Anda di halaman 1dari 14

Resensi Buku

184 M. Alie Humaedi

Mengislamkan Jawa:
Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya
dari 1930 sampai Sekarang
Karya M.C. Ricklefs
M. Alie Humaedi
Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
aliehumaedi@yahoo.com
m.alie.humaedi@lipi.go.id

Islam Keindonesiaan: Belantara Kajian dan Kristen, dengan menyodorkan 5


Banyak Ilmuwan halaman pidato Hamka secara lengkap
(Ricklefs 2013: 294-298). Kemampuan
Membaca buku Islamisation and its
menyuguhkan dan mengemas data
Opponents in Java (2012), dan kemudian
historis inilah yang dianggap sebagai
diterjemahkan ke dalam bahasa
kelebihan dari buku ini.
Indonesia dengan judul “Mengislamkan
Jawa”: Sejarah Islamisasi di Jawa dan Kemampuan penulis mencari
Penentangnya dari 1930 sampai sekarang” data sejarah, melakukan wawancara
(2013), seperti menyaksikan sebuah film dan menggunakannya sebagai sumber
berseri, di mana urutan ceritanya sangat primer, dapat disandingkan atau
teratur, kronologis dengan mengambil sebanding dengan Dennys Lombard
alur kadang linear dan kadang pula (2005) dengan tiga serial buku “Nusa
non-linear, dan enak diikuti dari awal Jawa Silang Budaya”nya. Lombard
sampai akhir. Pembaca pun disuguhi secara detail mengilasbalikkan sejarah
kesan untuk terus membaca tanpa bosan Nusantara, khususnya Jawa, dari sejarah
ketika penulisnya bercerita tentang suatu lama (sebelum berdirinya kerajaan), masa
misteri yang disembunyikan sementara, kerajaan, masa imperium atau kolonisasi,
seperti pada kasus “pertarungan antara sampai masa kemerdekaan. Ia pun
kelompok Hizbullah dan santri NU dengan jeli melihat perkembangan Islam,
dengan anggota PKI”, dan kemudian dari awal masuknya, berjumpa dengan
disajikan pada bab-bab selanjutnya. kebudayaan Jawa, dan bersentuhan
Pembaca juga dimanjakan dengan dengan kekuasaan politik kerajaan dan
sajian data sejarah, baik berasal dari pihak lainnya. Keberadaan Walisongo
dokumen ataupun wawancara yang disodorkan sebagai salah satu pihak
cukup memadai, sehingga tanpa sadar yang memiliki peran penting dalam
ia pun terbawa pada interpretasi yang proses pembauran atau pribumisasi
disuarakan penulisnya. Walaupun pada Islam di Nusantara. Hal ini pun dibaca
beberapa bagian, pembaca juga diberikan oleh Ricklefs, sebagai salah satu aspek
kesempatan untuk menginterpretasikan yang meruncingkan pertentangan antara
suatu persoalan, di mana penulis hanya kelompok Islam tradisionalis yang masih
menyuguhkan data historis kronologis memberikan ruang bagi kebudayaan Jawa
apa adanya saja. Kesempatan ini misalnya dalam praktik kehidupan keagamaan
diberikan penulis kepada pembaca pada Islam, dengan kelompok Modernis yang
persoalan kontestasi kelompok Modernis terpengaruh oleh ide-ide dasar Wahabbi
dengan kelompok tradisionalis, abangan, dan Pan Islamisme pada awal abad XIX.
HARMONI Januari - April 2015
Mengislamkan jawa: Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 sampai sekarang 185

Dalam memperkuat argumentasinya, dipengaruhi oleh tradisi humaniora


Lombard dan Ricklefs hanya terbedakan Timur (Islam) (Humaedi 2014).
pada penggunaan sumber primer yang
Walaupun berbeda ranah kajian,
berasal dari jenis tuturan. Lombard
antara Ricklefs dan Makdisi, namun
menggunakan cerita rakyat (folklore)
keduanya sama-sama memberikan
yang termuat dalam mantra, petuah,
porsi yang besar terhadap penggunaan
syair, babad, dsb. Bahkan untuk hal ini,
data sejarah di satu sisi, dan di sisi
Lombard lebih mengutamakan data jenis
lain, keduanya sama-sama mengaitkan
tersebut, dibandingkan data manuskrip.
kajiannya pada ranah suatu hubungan
Pendekatan ini yang mengantarkannya
yang kemudian berpengaruh kepada
sebagai peletak dasar dari metode la
pihak-pihak yang berkomunikasi
annales dalam kajian sejarah. Sementara,
tersebut. Makdisi menyatakan dengan
Ricklefs selain mendasarkan dirinya pada jelas hubungan pemikiran dalam
manuskrip dan naskah lainnya, ia dengan bidang humaniora telah memberikan
sadar menggunakan hasil wawancara dan pengaruh terhadap perkembangan kajian
sedikit tentang syair atau lainnya untuk humaniora di Barat ataupun di Timur.
memperkuat argumentasi kajiannya. Hal Begitu pula dengan Ricklefs, dalam
ini terlihat jelas pada bagian bahasan tiga bukunya pun dengan gamblang
mengenai kebatinan, kristenisasi, mengaitkan adanya hubungan Timur
abangan, dan pesantren. dan Barat yang kemudian memberikan
pengaruh tidak hanya pada persoalan
Rujukan data historis yang
ekonomi, sosial dan politik, tetapi juga
digunakan bisa mensejajarkan buku
pada corak pemikiran keagamaan yang
Ricklefs ini dengan karya serial George
melahirkan banyak varian internal
Abraham Makdisi. Makdisi dalam buku
keagamaan Islam di dalamnya.
pertamanya, The Rise of Colleges (1998)
yang bercorak kajian ilmu hukum, mulai Kelebihan lain dari buku
memasukkan perdebatan soal kajian “Mengislamkan Jawa”, penulis telah
humaniora dalam sejarah Islam. Fakta dan menampilkan secara apik para aktor yang
data historis lama yang diajukan, menjadi diceritakan itu mampu mementaskan
semacam bunga rampai argumentasi peran protagonis, antagonis, dan pihak
untuk menelusuri jejak perkembangan penengah dengan baik, pada ruang
ilmu humaniora sekaligus merajut dan waktu yang tepat. Penceritaannya,
hubungan tradisi humaniora Timur walaupun mengandalkan data historis,
dan Barat. Riak-riak sampai puncak tidak sekadar menggunakan alur yang
argumentasi itu kemudian dipaparkan rigid, dari awal sampai akhir, tetapi
secara sistematis pada buku keduanya The kadangkala mengilaskan masa lalu
Rise of Humanism (2005). Tidak kalah pada sebagai bahan penceritaan masa depan.
buku pertamanya, data historis dari Timur Demikian pula ketika ada tuntutan untuk
dan Barat benar-benar digunakan untuk mempresentasikan akar penyebab dan
mengurai asal-muasal dan ranah kajian pertumbuhan suatu aktor dan kelompok
humaniora dalam tradisi Timur dan Barat tertentu di masa sekarang, penulis tidak
yang dianggapnya saling berhubungan. segan mengembalikan alur ceritanyaa
Menurutnya, kedua corak kajian itu ke masa lalu. Tahapan demi tahapan
saling mengisi dan mempengaruhi. yang menghasilkan suatu produk
Keduanya tidak dapat pula dipisahkan dalam bentuk persepsi, gerakan sosial
dalam batas pengakuan-pembenaran baru, organisasi massa keagamaan, dan
secara tegas, sehingga dapatlah dikatakan pemikiran dikaitkan antara satu dengan
bahwa humaniora Barat (Kristen) sangat lainnya, sehingga tesis yang dibangun

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 14 No. 1


186 M. Alie Humaedi

penulis pada buku ini adalah bahwa penyebaran Islam. Ricklefs juga menyoal
perkembangan Islam beserta varian peran raja dari kerajaan yang ada di
internal keagamaan yang ada sekarang Sumatera dan Jawa sebagai proses
ini merupakan buah dari masa lalu dan penyebaran Islam secara massif ke tingkat
interaksinya dengan kondisi sosial politik kraton dan masyarakat akar rumput. Ia
yang melingkupinya. percaya bahwa “agama ratu atau raja,
adalah agama rakyat” menjadi dasar
Tidak terasa, membaca buku ini penting penyebaran agama, dan hal itu
tidak pernah membosankan, karena tidak hanya terjadi pada perkembangan
pembaca di bawa ke nuansa penceritaan agama Islam saja, tetapi juga penyebaran
sebagaimana yang dikehendaki oleh agama Hindu dan Budha di Sumatera,
penulisnya. Pada suatu saat ia bisa Jawa dan Kalimantan, serta agama
menjadi bagian dari pasukan Hizbullah Kristen di wilayah Indonesia Tengah dan
yang berjuang mati-matian melawan Timur pada periode-periode selanjutnya.
tentara Jepang di tahun 1942-1945 an,
serta menghadapi pemberontakan PKI Buku kedua “Polarising Javanese
di tahun 1948 dan 1965-an (Dick 1995, society: Islamic and other visions c. 1830-1930”
Jackson 1990). Pada suatu waktu yang pun sama menariknya. Buku ini secara
lain, pembaca seolah bisa menjadi anggota khusus melihat perpecahan masyarakat
partai Pesindo dan PKI yang benar- Jawa yang didasarkan pada aspek-aspek
benar antipati terhadap kelompok santri, sosial keagamaan, termasuk di dalamnya
NU, Masyumi, Hizbullah, dan lainnya. praktik internalisasi keagamaan yang
Sensasi-sensasi yang didapati dalam benar-benar didasarkan pada ajaran
membaca karya ilmu sosial keagamaan Islam murni atau dilansirkan pada
ini telah membuktikan bahwa Ricklefs penghargaannya saat berjumpa dengan
benar-benar melakukan “penulisan yang kebudayaan masyarakat setempat semisal
menggairahkan”, sebagaimana yang Jawa. Banyak kelompok keagamaan baru
disarankan oleh Roland Barthes (Pasya yang dipengaruhi oleh perjalanan haji
2002), ketika sebuah tulisan ilmu sosial ke Mekkah dan hubungannya dengan
dilansirkan pada bukti-bukti sejarah, kelompok keagamaan baru itu yang
kebudayaan dan bahasa. menghendaki adanya kemurnian dalam
internalisasi dan praktik keagamaan
Buku karya Ricklefs yang terbaru harus tercitragambarkan pada kehidupan
ini, merupakan kelanjutan dari dua buku keberagamaannya. Visi baru yang seolah
lainnya. Buku pertama, Mystics synthesis menafikan masuknya kebudayaan dan
in Java: A history of islamisation from the praktik hidup masyarakat penganut
fourteenth to the early nineteenth centuries yang dianggap bertentangan dengan
(2006), dikhususkan pada bahasan kemurnian agama itu kemudian
mengenai awal mulanya Islam masuk ke didakwahkan oleh kelompok Haji dari
Nusantara. Ia melihat bahwa pengaruh Sumatera Barat, gerakan Muhammadiyah
Islam ke Jawa lebih disebabkan oleh di Yogyakarta, gerakan Persis A. Hassan
jaringan sosial global yang dibangun pada dan lainnya.
masa-masa sebelumnya. Perdagangan
lintas negeri dari berbagai komunitas Pengaruh Wahhabi dijelaskan secara
bangsa telah menyumbang besar bagi detail pada perkembangan pemikiran
pengenalan Islam oleh masyarakat dan visi organisasi-organisasi keagamaan
Jawa. Peran dan strategi Wali Songo dan di atas dan ditambah dengan organisasi
beberapa pendakwah lain yang berupaya keagamaan baru yang mewujud pada
mempertemukan Islam dan kebudayaan ormas, firqah ataupun organisasi politik
Jawa dianggap sebagai titik keberhasilan atas dasar Islam. Perkembangan seperti

HARMONI Januari - April 2015


Mengislamkan jawa: Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 sampai sekarang 187

inilah yang dianalisis secara mendalam beserta proses sintetik mistis di antara
oleh Ricklefs pada tulisan buku ketiga kelompok-kelompok itu. Artinya, jika
berikutnya. Sebagai bahasan polarisasi, dirunut ke belakang, konflik internal
Ricklefs juga mengkaji kelompok- varian keagamaan itu sesungguhnya
kelompok lain yang menghendaki adanya berujung pada silang sengketa dari
upaya “memasukkan unsur-unsur lokal dua model internalisasi keagamaan
ke dalam ajaran Islam”. Pribumisasi yang ada, dan aspek-aspek sosial dan
ajaran Islam dalam berbagai kebudayaan, ekonomi politik di belakangnya ikut juga
menurutnya, dianggap sebagai suatu menguatkan model-model yang ada itu.
keniscayaan dalam penyebaran dan
perkembangannya. Tesis inilah yang Melalui sketsa persoalan itulah,
kemudian menjadi ruh dari buku ketiga, buku ketiga ini kemudian melengkapi
yaitu “Mengislamkan Jawa”, dan pihak- proses perkembangan dinamika dan
pihak yang berada di luar dari pihak konflik varian-varian internal dalam
yang mengikhtiarkan pribumisasi Islam keagamaan Islam, beserta perjumpaannya
diposisikan sebagai “penentang (its dengan kelompok-kelompok keagamaan
Opponent). lain, beserta kelompok organisasi sosial
politik yang benar-benar tidak bisa
Pada buku kedua sebelumnya, melepaskan diri dari tafsir keagamaannya.
Ricklefs telah berhasil mengkaji proses- Perbedaannya, pada buku ketiga ini
proses perubahan sosial di Jawa Ricklefs berusaha menjabarkannya pada
sepanjang abad XIX, abad yang telah dinamika di masa kolonisasi Belanda
membuat masyarakat Jawa terpolarisasi dan Jepang, dan dinamika Islam pasca
seturut garis visi keagamaan. Elaborasi kemerdekaan yang diwarnai oleh bukan
kedua pada buku Polarising ini menarik, sekadar konflik keagamaan, tetapi
sekalipun ditulis lebih seperti tumpukan juga konflik sosial politik yang nyata-
sketsa yang saling tumpang tindih nyata terlihat sejak tahun 1948 sampai
ketimbang narasi utuh, serta memberi 1965-an itu, serta dilanjutkan pada era
banyak pelajaran tentang cara mendedah pemerintahan Orde Baru dan reformasi.
persoalan yang dewasa ini memunculkaan Secara garis besar, ketiga buku ini
kerisauan, yaitu: bagaimana perbedaan di akhirnya berfokus pada hubungan antara
dalam suatu tradisi keagamaan dan bukan apa yang dipercayai suatu masyarakat
antar-tradisi keagamaan, dapat menjadi dan bagaimana pula pola kehidupan
sumber konflik yang menghancurkan mereka, baik dalam persoalan agama dan
tatanan sosial, apalagi jika perbedaan itu politik, hubungan antara kedua bentuk
mendapat terjemahan secara institusional otoritas, pengetahuan dan kekuasaan
maupun aspirasi politiknya. Bukankah (Ricklefs 2013; 21), yang masing-masing
pengalaman sudah mengajarkan, bahwa pihak memiliki para pendukungnya
konflik internal agama, yang didorong oleh sendiri.
perbedaan tafsir, visi, ataupun komitmen,
justru jauh lebih susah ditangani
ketimbang konflik antar-agama? (Sutanto Santri versus Abangan dan Priyayi:
2008). Melalui pendedahan persoalan Pertentangan Bukan Hanya Berbasis
seperti itulah, kita sebenarnya diajari Politik Aliran
tentang cara penyelesaian konflik Nu-
Muhammadiyah, Sunni-Syiah, Sunni- Ketiga buku serial sejarah sosial
Ahmadiyah, dan varian-varian internal keagamaan karya Ricklefs ini telah
keagamaan Islam lainnya dengan menunjukkan kekonsistenannya terhadap
mendasarkan diri pada perkembangan kajian Islam dan pertemuannya dengan
atau genealogi dan struktur kelembagaan, nuansa kebudayaan Jawa dalam lintasan

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 14 No. 1


188 M. Alie Humaedi

sejarahnya. Walaupun banyak ilmuwan mempraktikkan Islam dalam versi yang


asing yang berada pada ranah kajian lebih sinkretis bila dibandingkan dengan
seperti ini, namun Ricklefs benar-benar kelompok santri yang ortodoks dan
memiliki karakter keilmuannya. Jika cenderung mengikuti kepercayaan adat
dibandingkan dengan buku “The Religion yang di dalamnya masih mengandung
of Java” karya Clifford Geertz (1960), dari unsur tradisi Hindu, Budha, dan
satu sisi kelihatan sama dalam berbagai Animisme. Kelompok abangan ini
aspeknya, namun karya-karya Ricklefs, dianggap sebagai kelompok yang masih
khususnya pada buku ketiga ini memiliki belum keluar sama sekali dari tradisi lama
sesuatu yang berbeda. Geertz kerapkali dalam kebudayaan Jawanya. Kelompok
menghubungkan gagasan tentang tiga abangan sebagaimana konsepsi Geertz
tipe ideologi keagamaan Islam; santri, inilah yang seringkali disebut oleh
abangan dan priyayi dengan sistem sosial masyarakat umum sebagai kelompok
dan aspek-aspek ekonomi politik yang Islam KTP (Humaedi 2008). Sementara
bertumbuhkembang dari masa ke masa. itu, kelompok priyayi pada awalnya
Involusi pertanian yang menghasilkan digunakan sebagai istilah orang yang
share of poverty masyarakat pedesaan memiliki tingkat sosial yang lebih tinggi
Jawa, misalnya dianggap Geertz sebagai atau sering disebut kaum bangsawan.
salah satu penyebab munculnya tipe Namun, karena ia dikaitkan dengan
ideologi keagamaan. Hal itu pun akan tipe ideologi keagamaan yang ada,
berpengaruh terhadap corak-corak pada akhirnya ia bukan semata sebagai
internalisasi keagamaannya. Involusi bagian dari identitas tingkat sosial saja.
ini merupakan dampak dari sistem Dalam sudut pandang klasifikasi tipe
kebijakan kolonial dan pemerintah pasca ideologi keagamaan, priyayi dianggap
kemerdekaan pada bidang ekonomi. sebagai kelompok orang yang memiliki
pemahaman keagamaan kurang memadai,
Tipe-tipe ideologi yang disodorkan karena rasa enggannya untuk belajar
Geertz itu bukan sekadar konsep kepada kelompok santri atau membaca
keagamaan, di mana masing-masing buku-buku ilmu agama. Mereka lebih
kelompok tersebut memiliki karakter dan senang membaca buku-buku yang berisi
pengidentifikasian diri dalam praktik- pengetahuan tentang ekonomi, politik,
praktik keagamaannya. Santri digunakan dan aspek lainnya. Mereka menjalankan
untuk mengacu pada kelompok orang praktik keagamaan semaunya sendiri,
muslim yang mengamalkan ajaran agama dan belum bisa melepaskan diri dari
sesuai dengan syariat Islam. Mereka praktik hidup yang bisa menegaskan
sepenuhnya menjalankan ritual yang dirinya sebagai seorang bangsawan.
diwajibkan dalam rukun Islam dan Oleh karena itu, tidak jarang mereka
menyakini secara penuh rukun iman. Santri pun minum minuman keras, berpesta,
pada kajian Ricklefs kemudian dibedakan dan lainnya. Bagi mereka, berangkat haji
pula dengan cara melansirkannya pada ke Mekkah adalah bagian penting dari
aspek politik aliran yang bertumbuh penegas identitas diri, dibandingkan
kembang sejak awal abad XIX, yaitu NU untuk meningkatkan pemahaman dan
yang dianggap tradisional karena masih internalisasi keagamaannya.
mengakomodasi kebudayaan Jawa dalam
praktik keagamaannya, dan kelompok- Dari penilaian keagamaan seperti
kelompok modernis yang menghendaki itu, jelas sekali bahwa Clifford Geertz
adanya pemurnian ajaran Islam. berusaha mengaitkan tipe ideologi
dengan perkembangan sistem sosial
Kelompok abangan merupakan masyarakat Jawa. Perspektif seperti
golongan penduduk Jawa muslim yang ini pun dilihat oleh Ricklefs dengan

HARMONI Januari - April 2015


Mengislamkan jawa: Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 sampai sekarang 189

penambahan adanya dinamika tersendiri Tidak hanya pada kelompok santri


pada masing-masing variannya secara dan abangan, kelompok priyayi pun
internal. Kelompok santri akan dibedakan mengalami suatu perkembangan, yaitu
menjadi dua, tradisionalis dan modernis, kelompok priyayi yang memiliki rasa
sebagaimana direpresentasikan oleh NU, ingin tahu dan peduli terhadap Islam, atau
Muhammadiyah, Persis, al-Washliyah, mereka yang hanya mengaraskan dirinya
al-Irsyad, DDII dan lainnya. Ricklefs sebagai Islam, tetapi tidak mau tahu
juga memberikan catatan tersendiri dan tidak peduli terhadap agama yang
bahwa kelompok santri modernis dianutnya (Mulkhan 2000). Keislaman
kemudian berkembang menjadi para priyayi pada gerakan nasionalisme,
kelompok revitalisme yang benar- seperti Budi Utomo, Ki Hajar Dewantara,
benar mendasarkan dirinya pada jalan Sukarno, dan lainnya dilihat sebagai
pemurnian dengan cara dakwahisme, dan perwujudan semangat Islam pada
kelompok revivalisme yang cenderung kelompok priyayi ini (Nakamura 1983).
bersifat antipati terhadap kelompok Islam Demikian pula, tokoh-tokoh tradisional
lain, kelompok Kristen, bahkan terhadap yang “berlagak” seperti priyayi, misalnya
negara. Kelompok terakhir ini seperti E. Subchan, juga disorot sebagai pilihan
Jamaah Islamiyah pimpinan Abu Bakar untuk melihat kecenderungan priyayi
Baasyir, Majelis Tafsir al-Quran Abdullah yang bisa berdekatan dengan ajaran
Thufail, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Islam. Posisi-posisi dari kelompok varian
dan kelompok lainnya (Ricklefs 2013; 300- internal Islam ini pun akan terlihat jelas
312). pada peristiwa politik Indonesia, sejak
tahun 1930, 1944-1945, 1948, 1950-1955,
Sementara bagi kelompok 1965-1966, 1970, masa Orde Baru, dan
abangan dapat dibedakan secara politik Pasca Reformasi. Dengan demikian, tipe
aliran ke dalam kebatinan murni dan ideologi keagamaan yang dipaparkan
kebatinan setengah Islam. Pembedaan oleh Geertz sebelumnya dan dijelaskan
ini didasarkan pada praktik hidup orang lebih rinci oleh Ricklefs sesungguhnya
Jawa yang dianggap hebat dan terkenal juga menjadi konsep tentang status
sebelumnya, seperti Ronggowarsito, dan identitas sosial politik kelompok-
Embah Wali (227-230), dan bahkan kelompok sosial di dalam masyarakat.
Presiden Soeharto sendiri. Orang yang Artinya, persoalan sosial politik, mau
disebut terakhir ini disebut-sebut sebagai tidak mau, juga berpengaruh terhadap
tokoh kebatinan Jawa yang hebat dan proses internalisasi keagamaan para
mengalahkan guru-guru spiritualnya penganutnya (Peacock 1978), ataupun
seperti Sudjono Hoemardhani dan demikian sebaliknya. Di sisi lain,
Soediyat Prawirokoesoema (Empu Rama keduanya pun jelas menunjukkan adanya
Diyat). Soeharto, khususnya pada awal proses dan tingkatan stratifikasi sosial
Orde Baru benar-benar dirujuk sebagai atas dasar ekonomi dan sosial terhadap
tokoh kebatinan murni, dan tahun-tahun tiga kelompok itu.
pada akhir dekade 1980-an, ia kemudian
dianggap sebagai orang Islam setengah Selain pengamatan dinamika
kebatinan. Namun, pada awal dekade 90- sosial politik kekuasaan dan politik
an, ia kemudian menjadi orang Islam yang aliran dalam negeri, Ricklefs pun
berusaha menjalankan berbagai ritual berusaha memasukkan pengaruh
keagamaan, termasuk haji, namanya politik kekuasaan dan keagamaan
pun kemudian ditambah Muhammad, global ke dalam persilangan antara
sehingga menjadi H. Muhammad santri, abangan dan priyayi. Dalam
Soeharto (210-220). konteks dalam negeri, Ricklefs benar-
benar mendasarkan analisisnya pada

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 14 No. 1


190 M. Alie Humaedi

upaya menghadapkan-hadapkan atau kekecewaan kelompok santri tradisional


mempertemukan ajaran agama Islam di PPP, sebagai wadah tunggal politik
dengan kebudayaan masyarakat Jawa. kelompok Islam yang merupakan
Sementara dalam konteks pengaruh gabungan dari berbagai partai Islam
global, Ricklefs mendasarkannya pada berdasarkan kebijakan fusi di awal Orde
pengaruh haji dan pendidikan luar Baru, yang kemudian terbelah-belah ke
negeri para aktivis Islam atau kelompok dalam varian-varian kelompok Islam
priyayi baru. Sedikit sekali dikaitkannya lainnya pasca reformasi. Demikian pula
pada persoalan jaringan ekonomi. Bagi kelompok priyayi pun yang sebelumnya
Ricklefs, tahun 1930-an dianggap sebagai terakomodasi dalam wadah Budi Utomo,
tonggak dari masuknya pengaruh politik Partai Indonesia Baru, dan PNI kemudian
kekuasaan dan pengaruh global terhadap menjelma menjadi partai Golkar dan
umat Islam, sehingga pengklasifikasian lainnya. Pada era tahun 1998, beberapa
kelompok-kelompok keagamaan dan simpatisannya pun kemudian mendirikan
sekaligus pelekatan identitas di antara partai-partai politik. Hal serupa menimpa
mereka pun terjadi secara vulgar. Terlebih afiliasi politik kelompok abangan yang
penghadapan antara kelompok putihan sebelumnya ke Pesindo, PNI dan PKI, pada
dengan kelompok abangan. Sejak tahun akhirnya mereka lebih terkonsentrasi ke
1930-an sampai seterusnya, tipe ideologi partai PDI dan PDIP di masa selanjutnya.
keagamaan menurut Geertz tersebut Pada masa Orde Baru dan masa reformasi
kemudian menyatu dalam penyebutan awal, afiliasi politik tipe-tipe ideologi
afiliasi politik. Ketika menyebut keagamaan ini masih terlihat jelas dengan
kelompok priyayi, maka dengan batas-batas yang cukup rigid. Namun,
sendirinya masyarakat akan serta merta pada perkembangannya, afiliasi dengan
menunjuk afiliasi politiknya ke gerakan batas-batas yang rigid itu telah sedikit
Budi Utomo, Partai Indonesia Baru, PNI, demi sedikit mencair. Partai Golkar yang
dan lainnya. Sementara ketika menyebut dianggap sebagai wadah kelompok
abangan, serta merta perhatiannya akan priyayi, dan PDI P yang dianggap
tertuju pada PNI (sebagian), Marhaenis, sebagai wadah kelompok abangan,
Pesindo dan PKI. Demikian pula, ketika saling berusaha untuk menampung
menyebut santri maka sebagian besar atau mengakomodasi kelompok santri
masyarakat akan menyamakannya tradisional khususnya ke dalam partai-
dengan Sarekat Islam, Sarekat Dagang partainya. Hal ini terlihat jelas pada
Islam, Masyumi, dan NU (109-113). periode Pemilu tahun 2014 kemarin
(Kompas 2014). Perubahan-perubahan
Kenyataan seperti ini pun pada afiliasi tipe ideologi keagamaan Islam
akhirnya menjadi fenomena umum seperti ini pun dilihat oleh Ricklefs pada
tentang perkembangan Islam di bagian kedua buku ini (436-455).
Indonesia, terlebih ketika dikaitkan
dengan politik nasional. Ia bisa saja Sementara pengaruh politik
menjelma dalam bentuk-bentuk baru keagamaan global pada kelompok santri,
organisasi sosial dan politik yang priyayi dan abangan di tahun 1930
sebenarnya memiliki akar atau cikal bakal hanya didasarkan diri dari seberapa
dari organisasi-organisasi sosial politik besar pengaruh perjalanan haji kepada
era tahun 1930-1958 sebelumnya (Noer kelompok Islam di Indonesia. Bagi
1983). Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Ricklefs, dan sejarawan lain (Ricklefs 1981,
di tahun 1998-an misalnya dianggap Hisyam 2001, Azra 2002, dsb), perjalanan
sebagai wajah rupa dari kelompok santri haji merupakan faktor paling penting
tradisional dari Partai NU dan Masyumi dalam memodernkan keagamaan Islam
di masa sebelumnya. PKB muncul seiring di Indonesia. Paham-paham Wahabi

HARMONI Januari - April 2015


Mengislamkan jawa: Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 sampai sekarang 191

dan gerakan Pan Islamisme di Timur Di dalam persoalan perjumpaannya


Tengah misalnya, menjadi semangat dari dengan kebudayaan Jawa, pengikut
kebangkitan kelompok yan menyebut Muhammadiyah pun sesungguhnya
dirinya sebagai kelompok pembaharuan terpecah pada beberapa kelompok.
Islam di Indonesia (Noer 1996). Penelitian Abdul Munir Mulkhan
Muhammadiyah, Persis, al-Washliyah, terhadap petani Muhammadiyah di
al-Irsyad dan lainnya disebut-disebut Wuluhan, Jember, Jawa Timur, misalnya
sebagai kelompok pembaharu itu. Mereka telah menunjukkan adanya empat
berusaha mengembangkan Islam secara kelompok Muhammadiyah di pedesaan
murni, dan menjauhkannya dari TBC (Mulkhan 2000). Pertama, mereka yang
(Takhayul, Bid’ah dan Churafat). Gerak sebagian besar adalah kaum abangan
dari beberapa organisasi itu dianggap yang banyak terlibat aktif di PNI dan
ada yang berlebihan saat menghadapi kemudian tertarik dengan praktek
kebudayaan Jawa dan kelompok santri keberagamaan dan kehidupan sosial
tradisional. Oleh karena itu, gerakan Muhammadiyah, tetapi tradisi sosial
pembaharuan ini seringkali mendapatkan budaya masyarakat abangannya juga
tentangan dari masyarakat Islam pedesaan tidak hilang. Kelompok ini disebut
ataupun kelompok santri tradisional Marmud atau Marhaenis Muhammadiyah.
yang masih menghargai kebudayaan Marmud adalah salah satu kelompok
Jawa dalam praktik keagamaan Islamnya Islam dalam Muhammadiyah yang
(Dhofier 1994). Fenomena ini dibaca mengintegrasikan atau menginternalisasi
oleh Ricklefs sebagai bagian dari adanya hukum atau doktrin syariah ke dalam
kecenderungan atau antipati terhadap tradisi sinkretik. Kedua, ada juga
sintetik mistik yang berkembang pada yang disebut Muhammadiyah Ikhlas,
masyarakat Muslim di Jawa khususnya yakni representasi Islam murni yang
dan Indonesia pada umumnya. Ricklefs fundamentalis. Mereka menganggap
kemudian mempermasalahkan sintetik tarjih adalah produk paling ideal memuat
mistik dalam hubungannya dengan hukum-hukum Islam dan bekerja adalah
identitas Islam Jawa pada tiga pilar, kewajiban agama (amaliah). Ketiga,
yaitu: (i) suatu kesadaran identitas Islami kelompok Muhammadiyah Kiai Dahlan,
yang kuat, adalah menjadi orang Jawa yaitu orang-orang yang juga menjalankan
berarti menjadi Muslim; (ii) pelaksanaan keberagamaan sesuai tuntutan tarjih
lima rukun ritual dalam Islam; dan (iii) dan cukup toleran terhadap TBC.
terlepas dari kemungkinan munculnya Mereka sebagian besar adalah pegawai
kontradiksi dengan dua pilar pertama, pemerintah dan termasuk pendukung
juga adanya penerimaan terhadap realitas partai Golkar. Kehidupan mereka relatif
kekuatan spiritual khas Jawa, seperti lebih mapan dibandingkan dengan
Ratu Kidul, Sunan Lawu (roh Gunung kelompok Muhammadiyah Ikhlas.
Lawu, yang pada dasarnya adalah dewa Keempat, kelompok Muhammadiyah
angin), dan banyak lagi kepercayaan Neotradisionalis atau Munu (Muhammadiyah
terhadap makhluk adikodrati yang lebih NU) yang mayoritas petani. Kelompok ini
rendah dari kekuatan-kekuatan spiritual secara umum masih memelihara praktik
itu (Ricklefs 2013; 36). Artinya, Ricklefs TBC dalam kehidupan sehari-hari. Bagi
melihat bahwa masyarakat Muslim Jawa kelompok ini, Tuhan lebih kompromis,
sesungguhnya tidak bisa dilepaskan pendengar dan penerima do’a. Mereka
dari kebudayaan Jawanya, sekalipun menganggap ‘orang saleh’ dalam
praktik ini mendapatkan tentangan dari lembaga keagamaan seperti pesantren,
kelompok-kelompok pembaharu, seperti majelis taklim, dan ritual doa tampak
Muhammadiyah. lebih magis, yaitu penyambung kepada
Tuhan. Kelompok ini masih sering
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 14 No. 1
192 M. Alie Humaedi

melakukan slametan dan tahlilan. Sebutan Karena datangnya agama Islam di


dari masing-masing kelompok itu negara kita itu langsung melalui Persia
merupakan kategorisasi dari yang puritan dan India, maka Islam di tanah Jawa itu
skriptualis, substansial, neotradisionalis, dengan sendiri bersifat percampuran dari
dan neosinkretis. Sayangnya, fenomena macam-macam pengaruh keagamaan
penelitian Abdul Munir Mulkhan ini dan kemasyarakatan dari daerah-daerah
dinafikan begitu saja oleh Ricklefs ketika tersebut...(Dewantara 1994 dalam Ricklefs
membahas tentang Muhammadiyah di 2013; 101).
pedesaan dan perkotaan Jawa.
Pidato ini digunakan oleh Ricklefs
Padahal dalam banyak kasus, untuk menguatkan kesimpulannya
Ricklefs seringkali mengaitkan praktik bahwa bagaimana pun modernnya orang
keagamaan Islam dengan kebudayaan Muslim Jawa, ia sesungguhnya tidak
Jawa. Bahkan untuk memperkuat bisa dilepaskan dari pembaurannya
keyakinannya bahwa masyarakat dengan kebudayaan Jawa. Kenyataan ini
Muslim Jawa tidak bisa dipisahkan dari dapat diilustrasikan dengan gamblang
kebudayaan Jawa, ia mengutip secara pada kasus perkembangan Islam
lengkap dan apa adanya pidato Ki Hajar dan kebudayaan Jawa di Yogyakarta.
Dewantara pada bulan Mei 1941. Yogyakarta adalah wilayah pusat dari
.... Begitulah kebudayaan Islam itu organisasi dakwah Muhammadiyah
tidak murni, akan tetapi bercampur yang dianggap sebagai kelompok
dengan kebudayaan Arab, India, Pembaharuan Islam, tetapi di sana juga
Persia, Sumatra, Jawa, demikianlah merupakan pusat kebudayaan Jawa yang
seterusnya; dan jangan pula masih mempertahankan praktik-praktik
dilupakan, bahwa pengaruh dari kehidupan sintetik mistik jika dilihat
masyarakat itu amat kuat, begitu dari perspektif gerakan pemurnian
juga dengan keadaan zamannya, Islam, sebagaimana juga dilihat oleh
sehingga sifat ke-Islaman di Peacock (1978). Pandangan hidup (world
suatu negeri pada zaman dulu view) masyarakat Muslim Yogyakarta
sungguhlah berbeda dengan masih sangat kental dengan keyakinan
sifatnya pada zaman sekarang. tentang Nyi Roro Kidul, azimat-azimat
yang melekat pada pusaka-pusaka
............. Kraton seperti keris, tombak, hewan
yang dianggap sakral, dan termasuk
Ini berarti:
kepercayaan kepada sultannya sendiri
Bahwa kebudayaan Islam itu yang merupakan perwujudan khalifah
senantiasa bersifat “Kebudayaan Tuhan di bumi. Demikian juga konsepsi
Rakyat”, bukan “Kebudayaan Manunggaling Kawulo Gusti pun tidak
Kraton” sebagai kebudayaan bisa dilepaskan dalam kehidupan
Jawa hingga kini misalnya; zaman masyarakat Yogyakarta (Simuh 1996).
sekarang “Kebudayaan Kraton” Selain pandangan hidup, beberapa
di tanah Jawa itu mulai akan praktik ritual Islam yang membaurkan
berkembang menjadi “Kebudayaan dengan kebudayaan Jawa juga masih
Rakyat”. tetap lestari dijalankan masyarakatnya.
Sekatenan sebagai bagian dari perayaan
Bahwa kebudayaan Islam itu pada
Maulid Nabi; larungan sebagai bagian
umumnya selalu mengenai kehidupan
penting ritual talak bala; dan ritual
keagamaan, hidup kemasyarakatan
prosesi pengurusan jenazah pun masih
dan hidup kenegaraan; jadi tentang
kuat mengandung unsur-unsur Jawa.
kesenian misalnya, kurang atau tidak
Sementara bentuk kebudayaan Jawa
diperhatikan......
HARMONI Januari - April 2015
Mengislamkan jawa: Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 sampai sekarang 193

lain, khususnya dalam persoalan penjajahan pertama pada awalnya tertuju


kesenian, juga masih memadukan pada proses penggembalaan bagi orang
antara unsur kebudayaan Jawa dengan Barat yang telah beragama Kristen.
Islam. Walaupun kesenian tradisional Proses ini kemudian berkembang kepada
Jawa seperti tayuban dan ludruk yang kelompok-kelompok bangsawan kraton,
mengandung unsur seksualitas telah Cina, dan para pengusaha pribumi.
banyak ditinggalkan, tetapi bentuknya Ricklefs secara jeli melihat statistik hasil
diakomodasi ke dalam kesenian populer kristenisasi pada masa awal penjajahan
modern. yang tidak beranjak pada angka 10.000
orang. Namun, jumlah umat Kristen
Muhammadiyah di Yogyakarta meningkat tajam pada dua periode waktu.
memang berhasil mengembangkan
lembaga pendidikan dan kesehatan, Pertama, tahun 1880-an, yaitu ketika
namun masih kurang berhasil dalam kristenisasi dilakukan atau melibatkan
melakukan pemurnian ajaran Islam para pengabar Kristen pribumi, baik atas
sebagaimana visi dari gerakan persetujuan para zendingconsulaat ataupun
pembaharuan. Perlu dipahami atas inisiatif sendiri. Pada masa ini,
bahwa pendirian dan pengembangan terkenallah tokoh-tokoh pengabar Kristen
pendidikaan merupakan salah satu pribumi, seperti Kiai Tunggul Wulung
faktor paling penting dalam penyadaran di wilayah Jawa Timur dan pesisir utara
generasi baru tentang peminimalan Jawa Tengah dan Kiai Sadrach di wilayah
sintetik mistik, sehingga gerakan Karangyoso Bagelen dan pedalaman
pemurnian ajaran Islam dapat dilakukan Jawa Tengah. Bahkan di masa itu, Kiai
secara pelan, sedikit demi sedikit dan Sadrach dengan berbagai mitos yang
berkesinambungan. Muhammadiyah melekat pada dirinya sangat terkenal dan
dalam arti pemurnian Islam rupanya disamakan sebagai Ratu Adil (Kartodirjo
lebih memilih menggunakan strategi 1973). Popularitasnya semakin meningkat
penyadaran melalui dunia pendidikan. ketika ia mengikrarkan diri sebagai
Kasus ini berbeda dengan gerakan pemimpin dari kelompok “wong Kristen
pembaharuan Islam di Sumatera kang mardika” dan membuktikan dirinya
Barat pada awal abad XIX, ataupun untuk tidak sejalan dengan kemauan
dengan gerakan-gerakan revitalis dan pemerintah kolonial dan para pengabar
revivalis yang menyodorkan konsep zending Barat, sebagaimana pada kasus
pemurnian keagamaan dengan cara yang penolakan terhadap vaksinasi dan
mengatasnamakan jihad sebagaimana sebagainya (Gulliot 1985, Humaedi 2008,
ditunjukkan pada periode pasca reformasi Sinode 1932). Seperti halnya islamisasi di
(Ricklefs 2013: 510-527). Jawa, maka kristenisasi yang dilakukan
para pengabar pribumi pun menghadapi
Islamisasi di Jawa, selain pilihan untuk “membaurkan” ajaran
dipengaruhi atau berhadapan dengan Kristen dengan kebudayaan Jawa ataupun
kebudayaan Jawa yang kemudian “menjaga jarak” dengan kebudayaan
melahirkan tipe ideologi keagamaan Jawa (Sindhunata 1998, Humaedi 2010).
menurut Geertz (1960) atau varian-
varian internal keagamaannya Kedua, periode tahun 1965-1966,
(Humaedi 2008), juga berhadapan dianggap sebagai “tahun keemasan”
dengan adanya misi kristenisasi. Misi ini peningkatan jumlah orang Kristen di
dalam perkembangannya dibawa oleh Indonesia, khususnya wilayah Jawa.
dua jaringan, yaitu jaringan kolonial Situasi politik yang penuh kekerasan,
dan kristenisasi yang dilakukan oleh antara kelompok santri dengan kelompok
kelompok pribumi. Kristenisasi di masa abangan yang berafiliasi ke PKI, dan

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 14 No. 1


194 M. Alie Humaedi

diakhiri dengan tragedi pembersihan PKI terjadi pada varian-varian internal


di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah keagamaan Islam.
telah membuahkan kecenderungan
abangan dan simpatisan PKI yang selamat Buku “Mengislamkan Jawa” karya
untuk memilih Kristen sebagai agama Ricklefs ini, di satu sisi benar-benar buku
barunya. Hal ini pun pernah dilihat oleh yang komprehensif dan kaya dalam
Robert Cribbs dalam berbagai penelitian menelusur perkembangan Islam di pulau
di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Cribb Jawa, baik dalam perkembangannya
1990a, 1990b). Pilihan ke agama Kristen sendiri, ataupun ketika diperhadapkan
ini dianggap Ricklefs sebagai pilihan dengan aspek-aspek di luar dirinya,
yang masuk akal, karena bagaimana pun seperti situasi sosial politik, aliran
mereka akan lebih memilih kelompok kebatinan, kebudayaan Jawa, ataupun
yang dianggap tidak terlibat kekerasan kristenisasi. Namun, di sisi lain, Ricklefs
terhadap kelompoknya. Di Madiun sepertinya menghindari terlalu dalam
dan Surakarta sebagai wilayah-wilayah atau detail kajian pada varian-varian
basis PKI dan abangan, sebagaimana internal keagamaan, sebagaimana yang
yang dicontohkan oleh Ricklefs, jumlah dilakukan oleh Abdul Munir Mulkhan,
orang Kristen meningkat 200 persen M. Alie Humaedi, dan Marx Woodward.
dari jumlah sebelumnya di tahun Bahkan, buku Marx R. Woodward dengan
1960-an. Kristenisasi pada periode ini “Islam Jawa: Kesalehan Normative
disebut oleh M. Alie Humaedi pada versus Kebatinan (1999)” tidak dirujuk
penelitiannya di wilayah Kasimpar atau dikutip oleh Ricklefs sekalipun
Pekalongan atas dan Karangkobar hanya untuk menjelaskan soal kebatinan
Banjarnegara di tahun 2004-2007 sebagai yang berkembang di wilayah kekuasaan
“kristenisasi penyelamatan diri”. Saat Yogyakarta dan Solo. Padahal buku
itu, gereja kerasulan yang sebenarnya Woodward ini merupakan penelitian
masih memiliki masalah dengan gereja yang cukup menarik dari suatu proses
hasil kristenisasi zending, benar-benar pertemuan antara ajaran Islam yang
membuka diri terhadap orang-orang perennial dengan kebudayaan Jawa yang
PKI, dan kemudian melindunginya dari seringkali mengandung banyak praktik
kejaran kelompok santri dari Pekalongan. sinkretik.
Pada tahun-tahun berikutnya, kelompok Woodward dengan gamblang
Kristen “pencari selamat” ini akan ikut menjelaskan perbedaan antara kelompok
menumbuhkan varian-varian internal yang mempraktikkan tradisi lama
Kristen di pedesaan Jawa. Humaedi dengan kelompok yang mengedepankan
(2010) kemudian mencatat adanya kemurnian agama Islam. Dapat
pengklasifikasian kelompok Kristen, yaitu dikatakan bahwa buku Woodward ini
Kristen taat, Kristen naluri, dan Kristen sebenarnya merupakan antitesis dari
KTP, sebagaimana pula yang terjadi pada buku “The Religion of Java” karya Clifford
kelompok Islam di dua pedesaan itu. Pada Geertz, walaupun ia sendiri mengakui
tahun 2004-2007, ditemukan fakta bahwa bahwa buku karya Geertz itu telah
kebanyakan simpatisan atau anggota PKI banyak membantunya dalam memahami
yang memeluk Kristen di tahun 1965/66 karakter Islam Jawa. Jika Geertz
itu kemudian hanya menjadi Kristen KTP melahirkan paradigma kajian Islam lokal
atau paling bantar menjadi Kristen naluri yang bercorak sinkretik, di mana hal ini
yang masih kental dalam mempraktikkan sepertinya ditindaklanjuti oleh Ricklefs,
tradisi Jawa yang dianggap oleh gereja maka lain halnya dengan Woodward, ia
sebagai perbuatan bidat. Di masa-masa memunculkan paradigma Islam yang
berikutnya, polemik dan kontestasi di bercorak akulturatif, di mana pada aspek-
dalamnya juga mirip seperti apa yang
HARMONI Januari - April 2015
Mengislamkan jawa: Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 sampai sekarang 195

aspek tertentu ia pun menjadi pijakan dari menindaklanjuti, baik menguatkan atau
Ricklefs saat menganalisis perjumpaan melemahkan, dasar-dasar asumsi dan
Islam dengan kebudayaan Jawa. analisis yang dilakukan oleh Woodward
itu. Padahal di saat bersamaan Ricklef
Karya Geertz di satu sisi terlalu pernah berupaya menggali sisi kebatinan,
dipengaruhi oleh madzhab Islam modernis suasana elitis dan keagamaan di dalam
yang beraliran syari’ah modernis. Islam Kraton Yogyakarta dan Solo. Temuan
kemudian hanya diidentikkan sebagai Ricklefs pada kasus kebatinan itu tidak
madzhab modern, sedangkan tradisi sebegitu kuat dari apa yang ditemukan
lokal yang ada di masyarakat Islam Jawa Woodward ataupun ahli mistisisme Jawa
dianggapnya sebagai sesuatu yang asli sekalipun, yaitu Prof. Simuh dari Institut
atau berlatar belakang dari Hindu-Budha. Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga
Hal yang kurang didalami oleh Geertz Yogyakarta (1998).
inilah, kemudian dilihat oleh Ricklef
pada persoalan perkembangan Islam
dan kontestasi varian-varian internal di
Penutup
dalam keagamaan Islam saat menafsirkan
tentang kebudayaan Jawanya; dan Buku Ricklefs yang ketiga ini
Woodward kemudian menambahkannya benar-benar menjadi perangkum
dengan memusatkan dirinya pada kajian perkembangan Islam dalam
pengaruh Islam terhadap kelompok- lintasan sejarahnya, baik dari awal
kelompok kebatinan. Pengkhususan diri masuk, bertemu dengan kebudayaan
pada masalah ini muncul dari pertanyaan Jawa, sampai perjumpaan antara Islam
Marshal G. S. Hodgson dalam bukunya Indonesia dengan gerakan-gerakan Islam
“The Venture of Islam” (dalam Jackson transnasional yang masuk dan merebak
1990) dan problema yang ditemukan dari pasca reformasi. Pertanyaan lanjutannya,
penelitian Clifford Geertz di atas. akankah Islam Indonesia khususnya
Jawa, masih seperti apa yang diasumsikan
Hodgson pernah mempertanyakan
oleh Ricklefs ketika mendasarkan salah
mengapa Islam dapat dengan begitu
satu pilar identitas keagamaan Islam di
cepat merambah ke seluruh aspek
Indonesia, yaitu “menjadi orang Jawa
kehidupan orang Jawa? Woodward
berarti menjadi Muslim” atau makna
telah mencoba menjawab pertanyaan
lainnya adalah seorang Muslim di Jawa
itu dengan cara mengurai hubungan
berarti juga menjadi orang yang tetap
antara kesalehan normatif dalam Islam
berpegang teguh pada kebudayaan
dengan kepercayaan kraton Yogyakarta
Jawanya, sebagaimana pidato Ki Hadjar
(kebatinan). Sayangnya, Ricklefs tidak
Dewantara tentang pertemuan antara
pernah mencoba menganalisis atau
Islam dengan kebudayaan Jawa.

Daftar Pustaka

Azra, Azyumardi. Konflik Baru Antar Peradaban: Globalisasi, Radikalisme & Pluralitas.
Jakarta: Rajawali Press, 2002.
--------------. Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII.
Bandung: Mizan, 1994.
Cribb, Robert B. Gejolak Revolusi di Jakarta 1945-1949. Jakarta: Grafiti, 1990.

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 14 No. 1


196 M. Alie Humaedi

--------------. The Indonesian Killings 1965-1966: Studies from Java and Bali, Monas
Paper on Southeast Asia, No. 21. Clayton, Vict., Australia: Monas
University, Center of Southeast Asian Studies, 1990.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai, Jakarta:
LP3ES, 1994.
Dijk, Cornelis van. Darul Islam: Sebuah Pemberontakan. Jakarta: Grafiti, 1995.
Djamil, Abdul. Perlawanan Kiai Desa: Pemikiran dan Gerakan Islam Ahmad Rifai
Kalisalak. Yogyakarta: LKiS, 2001.
Geertz, Clifford. The Religion of Java. Glenceo: The Free Press, 1960.
--------------. Islam Observed, Religious Development in Marocco and Indonesia. Chicago:
University of Chicago Press, 1968.
Gulliot, C. Sadrach: Riwayat Kristenisasi di Jawa. Jakarta: Grafiti, 1985.
Hisyam, Muhamad. Caught Between Three Fires: The Javanese Pangulu Under the
Dutch Colonial Administration 1882-1942. Jakarta: INIS, 2001.
Humaedi, M. Alie. Radikalisme Islam Pedesaan: Konflik atas Nama Sosial Keagamaan
dan Ekonomi Politik di Kasimpar. Jakarta: Departemen Agama, 2010 .
--------------. Teologi Kemiskinan Katolik dan Islam. Studi Analisis Gerakan Misi dan
Dakwah. Yogyakarta: Tesis IAIN Kalijaga, 2001.
Jackson, Karl D. Kewibawaan Tradisional, Islam dan Pemberontakan: Kasus Darul
Islam Jawa Barat. Terj. M. Maksun. Jakarta: Grafiti, 1990.
Kartodirjo, Sartono. Sejarah Perlawanan-perlawanan terhadap Kolonialisme. Jakarta:
Departemen Pertahanan dan Keamanan Pusat Sejarah, 1973.
-----------. Ratu Adil. Jakarta: Gramedia, 1973.
Lombard, Denys. Nusa Jawa: Silang Budaya. Terj. Winarsih P. Arifin. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, Forum Jakarta Paris-École française d’Éxtrême-Orient, 2005.
Makdisi, George Abraham. Cita Humanisme Islam: Panorama Kebangkitan Intelektual dan
Budaya Islam dan Pengaruhnya terhadap Renaisans Barat (The Rise of Humanism in
Classical Islam and The Christian West). Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005.
-----------. The Rise of Colleges in Classical Islam. Edinburg: Edinburg University Press, 1998.
Mulkhan, Abdul Munir. Islam Murni di Masyarakat Petani. Yogyakarta: Bentang, 2000.
Nakamura, Mitsuo. Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin. Terj. Khunaefi.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, 1983.
Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES, 1996.
------------. Partai Islam di Pentas Nasional, 1945-1965. Jakarta: Graffiti, 1987.
Peacock, James L. Purifying the Faith: The Muhammadiyah Movement in Indonesian Islam.
Menlo Park California: The Benjamin-Cummings Publish, 1978.

HARMONI Januari - April 2015


Lembar Abstrak 197

Ricklefs, M.C. A History of Modern Indonesia. London: McMillan Edu, 1981.


--------------. “Islamization in Java” Islam in Asia. R. Israeli and A. Johns (eds.). Colo:
Southeast and East Asia, Boulder, West View Press, 1984.
--------------. Mengislamkan Jawa: Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 sampai
Sekarang. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013.
Sindhunata. “Ratu Adil dalam Gerakan Sosial” Basis, Vol. II. Yogyakarta: Kanisius, 1998.
Sinode GKJ. Pesamoehan-pesamoehan Christen Gereformeerd ing Djawi Tengah Sisih Kidoel.
Salatiga: Sinode GKJ, 1932.
Wertheim, W.F. Indonesian Society in Transition: A Study of Social Change. ‘s-Gravenhage:
Van Hoeve, 1959.
Woodward, M.R. Islam Jawa: Kesalehan Normative versus Kebatinan. Terj. Saiful H.
Yogyakarta: LKiS, 1999.

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 14 No. 1

Anda mungkin juga menyukai