Anda di halaman 1dari 14

Teori Asal-Usul Walisongo Versi Turki Utsmani dan Ibnu Batutah Yang Berhasil

Menjungkir Balikkan Teori Yang Lain


Oleh:
Sayyid Iwan Mahmoed Al-Fattah Azmatkhan
Walisongo sejak dulu sampai sekarang selalu menjadi pusat perbincangan baik secara mitos
maupun secara ilmiah, tidak henti hentinya dari masa lalu sampai sekarang, tema tentang para
ulama ini selalu hangat untuk diangkat. Ada apa dengan mereka sehingga setiap waktu selalu
menjadi topik pembicaraan rakyat maupun kalangan terpelajar? Tidak lain dan tidak bukan
karena jasa merekalah yang membuat mereka terus menerus diangkat ,khususnya dalam
khazanah penyebaran agama islam di indonesia. Berbicara tentang mereka ini memang seperti
tidak habis habisnya. Selalu saja mengasikkan untuk diperbicangkan, diperdebatkan dan juga
dijadikan cerita yang menarik bagi siapa saja, utamanya mereka yang mencintai peran para
ulama ini. Langkah mutakhir untuk membuat sejarah walisongo lebih ilmiah dan berkelas
bahkan sudah dilakukan oleh salah seorang penulis yang bernama AGUS SUNYOTO dengan
dua bukunya yang berjudul WALISONGO, Rekonstruksi Sejarah Yang Disingkirkan dan juga
ATLAS WALISONGO. Kedua buku itu cukup mendapat sambutan dikalangan Nahdatul Ulama
dan juga beberapa organisasi islam lain. Walaupun sempat dalam peluncuran buku ATLAS
WALISONGO mendapat protes dari Sujiwo Tejo yang merasa heran dengan langkah AGUS
SUNYOTO yang menurutnya Terlalu memaksakan diri untuk MENGILMIAHKAN sejarah
walisongo. Sehingga akibat adanya protes dari sujiwo tejo membuat Jamaah Pecinta sejarah
walisongo ger geran mendengar statement budayawan keblinger ini. Namun demikian Sujiwo
Tejo tetap merasa respek dengan adanya buku ATLAS WALISONGO yang dibuat AGUS
SUNYOTO.
Sejak dari masa kitab Babad Tanah Jawi yang penuh berbagai kejanggalan, Berbagai Serat
seperti misalnya serat Kanda, centini yang kadang membantu untuk mengindentifikasi sejarah,
serta Darmagandul yang sangat isinya sinis dan bisa dikatakan brutal bahasanya, Tulisan Van
Der Berg yang berdasarkan penelitian dan kajian lapangan, Snouck Horgronje yang berdasarkan
kepentingan politik kolonial, atau Slamet Mulyana yang cukup fanatik dengan sumber
Tionghoanya, juga Umar Hasyim atau Solihin Salam dengan buku ringkasnya serta para penulis
biografi walisongo lainnya. Tidak habis habisnya mereka membahas tentang walisongo.
Walisongo memang fenomena, begitu fenomenannya mereka, sampai sampai hal yang paling
penting dari mereka selalu menjadi perbincangan yang mengasikkan. Apa Hal yang paling
penting yang sering dibicarakan itu? Apalagi kalau bukan asal usul dan nasab atau silsilah
mereka. Beberapa buku yang saya baca bahkan paling getol mengangkat tema tema ini. Tema
nasab dan silsilah kemudian dikaitkan dengan asal usul mereka memang sepertinya menjadi tema
yang tidak ada habis habisnya, berbagai teori dan fakta dimunculkan. Masing masing fihak
bersikukuh dengan teori dan fakta yang dia miliki, Agus Sunyoto bahkan ketika membicarakan
tentang nasab dan silsilah dari beberapa walisongo seperti MAULANA MALIK IBRAHIM pada
bukunya halaman 50 yang berjudul WALISONGO, Rekonstruksi Sejarah Yang disingkirkan,
Agus mengangkat tema nasab Maulana Malik Ibrahim yang dikatakannya SPEKULATIF Hal
ini berdasarkan temuan temuan yang ia dapati yang kebanyakan berbeda satu sama lain, begitu

juga ketika Agus mengangkat nasab SUNAN BONANG DIHALAMAN 130 dan 131 seperti ada
sikap keraguan tentang nasab Sunan Bonang, begitu juga ketika bicara nasabnya Sunan
Gunung Jati pada halaman 155 yang terlihat janggal namun tetap diangkat karena terdapat dalam
sebuah Naskah kuno yang sudah dialih bahasakan, ada juga yang menurut saya agak berani
dari sisi Agus Sunyoto ketika ia mengatakan dihalaman 186 tentang nasabnya SUNAN KUDUS,
Agus mengatakan, SEKALIPUN PADA KETIGA SILSILAH DIATAS TERDAPAT NAMA
NAMA TOKOH YANG DIRAGUKAN KEBERADAANNYA. Tapi saya fikir, mungkin ketika
agus mengatakan hal hal tersebut diatas, dia melihat data dan fakta yang ia miliki memang
banyak terjadi perbedaan. Namun terkadang, repotnya Agus ini Juga terjebak dengan Data Prof.
Dr. Slamet Mulyana yang sudah dinyatakan gugur secara ilmiah oleh beberapa guru besar,
karena datanya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Beberapa sumber yang dia pakai seperti
Babad Tanah Jawi bahkan tidak diterima pada dunia akademis, bahkan pernah seorang penulis
novel sejarah mengatakan dalam sebuah tulisannya, bahwa Babad Tanah Jawi itu bukan fakta
sejarah, kitab itu lebih banyak imajinatif alias fiksi, sehingga data datanyapun kurang begitu
akurat.
Bicara nasab, silsilah dan asal usul seseorang, apalagi setingkat walisongo, memang tidak
mudah, Agus Sunyoto, Slamet Mulyana, Umar Hasyim, Solihin Salam serta yang lain sudah
membuktikan itu, namun demikian langkah mereka patutlah kita hargai, tidak banyak penulis
yang mau serius mendalami tentang biografi walisongo. Mereka semua bergerak, namun nun
jauh sebelum Agus Sunyoto dan para penulis lain bergerak. Tahun 1909 sebenarnya penelitian
tentang nasab nasab walisongo sudah dilakukan oleh beberapa ulama nasab walisongo, hanya
saja mereka banyak yang bergerak secara underground. Sehingga keberadaan data-data
tersebutpun hanya dimiliki oleh ulama ulama ahli nasab tersebut. Karena ketatnya pencatatan
dan penelitian nasab dan silsilah walisongo yang tentu nantinya berpengaruh pada asal usulnya,
semua data dan fakta betul betul diseleksi dengan ketat dan kritis sehingga ketika menulis
tentang nasab walisongo sudah tidak ada lagi istilah Spekulatif atau tebak-tebakan.
Dahulu beberapa tahun yang lalu pernah terjadi perdebatan dalam sebuah situs keluarga besar
walisongo yang membicarakan tentang asal usul walisongo, ini juga dulu pernah terjadi pada
tahun 70 dan 60an, yang mengakibatkan munculnya beberapa mazhab tentang asal usul
walisongo. Mazhab yang mengatakan walisongo Tionghoa asli (slamet Mulyana), Walisongo
adalah Jawa (versi budayawan dan penulis Jawa), Walisongo Arab (Van Der Berg), Walisongo
dari Majapahit (terdapat dalam beberapa babad). Cuma ada satu pertanyaan saya yang sangat
menggelitik dan selalu diliputi penasaran, kenapa ketika ada MAZHAB yang mengatakan bahwa
WALISONGO ADALAH KETURUNAN RASULULLAH SAW banyak yang meragukan???
Tidak tanggung-tanggung ketika mazhab yang mengatakan bahwa WALISONGO adalah
AHLUL BAIT atau ZURIAH RASULULLAH SAW, banyak yang bersikap sinis? Ada apa ini?
Apa yang salah jika itu memang benar???, apalagi jika itu ditulis oleh ulama ulama ahli nasab
yang justru metode penulisan nasabnya memang sudah teruji, meneliti nasab berarti akan banyak
bersentuhan dengan banyaknya kajian ilmu pengetahuan yang lain. Adanya sikap sinis ketika
mazhab klan Rasulullah SAW muncul kepermukaan, sangatlah aneh dan lebih cenderung tidak
fair dalam penyajian data. Padahal pencatatan nasab dan silsilah pada keluarga besar
RASULULLAH SAW itu bisa dikatakan teliti dan terus menerus sampai sekarang, pencatatan
nasab dan silsilah itupun sudah dimulai pada masa Umar bin Khattab. Van Der Berg dalam
penelitianya tentang orang orang Hadramaut yang ada di Nusantara, walaupun dia mengatakan

Arab, dia tetap masih meragukan jika WALISONGO DAN RASULULLAH SAW ada hubungan
nasab dan sejarah. Padahal kalau saja kita mau mencari data dan fakta walisongo adalah
keturunan RASULULLAH SAW, itu terdapat dalam 27 kitab berbahasa arab yang membahas
nasab, 27 kitab ini bahkan mengakui keberadaan nasabnya Keluarga besar Walisongo yang
berasal dari SAYYID ABDUL MALIK AZMATKHAN. Bicara Sayyid Abdul Malik ya bicara
Walisongo dan 27 kitab itu sudah mengesahkan nasabnya SAYYID ABDUL MALIK
AZMATKHAN yang merupakan nenek moyangnya walisongo yang pertama dan bergelar
AZMATKHAN. Tidak itu saja, bahkan kalau kita mau buka mata kita lebar-lebar kita akan
mendapati kejutan data yang bisa kita lihat diberbagai dunia maya, jika ternyata WALISONGO
keberadaannya jelas, karena Walisongo dibentuk oleh SULTAN MUHAMMAD 1 dari dinasti
TURKI USMANI pada tahun 1404 Masehi.
Semua Ulama walisongo yang diperintahkan Oleh SULTAN MUHAMMAD 1 ini adalah
keluarga besar walisongo angkatan pertama dan semuanya adalah keturunan dari Jalur Sayyid
Abdul Malik Azmatkhan. Sultan Muhammad mengirim surat kepada beberapa penguasa Timur
Tengah dan Afrika untuk mengirimkan delegasi atau ulama-ulama terbaik untuk menyebarkan
dakwah ke Nusantara, dan terpilihlah keluarga besar walisongo. Bagaimana bisa mengumpulkan
mereka yang jauh jauh itu, apalagi mereka satu nasab. Ya mudah saja, karena jaringan antar
ulama yang senasab, khususnya nasab keluarga besar Rasulullah SAW memang terkenal solid
dan kuat. Sekalipun mereka berjauhan, namun soliditas dan komunikasi mereka sangatlah
mantap.
Walaupun walisongo dikatakan dari Gujarat, namun semua anggota walisongo saat itu memang
umumnya berasal dari India, gujarat hanyalah satu medan dakwah mereka di India. Islam saat itu
tidak hanya berkembang di Gujarat, namun juga berkembang dikota kota lain seperti
ALLAHABAD, AHMADABAD, AGRA, MALABAR, NASIRABAD. Dan Kebetulan asal usul
walisongo banyak yang berasal dari NASIRABAD INDIA. Kenapa Sultan Muhammad 1 bisa
tahu gerakan dakwah dari keturunan Rasulullah SAW seperti walisongo ini? Ya karena memang
keturunan Rasulullah SAW itu pergerakan dakwahnya meluas keseluruh Dunia, jaringan mereka
lintas negara, lintas pejabat, lintas raja, lintas budaya, lintas sosial, lintas suku, mereka universal,
mereka mampu menempatkan dirinya untuk bisa berasimilasi. kalaupun beberapa walisongo
dikatakan berasal dari beberapa negara, itu hanyalah merupakan medan dakwah dan boleh jadi
sebagai transit dakwah untuk bergerak kewilayah lain. Salah satu Walisongo yang bernama
MAULANA MALIK ISRAIL atau ALI NURUL ALAM yang merupakan kakeknya SUNAN
GUNUNG JATI dan RADEN FATTAH bahkan dikatakan berasal dari TURKI padahal ia
memerintah sebuah wilayah di Asia Tenggara dan juga mempunyai pengaruh sampai ke Palestina
(Israil) sehingga dinamakan Maulana Mali Israil, sehingga kemungkinan besar dialah yang
memberi tahu sepak terjang gerakan dakwah keluarga besar AZMATKHAN yang merupakan
keturunan Rasulullah SAW di India dan negara negara lain.
Keterangan perintah dari Sultan Muhammad 1 dari Turki Usmani, diperkuat oleh adanya surat
perintah SULTAN MUHAMMAD 1 kepada beberapa ulama walisongo, yang sampai saat ini
surat tersebut masih tersimpan baik di musium Istambul Turki sebagai mana yang dikatakan
penulis buku Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa karya Asnan Wahyudi dan Abu Khalid.
Keterangan kedua penulis ini bahkan lebih dipertegas dengan adanya berita yang tertulis didalam
kitabnya IBNU BATUTAH, seorang petualang muslim yang legendaris yang menulis di kitab

KANZUL HUM yang secara lengkap menulis secara lengkap asal usul walisongo baik dari
mulai terbentuknya Majjelis Dakwah Walisongo sampai terjadinya pergantian anggota walisongo
yang wafat. Adanya kedua informasi yang sangat kuat dan valid ini seakan menyindir habis
mereka yang selama ini selalu memakai referensi dari kolonial belanda, atau referensi yang
isinya banyak mendiskriditkan walisongo, baik dari sejarahnya, nasab dan asal usulnya, Fakta ini
memang sepertinya lama disembunyikan oleh orang orang yang memang benci pada walisongo
seperti fihak kolonial penjajah serta akademisi seperti snouck dan followernya yang menafikkan
peran dan sumbangsih walisongo. Fakta ini menjungkir balikkan mereka yang selama ini sering
berspekulasi tentang walisongo terutama ketika membahas nasab, silsilah ataupun asal usul
mereka. Sudah seharusnya fakta fakta seperti ini diperkenalkan untuk menangkis teori-teori yang
sifat dan isinya mendiskriditkan dan melemahkan walisongo..
Semoga tulisan ini bisa membuat kita lebih banyak untuk bisa melihat fakta fakta yang selama
ini mungkin disembunyikan oleh orang orang yang tidak senang senang pada walisongo seperti
para kolonial penjajah serta followernya yang mungkin saja masih ada sampai ini....entahlah
dimana mereka ? Hanya Allah yang lebih tahu...
Wallahu Alam Bisshoowab...

Muslim Nusantara, Walisongo Dan Kesultanan Turki


Ottoman
Dinarfirst / March 17, 2013 / Dinar Dirham, Islam / Dibaca 70,784 kali

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dalam tulisan berjudul Standar Dinar Dan Dirham
Dalam Sejarah Dan Fikih Islam , yang menyebutkan bahwa Walisongo adalah mubaligh Islam
yang juga melakukan perdagangan dengan sistem dinar dan dirham di Nusantara, maka saya
menambahkan detail tentang Walisongo pada tulisan tersebut yang diambil dari sebuah sumber
orisinil yang tersimpan di Museum Istana Turki Istanbul, dimana dicatat dalam sejarah bahwa
gerakan Walisongo dibentuk oleh Sultan Muhammad I, pada tahun 1404 M (808 H).
Berdasarkan laporan dari saudagar Gujarat, India, Sultan Muhammad I mengirim surat kepada
pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah yang isinya meminta untuk dikirim beberapa Ulama.
Maka setelah dikumpulkan, Sultan Muhammad I mengirim 9 orang yang memiliki kemampuan
di berbagai bidang dan juga memahami ilmu agama, untuk diberangkatkan kepulau Jawa pada
tahun 1404 M, mereka ini dipimpin oleh Maulana Malik Ibrahim yang merupakan ahli tata

negara, berita ini tertulis dalam kitab Kanzul Hum dari Ibn Bathuthah, yang kemudian
dilanjutkan oleh Sheikh Maulana Al Maghribi (1)
Wali Songo periode pertama, tahun 1404 1435 M, terdiri dari:
1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.
2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan.
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.
5. Maulana Malik Isroil, dari Turki, ahli mengatur negara.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.
7. Maulana Hasanudin, dari Palestina.
8. Maulana Aliyudin, dari Palestina.
9. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli rukhyah.
Wali Songo periode kedua, tahun 1435 1463 M, terdiri dari:
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan (tahun 1419 menggantikan Maulana Malik
Ibrahim)
2. Maulana Ishaq, asal Samarqand, Rusia Selatan (W. 1463)
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko
5. Sunan Kudus, asal Palestina (tahun 1435 menggantikan Maulana Malik
Israil)
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina (tahun 1435 menggantikan Maulana
Muhammad Ali Akbar)

7. Maulana Hasanuddin, asal Palestina (W. 1462 M)


8. Maulana Aliyuddin, asal Palestina (W. 1462 M)
9. Syekh Subakir, asal Persia Iran. (W. 1463 M, makamnya di Iran)
Wali Songo periode ketiga, 1463 1466 M, terdiri dari:
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan
2. Sunan Giri, asal Belambangan, Banyuwangi, Jatim (tahun 1463 menggantikan Maulana Ishaq)
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir (W. 1465 M)
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko (W.1465 M)
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim (tahun 1462 menggantikan Maulana Hasanuddin)
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim (tahun 1462 menggantikan Maulana Aliyyuddin)
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim (tahun 1463 menggantikan Syaikh Subakir)
Wali Songo periode keempat, 1466 1513 M, terdiri dari:
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan (w.1481)
2. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim (w.1505)
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak (pada tahun 1465 mengganti Maulana Ahmad
Jumadil Kubra)
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon (pada tahun 1465 mengganti Maulana Muhammad
Al-Maghrabi)
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina

7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim


8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim (W.1513)
Wali Songo periode kelima, 1513 1533 M, terdiri dari:
1. Syaikh Siti Jenar, asal Persia, Iran, wafat tahun 1517 (tahun 1481 Menggantikan Sunan
Ampel)
2. Raden Faqih Sunan Ampel II ( Tahun 1505 menggantikan kakak iparnya, yaitu Sunan Giri)
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak (W.1518)
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon
5. Sunan Kudus, asal Palestina (W.1550)
6. Sunan Gunung Jati, asal Cirebon
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim (W.1525 M)
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim (W. 1533 M)
9. Sunan Muria, Asal Gunung Muria, [tahun 1513 menggantikan ayahnya yaitu Sunan Kalijaga]
Wali Songo periode keenam, 1479 M, terdiri dari :
1. Syaikh Abdul Qahhar (Sunan Sedayu), asal Sedayu (Tahun 1517 menggantikan ayahnya, yaitu
Syaikh Siti Jenar)
2. Raden Zainal Abidin Sunan Demak (Tahun 1540 menggantikan kakaknya, yaitu Raden Faqih
Sunan Ampel II)
3. Sultan Trenggana (tahun 1518 menggantikan ayahnya yaitu Raden Fattah)
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon, (W.tahun 1573)
5. Sayyid Amir Hasan, asal Kudus (tahun 1550 menggantikan ayahnya, yaitu Sunan Kudus)

6. Sunan Gunung Jati, asal Cirebon (w.1569)


7. Raden Husamuddin Sunan Lamongan, asal Lamongan (Tahun 1525 menggantikan kakaknya,
yaitu Sunan Bonang)
8. Sunan Pakuan, asal Surabaya, (Tahun 1533 menggantikan ayahnya, yaitu Sunan Derajat)
9. Sunan Muria, asal Gunung Muria, (w. 1551)
Sebelumnya sudah juga terjadi kontak dari Raja Sriwijaya Jambi pada tahun 100 H (718 M) yang
bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Khilafah
Bani Umayyah. Sang Raja meminta dikirimi dai yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Dua
tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam.
Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama Sribuza Islam.
Prof . Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam mengungkapkan pada tahun 674-675 M,
duta dari orang-orang Tha shih (arab) untuk China yang tak lain adalah sahabat Rasulullah
shalallahu alaihi wasalam. Maka bisa dikatakan bahwa Islam telah merambah tanah Jawa pada
abad awal perhitungan Hijriah.
Jika demikikan , tidak heran apabila tanah Jawa menjadi kekuatan Islam yang cukup besar pada
masa-masa berikutnya, dengan Kesultanan Giri, Demak, pajang, Mataram, bahkan hingga
Banten dan Cirebon. Peranan Wali Songo dalam perjalanan Kesultanan Islam di Jawa tidak bisa
dipisahkan, jika boleh disebut, merekalah yang menyiapkan pondasi-pondasi yang kuat, dimana
akan dibangun pemerintahan Islam yang berbentuk Kesultanan. Kesultanan Islam di tanah Jawa
yang paling terkenal adalah Kesultanan Demak. Namun keberadaan Kesultanan Giri juga tidak
bisa dilepaskan dari sejarah Kekuasaan Islam di tanah Jawa.

Sebelum Demak berdiri, Raden Paku yang berjuluk Sunan Giri atau nama aslinya Maulana Ainul
Yaqin, membangun wilayah tersenddri di daerah Giri, Gresik jawa Timur. Wilayah ini dibangun
menjadi sebuah kekuasaan agama dan juga pusat pengkaderan dakwah. Dari wilayah Giri ini
dihasilkan pendakwah-pendakwah yang kelak dikirim ke kawasan Nusa Tenggara dan wilayah
Timur Indonesia lainnya.
Giri berkembang dan menjadi pusat keagamaan di wilayah Jawa Timur. Buya Hamka
menyebutkan , sedemikian besar pengaruh kekuatan agama dihasilkan Giri, membuat Majapahit
yang kala itu menguasai Jawa tidak punya kuasa untuk menghapus kekuatan Giri. Dalam
perjalanannya, setelah melemahnya Majapahit, berdirilah Kesultanan Demak. Lalu bersambung
dengan Pajang, kemudian jatuh ke Mataram.
Meski kekuatan politik Islam baru tumbuh, Giri tetap memainkan peranannya tersendiri. Sampai
ketika Mataram dianggap sudah tidak lagi menjalankan ajaran-ajaran Islam pada masa
pemerintahan Sultan Agung, Giri akhirnya harus mengambil sikap. Giri mendukung kekuatan
Bupati surabaya untuk melakukan pemberontakan pada Mataram.
Meski akhirnya kekuatan Islam melemah saat kedatangan dan mengguritanya kekuasaan
penjajahan Belanda, Kesultanan dan tokoh-tokoh Islam tanah Jawa memberikan sumbangsih
yang besar pada perjuangan. Ajaran Islam yang terkenal dengan ajaran dan semangat jihadnya
telah menuliskan tinta emas dalam perjuangan melawan penjajah diseluruh Nusantara.
Hubunga telah terjalin erat antara pemerintahan Aceh dan Kekhilafahan Islam itu pula yang
membuat Aceh mendapat sebutan Serambi Mekkah. Puncak hubungan baik antara Aceh dan
pemerintahan kekhalifahan Islam terjadi pada masa ke-khilafahan Turki Utsmani (Ottoman),

tidak saja dalam hubungan dagang dan keagamaan, tetapi juga hubungan poloitik dan militer
telah dibangun pada masa ini.
Kapal-kapal dan ekspedisi Aceh terus berlayar menuju Timur Tengah pada awal abad ke !6
Masehi. Bahkan pada tahun 974 Hijriah atau 1566 Masehi dilaporkan ada lima kapal dari
kesultanan Asyi (aceh) yang berlabuh di bandar pelabuhan Jeddah.
Hubungan ini pula yang membuat angkatan perang Khilafah Utsmani turut membantu mengusir
Portugis dari pantai Pasai yang dikuasai sejak tahun 1521 M. Bahkan pada tahun-tahun
sebelumnya, Portugis juga sempat digemparkan dengan kabar Pemerintahan kekhalifahan
Utsmani yang akan mengirim angkatan perangnya untuk membebaskan kerajaan Islam Malaka
dari cengkeraman penjajah portugis. Pemerintahan Utsmani juga pernah membantu mengusir
Parangi (portugis) dari perairan yang akan dilalui Muslim Aceh yang hendak menunaikan ibadah
haji ke tanah suci.
Selain itu hubungan ini tampak pula dalam penganugerahan gelar-gelar kehormata di tanah Jawa.
Abdul Qadir dari Kesultanan Banten, misalnya, tahun 1048 H (1638 M) dianugerahi gelar Sultan
Abulmafakir Mahmud Abdul Kadir oleh Syarif Zaid, Syarif Makkah saat itu. Pangeran Rangsang
dari Kesultanan Mataram memperoleh gelar sultan dari Syarif Makkah tahun 1051 H (1641 M)
dengan gelar, Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarami. (Ensiklopedia Tematik Dunia
Islam Asia Tenggara, 2002). Bahkan Banten sejak awal memang menganggap dirinya sebagai
Kerajaan Islam, dan tentunya termasuk Dar al-Islam yang ada di bawah kepemimpinan Khalifah
Turki Utsmani di Istanbul.

Dirham Kekhalifahan Turki


Ada sebuah cerita yang menarik dari seorang mubaligh dari Jawa Timur yang kini menetap di
Yogyakarta menceritakan bahwa sewaktu dia masih berumur belasan tahun, dimana kakeknya
adalah seorang Ulama tradisional keturunan Walisongo masih menyimpan dinar dari
Kekhalifahan Turki, dia memegang dan menimbang dinar tersebut ditoko emas tionghoa dan
melihat sendiri bahwa berat dinar itu adalah 8.8 gram atau setara 2 Dinar standar baru dari
Islamic Mint Nusantara. Karena suatu kondisi pada masa itu, Dinar Kekhalifahan Turki tersebut
di jual ke toko emas tersebut.
Kesultanan Turki Utsmani mempunyai perdagangan yang kuat dan menjalin hubungan dagang
dengan berbagai negara di Eropa, India, Yaman, Cina dan lain lain. Dan dalam sejarah
perdagangan Kekhalifahan Turki Utsmani beredar berbagai jenis uang emas dan perak seperti
Ducat emas, Gulden emas dan perak, Florin emas, dan Cruzados. Kekhalifahan Turki mencetak
koin emas yang disebut Khurus dan koin perak yang disebut Akche (Acke) atau dirhem.
Dalam perdagangan yang bersistem dinar dan dirham pada masa Kekhalifahan Turki Utsmani ini
saya temukan beberapa catatan yang menarik untuk diketahui oleh muslim hari ini, yaitu dalam
sejarah perdagangan tersebut terdapat sejarah timbangan dan berat yang umum pada saat itu
digunakan yaitu ratl, okka, ukiya dan kirat. Dan dari hal ini diketahui berat dirham dimasa itu,
yaitu rata-rata antara 3.0898 3.207 gram. seperti yang di jelaskan di bawah ini:
Dirham atau Dirhem atau Akche (Acke) = 16 kirat = 64 dang = 3.207 gram
Dirham Bizantium dan awal Islam = 3.125 gram
Dirham menurut shariah dan kanonikal = 3.125 gram
Dirham di Kairo = 3.0898 gram

Dirham di Dimishki = 3.086 gram


Dirham di Tabriz = 3.072 gram
Ratl = 12 Ukiya = 333.6 gram
Istanbul (abad 18) = 876 dirham = 2.809 kilogram
Jedda (abad 19) = 113 dirham = 360 gram
Mesopotamia (abad 19) = 1 okka = 1.28 gram
Syria (abad 19) = 2 atau 2.5 okka = 2.565 atau 3.205 kilogram
Sivas = 1440 dirham = 4.618 kg
Andalusia = 453.3 gram
Ahlat dan Nasibin (abad 11) = 300 dirham = 962.1 gram
Afrika Utara (abad 11) = 140 dirham = 437.5 gr
Aleppo (abad 17) = 700 dirham = 2.217 kg
Okka (standar) = 4 ratl rumi = 400 dirham = 1.282945 kilogram
Ratl folfoli (Egypt) = 144 Dirham = 450 gram
Ratl kebir (Egypt) = 160 Dirham = 500 gram
Ratl rumi (Anatolia) = 100 Dirham = 320.7 gram
Ratl zahiri (Syria) = 480 dirham = 1.500 kilogram
Ukiya = 27.8 gram
Ukiya (Kekhalifahan Arab) = 72 miskal = 346.392 gram
Ukiya Seljukid = 100 Dirham = 320.7 gram

Ukiya Syria (abad 19) = 66.5 Dirham = 213 gram


Ukiya Maghreb (abad 19) = 10 Dirham = 32 gram
Kirat (Ottoman) = 0.2004 gram
Kirat (Kanonikal) = 0.2232 gram
Apa yang disampaikan di atas sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Khalifah Umar bin Abdul
Aziz dimana ini makin melengkapi hasil penelitian sejarah, fikih dan penimbangan barley dari
Islamic Mint Nusantara (2000) yang terkait dengan mitsqal, troy ounce dan gram.
Semoga apa yang saya sampaikan ini dapat berguna untuk semua muslim di Nusantara dan
dunia, sebagai jalan untuk segera dapat mengamalkan kembali dinar dan dirham sebagai
pengukur nilai terhadap komoditas, barang dan jasa. Emas dan perak atau dinar dan dirham
adalah uang sunnah dari jaman nabi Adam as. sampai ke masa Walisongo dan Kesultanan di
Nusantara. Sedangkan uang kertas yang tiada bernilai selain secarik kertas adalah sihir ciptaan
rentenir perbankan, sebagai alat perbudakan umat manusia. (Sumber: Abbas Firman, IMN-World
Islamic Standard, follow @alhabibiyya)

Anda mungkin juga menyukai