23
dan buah tidak terlepas dari peran akar. Itulah filosofi sejarah, yang mempunyai
keterkaitan erat antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Kata sejarah dalam bahasa Indonesia mempunyai kesamaan arti dengan tarikh
dalam bahasa Arab, geschichte (bahasa Jerman) dan history (bahasa Inggris) yang
berasal dari bahasa Yunani istoria (ilmu tentang kronologi hal ikhwal manusia).
Menurut Ibnu Khaldun, dalam hakekat sejarah terkandung pengertian
observasi dan usaha mencari kebenaran (tahqiq), keterangan yang mendalam
tentang sebab dan asal benda wujudi, serta pengertian dan pengetahuan tentang
substansi, esensi dan sebab-sebab terjadinya peristiwa. Sedang menurut Franz
Rosental, sejarah adalah deskripsi tentang aktivitas manusia yang terus menerus
baik dalam bentuk individu maupun kelompok. Dari dua pengertian tersebut
menunjukkan bahwa definisi pertama lebih bernuansa filosofis yang berkaitan
dengan hakekat sesuatu, sedang definisi kedua lebih operasional. Menurut Prof.
Nourozzaman ash-Shiddiqie, sejarah adalah peristiwa masa lampau yang tidak
sekedar informasi tentang terjadinya peristiwa, tetapi juga memberikan
interpretasi atas peristiwa yang terjadi dengan melihat kepada hukum sebab-
akibat. Dengan adanya interpretasi ini, maka sejarah sangat terbuka apabila
diketemukan adanya bukti-bukti baru. Definisi ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Sayyid Quttub, bahwa sejarah bukanlah peristiwa-peristiwa,
melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa dan pengertian mengenai hubungan-
hubungan nyata dan tidak nyata yang menjalin seluruh bagian serta memberikan
dinamisme dalam waktu dan tempat.
Jadi sejarah bukan sekedar catatan bagi orang-orang yang lahir dan orang-
orang yang mati dan sekedar mengungkap kehidupan para penguasa dan
biografi para pahlawan, akan tetapi sejarah juga merupakan suatu ilmu yang
membentangkan perkembangan masyarakat, yaitu suatu proses panjang dalam
lintasan waktu yang melibatkan masyarakat. Sejarah berbeda dengan hikayat,
legenda, kisah dan sebagainya. Sejarah harus dapat dibuktikan kebenarannya dan
logis. Oleh karena itu, cerita yang tidak masuk akal, apalagi tidak dapat
dibuktikan kebenarannya, maka tidak dapat dikategorikan sebagai sejarah.
Sejarah adalah suatu kisah manusia dalam perjuangannya untuk merealisasikan
tujuan peperangan yang diterjuninya, pengetahuan yang ia peroleh dari dirinya
dan dari alam sekitarnya, penemuan-penemuan yang ia capai, kota-kota yang ia
bangun, pemerintah-pemerintah yang ia dirikan, perundang-undangan yang
menjadi pedomannya, manifes-manifes ekonomi, aktivitas yang ia lakukan,
peninggalan-peninggalan peradaban yang ia tinggalkan, ide-ide pemikiran yang
ia anut kemudian mungkin menggantinya dengan yang lain. Semua itu dikenal
24
dengan apa yang dinamakan “kebudayaan manusia” yang mana kebudayaan
manusia itu menjadi obyek sejarah.
Apabila manusia telah memahami asal-usul kebudayaannya, faktor-faktor
pertumbuhan dan fase perkembangan kebudayaannya, maka ia benar-benar telah
memahami hakekat kekiniannya, niscaya ia mampu mengambil pelajaran dari
pemahamannya dan pengalaman-pengalaman itu dalam menghadapi masa
depan. Yang demikian itu disebabkan bahwa sejarah suatu umat adalah
merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan antara masa lalu, masa kini dan
masa yang akan datang.
Setelah mendiskusikan tentang sejarah, maka selanjutnya mendiskusikan
tentang kebudayaan. Di Indonesia, istilah kebudayaan dan peradaban sering
disinonimkan. Peradaban Islam adalah terjemahan dari al-hadharah al-Islamiyah.
Kata Arab ini sering juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
Kebudayaan Islam. “Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah ats-tsaqafah. Di
Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang
mensinonimkan dua kata “kebudayaan” (Arab ats-tsaqafah, Inggris, culture) dan
“peradaban” (Arab al-hadharah, Inggris, civilization). Dalam perkembangan ilmu
antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah bentuk
ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Di dalam kebudayaan
terdapat pengetahuan dan ide-ide untuk memahami lingkungannya dan sebagai
pedoman dalam melakukan suatu tindakan. Sedangkan manifestasi-manifestasi
kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau
kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama) dan
moral, maka peradaban terefleksikan dalam politik, ekonomi dan teknologi.
Menurut Kuntjaraningrat, kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud,
(1) wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu komplek ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, (2) wujud kelakuan, yaitu
wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas kelakuan berpola dari
manusia dalam masyarakat, dan (3) wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai
benda-benda hasil karya.
Secara sederhana kebudayaan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan
pengetahuan yang dimiliki oleh manusia dan digunakan sebagai pedoman untuk
memahami lingkungannya dan sebagai pedoman untuk mewujudkan tindakan
dalam menghadapi lingkungannya. Landasan peradaban Islam adalah
kebudayaan Islam terutama wujud idealnya, sementara landasan kebudayaan
Islam adalah agama.
Karena kebudayaan Islam sumber pokoknya adalah agama Islam, maka
kebudayaan Islam memiliki beberapa keunikan dibandingkan dengan budaya
25
lain. Keunikan itu sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dr. H. Abdurrahman
Mas’ud, MA. sebagai berikut:
1. Adanya konsep tauhid/Oneness of God/Unity of God.
2. Universalitas pesan dan misi peradaban yakni persaudaraan Islam.
3. Prinsip moral dijunjung tinggi.
4. Budaya toleransi yang cukup tinggi–wilayah Islam relatif aman.
5. Prinsip keutamaan belajar dan memperoleh ilmu.
26
mengakibatkan peran siswa sebagai pelaku sejarah pada zamannya menjadi
terabaikan. Pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa sebelumnya
atau lingkungan sosialnya tidak dijadikan bahan pelajaran di kelas, sehingga
menempatkan siswa sebagai peserta pembelajaran sejarah yang pasif (Martanto,
dkk, 2009:10). Dengan kata lain, kekurangcermatan pemilihan strategi mengajar
akan berakibat fatal bagi pencapaian tujuan pengajaran itu sendiri (Widja,
1989:13).
Kedua, adalah masalah kurikulum sejarah, karena kurikulum adalah salah satu
komponen yang menjadi acuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kurikulum adalah rencana tertulis dan
dilaksanakan dalam suatu proses pendidikan guna mengembangkan potensi
peserta didik menjadi berkualitas. Dalam sebuah kurikulum termuat berbagai
komponen, seperti, tujuan, konten dan organisasi konten, proses yang
menggambarkan posisi peserta didik dalam belajar dan asessmen hasil belajar.
Selain komponen tersebut, kurikulum sebagai suatu rencana tertulis dapat pula
berisikan sumber belajar dan peralatan belajar dan evaluasi kurikulum atau
program.
Sejak Indonesia merdeka, telah terjadi beberapa kali perubahan kurikulum dan
mata pelajaran sejarah berada di dalamnya. Akan tetapi materi-materi yang
diberikan dalam kurikulum yang sering mendapat kritik dari masyarakat
maupun para pemerhati sejarah baik dari pemilihannya, teori pengembangannya
dan implimentasinya yang seringkali digunakan untuk mendukung kekuasaan.
Ketika Orde Baru bermaksud menata kembali kehidupan berbangsa dan
bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, tujuan pendidikan nasional
diarahkan untuk mendukung maksut tersebut. Tentu saja kurikulum sekolahan
dikembangkan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum 1986 yang
berlaku pada awal masa Orde Baru kemudian mengalami pergantian menjadi
kurikulum 1975, kurikulum sejarah juga mengalami penyempurnaan. Demikian
seterusnya terjadi beberapa perubahan kurikulum menjadi kurikulum 1984, 1994
dan 2004 (Umasih dalam Alfian, 2007:3). Kurikulum yang dipakai arahannya
kurang jelas dan sangat berbau politis, artinya kurikulum yang digunakan tidak
lepas dari adanya kepentingan-kepentinagn dari rezim yang berkuasa. Sejarah
dijadikan alat untuk membangun paradigma berfikir masyarakat mengenai
perjalanan sejarah bangsa dengan mengagung-agungkan rezim yang mempunyai
kekuasaan. Sistem pembelajaran yang diterapkan tidak mengarahkan siswa
untuk berfikir kritis mengenai suatu peristiwa sejarah, sehingga siswa seakan-
akan dibohongi oleh pelajaran tentang masa lalu (Anggara, 2007:103).
Selain masalah kurikulum yang selalu mengalami perubahan, masalah yang
tak kalah pentingnya adalah masalah materi dan buku ajar/buku teks sejarah.
Menurut Lerissa (dalam Alfian, 2007), masalah buku ajar ini sudah ada sejak
27
sistem pendidikan nasional mulai diterapkan di Indonesia tahun 1946. Saat buku
ajar yang dipakai sebagai bahan ajar sejarah adalah karangan Sanusi Pane yang
berjudul Sejarah Indonesia (4 Jilid) yang ditulis atas permintaan pihak Jepang
pada tahun 1943-1944, yang kemudian dicetak ulang pada tahun 1946 dan 1950.
Pada tahun 1957 Anwar Sanusi menulis buku sejarah Indonesia untuk sekolah
menengah (3 Jilid). Setelah itu kemudian muncul berbagai buku ajar lainnya yang
ditulis oleh berbagai pihak, terutama oleh guru, salah satunya buku yang
dikarang oleh Subantardjo.
Pada tahun 1970, para ahli sejarah yang terhimpun dalam Masyarakat
Sejarawan Indonesia (MSI) mengadakan “Seminar Sejarah II” di Jogjakarta dan
menghasilkan sebuah keputusan untuk menulis buku sejarah untuk keperluan
perguruan tinggi dan bisa dijadikan sumber buku ajar di SMP dan SMA. Buku
yang terdiri dari 6 jilid itu, kemudian juga tidak luput dari permasalahannya dan
sempat memunculkan pertentangan. Tidak semua penulis menggunakan
metodologi yang sama yang telah ditentukan oleh editor umum, Prof. sartono
Kartodirdjo (pendekatan structural); masing-masing penulis membawa tradisi
ilmiah yang telah melekat pada dirinya (istructural atau naratif/kisah). Pada
masa itu perbedaan antara pendekatan structural dan pendekatan naratif secara
metodologis tidak bisa dijembatani sama sekali. Masing-masing mempunyai
domain sendiri-sendiri. Konflik yang berkepanjangan ini menyebabkan Sartono
mengundurkan diri dan diikuti oleh penulis-penulis lainnya. Setelah buku
tersebut dicetak ulang (1983-1984) sebagi editor umum hanya tercantum nama
Prof. Dr. Nugroho Notosusanto dan Prof. Dr. Marwati Djoned Poesponegoro
(Alfian, 2007:5). Tahun 1993 sempat dilakukan revisi oleh RZ Lerissa dan Anhar
Gonggong dan kawan-kawan, namun entah kenapa kabarnya buku itu tidak
diedarkan (Purwanto dan Adam, 2005:105).
Hampir seluruh buku ajar, baik yang diterbitkan oleh swasta maupun
pemerintah sebenarnya tidak layak untuk dijadikan referensi. Hampir seluruh
penulis buku hanya membaca dokumen kurikulum secara harfiah dan tidak
mampu memahami jiwa kurikulum dengan baik. Sebagian besar penulis buku
juga tidak paham sejarah sebagai ilmu, historiografi, dan tertinggal sangat jauh
dalam referensi mutahkir penulisan (Purwanto, 2006:268).
Masalah profesionalisme guru sejarah juga masih dipertanyakan, sampai saat
ini masih berkembang kesan dari para guru, pemegang kebijakan di sekolah
bahwa pelajaran sejarah dalam mengajarkannya tidak begitu penting
memperhatikan masalah keprofesian, sehingga tidak jarang tugas mengajar
sejarah diberikan kepada guru yang bukan profesinya. Akibatnya, guru
mengajarkan sejarah dengan ceramah mengulangi apa isi yang ada dalam buku
(Anggara, 2007:102). Sementara itu terlalu banyak sekolah yang memposisikan
guru sejarah sebagi orang buangan, dan mata pelajaran sejarah sekedar sebagai
28
pelengkap. Bahkan banyak kasus ditemukan, guru sejarah menjadi sasaran untuk
menaikkan nilai siswa agar yang bersangkutan dapat naik kelas. Selain itu,
sebagian besar guru juga tidak mengikuti perkembangan hasil penelitian dan
penerbitan mutakhir sejarah Indonesia. Hal yang terakhir itu juga berkaitan
dengan adanya kenyataan bahwa institusi resmi yang menjadi tempat pendidikan
tambahan bagi guru sejarah itu hanya berkutat pada substansi historis dan
metode pengajaran sejarah yang tertinggal jauh. Pengajaran sejarah di sekolah
selama ini sering dilakukan kurang optimal. Pelajaran sejarah seolah sangat
mudah dan digampangkan. Banyak pendidik yang tidak berlatar belakang
pendidikan sejarah terpaksa mengajar sejarah di sekolah.
Kendatipun demikian penting materi sejarah bagi pengembangan kepribadian
suatu bangsa, namun dalam realitasnya sering kurang disadari, sehingga mata
pelajaran sejarah kurang diminati. Mata pelajaran sejarah justru hanya dipandang
sebagai mata pelajaran pelengkap, baik oleh siswa maupun oleh guru. Ini terbukti
dengan jam pelajaran untuk Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di sekolah (baca
madrasah) hanya 1 jam pelajaran dalam seminggu. Padahal materi SKI cukup
banyak.
Di samping masalah jam pelajaran, ada masalah-masalah lain yang berkaitan
dengan metodologi pengajaran sejarah Islam, yaitu:
1. Baru menekankan pada aspek sejarah politik para elite penguasa pada
zamannya. Sementara aspek sosial, aspek ekonomi, budaya dan pendidikan
kurang mendapatkan porsi yang memadai.
2. Apresiasi siswa terhadap kebudayaan masih rendah. Bahkan beberapa guru
sejarah Islam juga menunjukkan apresiasi yang rendah terhadap mata
pelajaran ini. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya perhatian mereka
terhadap pengajaran sejarah.
3. Sikap inferiority complex, perasaan rendah diri yang komplek. Sikap inferiority
complex umat Islam terhadap nilai-nilai sejarah budayanya sendiri ini
merupakan bagian dari masalah dalam pengajaran sejarah. Generasi muda
pada umumnya lebih bangga terhadap hasil kebudayaan Barat, sementara
terhadap kebudayaan Islam sendiri, mereka merasa malu untuk
mengakuinya, apalagi menirunya. Sikap inferiority complex kaum muslimin ini
juga terefleksi dalam sikap dan reaksi kaum muslim terhadap budaya Barat;
a. Sikap kelompok muslim yang secara total menerima dan meniru budaya
Barat. Mereka menghendaki budaya Islam diganti dengan budaya Barat.
b. Sikap kelompok muslim yang anti sama sekali, xenophobia yang
berlebihan. Sehingga segala sesuatu yang datang dari Barat harus ditolak
sama sekali.
c. Sikap kelompok muslim yang realistis dan kritis dengan landasan
pemikiran bahwa budaya bersifat relatif yang mengandung plus-minus.
29
Dalam pandangan ini, maka darimanapun sebuah kebaikan, apakah dari
Barat atau dari Timur, maka hal itu dapat diterima.
4. Metode yang dipergunakan oleh guru masih monoton; sejarah hanya
disampaikan dengan ceramah, padahal materi sejarah Islam sudah diperoleh
siswa dalam setiap jenjang pendidikan Islam dan dari informasi lain. Oleh
karena itu perlu adanya metode dan media yang bervariasi, misalnya field
study, study lapangan langsung, pemakaian peta, VCD dan sebagainya.
5. Penjelasan guru atau nara sumber kurang memperhatikan aspek-aspek lain,
misalnya faktor sosiologis, faktor antropologis, ekonomis, geografis dan
sebagainya. Dalam menjelaskan satu materi dapat diterangkan dengan
beberapa sudut pandang yang berbeda, sehingga pemahaman siswa menjadi
lebih komprehensif. Materi-materi yang perlu dijelaskan secara komprehensif
tersebut misalnya tentang; apa yang dimaksud dengan jahiliyah, apa yang
dimaksud dengan sifat ummi pada Nabi, kenapa Islam diturunkan di Makkah,
bagaimana awal mula konflik dalam Islam, bagaimana konflik yang terjadi
antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan, Ali bin Abi Thalib
dengan Aisyah, Talkhah dan Zubair, bagaimana tuduhan terhadap Al-
Ghazali sebagai penyebab kemunduran peradaban Islam, apa arti masa
keemasan Islam dan pengaruhnya terhadap renaissance di Barat.
2. Kepercayaan
Pembahasan Sejarah Kebudayaan Islampada materi respon dakwah
Nabi Muhammad di Madinah diterangkan bahwa perpindahan agama
merupakan salah satu faktor penting yang mendukung munculnya
kebudayaan Islam. Perpindahan agama secara besar-besaran saat itu tidak
hanya disebabkan oleh peperangan. Akan tetapi, daerah taklukan yang sudah
berbudaya tinggi itu memang sudah menunggu datangnya agama baru.
Materi Dakwah Nabi Muhammad Saw. di Mekah diterangkan bahwa Islam
lahir di Jazirah Arab. Pada saat itu, Jazirah Arab diapit oleh dua kekaisaran,
yaitu Kekaisaran Persia dan Kekaisaran Bizantium. Kekaisaran Persia
menetapkan agama Majusi sebagai agama resmi di seluruh wilayah mereka.
Pemeluk agama Majusi menyembah api dan mempunyai kitab suci yang
bernama Zend Avesta. Adapun Kekaisaran Romawi menetapkan agama
32
Nasrani sebagai agama resmi dengan injil sebagai kitab sucinya. Kedua kitab
suci itu sudah banyak dicampuri oleh tokoh-tokoh agama saat itu sehingga
kemurniannya tidak terjamin.Kemudian diterangkan juga bahwa Misi
dakwah Nabi Muhammad Saw. mengubah keadaan masyarakat jahiliah
menjadi masyarakat yang sejahtera berdasarkan agama tauhid.
Materi Dakwah Nabi Muhammad Saw. di Madinah diterangkan bahwa
Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Yastrib menganut agama Yahudi dan
Nasrani. Selain itu, sebagian masyarakat Yastrib menganut agama Pagan,
yaitu kepercayaan kepada benda dan kekuatan alam seperti matahari,
bintang, dan bulan. Para penganut agama ini berkeyakinan bahwa mereka
adalah manusia pilihan dan agama yang dianutnya adalah yang paling benar.
Keadaan ini memicu perselisihan antaragama yang berlangsung cukup lama
sampai masuknya Islam di kota ini.
Materi Khulafaur Rasyidin diterangkan bahwa setelah Nabi
Muhammad Saw. wafat, mereka menjadi contoh utama dalam menghayati
dan mengamalkan ajaran Islam. Mereka melaksanakan prinsip-prinsip
pemerintahan Islam dengan baik. Masa pemerintahan mereka merupakan
gambaran yang paling tepat bagi pelaksanaan hukum dan pemerintahan
Islam.
Materi Dinasti Umayyah diterangkan bahwa dalam perkembangan
kebudayaan/Peradaban Islam pada masa Dinasti Umayyah, Mu’awiyah bin
Abu Sufyan berhasil menduduki jabatan khalifah. Pada waktu itu, umat
Islam terpecah menjadi tiga golongan besar, yaitu golongan pendukung
Dinasti Umayyah, golongan pendukung Ali bin Abi Talib, dan golongan
Khawarij.
Materi Sejarah Dinasti Ayyubiyah diterangkan bahwa Kehidupan
Salahuddin Yusuf al-Ayyubi penuh dengan perjuangan dan peperangan.
Peperangan hanya dilakukan untuk mempertahankan dan membela agama.
Selain itu, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi memiliki toleransi yang tinggi
terhadap umat agama lain. Ketika menguasai Iskandariyah, ia mengunjungi
orang-orang Kristen. Ketika perdamaian tercapai dengan tentara Salib, ia
mengizinkan mereka untuk berziarah ke Baitulmakdis.
Pada materi Masuknya Islam ke Indonesia diterangkan bahwa Sebelum
masuknya Islam, bangsa Indonesia menganut berbagai kepercayaan yang
telah mendarah daging, seperti animisme dan dinamisme. Pengaruh
kepercayaan ini sangat kuat dan berakar dalam masyarakat Indonesia. Akan
tetapi, berkat kegigihan dan ketabahan para penyiar Islam, ajaran Islam
akhirnya dapat diterima. Saat ini, mayoritas penduduk Indonesia telah
memeluk agama Islam. materi Kerajaan Islam di Indonesia. diterangkan
bahwa Seiring berjalannya waktu, pemeluk Islam di Indonesia semakin
33
bertambah. Selanjutnya, mereka mulai mendirikan kerajaan-kerajaan dan
menerapkan sistem pemerintahan yang islami.
Materi Tokoh-tokoh Islam di Indonesia diterangkan bahwa
Perkembangan Islam di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari peranan para
penyiar agama. Mereka memperjuangkan agama Islam dengan gigih.
Kegigihan itu membuahkan hasil. Akhirnya, Islam dapat diterima sebagai
agama oleh sebagaian besar penduduk Indonesia. Adapun tokoh-tokoh
penyebar Islam yang terkemuka di Indonesia yaitu Abdur Rauf Singkel, Wali
Songo, Muhammad Arsyad al-Banjari, Syekh Yusuf al-Makasari, dan lain-
lain. Materi Tradisi Islam Nusantara. diterangkan bahwa Nusantara terdiri
atas beribu-ribu pulau dengan berbagai tradisi dan budaya. Masuknya agama
Islam di Nusantara sedikit banyak juga mempengaruhi perkembangan tradisi
dan budaya tersebut. Hal itu disebabkan ketika Islam masuk di Nusantara
sudah ada tradisi dan budaya yang dijalankan.
3. Kesenian
Pembahasan materi Khulafaur Rasyidin diterangkan bahwa Prestasi
pada masa kekhalifahan Usman bin Affan salah satunya dibidang kesenian
yaitu renovasi Masjid Nabawi. Masjid yang mulai dibangun pada masa
Khalifah Umar bin Khattab diperluas, bentuk dan coraknya juga diperindah.
Materi Dinasti Umayyah diterangkan bahwa Bidang kesusastraan juga
mengalami kemajuan. Hal itu ditandai dengan munculnya sastrawan-
sastrawan terkemuka. Selain itu, pembangunan fisik juga mendapatkan
perhatian besar. Usaha yang dilakukan oleh Dinasti Umayyah dalam
kaitannya dengan keberadaan bangunan bersejarah salah satunya adalah
mengubah istana Qusayr Amrah dan Istana al-Musatta yang digunakan
sebagai tempat peristirahatan di padang pasir.
Pada materi Kebudayaan pada Masa Dinasti Abbasiyah diterangkan
bahwa Di masa Dinasti Abbasiyah banyak dibangun masjid yang berfungsi
sebagai pusat kegiatan umat Islam. Berdasarkan bentuk dan corak seninya,
perkembangan masjid terbagi dalam tiga periode, yaitu periode permulaan,
periode pertengahan, dan periode modern. Bentuk dan corak seni masjid
yang dibangun pada masa Dinasti Abbasiyah termasuk dalam periode
permulaan.
Materi Masuknya Islam ke Indonesia. diterangkan bahwa Penyebaran
agama Islam di Indonesia terlihat pula dalam kesenian Islam, seperti
peninggalan seni bangunan, seni pahat, seni musik, dan seni sastra. Hasil-
hasil seni ini dapat pula dilihat pada bangunan masjid-masjid kuno di Demak,
Cirebon, Banten, dan Aceh. Dari masjid-masjid ini bisa dipahami bagaimana
tradisi Islam di Indonesia berkembang berinteraksi dengan budaya-budaya
34
lain, misalnya budaya Cina atau Arab.
4. Moral
Pembahasan Sejarah Kebudayaan Islam yang berkaitan dengan moral
diterangkan bahwa Setelah ditaklukkan, penduduk di wilayah-wilayah
taklukan yang sebelumnya tidak beragama Islam berbondong-bondong
memeluk agama Islam.diterangkan juga bahwa Kekayaan negara yang pada
masa permulaan pemerintahan Islam digunakan untuk kepentingan rakyat
telah disalahgunakan untuk kepentingan para pejabat dan keluarganya.
35
diterangkan bahwa Suatu pemerintahan yang sedang berada dalam puncak
kejayaan biasanya cenderung bermewah-mewahan.
5. Hukum
Pembahasan materi Sejarah Kebudayaan Islam diterangkan bahwa
Kebudayaan Islam mencapai puncak kejayaan ketika diterapkannya hukum
Islam. Di dalam Islam, sumber hukum utama adalah Al-Qur’an dan hadis.
37
Berbeda dengan agama-agama lain, hukum Islam mencakup kehidupan
beragama maupun kehidupan umum lainnya. Pada materi Dakwah Nabi
Muhammad Saw. di Madinah. diterangkan bahwa Adapun kalangan
masyarakat bukan Islam diikat dengan peraturan yang dibuat oleh Nabi
Muhammad Saw. yang tertuang dalam Piagam Madinah.
Kemudian materi Khulafaur Rasyidin diterangkan bahwa “beberapa
suku Arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed menyatakan murtad atau
membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa di
antaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam
secara utuh. materi Dinasti Umayyah diterangkan bahwa Di bidang hukum,
warga negara mendapat hak perlindungan hukum dari pemerintah. Hal itu
dilaksanakan oleh Lembaga Kehakiman Negara (an-Nizam al-Qada’i).
Lembaga ini dipimpin oleh seorang hakim yang bertugas memutuskan suatu
perkara dengan ijtihad berdasarkan Al-Qur’an dan hadis.
Pembahasan materi Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Abbasiyah
diterangkan bahwa Perkembangan ilmu fikih pada Dinasti Abbasiyah
berlangsung pada periode keempat dan kelima. Ilmu fikih mengalami
perkembangan pesat pada periode keempat. Hal itu disebabkan para tabiin
telah meletakkan dasar-dasar ilmu fikih pada periode sebelumnya. Materi
Kerajaan Islam di Indonesia diterangkan bahwa “Perkembangan Kerajaan
Samudra Pasai sebagai kerajaan Islam yang besar ditunjang dengan
diberlakukannya hukum atau syariah Islam dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara. Diterangkan juga bahwa Kehidupan sosial masyarakat
Kerajaan Malaka diatur oleh undang-undang kerajaan yang harus ditaati oleh
semua golongan. Bahkan untuk para pendatang, terdapat undang-undang
yang juga harus dipatuhi dan dilaksanakan. kemudian diterangkan bahwa
Masyarakat Aceh Darussalam hidup dengan perpaduan dua dasar aturan
masyarakat, yaitu adat istiadat tradisional dan ajaran agama Islam. Materi
Tokoh-tokoh Islam di Indonesia diterangkan bahwa Kesultanan Banjar
memberlakukan hukum Islam, baik hukum perdata maupun hukum pidana.
Untuk melaksanakan hukum tersebut, dibentuk Mahkamah Syariah
disamping lembaga kekadian.
6. Adat Kebiasaan
Pada materi Dakwah Nabi Muhammad Saw. di Mekah diterangkan
bahwa Kondisi masyarakat Kota Mekah itu mempengaruhi suku-suku
bangsa lainnya. Hal itu disebabkan setiap tahun Kota Mekah dikunjungi
masyarakat lain yang melakukan ibadah tawaf (haji). Para peziarah Ka’bah
banyak yang tertarik dan meniru cara ibadah masyarakat Kota Mekah. Materi
38
Kebudayaan Pada Masa Dinasti Abbasiyah diterangkan bahwa “Pada masa
itu, Bagdad dan Andalusia menjadi pusat peradaban dan ilmu pengetahuan.
Bangsa-bangsa non-Arab yang telah masuk dalam wilayah Islam memakai
bahasa Arab dan dan adat istiadat Arab dalam kehidupan sehari-hari.
Materi Masuknya Islam ke Indonesia diterangkan bahwa Sebelum
perkawinan berlangsung, wanita-wanita pribumi yang beragama Islam
diminta mengucapkan syahadat sebagai tanda menerima Islam sebagai
agamanya. Melalui proses ini, kelompok mereka semakin besar dan lambat
laut berkembang dari komunitas kecil menjadi kerajaan-kerajaan Islam.
Materi Kerajaan Islam di Indonesia. diterangkan bahwa Masyarakat Kerajaan
Aceh Darussalam hidup dengan perpaduan dua dasar aturan masyarakat,
yaitu adat-istiadat tradisional dan ajaran agama Islam. Ajaran Islam berhasil
meresap dalam kehidupan masyarakat Kerajaan Aceh Darussalam dan
mempengaruhi hubungan antarindividu dan kelompok. Kedua dasar
peraturan bermasyarakat Aceh Darussalam ini tidak dapat dipisahkan.
Pada Materi Tokoh-tokoh Islam di Indonesia diterangkan bahwa Dalam
usahanya menarik umat Hindu dan Buddha, Sunan Kalijaga mengusulkan
agar adat istiadat Jawa diberi warna Islam. Kemudian pada materi Tradisi
Islam Nusantara diterangkan bahwa Nusantara terdiri atas beribu-ribu pulau
dengan berbagai tradisi dan budaya. Masuknya agama Islam di Nusantara
sedikit banyak juga memengaruhi perkembangan tradisi dan budaya
tersebut. Hal itu disebabkan ketika Islam masuk di Nusantara sudah ada
tradisi dan budaya yang dijalankan. Banyak kesenian dan adat yang
berkembang di Nusantara bernapaskan Islam.
8. Politik
Pembahasan materi Sejarah Kebudayaan Islam diterangkan bahwa
Kebudayaan Islam mencapai puncak perkembangan pada abad ke-5 Hijriah
atau abad pertengahan Masehi. Setiap mencapai puncak kebudayaan itu juga
mulai memasuki masa kemunduran. Adapun kemunduran kebudayaan
Islam salah satunya disebabkan oleh faktor politik. Terpecahbelahnya
kesatuan kaum muslimin mengakibatkan kelemahan politik. Disaat yang
sama, orang-orang Eropa yang beragama Kristen mulai menguat
kedudukannya hingga akhirnya terjadi Perang Salib. Dijelaskan pula bahwa
unsur yang menjadi bentuk kebudayaan Islam adalah sistem politik, sistem
kemasyarakatan, dan ilmu pengetahuan.
Pada materi Khulafaur Rasyidin diterangkan bahwa Pada masa
kekhalifahan Umar bin Khattab, kepiawaian beliau di bidang politik diawali
ketika berhasil menyatukan kaum Muhajirin dan Ansar pada saat pemilihan
khalifah yang pertama. Diterangkan juga bahwa pada masa kekhalifahan Ali
bin Abi Talib, menginginkan sebuah pemerintahan yang efektif dan efisien.
Oleh karena itu, beliau kemudian mengganti pejabat-pejabat yang kurang
cakap dalam bekerja.
Materi Dinasti Umayyah diterangkan bahwa Peristiwa penyerahan
kekuasaan dari Hasan bin Ali kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan terjadi pada
tahun 661 M. Sejak saat itu, secara resmi pemerintahan Islam dipegang oleh
Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Ia kemudian memindahkan pusat kekuasaan
dari Madinah ke Damaskus (Suriah). Dijelaskan pula bahwa pada masa
Dinasti Umayyah, dibentuk lima lembaga pemerintahan dan dewan
41
sekretaris negara (Diwanul-Kitabah). Dinasti ini menganut politik
ekspansionis, yaitu kebijakan untuk memperluas wilayah kekuasaan.
Materi Dinasti Abbasiyah diterangkan bahwa disamping mengkhianati
isi perjanjian Amul-Jama’ah, penunjukan khalifah juga berlawanan dengan
prinsip senioritas dalam pemilihan pimpinan di kalangan bangsa Arab. Hal
itu tentu saja membuat keadaan dalam istana serta pemerintahan menjadi
tidak stabil serta mengancam kelangsungan Dinasti Umayyah. Keadaan itu
membuat administrasi pemerintahan terlalaikan. Hal itu juga mendorong
para pejabatnya melakukan korupsi dan mementingkan diri sendiri. Pada
materi Kebudayaan Pada Masa Dinasti Abbasiyah diterangkan bahwa
Perkembangan politik dan militer Dinasti Abbasiyah terbagi ke dalam lima
periode. Dalam setiap periode terjadi perubahan pemegang kekuasaan,
sistem pemerintahan, dan kebijakan militer.
Materi Masuknya Islam ke Indonesia diterangkan bahwa di Indonesia
terdapat dua kelompok besar masyarakat penerima Islam, yaitu golongan
elite (para raja, bangsawan, dan penguasa) sebagai penguasa politik dan
golongan wong cilik (golongan lapisan bawah). Kemudian diterangkan bahwa
Masuknya Islam di Indonesia pada umumnya berjalan damai. Akan tetapi,
adakalanya penyebaran harus diwarnai dengan cara-cara penaklukan. Hal itu
terjadi jika situasi politik di kerajaan-kerajaan itu mengalami kekacauan
akibat perebutan kekuasaan. Pada materi Kerajaan Islam di Indonesia.
Diterangkan juga bahwa Seiring berjalannya waktu, pemeluk Islam di
Indonesia makin bertambah. Selanjutnya, mereka mulai mendirikan kerajaan-
kerajaan dan menerapkan pemerintahan yang islami.
G. Latihan
1. Buatlah peta konsep Materi pada Buku SKI sesuai jenjang tempat mengajar
dengan mempergunakan teori E. B. Taylor.
2. Refleksikan Unsur-unsur Kebudayaan Menurut E.B. Tailor !
3. Diskusikanlah dengan kelompok Saudara, Bagimana cara Menemukenali
Unsur Kebudayaan Dalam Buku Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
di Madrasah.
H. Bacaan Tambahan
1. Pulungan, HJ Suyuthi. Sejarah Peradaban Islam. Amzah, 2022.
2. Aizid, Rizem. Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Diva Press, 2015.
3. https://www.youtube.com/watch?v=SB5xgVqlYyU
43