PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemungkinan lebih buruk dari itu orang sudah tidak percaya dengan
adanya sejarah yang sekarang mereka dapatkan karena mereka menganggap
sejarah sekarang sudah banyak yang dimanipulasi sedemikian buruknya.
Penjelasan pengertian, manfaat, dan cara penulisan sejarah, ini menjadi awal
alternatif bagaimana sejarah peradaban islam itu sebenarnya.
Hal ini menjadi sangat sulit jika dihadapkan suatu peristiwa yang pelik dan
menjadikan hal yang sukar dikenang apalagi sebagai pedoman. Tetapi disis lain
yang kita harus lakukan adalah langkah bagaimana hal buruk yang terjadi dimasa
lampau tidak terulang kembali ataupun meminimalisirnya. Artinya sejarah adalah
sebagai batu lonjakan yang selamanya kan seperti itu, sejarah, sejarah, dan sejarah
selalu akan dipijak sampai bumi tidak lagi berputar pada porosnya.
1
B. Rumusan Masalah
3. Bagaimana Tanggapan Para Pakar Muslim tentang sejarah dan Peradaban Islam
?
B. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian dan Fungsi Mempelajari Sejarah dan Peradaban
Islam
2. Mengetahui Periodisasi Sejarah dan Peradaban Islam
3. Mengetahui Para Pakar dalam Bidang Sejarah dan Peradaban Islam
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah dalam bahasa, tarikh atau history (inggris), adalah cabang ilmu
pengetahuan yang berkenaan dengan kronologi berbagai peristiwa.[1] Sejarawan
louis gottschalk dalam bukunya understanding history: a primer of historical
method, sejarah dalam bahasa inggris history berasal dari bahasa yunani istoria
yang berarti ilmu.
3
lakukan, peningalan-peninggalan yang ia tinggalkan, ide-ide pemikiran yang ia
anut kemudian mungkin menggantinya dengan yang lain. Sungguh indahnya
kebudayaan yang disebut diatas, andaikan keadaan tersebut dapat dipahami setiap
manusia.
4
Sejarah peradaban Islam demikian itulah memunculkan manfaat bagi generasi
kedepannya diantaranya:
d. Segala ide, konsep, institusi, sistem, dan operasionalnya yang terjadi dari
waktu ke waktu dapat diketahui dari sejarah peradaban Islam yang kita pelajari.
i. Sejarah pun bermanfaat untuk mengenal diri sendiri, juga sebagai cermin
masa lalu untuk dijadikan pedoman masa kini dan masa yang akan datang, untuk
diteladani dan dipakai sebagai alat analisis.[4]
Jadi sejarah bukanlah catatan bagi orang-orang yang lahir, orang-orang yang mati
dan bukan sekedar mengungkap kehidupan para penguasa dan biografi para
5
pahlawan, akan tetapi sejarah merupakan suatu ilmu yang membentangkan
perkembangan masyarakat.[5]
Dicetuskanya manfaat ini guna menjawab apa yang sudah menjadi problematika
kaum muslim yang dunia barat mengenalnya sebagai inferiority complex.
6
C. Periodisasi Sejarah dan Kebudayaan Islam
Dari periode ini ulama–ulama fiqh yang muncul seperti Imam Malik,
Imam Abu Hanifah, Imam Syafii. Sementara dalam bidang teologi ulama-ulama
yang lahir adalah Imam Al-Asy’ari, Imam Al-Maturidi, Washil Bin Atho’ Abu
Huzail, Al-Nizam dan Al-Jubai. Fase kedua (1000-1250) adalah persatuan dan
kesatuan umat Islam mulai mengalami kemunduran. Konflik politik seringkali
melanda sehingga hancurnya imperium Islam yang menyebabkan Baghdad
berhasil dikuasasi oleh Hulaghu Khan di tahun 1258.
7
kekuasaan Bani Umayah hanya berlangsung selama kurang lebih 90 tahun (661 M
– 750 M) dan kemudian diambil alih oleh Bani ‘Abbasiyah. Bani Abbasiyah (750
M – 1258 M) diwarisi kekuasaan yang cukup luas, meliputi Spanyol, Afrika
Utara, Suriah, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian dari Asia Kecil, Persia,
Afganistan dan sebagian wilayah Asia Tengah. Di beberapa wilayah kekuasaan itu
merupakan pusat kebudayaan besar seperti Yunani, Suryani, Persia dan India.
Karenanya beberapa khalifah pada masa Bani Abbasiyah lebih memusatkan pada
pengembangan pengetahuan.
Menurut Fazlur Rahman, yang disebut filsafat Islam dalam hubungannya dengan
filsafat Yunani harus dilihat dalam konteks hubungan “bentuk-materi.” Jadi
filsafat Islam sebenarnya adalah filsafat Yunani secara material namun
diaktualkan dalam bentuk sistem yang bermerk Islam. Sehingga dengan demikian
tidaklah mungkin untuk mengatakan bahwa filsafat Islam hanya merupakan
carbon copy dari filsafat Yunani atau Helenisme. Elaborasi karya klasik dengan
dialektika dogma dan stigma masyarakat, melahirkan karya mutakhir pada
zamannya yang bercorak Islam.[1]
8
mereka untuk memeluk Islam, dan kedua karena alasan praktis dalam
memperbaiki pola kehidupan. Ketika terjadi gelombang kebudayaan luar dalam
dunia Islam yang meliputi aqidah kaum Majusi (penyembah api) dan kaum
Dahriah, kekhalifahan ‘Abbasiyah menganggap perlu bagi kaum muslim untuk
mempelajari ilmu-ilmu logika serta sistem berpikir rasionalis lainnya untuk
menangkal aqidah yang datang dari luar itu.
Yang menjadi ciri periode ini adalah dengan mengabaikan adanya dinasti-dinasti
yang tumbuh dan tenggelam di masa Dinasti Abbasiyah, kepala negara ( khalifah )
tetap di jabat oleh seseorang dan di angggab pimpinan tertinggi negara wlaupun
hanya sekedar simbol.
9
Fase II adalah Fase tiga kerajaan besar (1500-1800) yang dimulai dengan zaman
kemajuan (1500-1700) dan zaman kemunduran (1700-1800). Tiga kerajaan besar
itu adalah kerajaan Turki Utsmani (Ottoman Empire) yang berpusat di Turki,
kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Di masa kemajuan ini
masing-masing kerajaan mempunyai keunggulan masing-masing khususnya di
bidang literatur dan seni arsitektur. Namun, bila dibandingkan dengan kemajuan
di era klasik, kemajuan di era ini sungguh jauh. Karena pada era pertengahan ini
perhatian umat Islam terhadap ilmu pengetahuan masih merosot tajam atau masih
sangat rendah.
10
Pemikiran Islam kritis dan rasional pasca-Ibnu Rusyd terasa mati karena
memang pintu ijtihad dan rasionalisme tidak berkembang sejak abad pertengahan,
dikunci oleh arus deras pemikiran konservatif para ulama. Ketika itu, banyak
pemikiran filsafat yang diharamkan atau bahkan sang pemikirnya dijatuhi
hukuman mati dan fatwa kafir (takfir) karena dianggap filsafat adalah produk
bid’ah yang datang bukan dari Islam.
(3) Determinisme. Sebagai akibat lebih lanjut dari dua konsekuensi diatas, dimana
masyarakat telah tersubordinasi dan terkurung dalam satu warna, mereka menjadi
terbiasa menerima “sabda” sang panutan dan menganggapnya sebagai sebuah
keniscayaan tanpa ada keinginan untuk merubah apalagi menolak.[5]
11
Islam terjadi setelah adanya koneksasi dengan Barat dalam rentang waktu yang
sangat panjang, setidaknya menurut Harun Nasution ada empat tahapan, di
antaranya adalah:[6]
3) Koneksasi Ketiga, yaitu saat terjadi transformasi intelektual Islam dengan Barat
yang berakibat pemikiran rasional-ilmiah Islam dibawa ke Barat.
Di kalangan orientalis sendiri (Gibb dan Smith), menilai reaksi modernisasi yang
dilakukan di dunia Islam lebih cenderung bersifat “apologetis” terhadap Islam dari
berbagai tantangan yang datang dari kaum kolonial dan misioneris Kristen dengan
menunjukkan keunggulan Islam atas peradaban barat, dan juga modernisasi
dipandang sebagai “romantisisme” atas kegemilangan peradaban Islam yang
memaksa Barat untuk belajar di dunia Islam. Akan tetapi, sesudah itu Barat
bangun dan maju, bahkan dapat mengalahkan dan mengusai dunia Islam sehingga
menarik perhatian ulama dan pemikiran Islam untuk mengadopsi kemajuan Barat
tersebut termasuk modernisasinya.[7]
12
Mulai dari abad ke-19 timbul di dunia Islam aspek pembaruan, dikenal dengan
nama perkembangan modern Islam, yang intinya adalah memperbarui pemikiran
dalam Islam agar sesuai dengan perubahan-perubahan yang dibawa
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Di sini terdapat juga dua
aliran, aliran rasional yang terikat hanya kepada al-Qur’an dan hadis, dan aliran
tradisional yang terikat selain kepada kedua sumber itu, juga kepada ijtihad ulama
masa silam.
4) Kontak antara Barat dan Islam telah menyadarkan kaum muslimin akan
kemunduran.
seorang filosof Perancis abad XX Michel Foucault yang dikutip oleh Wahyudi
menyatakan “Manusia disetiap zaman memandang, memahami dan
membicarakan kenyataan dengan cara tertentu. Setiap abad atau zaman memiliki
ciri atau corak epistimologi sendiri-sendiri.” Sesuai dengan semangat Islam
sebagai agama rahmatan lil alamin, cendekiawan senantiasa membumikan al-
Qur’an dan hadits sesuai konteks sosiokultural dan dialektika intelektual.[9]
13
Mencermati perkembangan pemikiran Islam kontemporer, menurut A.
Khudori Soleh, setidaknya ada lima trend besar yang dominan, yaitu: [10]
14
berdasarkan nalar praktis. Keharusan berpikir kritis dalam soal-soal
kemasyarakatan dan keagamaan, penolakan terhadap sikap jumûd (kebekuan
berfikir) dan taqlîd. Kassim Ahmad, Thayyib Tayzini, Abd Allah Arwi, Fuad
Zakaria, Zaki Nadjib Mahmud, dan Qunstantine Zurayq.
Ciri periode ini ialah seluruh wilayah kekuasaan Islam berada di bawah
cengkraman penjajahan Barat, sampai kemudian setelah Perang Dunia Kedua
kembali memperoleh kemerdekaannya. [1] Asmuni, H.M.
Yusran, Pengantar Studi Pemikiran dan Pergerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1995) hal. 2
[2] Ali, Yunasril, Perkembangan Pemikiran dalam Islam, Ed. 1, (Cet. 1, Jakarta: Bumi Aksara, 1991)
hal. 35
[4]Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam – Sejarah Pemikiran dan Keagamaan, (Cet. 11,
Jakarta: Bulan Bintang: 1996) hal. 93
[5] Ali, Yunasril, Perkembangan Pemikiran dalam Islam, Ed. 1, (Cet. 1, Jakarta: Bumi Aksara, 1991)
hal. 43
[6] Asmuni, H.M. Yusran, Pengantar Studi Pemikiran dan Pergerakan Pembaharuan dalam Dunia
Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995) hal. 17
[7] Soleh, A Khudori, Pemikiran Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2003) hal. 112
[8]Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam – Sejarah Pemikiran dan Keagamaan, (Cet. 11,
Jakarta: Bulan Bintang: 1996) hal. 52
[9] Asmuni, H.M. Yusran, Pengantar Studi Pemikiran dan Pergerakan Pembaharuan dalam Dunia
Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995) hal. 57
[10]Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam – Sejarah Pemikiran dan Keagamaan, (Cet. 11,
Jakarta: Bulan Bintang: 1996) hal. 68
15
D. Para Pakar dalam Bidang Sejarah dan Peradaban Islam
16
Al-Khawarizmi juga dikenali sebagai bapa Algebra. Orang Eropa menyebutnya
dengan Al-Gorisma. Nama itu kemudian dipakai orang-orang barat dalam arti kata
Aritmatika atau ilmu hitung.
Mengapa ? Karena dia adalah seorang muslim yang pertama-tama dan ternama
dalam ilmu Matematika dan ilmu hitung.
17
kitab Qanun Fit Tiib Ibnu Sina
Atau dikenal dengan nama Avicenna, hidup antara tahun 986-1037 M. Ia adalah
seorang ilmuwan muslim dan Filosof besar pada waktu itu, hingga kepadanya
diberikan julukan Syeh Al-Rais.
Keistimewaannya antara lain pada masa umur 10 tahun sudah hafal Al-Qur`an,
kemudian pada usia 18 tahun sudah mampu menguasai semua ilmu yang ada pada
waktu itu. Bidang keahliannya adalah ilmu Kedokteran, ilmu Fisika, Geologi,
Mineralogi. Juga dibidang Medicine, Philosophy, Mathematics, Astronomy.
18
3. Ibnu Haitham / Alhazen (Basra, 965 – Kairo 1039)
Bidang: optik
19
4. Al-Jazari / Ibnu Ismail Al Jazari
20
”Tak mungkin mengabaikan hasil karya Al-Jazari yang begitu penting. Dalam
bukunya, ia begitu detail memaparkan instruksi untuk mendesain, merakit, dan
membuat sebuah mesin” (Donald Hill).
Kalimat di atas merupakan komentar Donald Hill, seorang ahli teknik asal Inggris
yang tertarik dengan sejarah teknologi, atas buku karya ahli teknik Muslim yang
ternama, Al-Jazar. Al Jazari merupakan seorang tokoh besar di bidang mekanik
dan industri. Lahir di Al Jazira, yang terletak diantara sisi utara Irak dan timur laut
Syiria, tepatnya antara Sungai tigris dan Efrat. Al-Jazari merupakan ahli teknik
yang luar biasa pada masanya.
Sang Penemu Gips Era Islam. Abu Al Zahrawi merupakan seorang dokter, ahli
bedah, maupun ilmuan yang berasal dari Andalusia.
Dia merupakan penemu asli dari teknik pengobatan patah tulang dengan
menggunakan gips sebagaimana yang dilakukan pada era modern ini. Sebagai
seorang dokter era kekalifahan, dia sangat berjasa dalam mewariskan ilmu
kedokteran yang penting bagi era modern ini.
Al Zahrawi lahir pada tahun 936 di kota Al Zahra yaitu sebuah kota yang terletak
di dekat Kordoba di Andalusia yang sekarang dikenal dengan negara modern
Spanyol di Eropa.
21
Kota Al Zahra sendiri dibangun pada tahun 936 Masehi oleh Khalifah Abd Al
rahman Al Nasir III yang berkuasa antara tahun 912 hingga 961 Masehi. Ayah Al
Zahrawi merupakan seorang penguasa kedelapan dari Bani Umayyah di Andalusia
yang bernama Abbas.
Menurut catatan sejarah keluarga ayah Al Zahrawi aslinya dari Madinah yang
pindah ke Andalusia. Al Zahrawi selain termasyhur sebagai dokter yang hebat
juga termasyhur karena sebagai seorang Muslim yang taat.
Selain membuka praktek pribadi, Al Zahrawi juga bekerja sebagai dokter pribadi
Khalifah Al Hakam II yang memerintah Kordoba di Andalusia yang merupakan
putra dari Kalifah Abdurrahman III (An-Nasir). Khalifah Al Hakam II sendiri
berkuasa dari tahun 961 sampai tahun 976.
Dia melakukan perjanjian damai dengan kerajaan Kristen di Iberia utara dan
menggunakan kondisi yang stabil untuk mengembangkan agrikultur melalui
pembangunan irigasi. Selain itu dia juga meningkatkan perkembangan ekonomi
dengan memperluas jalan dan pembangunan pasar. Kehebatan Al Zahrawi sebagai
seorang dokter tak dapat diragukan lagi.
Salah satu sumbangan pemikiran Al Zahrawi yang begitu besar bagi kemajuan
perkembangan ilmu kedokteran modern adalah penggunaan gips bagi penderita
patah tulang maupun geser tulang agar tulang yang patah bisa tersambung
kembali. Sedangkan tulang yang geser, bisa kembali ke tempatnya semula. Tulang
yang patah tersebut digips atau dibalut semacam semen.
Kitab Al Tasrif sendiri begitu populer dan telah diterjemahkan ke dalam beberapa
bahasa oleh para penulis. Terjemahan Kitab Al Tasrif pernah diterbitkan pada
tahun 1519 dengan judul LiberTheoricae nec non Practicae Alsaharavii.
22
Salah satu risalah buku tersebut juga diterjemahkan dalam bahasa Ibrani dan Latin
oleh Simone di Genova dan Abraham Indaeus pada abad ke-13. Salinan Kitab Al
Tasrif juga juga diterbitkan di Venice pada tahun 1471 dengan judul Liber
Servitoris. Risalah lain dalam Kitab Al Tasrif juga diterjemahkan dalam bahasa
Latin oleh Gerardo van Cremona di Toledo pada abad ke-12 dengan judul Liber
Alsaharavi di Cirurgia.
Bidang: demam, penyakit cacar, alergi asma, dan ilmuwan pertama yang menulis
tentang alergi dan imunologi.
Atau dikenali sebagai Rhazes di dunia barat merupakan salah seorang pakar sains
Iran yang hidup antara tahun 864 – 930.
23
Ar-Razi juga diketahui sebagai ilmuwan serba bisa dan dianggap sebagai salah
satu ilmuwan terbesar dalam Islam.
Ia lahir di Rayy, Teheran pada tahun 251 H./865 dan wafat pada tahun 313 H/925.
Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan.
Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad.
Dia adalah seorang tokoh Islam yang mempelajari dan mengembangkan dunia
Islam yang pertama. Ilmu tersebut kemudian berkembang dan kita mengenal
sebagai ilmu kimia. Bidang keahliannya, (dimana dia mengadakan peneltian)
adalah bidang : Logika, Filosofi, Kedokteran, Fisika, Mekanika, dan sebagainya.
24
8. Al-Kindi/Abu Yusuf Yacub Ibnu Ishak Al-Kindi / Al Kindus
Dalam dunia barat dia dikenal dengan nama Al-Kindus. Memang sudah menjadi
semacam adat kebiasaan orang barat pada masa lalu dengan melatinkan nama-
nama orang terkemuka, sehingga kadang-kadang orang tidak mengetahui apakah
orang tersebut muslim atau bukan.
Tetapi para sejarawan kita sendiri maupun barat mengetahui dari buku-buku yang
ditinggalkan bahwa mereka adalah orang Islam, karena karya orisinil mereka
dapat diketahui dalam bentuk tulisan ilmiah mereka sendiri.
25
Meneliti: matematika, astronomi (determined Earth’s circumference), fisika,
ensiklopedia, filsafat, sejarah, obat-obatan, farmasi.
Abu Raihan Al-Biruni merupakan teman filsuf dan ahli obat-obatan Abu Ali Al-
Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina/Ibnu Sina, sejarawan, filsuf, dan pakar etik Ibnu
Miskawaih, di universitas dan pusat sains yang didirikan oleh putera Abu Al
Abbas Ma’mun Khawarazmshah. Dia lahir 15 September 973 dan meninggal 13
Desember 1048. Bidang lain: Astronomy, Mathematics, determined Earth’s
circumference.
26
Meneliti: geografi, peta dunia.
Pencipta peta dunia terlengkap dibuat pada tahun 1513. Para ahli satelit sendiri
pun merasa terkejut dengan model pemetaan yang dibuat oleh tokoh Muslimin ini.
Peta yang dibuat diatas sepotong kulit rusa berukuran 90×65 centimeter itu benar-
benar digambarkan lengkap dan cukup detail. Bahkan hasil perbandingan dengan
pemotretan dari angkasa yang dilakukan menggunakan satelit saat ini, memiliki
bentuk yang sangat mirip. Mulanya para sejarawan tidak percaya akan bukti
keberadaan peta tersebut. Di peta yang terlihat jelas hanyalah kawasan Laut Timur
Tengah. Sementara kawasan lainnya seperti benua Afrika dan Amerika sama
sekali tergambar sangat berbeda.
Barulah setelah gambar hasil pemotretan dari satelit pada zaman modern ini
dipadukan dengan peta kuno karya muslimin bangsa Turki tersebut, ternyata
sangat nyata kebenarannya bahwa gambar yang ditorehkan dalam kulit itu
memang sangat detail dan terperinci.
BAB II
27
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah peradaban islam adalah berita atau suatu cerita peristiwa terdahulu
tentang masyarakat, ekonomi, teknologi, politik, sosial, dll. Hal tersebut dapat kita
ambil pelajaran yang tujuannya adalah sebagai pedoman hidup generasi muda
islam ataupun yang lebih luas.
Perihal yang banyak penulis pelajari tidak mencakup apa yang menjadi
bahasan didalam pengertian sejarah peradaban islam tersebut, oleh kerenanya kata
maaf apabila ada kekurangan penulis pakai sebagai permohonan maaf atas
terbatasnya kemampuan penulis. Rasa termasih kepada orang yang sangat
membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini, dan dialah juga orang yang
menjadikan hari-hari penulis menjadi berarti dan menuh motifasi. Temen-temen
yang berpartisipasi aktif maupun pasif penulis haturkan demikian yang telah
penulis sampaikan diatas.
DAFTAR PUSTAKA
28
1. Al-qardhawi, Yusuf, Meluruskan Sejarah Umat Islam, Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2005
2. Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam,Jakarta: Amzah, 2010
3. Hanafi, M., Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam,Jakarta: Departemen
Agama Republik Indonesia, 2009
4. Maya, Artika, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher, 2007
5. Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Group,
2011
6. Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008
7. Syukur, H. Fatah, Sejarah Peradaban Islam,Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra, 2011
8. Badri Yatim , Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada,1999
9. http://www.islamcendekia.com/2013/12/pengertian-manfaat-metodologi-
penulisan-sejarah-peradaban-islam.html
10. Ali, Yunasril, Perkembangan Pemikiran dalam Islam, Ed. 1, (Cet. 1,
Jakarta: Bumi Aksara, 1991)
11. Asmuni, H.M. Yusran, Pengantar Studi Pemikiran dan Pergerakan
Pembaharuan dalam Dunia Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
1995)
12. Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam – Sejarah Pemikiran dan
Keagamaan, (Cet. 11, Jakarta: Bulan Bintang: 1996)
13. Rahman, Fazlur, Islam dan Modernity: Transformation of an Intellectual
Traditional, terj. Ahsin Muhammad (Bandung: Pustaka, 1985)
14. Soleh, A Khudori, Pemikiran Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Penerbit
Jendela, 2003)
15. Wahyudi, Islamologi Terapan, (Cet.I; Surabaya: Gita Media Press, 1997)
16. http://www.rangkumanmakalah.com/periodisasi-pemikiran-islam/
17. http://duniatimteng.com/10-ilmuwan-muslim-dan-penemuannya-untuk-
peradaban-manusia/
29