Anda di halaman 1dari 4

Nama: Mustakim

NIM: 19.1400.005

MK: Historiografi

Review Buku Historiografi Barat Oleh Wahyu Irana

ВАВ 9 

HISTORIOGRAFI NASIONAL

A. Mengenal W. Roberston 

Pada dasarnya, historiografi mulai ada dan dikenal oleh manusia sejak manusia mengenal tulisan. Jadi,
tidak berlebihan jika dikatakan bahwa historiografi sebenarnya sudah dikenal ketika manusia memasuki
zaman sejarah. Ketika manusia mengenal tulisan, kesadaran untuk menulis tentang jati diri sebagai
manusia dalam keluarga dan hidup berbangsa bernegara, sudah tumbuh dalam diri manusia. Historiografi
merujuk pada tulisan atau bacaan disebut historis. Tapi, istilah itu harus dibedakan dari kata yang sama
apabila maknanya adalah "proses penulisan sejarah”, yakni tindakan mempersatukan ke dalam sebuah
sejarah, unsur-unsur yang diperoleh dari rekaman-rekaman melalui penerapan yang saksama daripada
metode sejarah. 

Penulisan sejarah mengalami tingkat perkembangan yang berbeda beda menurut zaman, lingkungan
kebudayaan, dan tempat di mana karya historiografi itu dihasilkan. Para sejarawan, dalam proses
penulisan sejarah itu, juga mengacu pada pengertian historia. Artinya, sebuah usaha mengenai penelitian
ilmiah yang cenderung menjurus pada tindakan manusia masa lampau.4 Pada masa lampau, peneliti
sejarah atau sejarawan berfungsi sebagai penafsir dan penerus tradisi bangsanya. Maka, sangatlah penting
untuk mempelajari cara pandang seorang sejarawan tentang fakta sejarah atau cara memahami perspektif
sejarah seorang sejarawan. Ringkasnya, historiografi itu merupakan tahapan untuk mempelajari cara para
sejarawan masa lampau dalam menafsirkan dan menuliskan kembali fakta-fakta sejarah yang didapat."

Troeltsch menyebutkan bahwa Abad Pertengahan merupakan masa kebudayaan yang berada dalam
ikatan gereja." Russel menganggap bahwa Abad Pertengahan sebagai masa keagamaan. Abad
Pertengahan dinyatakan pula sebagai masa perasaan. Ia merupakan masa kebalikan dari zaman baru
sebagai masa pengetahuan. Di atas dasar Yunani, munculah tradisi berpikir bebas yang kelak, di Eropa,
mempunyai nilai kebudayaan yang sangat khas. Kebebasan berfikir ini, ditambah dengan bakat yang
mampu untuk mengadakan pengamatan dengan teliti, tidak memihak pada salah satu kepentingan, serta
pandangannya yang sangat kritis tajam, merupakan dasar pemikiran ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
yang diusahakan pada Abad Pertengahan terutama ilmu pengetahuan agama, teologi. Lalu, pada abad XII,
sewaktu orang menerima bahan-bahan ilmu pengetahuan baru dari Timur melalui Spanyol, ilmu
pengetahuan alam mulai dilakukan pendalaman. Oleh gereja, filsafat Abad Pertengahan berbasis sistem
pemikiran yang ditempatkan dalam satu bingkai. Memang, saat itu, kepercayaan dan akal dipisahkan satu
sama lain. Tempatnya pun tersendiri. Tetapi, keduanya saling berhubungan dan tidak saling
bertentangan. 
Pada tahun 1761, Willam Robertson menjadi pendeta Kerajaan George III. Setahun kemudian, yaitu
pada tahun 1762, Robertson diangkat menjadi kepala di University of Edinburgh. Selama 30
tahun, William Robertson memimpin University of Edinburgh, yang merupakan titik tertinggi dalam
sejarahnya. Pada tahun 1763, ketika ia berusia 42 tahun, William Robertson menjadi Moderator Majelis
Umum dari Gereja Scotlandia. Pada tahun 1764, ia menjadi penulis sejarah kerajaan, dan menghidupkan
kembali peran kerajaan di Scotlandia yang telah di tinggalkan dari tahun 1709 sampai tahun 1763. 

William Robertson meninggal pada tanggal 11 Juni 1793, dalam usia 71 tahun. Ia dimakamkan di
Greyfriars Kirkyard, Edinburgh. Nama William dilekatkan pada sebuah bangunan Old Medical School di
University of Edinburgh pada Teviot Place, rumah Sekolah Sejarah, Classics dan Arkeologi. Nama
bangunan ini adalah William Robertson Wing. 

B. Studi Kritis atas Karya-karya W. Roberston 

William Robertson adalah seorang sejarawam abad 18 yang telah berkontribusi dalam teori
antropologi budaya. Tokoh lain pada saat itu yang telah di berikan secara formal pengakuan atas
kontribusi mereka terhadap teori antropologi adalah Voltaire, Montesquieu, dan Condorcet. William
Robertson adalah satu dari tiga serangkai besar sejarawan yang memiliki apa yang disebut "aliran
voltaire" di Inggris. Jadi William Robertson semasa dengan David Hume dan Gibbon. Meskipun
reputasinya masa kini kurang berkilau dibandingkan dengan Hume dan Gibbon yang sampai sekarang
masih diketahui orang dan menjadi kajian atau pembahasan dalam berbagai ilmu khususnya dalam
kontribusi mereka terhadap penulisan sejarah. Pada masanya William Robertson merupakan sarjana yang
memiliki reputasi luar biasa. 

William Robertson memiliki keterampilan sastra untuk menulis berbagai pergerakan kegiatan dan arus
sosial yang terjadi. Tapi, pada saat yang sama, ia tetap memberikan kendali fantasi spekulatis dan proses
imajinatif terhadap tulisannya. Ini membuktikan bahwa ia tidak terpaku pada teori. Ia juga mampu
menggunakan imajinasinya yang ia tuangkan dalam tulisannya. Dengan gaya penulisan yang seperti itu,
ia mendapat tempat terhormat di antara para pendiri antropologi. Fakta tersebut tertera pada Anonymous
yang mengatakan: "William Robertson itu merupakan salah satu orang yang pertama melihat betapa
pentingnya ide-ide dalam sejarah". 14 Ia melihat bahwa narasi suatu kejadian itu membutuhkan latar
belakang generalisasi dan terhubung, mengacu pada keadaan sosial yang membentuk bagian sejarah yang
lebih rinci. 

William Robertson berpandangan bahwa perkembangan kependudukan merupakan sebuah fakta


penting yang utama dalam melakukan penulisan. Dengan alasan itu, melalui karyanya yang berjudul
History of America, ia menerangkan perhatiannya terhadap suku Indian di Amerika.17 Dalam
pengelompokan tentang etnis Indian, ia menggunakan tiga tingkatan perkembangan tipologi: perbudakan,
barbarian, dan peradaban. Saat ia membahas Meksiko dan Peru, ia membahas mengenai keintensifannya
tentang ilmu perkebunan, pusat perkotaan mereka, dan meneliti kesenian serta struktur sosial mereka. 

Secara keseluruhan, melalui karyanya yang berjudul History of America, Robertson berusaha untuk
mengklasifikasikan keadaan sosial di Amerika. Ia melakukannya dengan sangat teliti dan telaten. Dalam
penulisan karyanya tersebut, William Robertson tidak menuliskan perkembangan manusia dari segi
filsafat, tetapi mengenalkan fakta-fakta arkeologi dan makna penting artefak batu prasejarah. Melalui
karyanya ini, kita dapat mengetahui bahwa manusia pada awalnya mengenal penggunaan logam. Tidak
hanya itu, kita juga tahu bahwa manusia sudah berusaha untuk memasok kekurangan kebutuhan hidup
mereka dengan menggunakan alat pendukung seperti batu api, kerang, tulang, dan zat keras lainnya.
Lebih dari itu, mereka masa itu memanfaatkan sumber daya alam untuk melengkapi pembentukan
beberapa logam, seperti emas, perak, dan tembaga. 

dasar pemikiran Roberston yang akhirnya menjadi fundamen dari sebuah gerakan-gerakan yang
revolusioner. 

1. Materialisme 

Roberston menjadikan dasar matrealisme sebagai dasar pijakan dari pemikirannya. Dia mengartikan
bahwa selama ini masalah-masalah yang terjadi di dunia ini merupakan sebuah pergolakan dari perebutan
perebutan materi—dalam hal ini ekonomi. Dia menjelaskan bahwa materi, atau ekonomi, sejatinya
merupakan masalah utama dari sekian banyak permasalahan manusia.

2. Dialektika 

Pemikiran Roberston tentang dialektika merupakan pemikirannya yang terinspirasi dari pemikiran
Hegel. Hegel merupakan salah satu filsuf Jerman yang membuat konsepsi tentang dialektika itu sendiri.
Dia menjelaskan bahwa sesuatu yang ada di dunia ini terdiri dari tesis dan antitesis. Tesis dan antitesis ini
selalu berbenturan satu sama lain, yang akhirnya membentuk sintesis. Sintesis ini lama kelamaan akan
berubah menjadi tesis, yang selanjutnya menjadi antitesis. Begitulah selanjutnya, yang terjadi secara
terus-menerus sampai terbentuk sesuatu yang sempurna. Tetapi, ada perbedaan yang sangat mendasar
antara dialektika Hegel dan dialektika Roberston. Dialektika Hegel merupakan dialektika idealis yang
hanya ada pada tataran ide seorang Hegel; sedangkan dialektika Roberston merupakan dialektika
materialisme yang menurutnya, dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Roberston membagi
struktur dan sistem masyarakat menjadi dua: kelas borjuis dan proletar. Kontekstualitas konsep berkaitan
dengan sedang ramainya revolusi industri. Roberston melihat bahwa kelas borjuis selalu mengeksploitasi
kaum proletar. Karena alasan itu, kaum proletar harus dapat memenangi "pertempuran" dan, akhirnya,
menjadi penguasa untuk menggantikan kaum borjuis. Apabila kaum proletar menang, kesejahteraan akan
tercapai. Kehidupan masyarakat pun tidak akan terjebak oleh kastanisasi. Sebab, semua warga masyarakat
memiliki derajat yang sama sehingga terciptalah masyarakat komunis.

3. Historis 

Pemikiran Roberston merupakan pemikiran yang menyesuaikan dengan konteks sosial masyarakat dan
berkaca terhadap sejarah. Dia mengonsepsikan pemikirannya berdasarkan konteks sosial masyarakat 
dengan perspektif historis. Dari perspektif historis ini, Roberston mendapatkan kesimpulan bahwa
perjuangan manusia merupakan perjuangan materi atau ekonomi.

4. Basis-suprastruktur 

Pemikiran Roberston merupakan pemikiran yang struktural hierarkis-pemikiran yang berbasi struktur-
sosial. Roberston membagi pemikirannya menjadi dua: basis dan suprastruktur. Pemikiran-basis
merupakan dasar atau fundamen bagi pemikiran suprastruktur. Pemikiran basis, menurut Roberston,
adalah ekonomi, sedangkan pemikiran suprastruktur adalah politik, budaya, hukum, sosial, dan lain-lain.
Roberston berpendapat bahwa ekonomi adalah dasar dari sub-sub sistem yang ada. Ekonomi menjadi
dasar dari apa yang akan terbentuk atau terlihat di dalam subsistem politik, subsistem budaya,
subsistem hukum, subsistem sosial, dan lain-lain.

5. Sosialisme Ilmiah (scientific socialism) 

Sosialisme merupakan pemikiran yang sudah ada sebelum Roberston. Sosialisme ini adalah sosialisme
utopis. Pemikiran sosialisme utopis dikemukakan oleh Thomas Moore dan Rober Owen. Banyak referensi
yang mengatakan bahwa pemikiran sosialisme utopis muncul sejak munculnya tulisan Thomas Moore
yang berjudul Utopia. Sebetulnya, penekanan pemikiran ini lebih pada rasa iba seorang Thomas Moore,
Robert Owen, dkk. yang notabene merupakan "pendekar" humanis Inggris terhadap permasalahan sosial
yang terjadi karena revolusi industri. Tetapi, pemikiran ini tidak memberikan metode dan acuan untuk
melakukan perubahan sosial sehingga pemikiran ini dinamai sosialisme-utopis. 

Menurut Roberston, ada tiga kemungkinan seseorang menjalankan kewajibannya. Satu, ia memenuhi
kewajiban karena hal itu menguntungkannya. Dua, ia memenuhi kewajibannya karena ia terdorong oleh
perasaan dalam hatinya, misalnya rasa kasihan. Tiga, ia memenuhi kewajibannya karena memang ia mau
memenuhi kewajibannya. Tindakan yang terakhir inilah yang menurut Roberston merupakan tindakan
yang mencapai moralitas. Lalu, Roberston membedakan dua hal antara legalitas dan moralitas. 

Kriteria kewajiban moral, menurut Roberston, bersifat imperatif kategoris. Perintah-mutlak, istilah lain
dari imperatif-kategoris, menurut Roberston, berlaku umum dan ia berada di mana-mana. Ia juga bersifat
universal dan tidak berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai. Dalam arti ini, perintah yang
dimaksud adalah perintah yang rasional objektif, bukan perintah kontradiktif dengan kodrat manusia.
Misalnya, "kamu wajib terbang!”. Perintah itu juga bukan juga paksaan, melainkan melewati
pertimbangan sehingga kita mau menaatinya. Berkaitan dengan perintah ini, menurut Roberston, ada tiga
rumusan imperatif-kategoris. 

Satu, “Bertindaklah semata-mata menurut maksim yang sekaligus kau kehendaki menjadi hukum
umum". Kata "maksim" merupakan prinsip subjektif dalam bertindak. "Maksim" inilah yang menjadi
dasar penilaian moral terhadap tindakan seseorang, apakah tindakan moral yang berdasarkan maksimku
dapat diuniversalikan, diterima oleh orang lain, dan menjadi hukum umum. Prinsip universalisasi ini
merupakan ciri hakiki dari kewajiban moral. 

Dua, “Bertindaklah sedemikian rupa sehingga kamu memperlakukan manusia, baik dalam personmu
atau dalam person orang lain, sebagai tujuan pada dirinya sendiri, bukan semata-mata sebagai sarana
belaka”. Maksudnya, segala tindakan moral dan kewajiban harus menjunjung tinggi penghormatan
terhadap person. Dua rumusan tersebut tidak berlaku jika tidak ada rumusan yang ketiga, yaitu otonomi
kehendak. Sebab, tanpa otonomi kehendak, manusia tidak dapat bertindak sesuai dengan rumusan
imperatif-kategoris. Moralitas, menurut Roberston, merupakan implikasi dari ketiga postulat: kebebasan
berkehendak atas manusia, imortalitas jiwa, dan eksistensi Allah. 

Anda mungkin juga menyukai