangan pantang rumakh nenek mamak ko.
Perempuan : hari nan sehari, malan nan semalan kelak ko, lawang muko lah
tebukak, dak do larangan patangannyo Sungguh begitu ado jugo dikit : kok betemu
nan besawah jangan ditempuh, kok betemu nan rimbo jangan diungaki. Kok
ditempuh nan besawah, >! diungkai nan berimbo, disapo malaekat deman, disapo
manusio berutang.
Laki-laki : Terimo kasih.
Setelah selesai acara gayung bersambut kato bejawab antaro keduo belah pihak nenek
mamak, mako dilanjutkan dengan acara ulur antar serah tarimo mempelai atau
penganten laki-laki dari nenek mamak laki-laki kepado nenek mamak penganten
perempuan.
Munting naik betanggo kepalo berbau, kaki bebasuh santan manis, masuk kerumah
nan beradat, bacet kuning betutup bubung perak, beraleh sendi gading. Lah duduk
munting jantan diatas lapik buntak/terawang. Duduk suku nan duo pihak. Pelamin
ditengah suku nan duo, sirih beralik pinang betemeh, Diiringi rokok nan betepak, kato
buku dengan sembah kepado negeri nan bebatin, alam nan berajo sero uleh nan
bepangkal, lek nan bajunjung, beulur beantar bejawat beterimo. Diwaktu
pelaksananaan upacara beulur beantar bejawat betarimo, dalam adat dipergunakan
ungkapan antara lain sebagi berikut :
Laki-laki : Assalamu'alaikum Wr.Wb. Perempuan : Wa'alaikumsalani
Wr.Wb.
Laki-laki : Nenek mamak suku nan sebelah kampung nan sebagi serto segalo kito nan
ado pado rumah nan sebuah iko, nan gedang idak kami imbau gelarnyo, kami susun
jari nan sepuluh, kami tundukkan kepalo nan satu, bagi izin kami nak numpang
bekato agak sepata, berunding agak sebarih.
Perempuan : Nenek mamak suku nan sebelah kampung nan sebagi. Tunggu dulu
nenek mamak , boleh bae kito berunding, tetapi numpang kami betanyo kepado nenk
mamak. Apo hajad maksud kedatangan nenek mamak sebanyak iko. Siapo nan
melepeh pergi, siapo pulo nan menunggu datang.
Laki-laki : Kalu itu nan nenek minta iyo jugo kato nenek mamak tu.
Baiklah nenek mamak, adolah kmai nan datang iko iolah datang bersamoayam nan
berinduk serai nen berumpun, datang menenpati janji lamo, entahlah barangkali
nenek mamak lah lupo, maklumlah bak kato urang titian biasa lapuk, janji biaso
mungkir, balam lupo dijerat, jerat tak pernah lupo di balam.
Perempuan : Tadi nenek mamak mengatokan bahwa nenek mamak datang
bersamo ayam nan berinduk, serai nan berumpun, cubo tunjukkan kepado kami nan
banyak iko, namo nan dikatokan induk ayam dan rumpun serai itu? siapo namonyo,
kalu belum jelas yo kami nak becakap.
Laki-laki : Kalu sekedar itu permintaan nenek mamak, idak pulo sulit
nian, insya allah daapt kami penuhi. Induk ayam dan rumpun
^ serai nan kami maksudkan itu iolah saudaro kami yang bemamo
........iko lah urangnyo, (induk bapak dan nenek mamaknyo).
Perempuan : Idak nenek mamak, mungkin balam lah lupo dijerat tetapi kami
idak. Cumo itu bak kato urang, baik jugo disisik siang dulu, sebab kato urang :
kurang sisik banyak tuneh, kurang siang rumpun menjadi. Kini kok nampaknyo nan
datang kok iolah nenek mamak anak kemenakan kami dirumah ikolah. Cubolah
terangkan apo maksud kedatangan nenk mamak supayo nak terang dialam, nak nyato
dilareh.
Laki-laki : Adolah maksud kedatangan kami iko iolah nak mengajak nenek mamak
berunding. Itupun kalu dibolehkan oleh nenek mamak.
Perempuan : Ngapo pulo idak boleh berunding, pantang rajo menolak sembah,
pantang buayo menolak bangkai. tetapi ado nan kito ingat, jangan lupo pado adat nan
taico tepakai didaerah kito adalah iolah adat nan bersendikan syarak, syarak
bersendikan kitabullah. Apo bunyi kato adat, kok betanyo lepeh litak, kok berunding
sesudah makan. Mari kito makan sirih agak sekapur, kito isap rokok agak sebatang,
sesudah itu barulah ado uji perago. Cumo ingat-ingat bae sedikit, maklumlah sirih
kmai iko sirih mersik, pinangnya kote, sesuai dengan pantun orang tuo, serambah
anak mudo :
Gemerutup bunyi gendang, Gendang sebo muaro jambi, Sirih kerutup pinangnyo
mumbang, Itulah nan ado pado kami.
Laki-laki : Betul jugo kato nenek mamak itu, kito tiodak boleh lupo pado adat
lembago kito, adat menjadi pegang pekai pucuk jambi sembilan lurah, selingkung
alam kerinci, terus kesialang berlantak besi, berian nan di tapuk rajo, jejak putih cinde
alus disebalah Riau, ombak nan berdebur sebelah laut pulau Berhalo sepanen bakkan
bedil kelaut nanbetung nan belarik disebelah Palembang. Kok betanto selepeh litak,
kok berunding sesudah makan, kini terimolah sirih kami pulo, dengan iringan
pantun :
Gemerutup bunyinyo gendang, Gendang sebo muar jambi, Sirih kerukup pinangnyo
mumbang, Itulah nan biaso pada kami.
Perempuan : Nenek mamak suku nan sebelah kampung nan sebagi, kok sirih lah
kito makan, kok rokok lah kito isap, litak lah ilang, penat lah lepeh, darah lah balik
kemuko, serih lah balik kebadan.
Kami persilohkan nenek mamak menyampaikan apo nan terniat ) dihati, nan tacito
dibadan.
Laki-laki : Terimo kasih nenek mamak.
Perempuan
Laki-laki
Kareno idak mendapat simak Mkap kcrap, idak menawan bak dalani inau Idak lentik
simak taji, idak damn siinak dulang. Idak cerdik simak kanti, idak pulo pandai simak
orang. Pasang cemetik kaca-kaca keno mlang duo-duo, Kecik idak balaja, tuo ko lah
main pulo batanyo. .................canang / gong
Mari ko, harinyo elok ketikoim> baik ,
Lah rapek kito sekaji tuo, lah kuinpul sekan mudo, lah rapek
nenek jo mamak, lah kumpul bat in dcngan penghulu
Elok arak dek beliring, bulat kato dek mufakat. bulat aek dek pembuluh, tunggal aek
dek palung, lah sedekak simak batu dipulau, lah sedencing besi diapa, sealun suhak
seletus bedil, itu waris yang kito jimjimg.
Pulai bertingkat naik meninggalkan uweh dcngan buku, manusio berpingkat turun
meninggalkan waris dan pesko, waris dijawat dari nan tuo halipan dujunjung dari
nabi, lapuk li berganti li lapuk pua jelipung tumbuh, hilang hidup silih berganti, mati
silih bertumban, bak napuh diujung tanjung, ilang sikuk berganti sikuk.
Buang-buang tu anak ikan belido, guntur petus dipulau tigo. Kok hilang seumpamo
batu jalo, putus kito tuan pulo.
Cencang pelupuh kiilit baru,
ramo-ramo dirumah tingga.
Lusuh-lusuh dipabaru,
Adat kito jangan ditingga.
Mano adat kito yang idak bulih ditingga, iolah lah lapuk dek memakai, kumal dek
menesah, baju bajaot yang kito pakai, jalan berambah yang kito turut, sesap jerami,
tunggul pemarasan, pandam pekuburan.
Titian tereh, tanggo batu, lantak idak tau gujya, cermin idak tau kabur, tapeak ditiang
panjang, telukih dibendul jati iolah : "Adat bersendi syarak-syarak bersendi
kitabullah" itulah adat yang tidak bulih ditingga. .............. canang / gong
Dek Saudaro kito .......... duo laki bini (isteri), jauh kito lah dilayangkannyo
dengan surek, dekek kito lah di panggilnyo dengan kato, diimbaunyo nenek empek
puyang delapan, duo piak timbal balik, darah daging, tutur galue, jambak julai, yang
bajulai simak daun jang bajabat simak aka, kaum kerabat, handai tolan, kenalan, anak
jo pinak, cupak dengan gantang, ibu dengan ratus, kerat kudungan, simpang belahan,
bacap simak pedang, bababat simak barau, kok tegak lah bersinggung bahu, duduk
kito lah berimpit lutut
Itu kato dalam adat "induk undang tamabang teliti, induk adat tembang lembago,
induk bena tambang pusako
Mano dikato induk udang tambang teliti ; iolah lah selesai umbai naik salesai umbai
turun, keruh aek lah ditingok keulu, senak aek lah ditinjau kamuaro, idak ado punggo
yang menimpo kuduk, idak ado lagi ranting yang memetik mato, artinyo each
rundingnyo lah selesai. Mano dikato induk adat tambang lembago, kok adat lah diisi,
lembago lah dituang, dicari kutu diijuk, ditakik darah ketiang, tudung menudung bak
daun sirih, taub-menaub bak benak ketam, idak bereh antah dikisik idak emas
bungkal diasah, yang idak lah diadokan, lah diladungkan bereh seratus gantang, lah
ditambangkan ker sekok, lah kito saksikan pulo serah terimo anak buah anafc
kemenakan kito tadi
Mano dikato induk bena tambang pusako, so buik. duo pakai, tigo dipusakokan, kito
buik kerjo ko, kito pakai bersamo-samo, kalau yang elok kito pusakokan kepado yang
tinggal
Kini ko saudaro kito ............ duo laki bini (isteri) hendak membendangkan
kelangit, menyerahkan kebumi, menerangkan kepao lareh menyatokan kepado alam
baso diok membayar utangnyo yang keempat kepado anaknyo yang bernamo ............
yang sudah ijab kabul dengan ............. , kepado kito ado beberapo
perkaro yang hendak disampaikan : ........... canang/gong.
Soooo perkaro ; dalam bereh seratus kerbau sekok, kok darah samo dikacau daging
samo dilapah, diterangkan kapado kito yang banyak baso saudaro ..............
duo laki bini (isteri) meresmikan diok menerimo pulo kito menerimo orang semendo
yo macam itu kito yang banyak17 ........... yo jawab hadirin.Duo perkaro, keluargo
saudaro ......... (kcluarga wanita) dengan saudaro
.......... (keluargo laki-laki) sudah sepucung simak gulai, lah seibat simak nasi, itu
dinamokan berkampuh lebar beruleh panjang, kok tegak lah ado tempat bertanyo,
duduk lah ado tempat berunding tentang dianaknyo yang bcrduo, yo macam itu nenek
mamak9 .......... yo jawab nenek mamak.
Tigo perkaro, bereh seratus lah ditanak, kerbau lah dibunuh, kini doa belum
ditampung patehah belum dibaco, nasi belum dimaka, aek belum diminum, kepado
undangan kami cari mudik jangan balik mudik dulu, kepado undangan kami dari ileh
jangan balik iekh dulu, undangan kami da teluk jangan balik kepemukek dulu
undangan kami dari gunung jangan balik kepenyaring dulu. bapa kok doa lah
ditampung patehah lah dibaco, nasi lah dimakan, aek lah diminum, jumpo ati tangau
samo dicecah, jumpo ati gajah sam,o dilapeh, mako undangan kami hendak balik yo
kami lepeh dengan hati cuci muko yang jernih kareno tibo dari nampak muko, balik
hendak nampak pulo punggung dek kami, yo macam itu kito yang banyak .......... yo
jawab hadirin.
Empat perkaro, dalam doa yang akan kito tampung patehah yang kito baco, kito
mintak kepado Tuhan Yang Maha Rsa, supayo anak kemenakan kito yang baru
berumah tanggo ko, umurnyo hendaklah panjang, rezekimo murah, derajatnyo
bertambah, kebukitnyo samo mendaki, kelurah samo menurun, mudik serentak
satang, ileh selimbai dayung, togo ringgit tengah delapan sebulan tigo puluh hari,
dikit samo dimakan idak samo dicari, hendaklah sesusun simak jari sepintal simak
tali, hendak samo antah padi diinentaro serempak lapuk lukah dengan bingkai, bak
aur dengan tebing, tebing sayang diaur, aur sayang ditebm, bak parang catuk
ditunggul, tunggul lapuk parang terkucil yo macam itu kito nan banyak9 ...........
yo jawab orang banyak.
Sebagai penutup kito bagih jugo panlun seloko sebagai kenang-kenangan bagi kito
bersamo ,
O, ayam payolah kumo, padi lah masak diujung tangkai, o, anak kami yang berduo,
elok-elok mengarang bungo, hendaklah lamo bungo dipakai Hendak duo pantun
seiring , Basikek sambil berjungkah, pancung buluh tengah laman. Pantun dawat
dengan kerteh, hancur luluh bercerai jangan. Tigo pantun seiring ;
Indopuro jerambah papan, tempat orang membeli piano Kito berdoa kepado Tuhan,
hidupnyo jayo matinyo sempurno. Wabillahhittaufiq wal hidayah.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb. Terimo kasih.
I. TATA R1AS DAN PAKAIAN.
A. Pemuka Adat.
Pakaian adat adalah pakaian tradisional, yang dipakai oleh pemuka adat yaitu :
Pimpinan Adat, Pemuka Masyarakat, Nenek Mamak, Tuo Tengganai pada waktu
acara tertentu.
Bentuk pakaian adat, yaitu : baju dan celano guntmgan melayu, dasar sutera warna
gelap, topi berwarna pita gagak hinggap. Pakaian adat tersebut diatas dilengkapi
dengan benda pusako, umpamonyo : keris, pedang, tongkat, tombak, piagam, raja.
Kain songket tanjung rompak (tenun benang emas).
B. Penganten.
1. Tata Rias Penganten Wanita.
a. Duo minggu menjelang hari resminya, penganten wanita mandi uap (betangas)
dengan ramuan serai vvangi, umbut pandan, dan daun jeruk purut.
b. Minum aek rebusan yang dibuat dari akar-akar atau daun-daun. c. Makan nasi
tidak boleh berkuah.
d. Calon penganten dibedakih (diulur) hingga sampai waktu yang sudah
ditentukan. e. Bedaknyo diolah oleh juru rias terdiri dari beras yang sudah lami
direndam.
f. Pengolahannya, beras digiling bersamo dengan daun- daunan terdiri dari umbut
pandan, umbut serai, pucuk nilam, daun kemuning, mata kunyit digilas hingga halus.
2. Hiasan Penganten wanita.
a. Bagian Kepala.
1). Pesangkon, terdiri dari; sumping layak duri pandan, karanomulio.
2). Cempako tujuh atau lima buah, bungo goyang bentuk bungo matohari.
3). Sanggul (sanggul lintang, sanggul lipat pandan, sanggul kipas)
4). Perlengkapan bungo hidup terdiri dari : bungo pandan, cempako
kuning, cempako putih dan anting-anting. b. Bagian Tangan.
1). Kalat bahu. / 2). Gelang kuno.
3). Buku bemban.
4). Gelang ceper, gelang belah rotan, gelang ular betapo, gelang
karang permato.
5). Cincin kinjang dan cincin belah rotan, . c. Bagian Badan.
1). Teratai.
2). Kalung cengkeh.
3). Kalung merian.
4). Kapak jajo.
5). Rantai sembilan.
6). Pending.
7). S a b u k.
8). Kain songket gelap. d. Bagian Kaki.
1). Gelang kaki.
2). Terompah yang bertekat benang mas (cenela) bentuk kelom kayu.
3. Tata Rias Pakaian Penganten Laki-iaki.
a. Bagian Kepala.
1). Topi atau lacak terdiri dari : kepak ayam patah, gagak hinggap.
2). Sebelah kiri dikasih bungo rence (cempako kuning dan cempako
putih).
b. Bagian Badan.
1). Kemeja.
2), Rompi.
3). Jas teriku.
4). keris pakai mainan dan diikat dengan sapu tangan benang mas (songket).
5). pending.
6). Kalung bertingkat tigo (taapk jajo) dan kalung rantai sembilan.
7). Cincin belah rotan. c. Bagian Kaki.
Terompah bertutup depan bersulam benang mas