Anda di halaman 1dari 22

KEGIATAN BELAJAR 2:

KAJIAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM


DI MADRASAH

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mendiskripsikan Kajian Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Menganalisis Pentingnya Pengajaran Sejarah

Mendeskripsikan Hakekat Sejarah dan Kebudayaan

Menganalisis Problematika Pengajaran SKI

Menganalisis Unsur-unsur Kebudayaan menurut E.B Taylor

Mengenali Unsur-Unsur Kebudayaan Dalam Buku Mata


Pelajaran

A. Pentingnya Pengajaran Sejarah


Bagi umat Islam, sejarah memiliki nilai-nilai yang amat penting. Menurut Prof.
Dr. Nourozzaman ash-Shiddiqie, paling tidak ada empat aspek penting yang
dapat diambil dari sejarah; pertama, adalah kewajiban kaum muslimin untuk
meneladani Rasulullah. Oleh karena itu rekaman tentang perilaku kearifan dan
kebijakan Rasul perlu diketahui dan diteladani. Kedua, untuk menafsirkan dan
memahami maksud Al-Qur’an dan Hadits, perlu memahami setting sosial
histories dan kondisi psikologis masyarakat Islam pada saat itu. Atau dalam
bahasa yang popular adalah asbab an-nuzul dan asbab al-wurud. Ketiga, sebagai alat
ukur sanad. Untuk mengetahui keautentikan sebuah hadits, apakah dhabit atau
tidak, bagaimana perilaku keseharian seorang sanad dan sebagainya. Semua itu
dapat dilihat dalam sejarah. Oleh karena itu penulis sejarah yang pertama
sesungguhnya adalah orang Islam, yakni At-Tabari, dengan bukunya yang
dikenal dengan Tarikh at-Tabari. Keempat, untuk merekam peristiwa-peristiwa
penting yang terjadi, baik sebelum maupun sesudah kedatangan Islam. Di
samping itu, sejarah juga berfungsi untuk mengenal diri sendiri, juga sebagai
22
cermin masa lalu untuk dijadikan pedoman masa kini dan masa yang akan
datang, untuk diteladani dan dipakai sebagai alat analisis.
Kendatipun demikian penting arti sejarah dalam kehidupan manusia, namun
dalam realitas kehidupan itu sendiri, termasuk dalam dunia akademik,
keberadaan materi pelajaran sejarah kurang mendapatkan respon yang memadai.
Sejarah sering dianggap hanya sebagai peristiwa masa lalu yang tidak memiliki
rangkaian dengan masa kini dan masa yang akan datang. Bahkan dengan pola
pengajaran yang monoton, yang menekankan pada aspek kognitif, hafalan, maka
pelajaran sejarah semakin tampil membosankan dan terkesan hanya mengulang-
ulang saja. Di sisi lain sumber-sumber materi sejarah yang lebih menekankan
pada aspek politis, menjadikan kesan yang semakin angker dan menyeramkan
bahwa perjalanan daulat-daulat Islam selalu diwarnai dengan tindakan-tindakan
kekerasan dan pertumpahan darah. Sebagaimana yang ditulis oleh sebagian
orientalis, Islam disebarkan dengan pedang di tangan kanan dan Al-Qur’an di
tangan kiri. Sementara Barat dimunculkan sebagai bangsa yang beradab dan
berperadaban. Distorsi informasi ini bukan hanya memanipulasi informasi
sejarah, namun sangat berimplikasi terhadap aspek politis, sosiologis dan
psikologis umat Islam sendiri.
Keterpurukan umat Islam dalam kondisi inferiority complex, perasaan minder,
rendah diri terhadap keberadaan nilai-nilai Islami, dan di sisi lain perasaan yang
begitu bangga terhadap produk-produk Barat, merupakan bagian dari
keberhasilan dominasi Barat secara politis maupun kultural terhadap dunia
Islam. Proses pemutusan mata rantai sejarah Islam telah dilakukan oleh beberapa
orientalis Barat abad ke-18, ke-19 sampai pertengahan abad ke-20. Mata rantai
yang secara obyektif harus diakui oleh Barat, bahwa kemajuan Barat sebagaimana
sekarang ini adalah bagian dari proses sejarah yang diambil dari dunia Islam, baik
lewat Perang Salib, lewat kemajuan Islam di Spanyol maupun lewat
referensi/karya-karya ilmuwan muslim. Beberapa problematika inilah yang
perlu mendapat perhatian serius dari umat Islam, terutama tokoh-tokoh yang
bergelut dengan dunia akademik, khususnya guru-guru sejarah Islam.

B. Hakekat Sejarah dan Kebudayaan


Apa yang dimaksud dengan sejarah dan kebudayaan? Kata sejarah dalam
bahasa Indonesia memiliki kesamaan filosofis dengan kata syajarah dalam bahasa
Arab yang berarti pohon. Pohon merupakan gambaran suatu rangkaian
geneologi, yaitu pohon keluarga yang mempunyai keterkaitan erat antara akar,
batang, cabang, ranting dan daun serta buah. Keseluruhan elemen pohon ini
memiliki keterkaitan erat, kendatipun yang sering dilihat oleh manusia pada
umumnya hanya batang pohon saja, atau buahnya saja, akan tetapi adanya pohon

23
dan buah tidak terlepas dari peran akar. Itulah filosofi sejarah, yang mempunyai
keterkaitan erat antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Kata sejarah dalam bahasa Indonesia mempunyai kesamaan arti dengan tarikh
dalam bahasa Arab, geschichte (bahasa Jerman) dan history (bahasa Inggris) yang
berasal dari bahasa Yunani istoria (ilmu tentang kronologi hal ikhwal manusia).
Menurut Ibnu Khaldun, dalam hakekat sejarah terkandung pengertian
observasi dan usaha mencari kebenaran (tahqiq), keterangan yang mendalam
tentang sebab dan asal benda wujudi, serta pengertian dan pengetahuan tentang
substansi, esensi dan sebab-sebab terjadinya peristiwa. Sedang menurut Franz
Rosental, sejarah adalah deskripsi tentang aktivitas manusia yang terus menerus
baik dalam bentuk individu maupun kelompok. Dari dua pengertian tersebut
menunjukkan bahwa definisi pertama lebih bernuansa filosofis yang berkaitan
dengan hakekat sesuatu, sedang definisi kedua lebih operasional. Menurut Prof.
Nourozzaman ash-Shiddiqie, sejarah adalah peristiwa masa lampau yang tidak
sekedar informasi tentang terjadinya peristiwa, tetapi juga memberikan
interpretasi atas peristiwa yang terjadi dengan melihat kepada hukum sebab-
akibat. Dengan adanya interpretasi ini, maka sejarah sangat terbuka apabila
diketemukan adanya bukti-bukti baru. Definisi ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Sayyid Quttub, bahwa sejarah bukanlah peristiwa-peristiwa,
melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa dan pengertian mengenai hubungan-
hubungan nyata dan tidak nyata yang menjalin seluruh bagian serta memberikan
dinamisme dalam waktu dan tempat.
Jadi sejarah bukan sekedar catatan bagi orang-orang yang lahir dan orang-
orang yang mati dan sekedar mengungkap kehidupan para penguasa dan
biografi para pahlawan, akan tetapi sejarah juga merupakan suatu ilmu yang
membentangkan perkembangan masyarakat, yaitu suatu proses panjang dalam
lintasan waktu yang melibatkan masyarakat. Sejarah berbeda dengan hikayat,
legenda, kisah dan sebagainya. Sejarah harus dapat dibuktikan kebenarannya dan
logis. Oleh karena itu, cerita yang tidak masuk akal, apalagi tidak dapat
dibuktikan kebenarannya, maka tidak dapat dikategorikan sebagai sejarah.
Sejarah adalah suatu kisah manusia dalam perjuangannya untuk merealisasikan
tujuan peperangan yang diterjuninya, pengetahuan yang ia peroleh dari dirinya
dan dari alam sekitarnya, penemuan-penemuan yang ia capai, kota-kota yang ia
bangun, pemerintah-pemerintah yang ia dirikan, perundang-undangan yang
menjadi pedomannya, manifes-manifes ekonomi, aktivitas yang ia lakukan,
peninggalan-peninggalan peradaban yang ia tinggalkan, ide-ide pemikiran yang
ia anut kemudian mungkin menggantinya dengan yang lain. Semua itu dikenal

24
dengan apa yang dinamakan “kebudayaan manusia” yang mana kebudayaan
manusia itu menjadi obyek sejarah.
Apabila manusia telah memahami asal-usul kebudayaannya, faktor-faktor
pertumbuhan dan fase perkembangan kebudayaannya, maka ia benar-benar telah
memahami hakekat kekiniannya, niscaya ia mampu mengambil pelajaran dari
pemahamannya dan pengalaman-pengalaman itu dalam menghadapi masa
depan. Yang demikian itu disebabkan bahwa sejarah suatu umat adalah
merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan antara masa lalu, masa kini dan
masa yang akan datang.
Setelah mendiskusikan tentang sejarah, maka selanjutnya mendiskusikan
tentang kebudayaan. Di Indonesia, istilah kebudayaan dan peradaban sering
disinonimkan. Peradaban Islam adalah terjemahan dari al-hadharah al-Islamiyah.
Kata Arab ini sering juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
Kebudayaan Islam. “Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah ats-tsaqafah. Di
Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang
mensinonimkan dua kata “kebudayaan” (Arab ats-tsaqafah, Inggris, culture) dan
“peradaban” (Arab al-hadharah, Inggris, civilization). Dalam perkembangan ilmu
antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah bentuk
ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Di dalam kebudayaan
terdapat pengetahuan dan ide-ide untuk memahami lingkungannya dan sebagai
pedoman dalam melakukan suatu tindakan. Sedangkan manifestasi-manifestasi
kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau
kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama) dan
moral, maka peradaban terefleksikan dalam politik, ekonomi dan teknologi.
Menurut Kuntjaraningrat, kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud,
(1) wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu komplek ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, (2) wujud kelakuan, yaitu
wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas kelakuan berpola dari
manusia dalam masyarakat, dan (3) wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai
benda-benda hasil karya.
Secara sederhana kebudayaan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan
pengetahuan yang dimiliki oleh manusia dan digunakan sebagai pedoman untuk
memahami lingkungannya dan sebagai pedoman untuk mewujudkan tindakan
dalam menghadapi lingkungannya. Landasan peradaban Islam adalah
kebudayaan Islam terutama wujud idealnya, sementara landasan kebudayaan
Islam adalah agama.
Karena kebudayaan Islam sumber pokoknya adalah agama Islam, maka
kebudayaan Islam memiliki beberapa keunikan dibandingkan dengan budaya

25
lain. Keunikan itu sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dr. H. Abdurrahman
Mas’ud, MA. sebagai berikut:
1. Adanya konsep tauhid/Oneness of God/Unity of God.
2. Universalitas pesan dan misi peradaban yakni persaudaraan Islam.
3. Prinsip moral dijunjung tinggi.
4. Budaya toleransi yang cukup tinggi–wilayah Islam relatif aman.
5. Prinsip keutamaan belajar dan memperoleh ilmu.

C. Problematika Pengajaran Sejarah dan Kebudayaan Islam


Sejarah Kebudayaan Islam merupakan pelajaran penting sebagai upaya untuk
membentuk watak dan kepribadian umat. Dengan mempelajari sejarah, generasi
muda akan mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari perjalanan suatu
tokoh atau generasi terdahulu. Dari proses itu dapat diambil banyak pelajaran,
sisi-sisi mana yang perlu dikembangkan dan sisi-sisi mana yang tidak perlu
dikembangkan. Keteladanan dari tokoh-tokoh/pelaku sejarah inilah yang ingin
ditransformasikan kepada generasi muda, di samping nilai informasi sejarah
penting lainnya.
Beberapa pakar pendidikan sejarah maupun sejarawan memberikan pendapat
tentang fenomena pembelajaran sejarah yang terjadi di Indonesia diantaranya
masalah model pembelajaran sejarah, kurikulum sejarah, masalah materi dan
buku ajar atau buku teks, profesionalisme guru sejarah dan lain sebagainya.
Pertama, adalah masalah model pembelajaran sejarah. Menurut Hamid Hasan
dalam Alfian (2007) bahwa realitas yang ada sekarang, pembelajaran sejarah jauh
dari harapan untuk memungkinkan anak melihat relevansinya dengan
kehidupan masa kini dan masa depan. Mulai dari jenjang SD hingga SMA,
pembelajaran sejarah cenderung hanya menyampaikan fakta sejarah sebagai
materi utama. Tidak aneh bila pendidikan sejarah terasa kering, tidak menarik,
dan tidak memberi kesempatan kepada anak didik untuk belajar menggali makna
dari sebuah peristiwa sejarah.
Taufik Abdullah memberi penilaian, bahwa strategi pedagogis sejarah
Indonesia aplikasinya relatif sangat belum memadai. Pendidikan sejarah di
sekolah masih berkutat pada pendekatan chronicle dan cenderung menuntut
anak agar menghafal suatu peristiwa (Abdullah dalam Alfian, 2007:2). Siswa tidak
dibiasakan untuk mengartikan suatu peristiwa guna memahami proses yang
menjadi dinamika suatu perubahan.
Sistem pembelajaran sejarah yang dikembangkan sebenarnya tidak lepas dari
pengaruh budaya yang telah mengakar. Model pembelajaran yang bersifat satu
arah dimana guru menjadi sumber pengetahuan utama dalam kegiatan
pembelajaran menjadi sangat sulit untuk dirubah. Pembelajaran sejarah saat ini

26
mengakibatkan peran siswa sebagai pelaku sejarah pada zamannya menjadi
terabaikan. Pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa sebelumnya
atau lingkungan sosialnya tidak dijadikan bahan pelajaran di kelas, sehingga
menempatkan siswa sebagai peserta pembelajaran sejarah yang pasif (Martanto,
dkk, 2009:10). Dengan kata lain, kekurangcermatan pemilihan strategi mengajar
akan berakibat fatal bagi pencapaian tujuan pengajaran itu sendiri (Widja,
1989:13).
Kedua, adalah masalah kurikulum sejarah, karena kurikulum adalah salah satu
komponen yang menjadi acuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kurikulum adalah rencana tertulis dan
dilaksanakan dalam suatu proses pendidikan guna mengembangkan potensi
peserta didik menjadi berkualitas. Dalam sebuah kurikulum termuat berbagai
komponen, seperti, tujuan, konten dan organisasi konten, proses yang
menggambarkan posisi peserta didik dalam belajar dan asessmen hasil belajar.
Selain komponen tersebut, kurikulum sebagai suatu rencana tertulis dapat pula
berisikan sumber belajar dan peralatan belajar dan evaluasi kurikulum atau
program.
Sejak Indonesia merdeka, telah terjadi beberapa kali perubahan kurikulum dan
mata pelajaran sejarah berada di dalamnya. Akan tetapi materi-materi yang
diberikan dalam kurikulum yang sering mendapat kritik dari masyarakat
maupun para pemerhati sejarah baik dari pemilihannya, teori pengembangannya
dan implimentasinya yang seringkali digunakan untuk mendukung kekuasaan.
Ketika Orde Baru bermaksud menata kembali kehidupan berbangsa dan
bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, tujuan pendidikan nasional
diarahkan untuk mendukung maksut tersebut. Tentu saja kurikulum sekolahan
dikembangkan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum 1986 yang
berlaku pada awal masa Orde Baru kemudian mengalami pergantian menjadi
kurikulum 1975, kurikulum sejarah juga mengalami penyempurnaan. Demikian
seterusnya terjadi beberapa perubahan kurikulum menjadi kurikulum 1984, 1994
dan 2004 (Umasih dalam Alfian, 2007:3). Kurikulum yang dipakai arahannya
kurang jelas dan sangat berbau politis, artinya kurikulum yang digunakan tidak
lepas dari adanya kepentingan-kepentinagn dari rezim yang berkuasa. Sejarah
dijadikan alat untuk membangun paradigma berfikir masyarakat mengenai
perjalanan sejarah bangsa dengan mengagung-agungkan rezim yang mempunyai
kekuasaan. Sistem pembelajaran yang diterapkan tidak mengarahkan siswa
untuk berfikir kritis mengenai suatu peristiwa sejarah, sehingga siswa seakan-
akan dibohongi oleh pelajaran tentang masa lalu (Anggara, 2007:103).
Selain masalah kurikulum yang selalu mengalami perubahan, masalah yang
tak kalah pentingnya adalah masalah materi dan buku ajar/buku teks sejarah.
Menurut Lerissa (dalam Alfian, 2007), masalah buku ajar ini sudah ada sejak
27
sistem pendidikan nasional mulai diterapkan di Indonesia tahun 1946. Saat buku
ajar yang dipakai sebagai bahan ajar sejarah adalah karangan Sanusi Pane yang
berjudul Sejarah Indonesia (4 Jilid) yang ditulis atas permintaan pihak Jepang
pada tahun 1943-1944, yang kemudian dicetak ulang pada tahun 1946 dan 1950.
Pada tahun 1957 Anwar Sanusi menulis buku sejarah Indonesia untuk sekolah
menengah (3 Jilid). Setelah itu kemudian muncul berbagai buku ajar lainnya yang
ditulis oleh berbagai pihak, terutama oleh guru, salah satunya buku yang
dikarang oleh Subantardjo.
Pada tahun 1970, para ahli sejarah yang terhimpun dalam Masyarakat
Sejarawan Indonesia (MSI) mengadakan “Seminar Sejarah II” di Jogjakarta dan
menghasilkan sebuah keputusan untuk menulis buku sejarah untuk keperluan
perguruan tinggi dan bisa dijadikan sumber buku ajar di SMP dan SMA. Buku
yang terdiri dari 6 jilid itu, kemudian juga tidak luput dari permasalahannya dan
sempat memunculkan pertentangan. Tidak semua penulis menggunakan
metodologi yang sama yang telah ditentukan oleh editor umum, Prof. sartono
Kartodirdjo (pendekatan structural); masing-masing penulis membawa tradisi
ilmiah yang telah melekat pada dirinya (istructural atau naratif/kisah). Pada
masa itu perbedaan antara pendekatan structural dan pendekatan naratif secara
metodologis tidak bisa dijembatani sama sekali. Masing-masing mempunyai
domain sendiri-sendiri. Konflik yang berkepanjangan ini menyebabkan Sartono
mengundurkan diri dan diikuti oleh penulis-penulis lainnya. Setelah buku
tersebut dicetak ulang (1983-1984) sebagi editor umum hanya tercantum nama
Prof. Dr. Nugroho Notosusanto dan Prof. Dr. Marwati Djoned Poesponegoro
(Alfian, 2007:5). Tahun 1993 sempat dilakukan revisi oleh RZ Lerissa dan Anhar
Gonggong dan kawan-kawan, namun entah kenapa kabarnya buku itu tidak
diedarkan (Purwanto dan Adam, 2005:105).
Hampir seluruh buku ajar, baik yang diterbitkan oleh swasta maupun
pemerintah sebenarnya tidak layak untuk dijadikan referensi. Hampir seluruh
penulis buku hanya membaca dokumen kurikulum secara harfiah dan tidak
mampu memahami jiwa kurikulum dengan baik. Sebagian besar penulis buku
juga tidak paham sejarah sebagai ilmu, historiografi, dan tertinggal sangat jauh
dalam referensi mutahkir penulisan (Purwanto, 2006:268).
Masalah profesionalisme guru sejarah juga masih dipertanyakan, sampai saat
ini masih berkembang kesan dari para guru, pemegang kebijakan di sekolah
bahwa pelajaran sejarah dalam mengajarkannya tidak begitu penting
memperhatikan masalah keprofesian, sehingga tidak jarang tugas mengajar
sejarah diberikan kepada guru yang bukan profesinya. Akibatnya, guru
mengajarkan sejarah dengan ceramah mengulangi apa isi yang ada dalam buku
(Anggara, 2007:102). Sementara itu terlalu banyak sekolah yang memposisikan
guru sejarah sebagi orang buangan, dan mata pelajaran sejarah sekedar sebagai
28
pelengkap. Bahkan banyak kasus ditemukan, guru sejarah menjadi sasaran untuk
menaikkan nilai siswa agar yang bersangkutan dapat naik kelas. Selain itu,
sebagian besar guru juga tidak mengikuti perkembangan hasil penelitian dan
penerbitan mutakhir sejarah Indonesia. Hal yang terakhir itu juga berkaitan
dengan adanya kenyataan bahwa institusi resmi yang menjadi tempat pendidikan
tambahan bagi guru sejarah itu hanya berkutat pada substansi historis dan
metode pengajaran sejarah yang tertinggal jauh. Pengajaran sejarah di sekolah
selama ini sering dilakukan kurang optimal. Pelajaran sejarah seolah sangat
mudah dan digampangkan. Banyak pendidik yang tidak berlatar belakang
pendidikan sejarah terpaksa mengajar sejarah di sekolah.
Kendatipun demikian penting materi sejarah bagi pengembangan kepribadian
suatu bangsa, namun dalam realitasnya sering kurang disadari, sehingga mata
pelajaran sejarah kurang diminati. Mata pelajaran sejarah justru hanya dipandang
sebagai mata pelajaran pelengkap, baik oleh siswa maupun oleh guru. Ini terbukti
dengan jam pelajaran untuk Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di sekolah (baca
madrasah) hanya 1 jam pelajaran dalam seminggu. Padahal materi SKI cukup
banyak.
Di samping masalah jam pelajaran, ada masalah-masalah lain yang berkaitan
dengan metodologi pengajaran sejarah Islam, yaitu:
1. Baru menekankan pada aspek sejarah politik para elite penguasa pada
zamannya. Sementara aspek sosial, aspek ekonomi, budaya dan pendidikan
kurang mendapatkan porsi yang memadai.
2. Apresiasi siswa terhadap kebudayaan masih rendah. Bahkan beberapa guru
sejarah Islam juga menunjukkan apresiasi yang rendah terhadap mata
pelajaran ini. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya perhatian mereka
terhadap pengajaran sejarah.
3. Sikap inferiority complex, perasaan rendah diri yang komplek. Sikap inferiority
complex umat Islam terhadap nilai-nilai sejarah budayanya sendiri ini
merupakan bagian dari masalah dalam pengajaran sejarah. Generasi muda
pada umumnya lebih bangga terhadap hasil kebudayaan Barat, sementara
terhadap kebudayaan Islam sendiri, mereka merasa malu untuk
mengakuinya, apalagi menirunya. Sikap inferiority complex kaum muslimin ini
juga terefleksi dalam sikap dan reaksi kaum muslim terhadap budaya Barat;
a. Sikap kelompok muslim yang secara total menerima dan meniru budaya
Barat. Mereka menghendaki budaya Islam diganti dengan budaya Barat.
b. Sikap kelompok muslim yang anti sama sekali, xenophobia yang
berlebihan. Sehingga segala sesuatu yang datang dari Barat harus ditolak
sama sekali.
c. Sikap kelompok muslim yang realistis dan kritis dengan landasan
pemikiran bahwa budaya bersifat relatif yang mengandung plus-minus.
29
Dalam pandangan ini, maka darimanapun sebuah kebaikan, apakah dari
Barat atau dari Timur, maka hal itu dapat diterima.
4. Metode yang dipergunakan oleh guru masih monoton; sejarah hanya
disampaikan dengan ceramah, padahal materi sejarah Islam sudah diperoleh
siswa dalam setiap jenjang pendidikan Islam dan dari informasi lain. Oleh
karena itu perlu adanya metode dan media yang bervariasi, misalnya field
study, study lapangan langsung, pemakaian peta, VCD dan sebagainya.
5. Penjelasan guru atau nara sumber kurang memperhatikan aspek-aspek lain,
misalnya faktor sosiologis, faktor antropologis, ekonomis, geografis dan
sebagainya. Dalam menjelaskan satu materi dapat diterangkan dengan
beberapa sudut pandang yang berbeda, sehingga pemahaman siswa menjadi
lebih komprehensif. Materi-materi yang perlu dijelaskan secara komprehensif
tersebut misalnya tentang; apa yang dimaksud dengan jahiliyah, apa yang
dimaksud dengan sifat ummi pada Nabi, kenapa Islam diturunkan di Makkah,
bagaimana awal mula konflik dalam Islam, bagaimana konflik yang terjadi
antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan, Ali bin Abi Thalib
dengan Aisyah, Talkhah dan Zubair, bagaimana tuduhan terhadap Al-
Ghazali sebagai penyebab kemunduran peradaban Islam, apa arti masa
keemasan Islam dan pengaruhnya terhadap renaissance di Barat.

D. Unsur-unsur Kebudayaan Menurut E.B. Taylor.


Pendidikan merupakan cermin setiap kehidupan dalam bermasyarakat.
Terpandang dan tidaknya suatu masyarakat akan terlihat seberapa tinggi
masyarakat dalam memiliki sebuah keilmuan. Keilmuan dipandang sebagai
anugrah seseorang dalam memahami aplikasi budaya yang sudah ada.
Kebudayaan yang selalu dinamis akan membutuhkan suatu keilmuan yang
sangat mendalam dalam memahami dan menganalisa. Sedikit banyak
masyarakat yang kolot dengan kebudayaan setempat, maka kebudayaan tidak
akan berkembang dan mengalami stagnan. Kekolotan masyarakat setempat
dengan kebudayaan yang dimiliki membuat ketidak tahuan kebudayaan yang
baru. Begitu juga dengan masyarakat sekolah, tuntutan kebudayaan inklusi
selalu diharapkan untuk menciptakan kebudayaan baru yang selalu dinamis.
Berbicara mengenai kebudayaan tidak akan lepas mengenai unsur unsur di
dalamnya. Budaya merupakan suatu kebiasaan atau watak yang melekat pada
diri seseorang masyarakat dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari.
Kebudayaan tidak bisa dipandang sebelah mata dalam proses pembelajaran
dalam tingkat sekolah. Sekolah memberikan budaya melalui kegiatan proses
belajar mengajar dan lingkungan yang nyata dalam kompleks masyarakat kecil.
Tak bisa dipungkiri bahwa kebudayaan akan melekat pada masyarakat sekolah
30
dikala dalam lingkungan sekolah menerapkan sesuai apa yang ada dalam buku
buku teks sejarah kebudayaan.
Kebudayaan Islam yang ada di Nusantara tidak terlepas dari sejarah
Nusantara pra Islam dimana keyakinan dan budaya-budaya hindu budha
melekat pada mayarakat Indonesia. Baru kemudian setelah datangnya Islam,
melalui Walisongo kebudayaan tersebut diasimilasi dengan ajaran-ajaran
Islam. Sebagai contoh dari Dr. Th.G.Th. Pigeaud dalam Javaansche
Volksvertoningen (1938) mengemukakan bahwa wayang kulit purwa yang
dikenal sebagaimana sekarang ini adalah produk yang dihasilkan oleh wali-
wali penyebar Islam. Menurut Soekmono (1959) yang menjadi dasar dan
pokok kebudayaan Indonesia zaman madya adalah kebudayaan purba
(Indonesia asli), tetapi telah diislamkan. Yang dimaksud kebudayaan purba
dalam konteks itu adalah kebudayaan Malaio Polinesia pra-Hindu yang oleh
Prof. Dr. C.C. Berg (1938) dan Pof. Dr. G.J. Held (1950) disebut animisme dan
dinamisme, yaitu kebudayaan yang lahir dari kepercayaan terhadap benda-
benda yang dianggap memiliki “daya sakti” dan kepercayaan terhadap arwah.
Sejatinya, yang dimaksud animisme-dinamisme itu adalah ajaran Kapitayan.
Proses islamisasi kebudayaan purba sebagaimana ditengarai Soekmono adalah
bukti asimilasi yang dilakukan para penyebar Islam generasi Wali Songo.
Buku buku kebudayaan yang telah dipegang dan dipelajari masyarakat
sekolah memiliki unsur yang dapat membantu mereka dalam menemukan dan
mengamalkan kebudayaan yang ideal. Menurut E. B. Taylor sebagaimana
dikutip oleh Jaih Mubarok dalam Sejarah Peradaban Islam karangan Dedi
Supriyadi, kebudayaan adalah that complex whole which includes knowlwdgw,
belief, art, morals, laws, custom and any other capabilities and habits acquired by man
as a member of society (keseluruhan yang kompleks yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, serta kemampuan dan kebiasaaan lain
yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat).

E. Unsur-Unsur Kebudayaan Dalam Buku Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan


Islam di Madrasah
1. Unsur Ilmu Pengetahuan
Pembahasan materi dalam buku sejarah kebudayaan Islam yang
mencakup unsur ilmu pengertahuan diantaranya adalah materi tentang
kondisi masyarakat arab pra Islam yang dijelaskan bahwa Pada masa awal
perkembangan Islam, ilmu pengetahuan kurang mendapat perhatian. Ilmu
pengetahuan baru mendapatkan perhatian pada masa Dinasti Abbasiyah.
Pada saat itu, banyak buku-buku dari berbagai disiplin ilmu dan kebudayaan
lain diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Pada materi Khulafaur Rasyidin,
31
diterangkan bahwa untuk menghindari kesalahan fatal dalam bacaan Al-
Qur’an dan hadis, Khalifah Ali bin Abi Talib memerintahkan Abu Aswad ad-
Duali untuk mengembangkan pokok-pokok ilmu nahwu, yaitu ilmu yang
mempelajari tata bahasa Arab. Pada materi Dinasti Umayyah diterangkan
bahwa Pusat ilmiah pada Dinasti Umayyah adalah Kota Basrah dan Kufah di
Irak. Perkembangan ilmu pengetahuan itu ditandai dengan munculnya
ilmuan-ilmuan muslim dalam berbagai bidang. Usaha Khalifah Umar bin
Abdul Aziz dibidang ilmu pengetahuan adalah memindahkan sekolah
kedokteran yang ada di Iskandariah (Mesir) ke Antiokia dan Harran (Turki).
Pembahasan Ilmu Pengetahuan pada materi Masa Dinasti Abbasiyah.
diterangkan bahwa Masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah merupakan masa
keemasan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Bahasan tentang ilmu
pengetahuan umum meliputi ilmu filsafat, kedokteran, astronomi, tokoh-
tokoh ilmuan, dan Baitul Hikmah. Dijelaskan juga disamping dalam bidang
ilmu pengetahuan, pada dinasti ini ilmu agama Islam juga mengalami
perkembangan yang penting. Ilmu agama Islam yang berkembang meliputi
ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu fikih, ilmu tasawuf. Pembahasan Ilmu
pengetahuan pada materi Sejarah Dinasti Ayyubiyah diterangkan bahwa
perkembangan ilmu pengetahuan pada Masa Dinasti Ayyubiyah ditandai
dengan datangnya ulama-ulama masyhur untuk mengajar di Al-Azhar.
Pembahasan materi masuknya Islam ke Indonesia diterangkan bahwa
Islam masuk ke Indonesia melalui berbagai cara, salah satunya adalah
pendidikan. Penyebaran Islam melalui pendidikan, dilakukan melalui
pesantren-pesantren, khususnya oleh para kiai. Semakin terkenal kiai yang
mengajar di sebuah pesantren itu, semakin besar pula pengaruh pesantren
tersebut di tengah masyarakat.

2. Kepercayaan
Pembahasan Sejarah Kebudayaan Islampada materi respon dakwah
Nabi Muhammad di Madinah diterangkan bahwa perpindahan agama
merupakan salah satu faktor penting yang mendukung munculnya
kebudayaan Islam. Perpindahan agama secara besar-besaran saat itu tidak
hanya disebabkan oleh peperangan. Akan tetapi, daerah taklukan yang sudah
berbudaya tinggi itu memang sudah menunggu datangnya agama baru.
Materi Dakwah Nabi Muhammad Saw. di Mekah diterangkan bahwa Islam
lahir di Jazirah Arab. Pada saat itu, Jazirah Arab diapit oleh dua kekaisaran,
yaitu Kekaisaran Persia dan Kekaisaran Bizantium. Kekaisaran Persia
menetapkan agama Majusi sebagai agama resmi di seluruh wilayah mereka.
Pemeluk agama Majusi menyembah api dan mempunyai kitab suci yang
bernama Zend Avesta. Adapun Kekaisaran Romawi menetapkan agama
32
Nasrani sebagai agama resmi dengan injil sebagai kitab sucinya. Kedua kitab
suci itu sudah banyak dicampuri oleh tokoh-tokoh agama saat itu sehingga
kemurniannya tidak terjamin.Kemudian diterangkan juga bahwa Misi
dakwah Nabi Muhammad Saw. mengubah keadaan masyarakat jahiliah
menjadi masyarakat yang sejahtera berdasarkan agama tauhid.
Materi Dakwah Nabi Muhammad Saw. di Madinah diterangkan bahwa
Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Yastrib menganut agama Yahudi dan
Nasrani. Selain itu, sebagian masyarakat Yastrib menganut agama Pagan,
yaitu kepercayaan kepada benda dan kekuatan alam seperti matahari,
bintang, dan bulan. Para penganut agama ini berkeyakinan bahwa mereka
adalah manusia pilihan dan agama yang dianutnya adalah yang paling benar.
Keadaan ini memicu perselisihan antaragama yang berlangsung cukup lama
sampai masuknya Islam di kota ini.
Materi Khulafaur Rasyidin diterangkan bahwa setelah Nabi
Muhammad Saw. wafat, mereka menjadi contoh utama dalam menghayati
dan mengamalkan ajaran Islam. Mereka melaksanakan prinsip-prinsip
pemerintahan Islam dengan baik. Masa pemerintahan mereka merupakan
gambaran yang paling tepat bagi pelaksanaan hukum dan pemerintahan
Islam.
Materi Dinasti Umayyah diterangkan bahwa dalam perkembangan
kebudayaan/Peradaban Islam pada masa Dinasti Umayyah, Mu’awiyah bin
Abu Sufyan berhasil menduduki jabatan khalifah. Pada waktu itu, umat
Islam terpecah menjadi tiga golongan besar, yaitu golongan pendukung
Dinasti Umayyah, golongan pendukung Ali bin Abi Talib, dan golongan
Khawarij.
Materi Sejarah Dinasti Ayyubiyah diterangkan bahwa Kehidupan
Salahuddin Yusuf al-Ayyubi penuh dengan perjuangan dan peperangan.
Peperangan hanya dilakukan untuk mempertahankan dan membela agama.
Selain itu, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi memiliki toleransi yang tinggi
terhadap umat agama lain. Ketika menguasai Iskandariyah, ia mengunjungi
orang-orang Kristen. Ketika perdamaian tercapai dengan tentara Salib, ia
mengizinkan mereka untuk berziarah ke Baitulmakdis.
Pada materi Masuknya Islam ke Indonesia diterangkan bahwa Sebelum
masuknya Islam, bangsa Indonesia menganut berbagai kepercayaan yang
telah mendarah daging, seperti animisme dan dinamisme. Pengaruh
kepercayaan ini sangat kuat dan berakar dalam masyarakat Indonesia. Akan
tetapi, berkat kegigihan dan ketabahan para penyiar Islam, ajaran Islam
akhirnya dapat diterima. Saat ini, mayoritas penduduk Indonesia telah
memeluk agama Islam. materi Kerajaan Islam di Indonesia. diterangkan
bahwa Seiring berjalannya waktu, pemeluk Islam di Indonesia semakin
33
bertambah. Selanjutnya, mereka mulai mendirikan kerajaan-kerajaan dan
menerapkan sistem pemerintahan yang islami.
Materi Tokoh-tokoh Islam di Indonesia diterangkan bahwa
Perkembangan Islam di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari peranan para
penyiar agama. Mereka memperjuangkan agama Islam dengan gigih.
Kegigihan itu membuahkan hasil. Akhirnya, Islam dapat diterima sebagai
agama oleh sebagaian besar penduduk Indonesia. Adapun tokoh-tokoh
penyebar Islam yang terkemuka di Indonesia yaitu Abdur Rauf Singkel, Wali
Songo, Muhammad Arsyad al-Banjari, Syekh Yusuf al-Makasari, dan lain-
lain. Materi Tradisi Islam Nusantara. diterangkan bahwa Nusantara terdiri
atas beribu-ribu pulau dengan berbagai tradisi dan budaya. Masuknya agama
Islam di Nusantara sedikit banyak juga mempengaruhi perkembangan tradisi
dan budaya tersebut. Hal itu disebabkan ketika Islam masuk di Nusantara
sudah ada tradisi dan budaya yang dijalankan.

3. Kesenian
Pembahasan materi Khulafaur Rasyidin diterangkan bahwa Prestasi
pada masa kekhalifahan Usman bin Affan salah satunya dibidang kesenian
yaitu renovasi Masjid Nabawi. Masjid yang mulai dibangun pada masa
Khalifah Umar bin Khattab diperluas, bentuk dan coraknya juga diperindah.
Materi Dinasti Umayyah diterangkan bahwa Bidang kesusastraan juga
mengalami kemajuan. Hal itu ditandai dengan munculnya sastrawan-
sastrawan terkemuka. Selain itu, pembangunan fisik juga mendapatkan
perhatian besar. Usaha yang dilakukan oleh Dinasti Umayyah dalam
kaitannya dengan keberadaan bangunan bersejarah salah satunya adalah
mengubah istana Qusayr Amrah dan Istana al-Musatta yang digunakan
sebagai tempat peristirahatan di padang pasir.
Pada materi Kebudayaan pada Masa Dinasti Abbasiyah diterangkan
bahwa Di masa Dinasti Abbasiyah banyak dibangun masjid yang berfungsi
sebagai pusat kegiatan umat Islam. Berdasarkan bentuk dan corak seninya,
perkembangan masjid terbagi dalam tiga periode, yaitu periode permulaan,
periode pertengahan, dan periode modern. Bentuk dan corak seni masjid
yang dibangun pada masa Dinasti Abbasiyah termasuk dalam periode
permulaan.
Materi Masuknya Islam ke Indonesia. diterangkan bahwa Penyebaran
agama Islam di Indonesia terlihat pula dalam kesenian Islam, seperti
peninggalan seni bangunan, seni pahat, seni musik, dan seni sastra. Hasil-
hasil seni ini dapat pula dilihat pada bangunan masjid-masjid kuno di Demak,
Cirebon, Banten, dan Aceh. Dari masjid-masjid ini bisa dipahami bagaimana
tradisi Islam di Indonesia berkembang berinteraksi dengan budaya-budaya
34
lain, misalnya budaya Cina atau Arab.

Pembahasan materi Kerajaan Islam di Indonesia diterangkan bahwa


Sebagai akibat berkembangnya pengaruh ajaran agama Islam di Kerajaan
Aceh Darussalam, kebudayaan setempat juga mendapat pengaruh
kebudayaan Islam. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Sani, terdapat
dua orang sastrawan terkenal, yaitu Nuruddin ar-Raniri dan Hamzah
Fansuri. Kesusastraan Aceh Darussalam seperti Bustanussalatin dan Hikayat
Putrou Gumbok Meuh menunjukkan besarnya pengaruh agama Islam dalam
sanjak khas Aceh Darussalam. Kemudian diterangkan juga bahwa Pengaruh
agama Islam dalam seni bangunan Banten dapat dilihat pada bangunan
Masjid Agung Banten dan kompleks Makam Raja-raja Banten di Kenari.
Materi Tokoh-tokoh Islam di Indonesia diterangkan bahwa dalam
menyebarkan agama Islam, para wali sanga selalu menyesuaikan diri dengan
kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat menggemari wayang serta musik
gamelan. Sunan Bonang dianggap sebagai pencipta gending pertama.
diterangkan juga bahwa Sunan Drajat juga tidak ketinggalan untuk
menciptakan tembang Jawa yang sampai saat ini masih digemari masyarakat,
yaitu tembang Pangkur. Selain itu diterangkan bahwa Sunan Kalijaga
merupakan orang yang paling berjasa dalam penggunaan pendekatan
kultural sebagai media dakwah. Sunan Kalijaga sangat berjasa dalam
perkembangan wayang purwa atau wayang kulit yang bercorak Islam seperti
saat ini. Sunan Kalijaga juga berjasa dalam pengembangan seni suara, seni
ukir, seni busana, seni pahat, dan kesusastraan.
Pada materi Tradisi Islam Nusantara diterangkan bahwa Banyak
kesenian dan adat yang berkembang di Nusantara bernapaskan Islam seperti
wayang, kasidah, hadrah, sekaten, adat Melayu, adat Minang, adat Bugis,
adat Madura, dan adat Sunda. Semua itu dalam rangkaian dakwah Islam
yang dilakukan pada masa itu. Keberhasilan Islam menyebar di Nusantara
sangat berhubungan dengan penggunaan budaya lokal sebagai media
penyebaran nilai-nilai.

4. Moral
Pembahasan Sejarah Kebudayaan Islam yang berkaitan dengan moral
diterangkan bahwa Setelah ditaklukkan, penduduk di wilayah-wilayah
taklukan yang sebelumnya tidak beragama Islam berbondong-bondong
memeluk agama Islam.diterangkan juga bahwa Kekayaan negara yang pada
masa permulaan pemerintahan Islam digunakan untuk kepentingan rakyat
telah disalahgunakan untuk kepentingan para pejabat dan keluarganya.

35
diterangkan bahwa Suatu pemerintahan yang sedang berada dalam puncak
kejayaan biasanya cenderung bermewah-mewahan.

Pada materi Dakwah Nabi Muhammad Saw. di Mekah diterangkan


bahwa Pemeluk agama Majusi menyembah api dan mempunyai kitab suci
yang bernama Zend Avesta. Selain itu, ada sebagian masyarakat yang
menganut agama asli nenek moyangnya, yaitu menyembah berhala.
Selanjutnya pada materi dakwah Nabi Saw diterangkan bahwa Dakwah Nabi
Muhammad Saw. bertujuan untuk menghindarkan manusia dari
kemusyrikan dan mengajak kepada ketauhidan, termasuk kaitan dengan
akhlak sebagai nilai utama. Diterangkan juga bahwa Selain berbentuk
bujukan atau siksaan fisik, usaha kaum kafir Quraisy untuk menghentikan
dakwah Nabi Muhammad Saw. juga dilakukan dengan pemboikotan selama
3 tahun. Pada materi lain, diterangkan bahwa Sifat dan sikap Nabi
Muhammad Saw yang perlu diteladani dalam perjuangan.
Materi Dakwah Nabi Muhammad Saw di Madinah. diterangkan bahwa
sebelum kedatangan Islam, masyarakat Yasrib menganut agama Yahudi dan
Nasrani. Dalam materi tersebut diterangkan bahwa Ketika pertempuran
hampir selesai, pasukan pemanah umat Islam meninggalkan posisi untuk
mengambil harta rampasan. Akibatnya, pasukan Islam mendapat serangan
pasukan kafir dari arah belakang. Akhirnya, pasukan Islam tidak mampu
bertahan dan mengundurkan diri dari medan perang.
Materi Khulafaur Rasyidin diterangkan bahwa beberapa suku Arab
yang berasal dari Hijaz dan Nejed menyatakan murtad atau membangkang
kepada khalifah baru dan sistem yang ada. diterangkan juga bahwa Umar bin
Khattab juga memberikan santunan dari Baitul Mal kepada seluruh
rakyatnya. diterangkan bahwa Khalifah Usman bin Affan meninggal dunia
karena ditikam oleh Abu Lu’luah saat menjadi imam salat Subuh.
diterangkan juga bahwa Khalifah Ali bin Abi Talib kemudian menyita harta
para pejabat yang diperoleh secara tidak benar. Harta tersebut kemudian
disimpan di Baitul Mal dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Materi
Dinasti Umayyah diterangkan bahwa Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai
gubernur yang adil, bijaksana, mengutamakan dan memerhatikan
kepentingan rakyat, serta mau mendiskusikan berbagai masalah penting
yang berkaitan dengan agama, urusan rakyat, dan pemerintahan.
Pada materi Dinasti Abbasiyah. Pada subbab A poin 1, diterangkan
bahwa “Sebelum masa Hisyam, seperti yang ditunjukkan oleh Yazid II, para
khalifah bahkan menghabiskan waktu dengan berburu dan minum anggur.
Diterangkan juga bahwa Keadaan istana dan pemerintahan yang tidak stabil
serta mengancam kelangsungan Dinasti Umayyah. Hal itu mendorong para
36
pejabatnya melakukan korupsi dan mementingkan diri sendiri.
Selanjutnya materi Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Abbasiyah
diterangkan bahwa Ia taat menjalankan ibadah pada siang hari dan malam
hari, kukuh membela sunah nabi, dan teguh dalam pendirian. Ia juga
mengamalkan puasa Nabi Daud. diterangkan juga bahwa Imam Hanafi
dikenal rajin dan teliti dalam bekerja serta fasih berbahasa. Meskipun anak
saudagar kaya, Imam Hanafi menjauhi kemewahan hidup. Hartanya lebih
banyak didermakan daripada untuk kepentingan sendiri. Materi Sejarah
Dinasti Ayyubiyah diterangkan bahwa Salahuddin Yusuf al-Ayyubi
bukanlah seorang pemimpin yang tamak, haus kekayaan, dan haus darah.
Diterangkan pula bahwa Salahuddin Yusuf al- Ayyubi menghadapi
pemberontakan dari kalangannya sendiri. Hal itu terjadi karena keirian dan
kedengkian terhadap keberhasilan yang dicapai oleh Salahuddin Yusuf al-
Ayyubi.
Materi Masuknya Islam ke Indonesia diterangkan bahwa Agama Islam
tidak mengenal sistem pembagian masyarakat berdasarkan kasta. Dalam
ajaran agama Islam tidak dikenal adanya perbedaan golongan dalam
masyarakat. Pada materi Kerajaan Islam di Indonesia diterangkan bahwa
Sebagai gantinya, ia memerintahkan perampokan dan perusakan perkebunan
tebu Belanda serta berusaha menyaingi perdagangan belanda. Kemudian
materi Tokoh-tokoh Islam di Indonesia diterangkan bahwa Sunan Giri
terkenal sebagai pendidik yang berjiwa demokratis. Ia mendidik anak-anak
melalui berbagai permainan yang berjiwa agama. selanjutnya diterangkan
bahwa Dakwahnya selalu berorientasi pada kegotong-royongan. Ia selalu
menekankan bahwa pertolongan kepada masyarakat umum serta
menyantuni anak yatim dan fakir miskin merupakan suatu amalan yang
diperintahkan agama Islam.
Materi Tradisi Islam Nusantara diterangkan bahwa Sunan Kalijaga
terkenal sebagai ulama yang kreatif dan pandai menarik simpati masyarakat.
Beliau banyak menciptakan cerita pewayangan yang bernapaskan Islam.
Diterangkan pula bahwa dengan harapan, bayi yang baru lahir sudah
mendengar kebesaran nama Allah Swt. sehingga kelak menjadi anak yang
saleh, bijaksana, pandai, dan taat menjalankan perintah agama. Kelahiran
bayi ditandai dengan penyembelihan akikah sebagai rasa syukur kepada
Allah Swt.

5. Hukum
Pembahasan materi Sejarah Kebudayaan Islam diterangkan bahwa
Kebudayaan Islam mencapai puncak kejayaan ketika diterapkannya hukum
Islam. Di dalam Islam, sumber hukum utama adalah Al-Qur’an dan hadis.
37
Berbeda dengan agama-agama lain, hukum Islam mencakup kehidupan
beragama maupun kehidupan umum lainnya. Pada materi Dakwah Nabi
Muhammad Saw. di Madinah. diterangkan bahwa Adapun kalangan
masyarakat bukan Islam diikat dengan peraturan yang dibuat oleh Nabi
Muhammad Saw. yang tertuang dalam Piagam Madinah.
Kemudian materi Khulafaur Rasyidin diterangkan bahwa “beberapa
suku Arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed menyatakan murtad atau
membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa di
antaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam
secara utuh. materi Dinasti Umayyah diterangkan bahwa Di bidang hukum,
warga negara mendapat hak perlindungan hukum dari pemerintah. Hal itu
dilaksanakan oleh Lembaga Kehakiman Negara (an-Nizam al-Qada’i).
Lembaga ini dipimpin oleh seorang hakim yang bertugas memutuskan suatu
perkara dengan ijtihad berdasarkan Al-Qur’an dan hadis.
Pembahasan materi Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Abbasiyah
diterangkan bahwa Perkembangan ilmu fikih pada Dinasti Abbasiyah
berlangsung pada periode keempat dan kelima. Ilmu fikih mengalami
perkembangan pesat pada periode keempat. Hal itu disebabkan para tabiin
telah meletakkan dasar-dasar ilmu fikih pada periode sebelumnya. Materi
Kerajaan Islam di Indonesia diterangkan bahwa “Perkembangan Kerajaan
Samudra Pasai sebagai kerajaan Islam yang besar ditunjang dengan
diberlakukannya hukum atau syariah Islam dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara. Diterangkan juga bahwa Kehidupan sosial masyarakat
Kerajaan Malaka diatur oleh undang-undang kerajaan yang harus ditaati oleh
semua golongan. Bahkan untuk para pendatang, terdapat undang-undang
yang juga harus dipatuhi dan dilaksanakan. kemudian diterangkan bahwa
Masyarakat Aceh Darussalam hidup dengan perpaduan dua dasar aturan
masyarakat, yaitu adat istiadat tradisional dan ajaran agama Islam. Materi
Tokoh-tokoh Islam di Indonesia diterangkan bahwa Kesultanan Banjar
memberlakukan hukum Islam, baik hukum perdata maupun hukum pidana.
Untuk melaksanakan hukum tersebut, dibentuk Mahkamah Syariah
disamping lembaga kekadian.

6. Adat Kebiasaan
Pada materi Dakwah Nabi Muhammad Saw. di Mekah diterangkan
bahwa Kondisi masyarakat Kota Mekah itu mempengaruhi suku-suku
bangsa lainnya. Hal itu disebabkan setiap tahun Kota Mekah dikunjungi
masyarakat lain yang melakukan ibadah tawaf (haji). Para peziarah Ka’bah
banyak yang tertarik dan meniru cara ibadah masyarakat Kota Mekah. Materi

38
Kebudayaan Pada Masa Dinasti Abbasiyah diterangkan bahwa “Pada masa
itu, Bagdad dan Andalusia menjadi pusat peradaban dan ilmu pengetahuan.
Bangsa-bangsa non-Arab yang telah masuk dalam wilayah Islam memakai
bahasa Arab dan dan adat istiadat Arab dalam kehidupan sehari-hari.
Materi Masuknya Islam ke Indonesia diterangkan bahwa Sebelum
perkawinan berlangsung, wanita-wanita pribumi yang beragama Islam
diminta mengucapkan syahadat sebagai tanda menerima Islam sebagai
agamanya. Melalui proses ini, kelompok mereka semakin besar dan lambat
laut berkembang dari komunitas kecil menjadi kerajaan-kerajaan Islam.
Materi Kerajaan Islam di Indonesia. diterangkan bahwa Masyarakat Kerajaan
Aceh Darussalam hidup dengan perpaduan dua dasar aturan masyarakat,
yaitu adat-istiadat tradisional dan ajaran agama Islam. Ajaran Islam berhasil
meresap dalam kehidupan masyarakat Kerajaan Aceh Darussalam dan
mempengaruhi hubungan antarindividu dan kelompok. Kedua dasar
peraturan bermasyarakat Aceh Darussalam ini tidak dapat dipisahkan.
Pada Materi Tokoh-tokoh Islam di Indonesia diterangkan bahwa Dalam
usahanya menarik umat Hindu dan Buddha, Sunan Kalijaga mengusulkan
agar adat istiadat Jawa diberi warna Islam. Kemudian pada materi Tradisi
Islam Nusantara diterangkan bahwa Nusantara terdiri atas beribu-ribu pulau
dengan berbagai tradisi dan budaya. Masuknya agama Islam di Nusantara
sedikit banyak juga memengaruhi perkembangan tradisi dan budaya
tersebut. Hal itu disebabkan ketika Islam masuk di Nusantara sudah ada
tradisi dan budaya yang dijalankan. Banyak kesenian dan adat yang
berkembang di Nusantara bernapaskan Islam.

7. Upaya dan Kebiasaan manusia selaku anggota masyarakat


Pembahasan materi Sejarah Kebudayaan Islam diterangkan bahwa
Kebudayaan Islam adalah kebudayaan masyarakat yang menganut agama
Islam. Oleh karena itu, sejarah kebudayaan Islam di Jazirah Arab mulai
muncul setelah Nabi Muhammad Saw. diangkat menjadi rasul. Sebelum
Islam lahir, masyarakat Arab sudah mempunyai kebudayaan. Contohnya
adalah kebudayaan nomaden atau hidup secara berpindah- pindah.
Diterangkan juga bahwa dalam perkembangan kebudayaan Islam,
masyarakat terbagi ke dalam kelompok-kelompok.
Pada pembahasan materi dakwah Nabi Muhammad Saw. di Mekah
dijelaskan bahwa Bangsa Arab penyembah berhala banyak yang tinggal di
Mekah. Mereka menyembah batu atau pepohonan. Mereka tidak
mempercayai adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat. Sebenarnya,
masyarakat Kota Mekah dahulunya beragama tauhid, yaitu agama yang
dibawa oleh Nabi Ibrahim As. Akan tetapi, karena terputusnya risalah
39
kenabian, mereka menyembah selain Allah Swt. dijelaskan pula bahwa
langkah pertama Nabi Muhammad Saw. dalam berdakwah secara terbuka
adalah mengumpulkan warga Kota Mekah di Bukit Safa.
Selanjutnya pada materi Dakwah Nabi Muhammad Saw. di Madinah
diterangkan bahwa Kota Yasrib merupakan daerah yang subur dan menjadi
pusat pertanian di Jazirah Arab. Oleh sebab itu, masyarakatnya banyak yang
bercocok tanam. Walaupun demikian, ada juga kelompok masyarakat yang
berdagang dan beternak. Sesampainya di Madinah, langkah pertama yang
dilakukan Nabi Muhammad Saw. adalah membangun Masjid yang
diterangkan bahwa Pesatnya pembangunan di Kota Madinah menyebabkan
adanya migrasi dari tempat lain. Masyarakat yang berada di sekitar wilayah
Madinah berdatangan dengan tujuan berdagang atau tujuan yang lain.
Keadaan yang demikian menyebabkan Madinah menjadi kota terbesar di
Jazirah Arab. Pada materi Khulafaur Rasyidin dijelaskan bahwa beberapa
usaha dan prestasi yang dicapai oleh Khulafaur Rasyidin.
Pada materi Dinasti Abbasiyah diterangkan bahwa kehidupan
bangsawan Bizantium mulai memengaruhi dan akhirnya menjadi gaya hidup
keluarga Dinasti Umayyah. Mereka terbiasa menjalani kehidupan mewah
dan jauh dari gaya hidup islami seperti yang dicontohkan oleh Nabi
Muhammad Saw. Sebelum masa Hisyam, seperti yang ditunjukkan oleh
Yazid II, para khalifah bahkan menghabiskan waktu dengan berburu dan
minum anggur. Kemudian pada materi Kebudayaan Pada Masa Dinasti
Abbasiyah dijelaskan pula bahwa Masyarakat muslim non-Arab memegang
peranan yang penting dalam pemerintahan.
Materi Kerajaan Islam di Indonesia diterangkan bahwa kehidupan
masyarakat selain bernapaskan Islam juga memperlihatkan kemiripan
dengan perkembangan masyarakat Timur Tengah yang berdagang di
Samudra Pasai menularkan cara hidup khas Timur Tengah. Diterangkan juga
bahwa wilayah strategis dan struktur masyarakat yang kebanyakan bekerja
sebagai pedagang dan nelayan menyebabkan kehidupan sosial masyarakat
sangat dipengaruhi oleh pola hidup maritim. Selain itu, dalam kehidupan
sehari-hari, masyarakat Kerajaan Malaka mempergunakan bahasa Melayu
sebagai bahasa pengantar dan bahasa pergaulan. Kemudian diterangkan pula
bahwa penduduk Kerajaan Pajajaran yang tidak menganut Islam,
mengasingkan diri ke pedalaman Jawa Barat. Kemudian diterangkan bahwa
“Masyarakat Maluku mulai membudiyakan rempah-rempah dalam bentuk
perkebunan.”
Materi Tokoh-tokoh Islam di Indonesia diterangkan bahwa Sunan
Bonang dalam menyebarkan agama Islam selalu menyesuaikan diri dengan
kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat menggemari wayang serta musik
40
gamelan. Materi Tradisi Islam Nusantara diterangkan bahwa pada masa itu,
setiap akan diadakan pentas atau pagelaran wayang, terlebih dahulu Sunan
Kalijaga memberikan wejangan atau nasihat keislaman. Kemudian, mereka
diajak mengucapkan dua kalimah syahadat. Lagu-lagu yang berasal dari zikir
dan salawat itu biasanya disajikan dalam acara-acara perayaan, seperti
Maulid Nabi, Isra’ Mikraj, atau pernikahan. diterangkan juga bahwa Hadrah
biasanya dipentaskan dalam acara syukuran atas kelahiran anak, khitanan,
pernikahan, atau hal-hal yang berkaitan dengan keislaman. Diterangkan juga
bahwa Masyarakat yang akan melihat perayaan sekaten tidak dipungut biaya
sedikit pun. Mereka hanya diminta supaya mengucapkan dua kalimah
syahadat sebelum masuk ke arena sekaten (alun-alun kerajaan). Kemudian
diterangkan bahwa Anak yang baru lahir, jika laki-laki segera diazankan,
sedangkan bayi perempuan diiqomahkan. Dijelaskan juga bahwa Masyarakat
minang mempunyai adat kebiasaan dalam rangka mengantarkan anak laki-
lakinya menuju masa kedewasaan. Misalnya, upacara khitanan.

8. Politik
Pembahasan materi Sejarah Kebudayaan Islam diterangkan bahwa
Kebudayaan Islam mencapai puncak perkembangan pada abad ke-5 Hijriah
atau abad pertengahan Masehi. Setiap mencapai puncak kebudayaan itu juga
mulai memasuki masa kemunduran. Adapun kemunduran kebudayaan
Islam salah satunya disebabkan oleh faktor politik. Terpecahbelahnya
kesatuan kaum muslimin mengakibatkan kelemahan politik. Disaat yang
sama, orang-orang Eropa yang beragama Kristen mulai menguat
kedudukannya hingga akhirnya terjadi Perang Salib. Dijelaskan pula bahwa
unsur yang menjadi bentuk kebudayaan Islam adalah sistem politik, sistem
kemasyarakatan, dan ilmu pengetahuan.
Pada materi Khulafaur Rasyidin diterangkan bahwa Pada masa
kekhalifahan Umar bin Khattab, kepiawaian beliau di bidang politik diawali
ketika berhasil menyatukan kaum Muhajirin dan Ansar pada saat pemilihan
khalifah yang pertama. Diterangkan juga bahwa pada masa kekhalifahan Ali
bin Abi Talib, menginginkan sebuah pemerintahan yang efektif dan efisien.
Oleh karena itu, beliau kemudian mengganti pejabat-pejabat yang kurang
cakap dalam bekerja.
Materi Dinasti Umayyah diterangkan bahwa Peristiwa penyerahan
kekuasaan dari Hasan bin Ali kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan terjadi pada
tahun 661 M. Sejak saat itu, secara resmi pemerintahan Islam dipegang oleh
Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Ia kemudian memindahkan pusat kekuasaan
dari Madinah ke Damaskus (Suriah). Dijelaskan pula bahwa pada masa
Dinasti Umayyah, dibentuk lima lembaga pemerintahan dan dewan
41
sekretaris negara (Diwanul-Kitabah). Dinasti ini menganut politik
ekspansionis, yaitu kebijakan untuk memperluas wilayah kekuasaan.
Materi Dinasti Abbasiyah diterangkan bahwa disamping mengkhianati
isi perjanjian Amul-Jama’ah, penunjukan khalifah juga berlawanan dengan
prinsip senioritas dalam pemilihan pimpinan di kalangan bangsa Arab. Hal
itu tentu saja membuat keadaan dalam istana serta pemerintahan menjadi
tidak stabil serta mengancam kelangsungan Dinasti Umayyah. Keadaan itu
membuat administrasi pemerintahan terlalaikan. Hal itu juga mendorong
para pejabatnya melakukan korupsi dan mementingkan diri sendiri. Pada
materi Kebudayaan Pada Masa Dinasti Abbasiyah diterangkan bahwa
Perkembangan politik dan militer Dinasti Abbasiyah terbagi ke dalam lima
periode. Dalam setiap periode terjadi perubahan pemegang kekuasaan,
sistem pemerintahan, dan kebijakan militer.
Materi Masuknya Islam ke Indonesia diterangkan bahwa di Indonesia
terdapat dua kelompok besar masyarakat penerima Islam, yaitu golongan
elite (para raja, bangsawan, dan penguasa) sebagai penguasa politik dan
golongan wong cilik (golongan lapisan bawah). Kemudian diterangkan bahwa
Masuknya Islam di Indonesia pada umumnya berjalan damai. Akan tetapi,
adakalanya penyebaran harus diwarnai dengan cara-cara penaklukan. Hal itu
terjadi jika situasi politik di kerajaan-kerajaan itu mengalami kekacauan
akibat perebutan kekuasaan. Pada materi Kerajaan Islam di Indonesia.
Diterangkan juga bahwa Seiring berjalannya waktu, pemeluk Islam di
Indonesia makin bertambah. Selanjutnya, mereka mulai mendirikan kerajaan-
kerajaan dan menerapkan pemerintahan yang islami.

F. Kontekstualisasi Nilai-nilai Moderasi Beragama dalam Materi Kajian Sejarah


Kebudayaan Islam di Madrasah
Kajian Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) mengajarkan sejarah Islam dan
kebudayaannya, mulai dari masa awal munculnya Islam hingga perkembangan
kebudayaan Islam di berbagai belahan dunia. Kajian SKI meliputi pemahaman
tentang sejarah Nabi Muhammad SAW, sejarah masa Khulafa'ur Rasyidin,
sejarah perkembangan kebudayaan Islam, serta kajian tentang tokoh-tokoh yang
memberikan kontribusi besar dalam kebudayaan Islam.

Melalui kajian SKI, diharapkan dapat memahami bahwa Islam memiliki


peran penting dalam membentuk sejarah dan budaya dunia, serta memahami
bahwa kebudayaan Islam merupakan warisan yang berharga bagi umat manusia.
Selain itu dengan kajian SKI dapat mempromosikan sikap toleransi dan
menghargai perbedaan dalam sejarah dan kebudayaannya. Siswa juga dapat
mempelajari tentang hubungan Islam dengan agama-agama lain, seperti Yahudi
42
dan Nasrani, serta bagaimana Islam mengajarkan sikap saling menghormati dan
bekerja sama dalam kebaikan.

Kajian SKI dapat menekankan pada konsep moderasi beragama dalam


mengajarkan nilai-nilai moral Islam. Misalnya, dalam kajian tentang Khulafa'ur
Rasyidin, siswa dapat mempelajari bagaimana para khalifah menerapkan
keadilan, kerja keras, tanggung jawab, toleransi antar agama dan arif bijkasana
dalam pemerintahan mereka. Dalam kajian tentang kebudayaan Islam, siswa
dapat mempelajari keteladanan yang mewakili nilai-nilai moderasi beragama
seperti kedamaian dan harmoni.

G. Latihan
1. Buatlah peta konsep Materi pada Buku SKI sesuai jenjang tempat mengajar
dengan mempergunakan teori E. B. Taylor.
2. Refleksikan Unsur-unsur Kebudayaan Menurut E.B. Tailor !
3. Diskusikanlah dengan kelompok Saudara, Bagimana cara Menemukenali
Unsur Kebudayaan Dalam Buku Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
di Madrasah.

H. Bacaan Tambahan
1. Pulungan, HJ Suyuthi. Sejarah Peradaban Islam. Amzah, 2022.
2. Aizid, Rizem. Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Diva Press, 2015.
3. https://www.youtube.com/watch?v=SB5xgVqlYyU

43

Anda mungkin juga menyukai