Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemahaman mengenai sejarah peradaban islam baik dari sisi konsep,


manfaat, ataupun penulisan sejarah, tidak lepas dari sebuah tujuan universal.
Sejarah, sudah hampir tidak lagi diperhatikan adanya proses yang menjadikan
masa depan. Hal ini sudah dilupakan atau benar-benar orang sudah tidak lagi
mendapat penjelasan tentang sejarah.

Kemungkinan lebih buruk dari itu orang sudah tidak percaya dengan
adanya sejarah yang sekarang mereka dapatkan karena mereka menganggap
sejarah sekarang sudah banyak yang dimanipulasi sedemikian buruknya.
Penjelasan pengertian, manfaat, dan cara penulisan sejarah, ini menjadi awal
alternatif bagaimana sejarah peradaban islam itu sebenarnya.

Hal ini menjadi sangat sulit jika dihadapkan suatu peristiwa yang pelik dan
menjadikan hal yang sukar dikenang apalagi sebagai pedoman. Tetapi disis lain
yang kita harus lakukan adalah langkah bagaimana hal buruk yang terjadi dimasa
lampau tidak terulang kembali ataupun meminimalisirnya. Artinya sejarah adalah
sebagai batu lonjakan yang selamanya kan seperti itu, sejarah, sejarah, dan sejarah
selalu akan dipijak sampai bumi tidak lagi berputar pada porosnya.

Dengan berpacuan rumusan masalah pengertian sejarah peradaban,


manfaat sejarah peradaban, dan metodologi penulisan sejarah menjadikan sejarah
awal yang sebagai pijakan kepembahasan selanjutnya.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dan Fungsi Mempelajari Sejarah dan Peradaban Islam ?

2. Bagaimana Periodesasi Sejarah dan Kebudayaan Islam; Klasik, Pertengahan


dan Modern beserta Ciri-cirinya?

3. Bagaimana Tanggapan Para Pakar Muslim tentang sejarah dan Peradaban Islam
?

B. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian dan Fungsi Mempelajari Sejarah dan Peradaban
Islam
2. Mengetahui Periodisasi Sejarah dan Peradaban Islam
3. Mengetahui Para Pakar dalam Bidang Sejarah dan Peradaban Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sejarah Peradaban dan Kebudayaan Islam

Sejarah dalam bahasa, tarikh atau history (inggris), adalah cabang ilmu
pengetahuan yang berkenaan dengan kronologi berbagai peristiwa.[1] Sejarawan
louis gottschalk dalam bukunya understanding history: a primer of historical
method, sejarah dalam bahasa inggris history berasal dari bahasa yunani istoria
yang berarti ilmu.

Ilmu pengetahuan yang membahas dengan berkenaan dengan kronologi


berbagai peristiwa. Tetapi jika kita tengok pengertian yang dikemukakan oleh
aristoteles bahawasanya menurut bahasa pengguna filosof yunani istoria
merupakan suatu penjelasan sistematis mengenai seperangkat gejala alam, baik
berbentuk kronologi sebagai faktor atau tidak dalam penjelasan.

Dari berbagai pengertian menurut bahasa yang telah dikemukakan


sebagian ahli bahasa. Sejarah hanyalah merupakan sebuah rekaman peristiwa
masa lampau manusia dengan segala sisinya.

Kebudayaan dalam bahasa inggris cultur, adalah pembangunan yang didasarkan


pada kekuatan manusia, baik pembangunan jiwa, pikiran, dan semangat melalui
latiahan dan pengalaman.

Dalam hal inilah bagaimana pntingnya kebudayaan yang ada disuatu


daerah, karena hal tersebut berkaitan dengan jiwa, pikiran, dan semangat hidup
manusia. Memahami makna sejarahlah yang bisa menjadi salah satu faktor
manusia itu sadar bahwasanya mempelajari kebudayaan dapat menjadikan
manusia memperjuangkan peradabanya.

Kebudayaan manusia dapat diartikan suatu kisah manusia dalam perjuangannya


untuk merealisasikan tujuan peperangan yang diterjuninya, pengetahuan yang
diperoleh dari dirinya dan alam sekitar, penemuan yang ia capai, kota-kota yang
iaa bangun, pemerintahan yang ia dirikan, perundang-undangan yang ia jadikan
pedoman, ideologi yang ia jadikan dasar, manifestasi ekonomi, aktivitas yang ia

3
lakukan, peningalan-peninggalan yang ia tinggalkan, ide-ide pemikiran yang ia
anut kemudian mungkin menggantinya dengan yang lain. Sungguh indahnya
kebudayaan yang disebut diatas, andaikan keadaan tersebut dapat dipahami setiap
manusia.

Peradaban islam dalam bahasa arab al-hadharah al-islamiyah, kata bahasa


arab ini sering diterjemahkan dalam bahasa indonesia dengan kebudayaan,
padahal kebudayaan dalam bahasa arab ats-tsaqafah.[2] Berdasarkan hal itu
kebudayaan adalah semangat yang medalam suatu masyarakat. Sedangkan
peradaban lebih menitik beratkan kepada perekonomian, teknologi, dan politik.

Dapat kita tarik penjelasan tentang sejarah kebudayaan dan peradaban


islam adalah berita atau cerita peristiwa masa lalu yang mempunyai asal-usul
tertentu. Pohon yang rindang tersebut dapat kita ambil sebagai bahan contoh
bagaimana posisi sejarah kebudayaan islam. Anatomi juga yang kita butuhkan,
karena hal itu kita an tahu bagaimana cara sesuatu itu bisa jadi sejarah. Sehingga
sejarah kebudayan islam akan benar-benar dapat dipertahankan, bagaimanapun
keadaannya tetap yang terjadi pada zaman lalu itu adalah sejarah masyarakat yang
sangat hebat nilai kebaikannya untuk kelanjutan hidup yang sekarang.

B. Manfaat Mempelajari Peradaban Islam

Sejarah mencatat kondisi kebesaran islam berkat kemajuan illmu


pengetahuan dan teknologi. Namun sangat memilukan bahwa masyarakat
indonesia yang religious dewasa ini terpuruk dalam himpitan krisis dan
terbelakang dalam berbagai aspek kehidupan. Bahkan sekarang tidak dapat
diganggu gugat lagi bahwa Indonesia yang termasuk negara berkembang juga
berkiblat kepada negara barat.

Upaya rekonstruksi untuk menata kehidupan hendaknya perlu


digalangkan, baik ilmu pengetahuan maupun tekhnologi. Ilmu pengetahuan dan
tekhnologi merupakan unsur penting bagi terbentuknya suatu peradaban.
Keyakinan umat Islam diwajibkannya untuk mencari ilmu keseluruh pelosok
dunia bisa menjadikan suatu alternatif terbentuknya peradaban yang lebih baik.

4
Sejarah peradaban Islam demikian itulah memunculkan manfaat bagi generasi
kedepannya diantaranya:

a. Sejarah menyimpan atau mengandung kekuatan yang dapat menimbulkan


dinamisme dan melahirkan nilai-nilai baru bagi perkembangan kehidupan
manusia.[3]

b. Memahami sejarah peradaban Islam tidak semata-mata untuk mengetahui


tanggal, bulan, tahun, dan abad suatu peristiwa peradaban Islam, tetapi memahami
realitas muslim di masa lampau.

c. Mengkaji sejarah dapat memperoleh informasi tentang aktivitas peradaban


Islam dari zaman rasulullah sampai sekarang, mulai dari pertumbuhan,
perkembangan, kemajuan, kemunduran, kebangkitan peradaban Islam.

d. Segala ide, konsep, institusi, sistem, dan operasionalnya yang terjadi dari
waktu ke waktu dapat diketahui dari sejarah peradaban Islam yang kita pelajari.

e. Kewajiban kaum muslimin untuk meneladani Rasulullah oleh karena itu


rekaman tenyang perilaku kearifan dan kebijaksanaan Rasulullah perlu diketahui
dan diteladani.

f. Untuk menafsirkan dan memahami maksud al-Qur’an dan hadits perlu


memahami setting sosial historis dan kondisi psikologis masyarakat waktu itu.

g. Sebagai alat ukur sanad untuk mengetahui keoautentikan sebuah hadits


apakah dhabit ataukah tidak.

h. Untuk merekam peristiwa-peristiwa penting yang terjadi baik sebelum


maupun sesudah kedatangan Islam.

i. Sejarah pun bermanfaat untuk mengenal diri sendiri, juga sebagai cermin
masa lalu untuk dijadikan pedoman masa kini dan masa yang akan datang, untuk
diteladani dan dipakai sebagai alat analisis.[4]

Jadi sejarah bukanlah catatan bagi orang-orang yang lahir, orang-orang yang mati
dan bukan sekedar mengungkap kehidupan para penguasa dan biografi para

5
pahlawan, akan tetapi sejarah merupakan suatu ilmu yang membentangkan
perkembangan masyarakat.[5]

Kendatipun demikian penting materi sejarah bagi perkembangan kepribadian


suatu bangsa, namun dalam realitasnya kurang disadari, sehingga mata pelajaran
sejarah kurang diminati.[6] Hal ini menjadi suatu masalah yang sangat serius,
dengan demikian suatu penanggulangan dengan mensosialisasi tentang sejarah
kepada halayak muda sebagai objeknya harus di galangkan demi berlangsungnya
peradaban yang lebih baih seperti yang diharapkan.

Dicetuskanya manfaat ini guna menjawab apa yang sudah menjadi problematika
kaum muslim yang dunia barat mengenalnya sebagai inferiority complex.

6
C. Periodisasi Sejarah dan Kebudayaan Islam

1. Periodisasi Pemikiran Islam Klasik (650-1250)

Periodisasi pemikiran islam – Periode klasik dapat dibagi ke dalam dua


fase, yaitu fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650-1000); dan fase
disintegrasi (1000-1250). Fase pertama (650-1000) yaitu zaman dimana wilayah
Islam mulai meluas melalui Afrika Utara sampai ke Spanyol di Barat dan di
Persia sampai ke India di Timur. Wilayah itu berada  dalam   teritorial  khalifah
yang  pada  mulanya  berkedudukan  di  Madinah dan kemudian di Damsyik dan
terakhir di Baghdad. Di masa inilah berkembang dengan pesat ilmu pengetahuan
dan peradaban Islam. Ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang coraknya
bermacam-macam seperti fiqh, filsafat, sufisme dan termasuk teologi.

Dari periode ini ulama–ulama fiqh yang muncul seperti Imam Malik,
Imam Abu Hanifah, Imam Syafii. Sementara dalam bidang teologi ulama-ulama
yang lahir adalah Imam Al-Asy’ari, Imam Al-Maturidi, Washil Bin Atho’ Abu
Huzail, Al-Nizam dan Al-Jubai. Fase kedua (1000-1250) adalah persatuan dan
kesatuan umat Islam mulai mengalami kemunduran. Konflik politik seringkali
melanda sehingga hancurnya imperium Islam yang menyebabkan Baghdad
berhasil dikuasasi oleh Hulaghu Khan di tahun 1258.

Terjadinya gelombang ekspansi pertama, semenanjung Arab, Palestina,


Suria, Irak, Persia dan Mesir sudah masuk dalam wilayah kekuasaan Islam. Pada
661 M, Mu’awiyah membangun dinasti Bani Umayah dan dimulailah gelombang
ekspansi yang kedua. Perluasan kekuasaan yang sudah dimulai sejak zaman Umar
dilanjutkan kembali setelah beberapa lama banyak mengurusi masalah internal.
Namun konflik internal kembali terjadi di lingkungan dinasti yang menyebabkan

7
kekuasaan Bani Umayah hanya berlangsung selama kurang lebih 90 tahun (661 M
– 750 M) dan kemudian diambil alih oleh Bani ‘Abbasiyah. Bani Abbasiyah (750
M – 1258 M) diwarisi kekuasaan yang cukup luas, meliputi Spanyol, Afrika
Utara, Suriah, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian dari Asia Kecil, Persia,
Afganistan dan sebagian wilayah Asia Tengah. Di beberapa wilayah kekuasaan itu
merupakan pusat kebudayaan besar seperti Yunani, Suryani, Persia dan India.
Karenanya beberapa khalifah pada masa Bani Abbasiyah lebih memusatkan pada
pengembangan pengetahuan.

Semangat agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan, terekspresi


pada masa kekuasaan Bani ‘Abbasiyah, khususnya pada waktu khalifah al-
Ma’mun (berkuasa sejak 813-833 M). Penerjemahan buku-buku non-Arab ke
dalam bahasa Arab terjadi secara besar-besaran dari awal abad kedua hingga akhir
abad keempat hijriyah. Perpustakaan besar Bait al-Hikmah didirikan oleh khalifah
al-Ma’mun (813-833) di Baghdad yang kemudian menjadi pusat penerjemahan
dan intelektual.

Buku-buku yang diterjemahkan terdiri dari berbagai bahasa, mulai dari


bahasa Yunani, Suryani, Persia, Ibrani, India, Qibti, Nibti dan Latin.
Keberagaman sumber pengetahuan dan kebudayaan inilah yang kemudian
membentuk corak filsafat Islam selanjutnya, khususnya karya-karya klasik
Yunani seperti Plato dan Aristoteles.

Menurut Fazlur Rahman, yang disebut filsafat Islam dalam hubungannya dengan
filsafat Yunani harus dilihat dalam konteks hubungan “bentuk-materi.” Jadi
filsafat Islam sebenarnya adalah filsafat Yunani secara material namun
diaktualkan dalam bentuk sistem yang bermerk Islam. Sehingga dengan demikian
tidaklah mungkin untuk mengatakan bahwa filsafat Islam hanya merupakan
carbon copy dari filsafat Yunani atau Helenisme. Elaborasi karya klasik dengan
dialektika dogma dan stigma masyarakat, melahirkan karya mutakhir pada
zamannya yang bercorak Islam.[1]

Pada prinsipnya, motivasi pengembangan sains dan filsafat dalam


pemikiran keislaman, yaitu pertama motivasi kultural (ba’its tsaqafi) yakni adanya
kebutuhan untuk berdebat dengan orang-orang dari agama lain dan membujuk

8
mereka untuk memeluk Islam, dan kedua karena alasan praktis dalam
memperbaiki pola kehidupan. Ketika terjadi gelombang kebudayaan luar dalam
dunia Islam yang  meliputi aqidah kaum Majusi (penyembah api) dan kaum
Dahriah, kekhalifahan ‘Abbasiyah menganggap perlu bagi kaum muslim untuk
mempelajari ilmu-ilmu logika serta sistem berpikir rasionalis lainnya untuk
menangkal aqidah yang datang dari luar itu.

Gairah penggalian terhadap ilmu pengetahuan telah mendorong para


ilmuan Islam untuk dapat menghasilkan penemuan-penemuan baru seperti; di
bidang kedokteran (Muhammad Ibn Zakariyyah Ar-Razi: Kitab Al-Judari wal
Hashbah: buku tentang cacar dan campak. Abu Ali Al-Husain Ubn Zina: Al-
Qahun Fi-ith-Thiha : Pedoman ilmu Kedokteran), Farmasi (Abdullah bin Ahmad
Ibn Baytar: Jami’ Fi adwiyat al-Mufradah: Bahn lengkap tentang ramuan obat
sederhana) Astronomi ( Abu Rasyihan al-Biruni: Maqolid Ilm Al- Hay’ah : Kunci
ilmu bintang-bintang) Pertanian (Abi Zakariyya Ibn Awwam: Kitab Al Filahah :
Biku Ilmu pertanian) Ilmu Hewan (Syaraf Az-Zaman Al Mawazi: Thabay Al
Hayawan : Ilmu tentang tabiat binatang. Lahirnya cendekiawan dan ilmuan
muslim mencitrakan Islam menjadi referensi peradaban pada masanya.[2]

Yang menjadi ciri periode ini adalah dengan mengabaikan adanya dinasti-dinasti 
yang tumbuh dan tenggelam di masa Dinasti Abbasiyah, kepala negara ( khalifah )
tetap di jabat oleh seseorang dan di angggab pimpinan tertinggi negara wlaupun
hanya sekedar simbol.

2. Periodisasi pemikiran islam Pertengahan (1250-1800)

Pada periode pertengahan juga di bagi dua. Periode pertengahan I (1250-


1500) adalah fase kemunduran. Pada fase ini ‘benih’ perpecahan dan disintegrasi
antara umat Islam mengalami eskalasi. Konflik antara Sunni dan Syai’ah semakin
menajam. Di sisi lain secara geografis dunia Islam mengalami perpecahan
menjadi nation-state kecil akibat kuatnya disintegrasi. Secara umum teritori Islam
terbagi dua yaitu bagian Arab yang terdiri dari Arabia, Suria, Iraq, Palestina,
Mesir dan Afrika Utara dengan Mesir sebagai pusatnya. Kedua yaitu bagian
Persia yang terdiri dari atas Balkan, Asia Kecil, Persia dan Asia Tengah dengan
Iran sebagai pusat.[3]

9
Fase II adalah Fase tiga kerajaan besar (1500-1800) yang dimulai dengan zaman
kemajuan (1500-1700) dan zaman kemunduran (1700-1800). Tiga kerajaan besar
itu adalah kerajaan Turki Utsmani (Ottoman Empire) yang berpusat di Turki,
kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Di masa kemajuan ini
masing-masing kerajaan mempunyai keunggulan masing-masing khususnya di
bidang literatur dan seni arsitektur. Namun, bila dibandingkan dengan kemajuan
di era klasik, kemajuan di era ini sungguh jauh. Karena pada era pertengahan ini
perhatian umat Islam terhadap ilmu pengetahuan masih merosot tajam atau masih
sangat rendah.

Periode ini biasanya dikenal dengan zaman kebekuan atau kejumudan.


Kata jumud mengandung arti keadaan membeku, statis, tiada perubahan. Keadaan
seperti ini melanda umat Islam sejak akhir abad 13 hingga memasuki abad 18 M.
Pemikiran rasional yang dulu mendapat tempat yang proporsional digantikan
dengan pemikiran tradisional. Adanya pengingkaran terhadap potensi manusia.

Kemandekan dan kejumudan pemikiran keagamaan terjadi, banyak


mempersepsikan, sebagai akibat polemik akademik antara ulama rasionalis dan
ulama tradisionalis, yang tampaknya ‘dimenangkan’ oleh ulama tradisionalis.
Banyak referensi mencatat bahwa hal demikian terjadi setelah Al-Ghazali (1058-
1111 M) mengugat dan mempertanyakan kaum filosof dalam bukunya Tahafut al-
Falasifa (Kerancuan atas Para Filosof).

Ibnu Rusyd membidas balik kritik Al-Ghazali, dan mencoba mensucikan


filsafat. Beliau diakui sebagai murid Aristoteles termurni di antara para filosof
muslim. Kontribusi utamanya Ibnu Rusyd terhadap filsafat Islam adalah, pertama,
tesisnya tentang ragam jalur untuk mencapai kebenaran yang sama. Semua jalur
yang dipakai sama-sama bisa diterima, dan didasarkan pada teori makna (the
theory of meaning) yang sangat rasional dan kaya pemikiran. Kedua, Ibnu Rusyd
berusaha memadukan antara filsafat dan agama setelah Al-Kindi , filosof pertama
yang memadukan keduanya. Bahkan dia berpendapat bahwa agama Islam secara
inherent adalah agama yang filosofis karena agama mewajibkan kita berfilsafat.
Kedua filosof muslim di atas berserta filosof lainnya membalikkan pandangan Al-
Ghazali yang mengatakan bahwa agama dan filsafat bertentangan.[4]

10
Pemikiran Islam kritis dan rasional pasca-Ibnu Rusyd terasa mati karena
memang pintu ijtihad dan rasionalisme tidak berkembang sejak abad pertengahan,
dikunci oleh arus deras pemikiran konservatif para ulama. Ketika itu, banyak
pemikiran filsafat yang diharamkan atau bahkan sang pemikirnya dijatuhi
hukuman mati dan fatwa kafir (takfir) karena dianggap filsafat adalah produk
bid’ah yang datang bukan dari Islam.

Hasan Hanafi menyatakan, sebagaimana yang dikutip A. Khudori Soleh, bahwa


penyebab kejumudan dan kebekuan pemikiran keagamaan adalah:

(1) Eksklusifisme. Karena adanya pentokohan, bahkan pensakralan individu,


sikap tradisionalistik menggiring terbentuknya sikap-sikap eksklusif yang hanya
menghargai dan mengakui kebenaran kelompoknya sendiri dan menolak
keberadaan fihak lain.

(2) Subjektifisme. Sebagai akibat lanjut dari eksklusifisme, orang-orang


kelompok ini menjadi kehilangan sikap objektifitas dalam menilai sebuah
persoalan. Benar dan salah tidak lagi didasarkan atas persoalannya melainkan
lebih pada asalnya, dari dan oleh kelompok mana atau tokoh siapa.

(3) Determinisme. Sebagai akibat lebih lanjut dari dua konsekuensi diatas, dimana
masyarakat telah tersubordinasi dan terkurung dalam satu warna, mereka menjadi
terbiasa menerima “sabda” sang panutan dan menganggapnya sebagai sebuah
keniscayaan tanpa ada keinginan untuk merubah apalagi menolak.[5]

Ciri periode ini adalah tanpa menghilangkan kenyataan adanya Dinasti


Umayyah di Andalusia, wilayah islam lainya telah terpecah berada di bawah 3
kekuasaan yang saling bermusuhan. Kekuasaan Dinasti Usmaniyah di Andalusia,
kekuasaan Dinastu Mamluk di mesir, dan Dinasti Ilkhan dari Mongol di Persia.

3. Periodisasi pemikiran islam modern (1800-sekarang)

Periode ini merupakan zaman kebangkitan kembali (reformasi) akibat dari


tenggelamnya tradisi intelektual dalam beberapa abad. Kesadaran akan kemajuan
di dunia Barat dan penderitaan akan kolonialismenya, menuntut intelektual
muslim mengambil dan mengembalikan peradaban Islam yang gemilang di masa
silam. Dapat dipastikan bahwa penetrasi dan perkembangan modernisasi di dunia

11
Islam terjadi setelah adanya koneksasi dengan Barat dalam rentang waktu yang
sangat panjang, setidaknya menurut Harun Nasution ada empat tahapan, di
antaranya adalah:[6]

1)  Koneksasi Pertama, yaitu permulaan abad ke-VII meluasnya wilayah Islam


mencakup Yordania, Palestina, Suria, Irak dan Mesir yang ketika itu berada
dibawah kekuasaan Kerajaan Bizantium yang berpusat di Barat.

2) Koneksasi Kedua, yaitu saat berkembangnya pemikiran rasional-ilmiah di


kalangan sarjana Muslim yang menghasilkan filsafat dan sains Islam zaman klasik
(650-1250 M).

3) Koneksasi Ketiga, yaitu saat terjadi transformasi intelektual Islam dengan Barat
yang berakibat pemikiran rasional-ilmiah Islam dibawa ke Barat.

4) Koneksasi Keempat, yaitu saat terjadinya penetrasi dan penjajahan di dunia


Islam yang bukan hanya melibatkan kekuasaan politik-meliter, tetapi juga
pemikiran baru tentang sains dan teknologi modern.

Di kalangan orientalis sendiri (Gibb dan Smith), menilai reaksi modernisasi yang
dilakukan di dunia Islam lebih cenderung bersifat “apologetis” terhadap Islam dari
berbagai tantangan yang datang dari kaum kolonial dan misioneris Kristen dengan
menunjukkan keunggulan Islam atas peradaban barat, dan juga modernisasi
dipandang sebagai “romantisisme” atas kegemilangan peradaban Islam yang
memaksa Barat   untuk belajar  di dunia Islam. Akan tetapi, sesudah itu Barat
bangun dan maju, bahkan dapat mengalahkan dan mengusai dunia Islam sehingga
menarik perhatian ulama dan pemikiran Islam untuk mengadopsi kemajuan Barat
tersebut termasuk modernisasinya.[7]

Harun Nasution menyatakan secara implisit ide Pembaharuan yang


menjadi titik fokus Muhammad Abduh dalam beberapa hal. Pertama,
Pembongkaran kejumudan dalam tradisi pemikiran. Kedua, Menyerukan
diadakannya ijtihad, tidak taqlid. Ketiga, Penghargaan terhadap akal. Keempat,
Kesesuaian antara ilmu pengetahuan modern dengan agama. Kelima, Perbaikan
sistem pendidikan. Keenam, Pemikiran politik.[8]

12
Mulai dari abad ke-19 timbul di dunia Islam aspek pembaruan, dikenal dengan
nama perkembangan modern Islam, yang intinya adalah memperbarui pemikiran
dalam Islam agar sesuai dengan perubahan-perubahan yang dibawa
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Di sini terdapat juga dua
aliran, aliran rasional yang terikat hanya kepada al-Qur’an dan hadis, dan aliran
tradisional yang terikat selain kepada kedua sumber itu, juga kepada ijtihad ulama
masa silam.

Menurut Ibnu Taimiyah,  pembaruan dalam Islam timbul karena;

1)  Membudayanya khurafat di kalangan kaum muslimin

2) Kejumudan atau ditutupnya pintu ijtihad dianggap telah membodohkan umat


Islam

3)  Terpecahnya umat Islam sehingga sulit maju dan membangun.

4) Kontak antara Barat dan Islam telah menyadarkan kaum muslimin akan
kemunduran.

Gelombang modernisasi semakin tak terelakkan, telah merambah dalam


konstruksi pemikiran dan corak pemahaman keagamaan Islam. Pada akhir abad
18, Islam memberikan kesempatan modernisasi hingga sekarang ini. Para reformis
seperti Muhammad bin Abdul Wahab, Amir Abdul Qadir al-Jazairy, Afghany,
Abduh, As-Sanusy, al-Kawakiby, Muhammad Iqbal, Zia Tju Kalb, Khalid
Muhammad Khalid, Malik bin Nabi, dan lainnya, telah membuka penafsiran baru
ijtihad secara formulatif bagi kehidupan modern. Suatu rekayasa ijtihad yang
member dukungan solusi bagi tuntutan modernitas.

seorang filosof Perancis abad XX Michel Foucault yang dikutip oleh Wahyudi
menyatakan “Manusia disetiap zaman memandang, memahami dan
membicarakan kenyataan dengan cara tertentu. Setiap abad atau zaman memiliki
ciri atau corak epistimologi sendiri-sendiri.” Sesuai dengan semangat Islam
sebagai agama rahmatan lil alamin, cendekiawan senantiasa membumikan al-
Qur’an dan hadits sesuai konteks sosiokultural dan dialektika intelektual.[9]

13
Mencermati perkembangan pemikiran Islam kontemporer, menurut A.
Khudori Soleh, setidaknya ada lima trend besar yang dominan, yaitu: [10]

1. Fundamentalistik, yaitu kelompok pemikiran yang sepenuhnya percaya kepada


doktrin Islam sebagai satu-satunya alternatif bagi kebangkitan umat dan manusia.
Islam sendiri telah cukup, mencakup tatanan sosial, politik dan ekonomi sehingga
tidak butuh segala metode maupun teori-teori dari Barat. Tokoh yang cenderung
berpikiran fundamentalis adalah Sayyid Quthub, Muhammad Quthub, al-
Maududi, Said Hawa, Anwar Jundi dan Ziauddin Sardar, dan di Indonesia ada
Abu Bakar Ba`asyir, Ja`far Umar Thalib, Habib Habsyi.

2. Tradisionalistik (salaf), yaitu kelompok pemikiran yang berusaha untuk


berpegang teguh pada tradisi-tradisi yang telah mapan, seluruh persoalan umat
telah dibicarakan secara tuntas oleh para ulama pendahulu. Kecenderungan
tersebut dapat dijumpai pada pemikiran Husein Nasr, Muthahhari, Naquib al-
Attas dan Ismael Faruqi.

3. Reformistik, yaitu kelompok pemikiran yang berusaha merekontruk warisan-


warisan budaya Islam dengan cara memberi tafsiran-tafsiran baru. Tradisi yang
ada harus dibangun kembali secara baru (i`âdah buniyat min al-jadid) dengan
karangka modern dan prasyarat rasional agar bisa tetap survive dan diterima
dalam kehidupan modern. Kecenderungan pemikiran ini, antara lain, dapat
dijumpai pada pemikir-pemikir reformis seperti Hasan Hanafi, Asghar Engineer,
Bint al-Syathi, Amina Wadud, M. Imarah, M. Khalafallah dan Hasan Nawab.

4. Post-tradisionalistik yaitu kelompok pemikiran yang berusaha mendekonstruksi


warisan-warisan budaya Islam berdasarkan standar-standar modernitas. seluruh
bangunan pemikiran Islam klasik (turâts) harus dirombak dan dibongkar, setelah
sebelumnya diadakan kajian dan analisa terhadapnya. Kecenderungan
dekonstruktif ini tampak jelas pada pemikiran tokoh-tokoh seperti Arkoun, Jabiri,
Syahrur, Abd Allah A. Naim, Nasr Hamid Abu Zaid, Fatima Menissi dan Najib
Mahfuz. Di Indonesia Ulil Abshar, Masdar F. Mas`udi. 

5. Modernistik, yaitu kelompok pemikiran yang hanya mengakui sifat rasional-


ilmiah dan menolak cara pandang agama serta kecenderungan mistis yang tidak

14
berdasarkan nalar praktis. Keharusan berpikir kritis dalam soal-soal
kemasyarakatan dan keagamaan, penolakan terhadap sikap jumûd (kebekuan
berfikir) dan taqlîd. Kassim Ahmad, Thayyib Tayzini, Abd Allah Arwi, Fuad
Zakaria, Zaki Nadjib Mahmud, dan Qunstantine Zurayq.

Ciri periode ini ialah seluruh wilayah kekuasaan Islam berada di bawah
cengkraman penjajahan Barat, sampai kemudian setelah Perang Dunia Kedua
kembali memperoleh kemerdekaannya. [1] Asmuni, H.M.
Yusran, Pengantar Studi Pemikiran dan Pergerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1995) hal. 2

[2] Ali, Yunasril, Perkembangan Pemikiran dalam Islam, Ed. 1, (Cet. 1, Jakarta: Bumi Aksara, 1991)
hal. 35

[3] Rahman, Fazlur, Islam dan Modernity: Transformation of an Intellectual Traditional, terj. Ahsin


Muhammad (Bandung: Pustaka, 1985) hal. 76

[4]Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam – Sejarah Pemikiran dan Keagamaan, (Cet. 11,
Jakarta: Bulan Bintang: 1996) hal. 93

[5] Ali, Yunasril, Perkembangan Pemikiran dalam Islam, Ed. 1, (Cet. 1, Jakarta: Bumi Aksara, 1991)
hal. 43

[6] Asmuni, H.M. Yusran, Pengantar Studi Pemikiran dan Pergerakan Pembaharuan dalam Dunia
Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995) hal. 17

[7] Soleh, A Khudori, Pemikiran Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2003) hal. 112

[8]Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam – Sejarah Pemikiran dan Keagamaan, (Cet. 11,
Jakarta: Bulan Bintang: 1996) hal. 52

[9] Asmuni, H.M. Yusran, Pengantar Studi Pemikiran dan Pergerakan Pembaharuan dalam Dunia
Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995)  hal. 57

[10]Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam – Sejarah Pemikiran dan Keagamaan, (Cet. 11,
Jakarta: Bulan Bintang: 1996) hal. 68

[11] Wahyudi, Islamologi Terapan, (Cet.I; Surabaya: Gita Media Press, 1997) hal.  98

[12] Soleh, A Khudori, Pemikiran Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2003) hal.


120

15
D. Para Pakar dalam Bidang Sejarah dan Peradaban Islam

1. AL-Khawarizmi/ Muhammad Ibnu Musa Al-Khawarizmi


(Iran, 780 – 850)

Bidang: matematika (Algebra / Algoritma / Aritmatika / Aljabar), astronomi dan


geografi.

Penemuan: angka nol, al-jabar

Al-Khawarismi merupakan seorang pakar dalam bidang matematik, astronomi


dan geografi dari Iran.

16
Al-Khawarizmi juga dikenali sebagai bapa Algebra. Orang Eropa menyebutnya
dengan Al-Gorisma. Nama itu kemudian dipakai orang-orang barat dalam arti kata
Aritmatika atau ilmu hitung.

Mengapa ? Karena dia adalah seorang muslim yang pertama-tama dan ternama
dalam ilmu Matematika dan ilmu hitung.

Bukunya yang terkenal berjudul Al-jabar Wal Muqobalah, kemudian buku


tersebut disalin oleh orang-orang barat dan sampai sekarang ilmu itu kita kenal
dengan nama Al-Jabar.

2.   Ibnu Sina / Avicenna (986-1037)

Bidang: kedokteran, pengobatan (medicine), fisika, geologi, mineralogi,


matematika, astronomi, filsafat, ilmuwan ensiklopedi, psikologi, penulis kaidah
kedokteran modern (dipakai sebagai referensi ilmu kedokteran barat), menulis
buku tentang fungsi organ tubuh, meneliti penyakit TBC, diabetes dan penyakit
yang ditimbulkan oleh efek fikiran.

17
kitab Qanun Fit Tiib Ibnu Sina
Atau dikenal dengan nama Avicenna, hidup antara tahun 986-1037 M.  Ia adalah
seorang ilmuwan muslim dan Filosof besar pada waktu itu, hingga kepadanya
diberikan julukan Syeh Al-Rais.

Keistimewaannya antara lain pada masa umur 10 tahun sudah hafal Al-Qur`an,
kemudian pada usia 18 tahun sudah mampu menguasai semua ilmu yang ada pada
waktu itu. Bidang keahliannya adalah ilmu Kedokteran, ilmu Fisika, Geologi,
Mineralogi. Juga dibidang Medicine, Philosophy, Mathematics, Astronomy.

18
3. Ibnu Haitham / Alhazen (Basra, 965 – Kairo 1039)

Bidang: optik

Penemuan: Konsep kamera

Dikenal dalam kalangan cerdik pandai di Barat, dengan nama Alhazen, adalah


seorang ilmuwan Islam yang ahli dalam bidang sains, falak, matematika,
geometri, pengobatan, dan filsafat.

Ia banyak pula melakukan penyelidikan mengenai cahaya dan yang berkaitan


dengannya.

riset kamera Ibn al-haytam ( Ibn al-Haytham)


Ia telah memberikan ilham kepada ahli sains dari dunia barat seperti Boger,
Bacon, dan Kepler dalam menciptakan mikroskop serta teleskop. Bidang lain:
Physics, Optics, Mathematics.

19
4. Al-Jazari / Ibnu Ismail Al Jazari

Bidang: robotika, mekanika, fluida

Penemuan/Karya: Jam Gajah

Ilmuwan Muslim Penemu Konsep Robotika Modern. Al Jazari mengembangkan


prinsip hidrolik untuk menggerakkan mesin yang kemudian hari dikenal sebagai
mesin robot.

Ia dipanggil Al-Jazari karena lahir di Al-Jazira, sebuah wilayah yang terletak di


antara Tigris dan Efrat, Irak. Seperti ayahnya ia mengabdi pada raja-raja Urtuq
atau Artuqid di Diyar Bakir dari 1174 sampai 1200 sebagai ahli teknik.

20
”Tak mungkin mengabaikan hasil karya Al-Jazari yang begitu penting. Dalam
bukunya, ia begitu detail memaparkan instruksi untuk mendesain, merakit, dan
membuat sebuah mesin” (Donald Hill).

Kalimat di atas merupakan komentar Donald Hill, seorang ahli teknik asal Inggris
yang tertarik dengan sejarah teknologi, atas buku karya ahli teknik Muslim yang
ternama, Al-Jazar. Al Jazari merupakan seorang tokoh besar di bidang mekanik
dan industri. Lahir di Al Jazira, yang terletak diantara sisi utara Irak dan timur laut
Syiria, tepatnya antara Sungai tigris dan Efrat. Al-Jazari merupakan ahli teknik
yang luar biasa pada masanya.

5. Abu Qasim Al Zahrawi / ALBUCASIS

Bidang: medis, kedokteran, ahli tulang, ahli bedah.

Penemuan/Karya: benang Cut gut, alat bedah

Sang Penemu Gips Era Islam. Abu Al Zahrawi merupakan seorang dokter, ahli
bedah, maupun ilmuan yang berasal dari Andalusia.

Dia merupakan penemu asli dari teknik pengobatan patah tulang dengan
menggunakan gips sebagaimana yang dilakukan pada era modern ini. Sebagai
seorang dokter era kekalifahan, dia sangat berjasa dalam mewariskan ilmu
kedokteran yang penting bagi era modern ini.

Al Zahrawi lahir pada tahun 936 di kota Al Zahra yaitu sebuah kota yang terletak
di dekat Kordoba di Andalusia yang sekarang dikenal dengan negara modern
Spanyol di Eropa.

21
Kota Al Zahra sendiri dibangun pada tahun 936 Masehi oleh Khalifah Abd Al
rahman Al Nasir III yang berkuasa antara tahun 912 hingga 961 Masehi. Ayah Al
Zahrawi merupakan seorang penguasa kedelapan dari Bani Umayyah di Andalusia
yang bernama Abbas.

Menurut catatan sejarah keluarga ayah Al Zahrawi aslinya dari Madinah yang
pindah ke Andalusia. Al Zahrawi selain termasyhur sebagai dokter yang hebat
juga termasyhur karena sebagai seorang Muslim yang taat.

Dalam buku Historigrafi Islam Kontemporer, seorang penulis dari perpustakaan


Viliyuddin Istanbul Turki menyatakan Al Zahrawi hidup bagaikan seorang sufi.

Kebanyakan dia melakukan pengobatan kepada para pasiennya secara cuma-


cuma. Dia sering kali tidak meminta bayaran kepada para pasiennya. Sebab dia
menganggap melakukan pengobatan kepada para pasiennya merupakan bagian
dari amal atau sedekah. Dia merupakan orang yang begitu pemurah serta baik
budi pekertinya.

Selain membuka praktek pribadi, Al Zahrawi juga bekerja sebagai dokter pribadi
Khalifah Al Hakam II yang memerintah Kordoba di Andalusia yang merupakan
putra dari Kalifah Abdurrahman III (An-Nasir). Khalifah Al Hakam II sendiri
berkuasa dari tahun 961 sampai tahun 976.

Dia melakukan perjanjian damai dengan kerajaan Kristen di Iberia utara dan
menggunakan kondisi yang stabil untuk mengembangkan agrikultur melalui
pembangunan irigasi. Selain itu dia juga meningkatkan perkembangan ekonomi
dengan memperluas jalan dan pembangunan pasar. Kehebatan Al Zahrawi sebagai
seorang dokter tak dapat diragukan lagi.

Salah satu sumbangan pemikiran Al Zahrawi yang begitu besar bagi kemajuan
perkembangan ilmu kedokteran modern adalah penggunaan gips bagi penderita
patah tulang maupun geser tulang agar tulang yang patah bisa tersambung
kembali. Sedangkan tulang yang geser, bisa kembali ke tempatnya semula. Tulang
yang patah tersebut digips atau dibalut semacam semen.

Salah satu karya fenomenal Al Zahrawi merupakan Kitab Al-Tasrif. Kitab tersebut


berisi penyiapan aneka obat-obatan yang diperlukan untuk penyembuhan setelah
dilakukannya proses operasi. Dalam penyiapan obat-obatan itu, dia mengenalkan
tehnik sublimasi.

Kitab Al Tasrif sendiri begitu populer dan telah diterjemahkan ke dalam beberapa
bahasa oleh para penulis. Terjemahan Kitab Al Tasrif pernah diterbitkan pada
tahun 1519 dengan judul LiberTheoricae nec non Practicae Alsaharavii.

22
Salah satu risalah buku tersebut juga diterjemahkan dalam bahasa Ibrani dan Latin
oleh Simone di Genova dan Abraham Indaeus pada abad ke-13. Salinan Kitab Al
Tasrif juga juga diterbitkan di Venice pada tahun 1471 dengan judul Liber
Servitoris. Risalah lain dalam Kitab Al Tasrif juga diterjemahkan dalam bahasa
Latin oleh Gerardo van Cremona di Toledo pada abad ke-12 dengan judul Liber
Alsaharavi di Cirurgia.

Dengan demikian kitab karya Al Zahrawi semakin termasyhur di seluruh Eropa.


Hal ini menunjukkan betapa pentingnya karya Al Zahrawi tersebut bagi dunia.
Kitabnya yang mengandung sejumlah diagram dan ilustrasi alat bedah yang
digunakan Al Zahrawi ini menjadi buku wajib mahasiswa kedokteran di berbagai
kampus-kampus.

Al Zahrawi menjadi pakar kedokteran yang termasyhur pada zamannya. Bahkan


hingga lima abad setelah dia meninggal, bukunya tetap menjadi buku wajib bagi
para dokter di berbagai belahan dunia. Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan
kedokterannya masuk dalam kurikulum jurusan kedokteran di seluruh Eropa.

6. Ar-Razi (Tehran, 864-930)

Bidang: demam, penyakit cacar, alergi asma, dan ilmuwan pertama yang menulis
tentang alergi dan imunologi.

Atau dikenali sebagai Rhazes di dunia barat merupakan salah seorang pakar sains
Iran yang hidup antara tahun 864 – 930.

23
Ar-Razi juga diketahui sebagai ilmuwan serba bisa dan dianggap sebagai salah
satu ilmuwan terbesar dalam Islam.

Ia lahir di Rayy, Teheran pada tahun 251 H./865 dan wafat pada tahun 313 H/925.
Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan.
Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad.

Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk memimpin sebuah rumah sakit di


Rayy. Selanjutnya ia juga memimpin Rumah Sakit Muqtadari di Baghdad.
Sebagai seorang dokter utama di rumah sakit di Baghdad, ar-Razi merupakan
orang pertama yang membuat penjelasan seputar penyakit cacar.

Razi diketahui sebagai seorang ilmuwan yang menemukan penyakit “alergi


asma”, dan ilmuwan pertama yang menulis tentang alergi dan imunologi. Pada
salah satu tulisannya, dia menjelaskan timbulnya penyakit Rhintis setelah
mencium bunga mawar pada musim panas.

Razi juga merupakan ilmuwan pertama yang menjelaskan demam sebagai


mekanisme tubuh untuk melindungi diri. Pada bidang farmasi, ar-Razi juga
berkontribusi membuat peralatan seperti tabung, spatula dan mortar. Ar-Razi juga
mengembangkan obat-obatan yang berasal dari merkuri.

7. Abu Musa Jabir bin Hayyan / Gebert (721-815)


Meneliti: penemu ilmu kimia

Orang-orang Eropa menamakannya Gebert, ia hidup antara tahun 721-815 M.

Dia adalah seorang tokoh Islam yang mempelajari dan mengembangkan dunia
Islam yang pertama. Ilmu tersebut kemudian berkembang dan kita mengenal
sebagai ilmu kimia. Bidang keahliannya, (dimana dia mengadakan peneltian)
adalah bidang : Logika, Filosofi, Kedokteran, Fisika, Mekanika, dan sebagainya.

24
8. Al-Kindi/Abu Yusuf Yacub Ibnu Ishak Al-Kindi / Al Kindus

Bidang: Filosofi, Matematika, Logika, Musik, Ilmu Kedokteran, ensiklopedi,


pengarang 270 buku, ahli matematika, fisika, musik, kedokteran, farmasi,
geografi, ahli filsafat Arab dan Yunani kuno,

Dalam dunia barat dia dikenal dengan nama Al-Kindus. Memang sudah menjadi
semacam adat kebiasaan orang barat pada masa lalu dengan melatinkan nama-
nama orang terkemuka, sehingga kadang-kadang orang tidak mengetahui apakah
orang tersebut muslim atau bukan.

Tetapi para sejarawan kita sendiri maupun barat mengetahui dari buku-buku yang
ditinggalkan bahwa mereka adalah orang Islam, karena karya orisinil mereka
dapat diketahui dalam bentuk tulisan ilmiah mereka sendiri.

Al Khindi  ahli adalah ilmuwan ensiklopedi, pengarang 270 buku, ahli


matematika, fisika, musik, kedokteran, farmasi, geografi, ahli filsafat Arab dan
Yunani kuno. Al-Kindi adalah seorang filosof muslim dan ilmuwan sedang
bidang disiplin ilmunya adalah: Filosofi, Matematika, Logika, Musik, Ilmu
Kedokteran.

9. Abu Raihan Al-Biruni ( Persia,  973 – 1048)

25
Meneliti: matematika, astronomi (determined Earth’s circumference), fisika,
ensiklopedia, filsafat, sejarah, obat-obatan, farmasi.

Merupakan matematikawan Persia, astronom, fisikawan, sarjana, penulis


ensiklopedia, filsuf, pengembara, sejarawan, ahli farmasi dan guru, yang banyak
menyumbang kepada bidang matematika, filsafat, obat-obatan.

Abu Raihan Al-Biruni dilahirkan di Khawarazmi, Turkmenistan atau Khiva di


kawasan Danau Aral di Asia Tengah yang pada masa itu terletak dalam
kekaisaran Persia. Dia belajar matematika dan pengkajian bintang dari Abu Nashr
Mansur.

Abu Raihan Al-Biruni merupakan teman filsuf dan ahli obat-obatan Abu Ali Al-
Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina/Ibnu Sina, sejarawan, filsuf, dan pakar etik Ibnu
Miskawaih, di universitas dan pusat sains yang didirikan oleh putera Abu Al
Abbas Ma’mun Khawarazmshah. Dia lahir 15 September 973 dan meninggal  13
Desember 1048. Bidang lain: Astronomy, Mathematics, determined Earth’s
circumference.

10. Piri Reis 

26
Meneliti: geografi, peta dunia.

Pencipta  peta dunia terlengkap dibuat pada tahun 1513.  Para ahli satelit sendiri
pun merasa terkejut dengan model pemetaan yang dibuat oleh tokoh Muslimin ini.
Peta yang dibuat diatas sepotong kulit rusa berukuran 90×65 centimeter itu benar-
benar digambarkan lengkap dan cukup detail. Bahkan hasil perbandingan dengan
pemotretan dari angkasa yang dilakukan menggunakan satelit saat ini, memiliki
bentuk yang sangat mirip. Mulanya para sejarawan tidak percaya akan bukti
keberadaan peta tersebut. Di peta yang terlihat jelas hanyalah kawasan Laut Timur
Tengah. Sementara kawasan lainnya seperti benua Afrika dan Amerika sama
sekali tergambar sangat berbeda.

Barulah setelah gambar hasil pemotretan dari satelit pada zaman modern ini
dipadukan dengan peta kuno karya muslimin bangsa Turki tersebut, ternyata
sangat nyata kebenarannya bahwa gambar yang ditorehkan dalam kulit itu
memang sangat detail dan terperinci.

BAB II

27
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejarah peradaban islam adalah berita atau suatu cerita peristiwa terdahulu
tentang masyarakat, ekonomi, teknologi, politik, sosial, dll. Hal tersebut dapat kita
ambil pelajaran yang tujuannya adalah sebagai pedoman hidup generasi muda
islam ataupun yang lebih luas.

Sehingga tidak dapat dipungkiri sejarah peradaban islam memberi banyak


sumbangsih manfaat terhadap apa yangditinggalakan. Manfaat tersebut dantara
sekian banyak manfaat yang telah dijabarkan diatas salah satunya yaitu Sejarah
menyimpan atau mengandung kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme dan
melahirkan nilai-nilai baru bagi perkembangan kehidupan manusia. Hanya
segelintir manfaat yang dapat penulis paparkan dari sekian banyaknya maafaat
yang terkandung didalam sejarah peradaban islam terhadap umat islam sendiri
lebih luasnya terhadap halayak umum.

Kendati demikian penulisan sejarah sangatlah penting dilakukan, demi


berlangsungnya makna sejarah bagi generasi muda dan demi disiplin ilmu. Tata
cara disipilin ilmu sejarah peradaban islam yang telah dikemukakan diatas dapat
kita lihat adanya hal penting memprtahankan keautentikan sejarah. Demi
terciptanya sejarah yang hebat dan menjadi pedoman generasi muda bangsa.

Perihal yang banyak penulis pelajari tidak mencakup apa yang menjadi
bahasan didalam pengertian sejarah peradaban islam tersebut, oleh kerenanya kata
maaf apabila ada kekurangan penulis pakai sebagai permohonan maaf atas
terbatasnya kemampuan penulis. Rasa termasih kepada orang yang sangat
membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini, dan dialah juga orang yang
menjadikan hari-hari penulis menjadi berarti dan menuh motifasi. Temen-temen
yang berpartisipasi aktif maupun pasif penulis haturkan demikian yang telah
penulis sampaikan diatas.

DAFTAR PUSTAKA

28
1. Al-qardhawi, Yusuf, Meluruskan Sejarah Umat Islam, Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2005
2. Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam,Jakarta: Amzah, 2010
3. Hanafi, M., Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam,Jakarta: Departemen
Agama Republik Indonesia, 2009
4. Maya, Artika, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher, 2007
5. Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Group,
2011
6. Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008
7. Syukur, H. Fatah, Sejarah Peradaban Islam,Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra, 2011
8. Badri Yatim , Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada,1999
9. http://www.islamcendekia.com/2013/12/pengertian-manfaat-metodologi-
penulisan-sejarah-peradaban-islam.html
10. Ali, Yunasril, Perkembangan Pemikiran dalam Islam, Ed. 1, (Cet. 1,
Jakarta: Bumi Aksara, 1991)
11. Asmuni, H.M. Yusran, Pengantar Studi Pemikiran dan Pergerakan
Pembaharuan dalam Dunia Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
1995)
12. Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam – Sejarah Pemikiran dan
Keagamaan, (Cet. 11, Jakarta: Bulan Bintang: 1996)
13. Rahman, Fazlur, Islam dan Modernity: Transformation of an Intellectual
Traditional, terj. Ahsin Muhammad (Bandung: Pustaka, 1985)
14. Soleh, A Khudori, Pemikiran Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Penerbit
Jendela, 2003)
15. Wahyudi, Islamologi Terapan, (Cet.I; Surabaya: Gita Media Press, 1997)
16. http://www.rangkumanmakalah.com/periodisasi-pemikiran-islam/
17. http://duniatimteng.com/10-ilmuwan-muslim-dan-penemuannya-untuk-
peradaban-manusia/

29

Anda mungkin juga menyukai