Anda di halaman 1dari 12

Lanjutan Asal Mula Dinasti Maharaja Laila.

Sultan ke-21: Sultan Muda Ali Riayat Syah V.

Sultan Muda Ali Riayat Syah V kemudian menggantikan ayahnya Sultan Sayedil Mukammil.
Pemerintahan Sultan Muda Ali hanya berlangsung selama 3 tahun 1011-1015 H (1604-1607
M). Pada masa Sultan Muda Ali, Aceh mengalami kemunduran. Khususnya pada saat musim
kemarau panjang, sampai-sampai sultan menjual kapal perang ke pihak asing dan armada
Kemalahayati kemudian dibubarkan. Raja Muda bekerja sama dengan Belanda sementara itu
saudaranya Raja Pidie, Sultan Husin berpihak ke Portugis.
Melihat situasi rakyat yang semakin memburuk, Sultan Iskandar Muda, keponakan dari
Sultan Muda Ali yang saat itu berada di Reubee tidak tinggal diam. Pada bulan Ramdhan
1014 H (Januari 1606 M) Iskandar Muda dan pembesar Aceh lain bermusyawarah dengan
keputusan memakzulkan Sultan Aceh Raja Muda Ali Riayat Syah V diatas semboyan Udeep
Saree,Matee Sahid.

Keputusan ini diambil dalam rangka membela agama, bangsa dan negara serta kebenaran dan
mengusir Imperites Barat. Keputusan musyawarah di atas dilaksanakan pada bulan Syawal
1014 (Februari 1606 M) namun Iskandar Muda kalah dan ditawan. Sultan Muda Ali Riayat
Syah V wafat dunia pada tanggal 28 Dzul Hijjah 1015 H (2 April 1607 M) dan dengan
mufakat bulat Iskandar Muda dinobatkan menjadi Sultan ke-22 Aceh Darussalam.

Sultan Iskandar Muda Mahkota Alamsyah (dan Putri Ratna Jauhari atau Poetro Bouengoeng
Seuleupoeh) bin Sultan Mansyur Syah (Raja Muda Aceh di Haru Sumatera Timur..Mangkat
dlm peperangan dgn Portugis) bin Pemangku Sultan Abata Abdul Jalil bin Sultan Alauddin
Riayatsyah Al Qahhar (Marhum Kha) Sultan Aceh ke 13...dan seterusnya ke atas.

Lihat Terjemahan
Mulainya kekuasaan Dinasti Maharaja Laila"
Lanjutan.

Setelah dinasti Jamalul Alam, Aceh Darussalam kemudian dipegang oleh Dinasti Maharaja
Laila. Dinasti Maharaja Laila merupakan dinasti para Sultan Aceh Darussalam keturunan
darah campuran antara Aceh dan Bugis. Dinasti ini mempunyai ibu dari bangsawan Bugis
sedangkan ayahnya dari bangsawan Aceh. Seperti diuraiakan dalam bagian Sayedil
Mukammil, Sultan ke-20, pada zaman Sultan Sayedil Mukammil. Beliau mempunyai empat
orang anak yakni Maharaja Diraja, Raja Muda Ali, Meurah Ipah Upat dan Putri Indra
Wangsa.

Maharaja Diraja menjadi wakil (Raja Muda) Aceh di Johor. Maharaja Diraja mengungsi ke
Bugis ketika Johor diserang Portugis dan disana ia menikah dengan keluarga Daeng yang
kemudian dikarunia anak yang diantaranya bernama Mansur Syah dengan gelar Maharaja
Laila Daeng Mansur.

Maharja Diraja kembali ke Johor dan mangkat ketika Aceh menyerang Batu Sawar.
Akhirnya, Mansur Syah kembali ke Aceh dan menjadi penguasa di daerah Reubee dan di
kemudian hari anak cucunya menjadi sultan-sultan Aceh dari Dinasti Maharaja Laila. Daeng
Mansur Syah mempunyai dua anak yakni salah satunya Zainil Abidin (Tengku Di Lhong).
Tengku Di Lhong mempunyai putera yang bernama Abdul Rahim Maharaja Laila yang
makamnya berada di belakang makam Syiah Kuala. Abdul Rahim Maharaja Laila
mempunyai putera yang bernama Maharaja Laila Ahmad Syah yang kemudian menjadi
Sultan ke-33 Aceh Darussalam.

Sultan ke-33: Sultan Alaiddin Maharaja Laila Ahmad Syah.

Maharaja Laila Ahmad Syah menjadi Sultan Aceh Darussalam dengan gelar Sultan Alaiddin
Maharaja Laila Ahmad Syah setelah mendapat persutujuan dari ketiga panglima Safi dan
Qadli Malikul Adil serta atas anjuran Sultan Jamalul Alam Badrul Munir. Ahmad Syah
sendiri masih keturunan dari Sayed Mukammil, Sultan Ke-20. Silsilahnya sebagai berikut:
Maharaja Laila Ahmad Syah bin Abdur Rahim Maharaja Laila bin Zainil Abidin (Tengku Di
Lhong) bin Daeng Mansur bin Maharaja Diraja Bin Sayed Mukammil.

Sultan mempunyai lima anak yakni Johan Syah, Putri Syaribanun, Poccut Sadang, Pocut
Kleing, dan Pocut Muhammad. Putera tertua Sultan Johan Syah (Pocut Uk) pernah diangkat
menjadi Raja Muda di Asahan dengan ibu kota di Batu Bara (Asahan) dan menikah dengan
putri Asahan yang dikaruniai putera yang bernama Raja Abdul Djalil (Sultan Negeri Asahan).
Anak cucu Raja Abdul Djalil ini di kemudian hari menjadi para Sultan Negeri Asahan dan
Kualoh.

Sultan Alaiddin Maharaja Laila Ahmad Syah memerintah dalam kurun waktu 1139-1147
H/1727-1735 M atau kiran lebih 8 tahun 8 bulan. Sultan wafat pada hari Jumat, 3 Muharam
tahun 1147 H dan dimakamkan di komplek kuburan di luar Kandhang Mas.

Lihat Terjemahan
11 Komentar
2 Kali Dibagikan
52 Syaich Al Jamalullail, Yudi Yusmilly, dan 50 lainnya
Suka
Bagikan
Komentar

Cut Bang Mahdi Teuku Yunansyah...memang na perbedaan pada anaknya Daeng


Mansyur..sudara perempuan dr Leksamana Zainal Abidin.
Disitu jadi kerancuan dlm keterangan Ibunda Sultan Iskandar Muda Puteri Indra Wangsa
Binti Sayedil Mukammil menikah dgn Sultan Masyur Syah (Raja Muda di Haru Sumatera
Timur) dgn Daeng Mansyur di Reubee (gelar Tgk Chiek Di Reubee).
Suka 3 17 Juli 2016 pukul 14:16 Telah disunting

Cut Bang Mahdi Paduka YM Teuku Fahrul Rizal..ka uloen tuan ubah.
Suka 17 Juli 2016 pukul 14:29

Teuku Fahrul Rizal Bereh. Bek eunteuk ji pike le anggota ta peubida bida
Suka 1 17 Juli 2016 pukul 15:02

Cut Bang Mahdi Daulat Paduka.


Suka 17 Juli 2016 pukul 15:05
Tgk Malikulssaleh Al-Alubi Cc YM Panglima Maharadja Sjahbandar
Pu na tanggapan panding bak dro neuh .....
Suka 1 18 Juli 2016 pukul 7:56

Maymun Syah gelar maharaja dharmawangsa adalah nama lain dari sultan iskandar muda,
siapakah nama lain dari maharaja lailawangsa...?
Suka 1 19 Juli 2016 pukul 11:03

Cut Bang Mahdi Maharaja Diraja. Putra pertama Sultan Alaiddin Riayat Syah IV Sayedil
Mukammil.Lihat Terjemahan
Suka 1 19 Juli 2016 pukul 15:56

Alex Aceh Apakah arti dari laila sendiri? Dalam struktur kerajaan orang kaya maharaja itu
setingkat apa dan bagaimana?
Suka 2 22 Juli 2016 pukul 11:25 Telah disunting

Cut Bang Mahdi Setau saya itu gelaran di nobatkan. kalau OK kebanyakan sebutan dr pihak
luar terutama yg berjabat di Negei Melayu. mungkin Adi Fa lebih jelas.
Suka 22 Juli 2016 pukul 23:32 Telah disunting

Reis Barbarosa idin share Tgk


Suka 12 Agustus 2016 pukul 3:34

Jitu Indra TImur Nyak bugeh.


Suka 12 Agustus 2016 pukul 12:39

Syaich Al Jamalullail Sultan alaiddin ahmad syah 1727-1735 bin maharaja lela syaikh
abdurrahim bin syaikh zainal abidin tgk di lhong bin malik daeng mansyur syah tgk syik di
reubeue bin daeng abdullah malikul amin bin daeng malik syaikh bin daeng zainal abidin
nurdin syah bin abdul jalil daeng husain syah bin daeng malek mahmud hakim syah bin
daeng musa syah bin daeng hasyim nurdin syah bin daeng mansur syah bi daeng abi iskandar
sulaiman syah bin daeng malik ibrahim syah bin malik abdurrahim syah bin abdul fatah al
malakab sulaiman malik mansur.
Dst, terputus.wallahu alam.Lihat Terjemahan
Suka 1 19 Agustus 2016 pukul 15:29

Abah Rahmad Teuma jeurat disamping dayah uleetitie peu na hubungan? Tertulis mak as m
maharadja laila
Suka 20 Agustus 2016 pukul 10:17

Syaich Al Jamalullail Tayong bak tuwanku armadi,atau keturunan lansung sultan aceh dinasti
bugis.
Panglima lela atau laila ,seorang milter yg bertugas di bidang pertahanan yg berhubungan dgn
arteleri / meriam,
Suka 20 Agustus 2016 pukul 14:54

Dinasti Maharaja Laila ( Lanjutan )


Sultan ke-34: Sultan Alaiddin Johan Syah (Pocut Uk).

Sultan Alaiddin Johan Syah (Pocut Uk) mengganti ayahnya dan memerintah dalam kurun
waktu 1147-1174 H/1735-1760 M. Pada awalnya, Sultan Alaiddin Johan Syah mendapat
tantangan dari mantan Sultan Jamalul Alam Badrul Munir dari Pidie. Terjadilah perang
antara pasukan Sultan Alaiddin Johan Syah dan mantan Sultan Jamalul Alam Badrul Alam
yang tercatat dalam Hikayat Potjut Muhammad (saudara Sultan Johan Syah). Mantan Sultan
Jamalul Alam Badrul Munir akhirnya kalah.
Sultan Alaiddin Johan Syah mangkat pada har jumat, bulan Muharram tahun 1174 H (1760
M) dan dimakamkan di belakang makam ayahnya.

Sultan ke-35: Sultan Alaiddin Mahmud Syah.

Sultan Alaiddin Mahmud Syah (Tuanku Raja) adalah putera Sultan Alaiddin Johan Syah.
Seperti pada zaman ayahnya, Sultan ke-35 ini juga mendapat tantangan dari lawan politiknya
sehingga terjadi dua kali pemberontakan yang menyebabkan Sultan Alaiddin Mahmud Syah
harus pindah dari Istana Darud Dunia.
Pemberontakan pertama dipimpin oleh Maharaja Labui. Maharaja Labui sempat menang dan
memerintah Aceh Darussalam namun akhirnya dapat direbut kembali oleh Sultan Alaiddin
Mahmud Syah pada tahun 1765 dan berkuasa lagi di Istana Darud Dunia.
Untuk kedua kalinya, pada bulan Shafar tahun 1187 H/1773 M, Sultan Alaiddin Mahmud
Syah harus melawan kembali pemberontakan yang dipimpin oleh Raja Uda Nalila Sulaiman
Syah atau Raja Udahna Laila, dan Sultan Mahmum Syah terpaksa mundur dari Istana Darud
Dunia ke Lhok Nga. Setelah mengumpulkan kekuatan selama dua bulan, akhirnya Mahmud
Syah dapat meraih kembali kekuasaannya di Istana Darud Dunia.
Sultan Alaiddin Mahmud Syah mempunyai dua putera yakni Muhammad Syah (Sultan ke-
36) dan Tuanku Raja Cut Zainal Abidin. Kurang lebih dua puluh satu tahun dalam kurun
waktu 1174-1195 H/1760-1781 M dan setelah itu Sultan berpulang ke rahmatullah pada hari
kamis 7 bulan Djumadil-Akhir tahun 1195H (1781 M).

Sultan ke-36: Sultan Alaiddin Muhammad Syah.

Sultan ke 35 diganti oleh puteranya bernama Sultan Alaidin Muhammad Syah (Tuanku
Muhammad atau Meureuhoom Geudoong). Dan mempunyai putera bernama Husain Alaiddin
Jauharul Alam Syah. Sultan ke 36 meninggal hari Jumat 19 Rajab 1209 H (1795 M).
Sultan ke-37: Sultan Husain Alaiddin Jauharul Alam Syah.

Sultan Husain Jauharul Alam Syah (Tuanku Husain atau Meureuhoom Kuala) diangkat
mengganti ayahnya pada tahun 1209 H (1975 M), ketika dinobatkan beliau masih kecil
sehingga jabatan kesultanan oleh pamannya dari pihak ibu, dan baru memegang kekuasaan
kesultanan tahun 1802 M.
Pada masanya banyak menghadapi masalah, satu sisi kekuatan dan pengaruh Aceh
Darussalam semakin menurun sehingga pihak Barat banyak tertarik menanamkan pengaruh
disamping kaya dengan sumber daya alamnya Aceh merupakan wilayah yg sangat strategis
untuk menguasai wilayah wilayah lain di Nusantara. Di sisi lain, di dalam negeri banyak
pembesar yg tidak suka dengan sultan ini karena perilakunya yg tidak pantas. ( ?).
Sultan lengser pada hari selasa tgl 12 Dzulhidjah 1230 H/1815 M ketika sedang meredakan
kekacauan di Manggeng dan Singkil.

Lihat Terjemahan

SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan


Bagikan

"Dinasti Maharaja Lela" (lanjutan)

Sultan ke-38: Sultan Syarif Saiful Alam Syah.


(Dalam silsilah Teuku Syahbuddin Razi menyebut sebagai sultan 38. Sementara sumber lain
seperti Meukuta Alam oleh Tuanku Abdul Jalil dan silsilah Teuku Nyak Arif tidak
menulisnya sebagai sultan ke 38).
Setelah Sultan Husain Alaiddin Jauharul Alam Syah langser, Syarif Saiful Alam Syah
dinobatkan sebagai penggantinya. Sultan Syarif Saiful Alam Syah adalah konglomerat dari
Pulau Penang. Beliau adalah keturunan Sultan Aceh dari Dinasti Mahara Laila (Bugis).
Dengan demikian beliau bukan dr garis luar, silsilahnya sbb :
Sultan Syarif Saiful Alam Syah bin Said Husain (pindah ke penang) bin Syekh Muhyiddin
Syamsuddin Said Abdurrahman bin Said Abdurrahman Aidid bin Sultan Perkasa Alam Sayed
Jafar Bhadiq Syarif Lam Toi (sultan ke 29).
Penobatan Sultan Syarif Saiful Alam dilakukan atas peakarasa Teuku Pakeh Pidie dengan
persetujuan 3 panglima Sagi Aceh Darussalam serta bantuan pemerintah Inggrisyang saat itu
ada di Pulau Penang dan dilaksanakan di Pidie.
Sultan Syarif Saiful Alam Syah memerintah Aceh Darussalam selama empat tahun mulai
tahun 1815 sampai tahun 1819. Ia masuk ke Aceh Darussalam lengkap dengan pengawalan
pasukan dari Pulau Penang. Sultan ini berdiam di pelanggahan dan menikah dengan Puteri
Said Abu Bakar bin Husain Bilfagih (Tgk. Di Andjoong). Pelanggahan adalah daerah
pemakaman Tgk. DiAndjoong sekarang. Sayangnya, mayoritas pembesar dan Ulama Aceh
Darussalam tidak mengakui kedaulatan sultan ini dan masih mengakui kekuasaan Sultan
Jauharul Alam dan Teuku Pakeh Pidie sendiri kemudian berpihak pada Sultan Jauharul Alam.
Penobatan Sultan Syarif Saiful Alam Syah mrupakan intervensi Inggris yang bercokol di
Pulau Penang. Mengetahui hal ini, Sultan Husain Jauharul Alam pergi ke Penang. Setelah
bernegoisasi dengan Rafles maka dibuatlah Perjanjian antara Aceh dan Inggris di Pidie pada
tanggal 22 April 1819 M(1233 H). Dengan perjanjian ini, Sultan Syarif Saiful Alam Syah
harus lengser diri karena tidak didukung Inggris lagi kecuali sumbangan 6000 dollar setiap
tahun jika ia mau keluar dari Aceh.
Dengan perjanjian itu pula, Husain Alaiddin Jauharul Alam Syah kembali menjadi Sultan
menduduki Aceh. Sultan berpulang ke rahmatullah pada tahun 1238 H (1823 M). Sultan
Husain Alaiddin Jauharul Alam Syah mempunyai empat putera yakni Muhammad Daud Syah
(Sultan ke-39), Tuanku Pangeran Mahmud, Tuanku Pangeran Abbas, dan Ibrahim Mansur
Syah (Sultan ke-41).
Sultan ke-39: Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah.

Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah (Tuanku Buyung) dinobatkan menjadi sultan ke 39
menggantikan ayahnya (Sultan Husain Alaiddin Jauharul Alam Syah). Pada thn 1823. Sultan
Muhammad Daud Syah memerintah selama 13 tahun dr 1238-1251 H / 1823-1836 M.
Pada masa Sultan 39 berkuasa, bangsa imperialis Barat membagi bagi wilayah jajahannya.
Belanda dan Inggris membuat perjanjian yg dikenal dgn Ttaktat London pd tgl 17 Maret 1824
M. Nusantara dibagi menjadi dua, Belanda diberi wilayah Nusantara (Indonesia), dan Inggris
diberi wilayah yg sekarang menjadi Wilayah Malaysia dan Singapura.
Namun Aceh Darussalam tetap tdk diganggu gugat oleh Belanda.
Sultan mangkat pada thn 1836 M dan Aceh Darussalam di lanjutkan oleh anaknya Iskandar
Sulaiman Syah.

Sultan ke-40: Sultan Alaiddin Iskandar Sulaiman Syah.

Sultan Alaiddin Sulaiman Syah pada saat dinobatkan beliau msh kecil sehingga jabatan
kesultanan dipegang walinya yg bernama Tuanku Ibrahim. Namun setelah sultan dewasa
Tuanku Ibrahim tdk menyerahkan jabatan itu kepadanya. Sebagai akibatnya ia menjalankan
pemerintahan di Peukan Bada Mukim VI, yaitu daerah XXV mukim yg mempunyai sebuah
bandar dgn nama Peukan Oelee Glee (sekarang simpang Rima).
Pada masa Sultan 40 ini Belanda semakin berani mengacak acak Aceh dan satu demi satu
wilayah Aceh dipreteli dgn politik licik. Di Sumatera Timur, Asahan, Deli, Aru di Sumatera
Barat, Inderapura, Minangkabau dan Barus dilepas dari Aceh.
Sultan mangkat pd thn 1857 M dan dimakamkan di kampung Lampageu VI Mukim Peukan
Bada / Pasi Mesjid Indra Purwa dipinggir laut.

Sultan ke-41: Sultan Ibrahim Alaiddin Mansur Syah.

Sultan 41 ini adalah keponakan dari Sultan Alaiddin Sulaiman Syah. Beliau menggantikan
pamannya sejak thn 1857 dan memerintah Aceh Darussalam selama 13 thn smp thn 1870.
Beliau dimakamkan di Istana Darut Dunia.

Sultan ke-42: Sultan Alaiddin Mahmud Syah.

Sultan adalah anak dr Sultan Alaiddin Iskandar Sulaiman Syah, memerintah Aceh thn 1870-
1874. Pada masa Sultan, Belanda menjalin persahabatan, dgn dalih tipu daya dan rakyat Aceh
menyebutnya Belanda Tanam Labu.
Pada tgl 1 Safar tahun1290 H (1 April 1873 M) Belanda menembakkan meriam ke Mesjid
Baiturrahman. Dan pada 14 April 1873 M Belanda membakar Mesjid Baiturrahman,
keesokannya berniat menyerang Istana Darut Dunia namun dapat digagalkan pasukan
pimpinan Teuku Nyak Raja Luengbata (Pahlawan Aceh yg mempertahankan Mougat).
Pada Desember 1873 dibawah pimpinan Jend Van Swieten menyerang kembali, pada tgl 24
Januari 1874 ISTANA DARUT DUNIA dibumi hanguskan.

Sultan ke-43: Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah.

Sultan Aceh Darussalam adalah Anak dari Tuanku Pangeran Anom Zainal Abidin bin Sultan
Alaiddin Ibrahim Mansyur Syah (Sultan ke 41) bin Sultan Alaiddin Jauhar Alam Syah
(Tuanku Husein) Sultan ke 37 dan menikah dengan Tengku Putroe Gamba Gadeng binti
Tuanku Abdul Majid bin Tuanku Pangeran Abbas bin Sultan Alaiddin Jauhar Alam Syah
(Tuanku Husain) Sultan ke 37.

( kutipan dr berbagai sumber. Silsilah Lurriat Sulthan Sulthan Dinasti Alaiddin Ahmadsyah
dibuat untuk keturunan Sulthan Alaiddin Muhammad Daudsyah, oleh Teuku Syahbuddin
Razi Pasennu, dan Silsilah Raja Raja Islam di Aceh Hubungannya dengan Raja Raja Islam
Melayu Nusantra. Perempuan Bercahaya Dalam Cinta Sejarah Aceh oleh Pocut Haslinda
Muda Dalam. Wareh Tun Sri Lanang ).

Lihat Terjemahan

dibagikan
6 Komentar
Komentar
Cut Bang Mahdi Nyan ban Paduka Teuku Fahrul Rizal, Temenggung Adi Fa...nyee man tgl
24.1.1874 Istana Darut Dunia ghaib.
Suka 1 27 Juli 2016 pukul 16:20

Azli Rafie Yaakob Trimong gnseh


Suka 1 27 Juli 2016 pukul 16:21

Cut Bang Mahdi Alhamdilillah. Sama sama.


Suka 27 Juli 2016 pukul 16:22

Maymun Syah Menarik, tp di atas ada satu tokoh kontroversi yaitu teuku nyak raja alias tgk
imum lueng bata. Setahu sy tokoh ini tdk pernah menyerah kpd belanda, bahkan beliau
meninggal dalam pengejaran oleh belanda, gambar dibawah ini, paling kiri barisan paling
bawah, adalah Teuku nyak raja, panglima mesjid raya yg takluk kpd belanda, sumber
KITLV, apakah tokoh ini yg dimaksud Tgk imuem luengbata...?

Suka 3 27 Juli 2016 pukul 16:27

Cut Bang Mahdi Barangkali Adi Fa sdh pernah mengkisahkan kepahlawanan Teuku Nyak
Raja Lueng Bata sebelumnya.
Suka 1 27 Juli 2016 pukul 17:06

Teungku Sulaiman Peureulak yang ini mungkin tuanku Tengku Yusuf Hanafiah Yn tahu
kot...heheheLihat Terjemahan
Suka 1 27 Juli 2016 pukul 17:11

Alex Aceh 24 januari 1874 istana dibumihanguskan, 15 april 1874 menyerang istana,
bukannya sudah dibumihanguskan?
Suka 1 28 Juli 2016 pukul 1:23

Cut Bang Mahdi Terimakasih atas koreksi penyebutan tgl dan tahunnya Pak Alex Aceh. Dan
sdh saya perbaiki.
Suka 1 28 Juli 2016 pukul 1:38
Tuanku Sulaiman Sultan 40 adalah ponakan Sultan ke 41, jgn di balik.
Suka 1 14 Agustus 2016 pukul 15:17

Syaich Al Jamalullail Habib syaich muhammad jakfar shodiq al malakab sultan perkasa alam
syarif aitam lamtui ,hanya mempunyai dua putri dan satu putra. ,tdk ada putra nya yg
bernama abdurrahman. Ttd munsib habib samalanga.
Suka 1 19 Agustus 2016 pukul 15:05

02. Maulana Islam @Ki Ageng Pandanaran @Sunan Pandanaran I @Sayyid Abdul Qadir @Sunan
Semarang, menikah dengan adik Pati Unus (Maulana Abdul Qadir) yang bernama Syarifah Pasai bin
Raden Muhammad Yunus bin Syekh Abdul Khaliq al Idrus bin Syekh Muhammad Al Alsiy bin Syekh
Abdul Muhyi Al Khayri bin Syekh Muhammad Akbar Al-Ansari bin Syekh Abdul Wahhab bin Syekh
Yusuf Al Mukhrowi bin Imam Muhammad Al Faqih Al Muqaddam bin Ali Ba Alawi bin Muhammad
Shohib Mirbath

Suka
Bagikan

Anda mungkin juga menyukai