Anda di halaman 1dari 13

ADAT ISTIADAT

MINANGKABAU/BUNDO
KANDUNG
Adat istiadat adalah kebiasaan yang

A
dilakukan orang dalam waktu lama.
Kemudian kebiasaan tersebut dilakukan
secara turun temurun oleh masyarakat
sekitar.

Presentation title 2
Indonesia memiliki adat istiadat yang
beragam karena penduduknya heterogen.
Masyarakat heterogen ini memiliki
budaya, tradisi, dan kebiasaan yang
berbeda di setiap daerah.

Presentation title 3
Adat Istiadat Minangkabau
Semenjak zaman Kerajaan Pagaruyung, ada tiga sistem adat yang dianut
oleh suku Minangkabau yaitu : Sistem Kelarasan Koto Piliang. Sistem
Kelarasan Bodi Caniago. Sistem Kelarasan Panjang.
Jika ingin berkunjung atau bepergian ke suatu daerah sudah sepantasnya patuh
dengan segala aturan, norma dan hukum yang berlaku. Seperti yang dijelaskan dalam
pepatah ‘Dimana Bumi dipijak, Disana Langit dijunjung’. Salah satu daerah yang
terkenal dengan adat istiadatnya adalah di Minangkabau. Ada 7 adat yang harus
dipatuhi dan dihormati oleh para traveller. Apa sajakah itu? Simak ulasannya berikut
ini.
1. Adat Nan Sabana Adat
Adat nan sabana adat adalah takdir, atau kehendak dari Allah. Sifatnya adalah tetap
dan tidak pernah berubah. Jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari adat ini
mengatur prinsip hidup.

2. Adat Nan Diadatkan


Adat ini menekankan kepada nilai-nilai budaya ataupun kebudayaan nenek moyang
yang tidak melanggar kaedah agama Islam tetap dipertahankan. Itulah yang
kemudian dikenal sebagi adat nan diadatkan.
3. Adat Nan Teradat
Adat ini berhubungan dengan identitas, kesatuan etnis dan wilayah. Oleh karena itu
adat ini sangat berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari. Jadi dengan adat ini
gesekan di masyarakat yang biasa terjadi karena perbedaan etnis, identitas dan
daerah bisa diredam.
Presentation title 5
4. Adat Istiadat
Adat yang satu ini adalah semacam aturan yang terjadi dengan sendirinya karena
interaksi antar masyarakat Tanah Minang dan juga antar masyarakat dengan dunia
luar, dalam hal ini warga pendatang. Untuk adat satu ini berperan dalam hal
kemajuan daerah di Minangkabau namun tetap menjaga aturan-aturan adat.
Sebagai salah satu hasil dari adat ini adalah berbagai macam tradisi ataupun
permainan yang berkembang hingga saat ini dan masih banyak lagi. Jadi saat kamu
berkunjung ke Tanah Minang ini alangkah baiknya menghormati setiap kebudayaan
yang ada sebagai warisan budaya.
5. Tradisi Mandi Malimau
Minangkabau menjelang bulan Ramadhan ada satu tradisi yang bisa diikuti. Tradisi itu
ialah Balimau. Masyarakat Minangkabau di lubuk atau sungai melakukan ritual mandi
bersama sambil maaf-maafan yang disebut dengan istilah Balimau. Tradisi ini
dipercaya dapat menyucikan batin sebelum menyambut bulan suci.
Jika mengikuti acara ini kamu wajib mematuhi peraturan yang berlaku ya, seperti
tetap berpakaian sopan dan juga menjaga tingkah laku.
6. Upacara Tabuik
Upacara tabuik merupakan upacara tahunan yang sudah ada sejak abad ke-19 di
Tanah Minang. Tabuik atau tabot yang berarti peti kayu adalah istilah yang merujuk
pada legenda tentang keberadaan makhluk berwujud kuda bersayap dan berkepala
manusia yang disebut buraq. Upacara ini diselenggarakan sebagai bentuk
penghormatan atas menginggalnya cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi
Presentation title 6
Thalib, pada tanggal 10 Muharram.
7. Makan Bajamba
radisi makan bajamba merupakan tradisi turun temurun masyarakat Minangkabau
yakni kegiatan makan bersama di tempat khusus yang sudah ditentukan. Acara ini
biasanya dilaksanakan karena ada acara penting seperti pernikahan dan acara
keagamaan. Makan bajamba dihadiri puluhan hingga ribuan orang yang nantinya
dibagi dalam beberapa kelompok kecil. Kelompok ini kemudian membentuk
lingkaran atau memanjang dengan makanan yang sudah dihadapkan. Secara
harfiah makan bajamba mengandung makna yang sangat dalam, dimana tradisi
makan bersama ini akan memunculkan rasa kebersamaan tanpa melihat perbedaan
status sosial.
Kebudayaan Minangkabau, khususnya tentang perempuan banyak ungkapan yang melambangkan
tingginya peran dan kedudukan perempuan Minang tersebut. Ia dilambangkan sebagai limpapeh rumah
nan gadang, sumarak anjuang nan tinggi, dsb.Khusus untuk perempuan dewasa atau kaum ibu digunakan
istilah bundo kanduang. Sebutan bundo kanduang bukanlah sekadar istilah saja tapi lebih dari itu. Namun,
apakah semua perempuan dewasa Minang bisa disebut dengan panggilan Bundo Kanduang?
Sebagai lambang kehormatan dan kemuliaan, seorang perempuan yang menjadi Bundo Kanduang tidak
hanya menjadi hiasan dalam bentuk fisik saja tapi kepribadiannya sebagai perempuan, kemudian ia harus
memahami ketentuan adat yang berlaku, disamping tahu dengan malu dan sopan santun juga tahu dengan
basa basi dan tahu cara berpakaian yang pantas.
Sifat perempuan bila menjadi Bundo Kanduang tersebut dinyatakan dalam kato pusako (kata pusaka)
berikut: ..…dihias jo budi baiak, malu sopan tinggi sakali, Baso jo basi bapakaian, nan gadang basa batuah,
kok hiduik tampek banzar, kok mati tampek baniat. Tiang kokoh budi nan baiak, pasak kunci malu jo sopan,
hiasan dunia jo akhirat, awih tampek mintak aia, lapa tampek minta nasi, (Zulkarnaini, 1994). Makna yang
terkandung dalam ungkapan ini sangatlah mendalam, kehadiran perempuan sebagai bundo kanduang
merupakan contoh dan teladan budi bagi masyarakatnya, bagi kaumnya, dan bagi rumah tangganya. Sosok
bundo kanduang digambarkan sebagai ibu yang berwibawa, arif bijaksana, suri teladan, memakai raso
(rasa) dan pareso (periksa), serta tutur katanya sopan.
Kata perempuan bermakna umum dan acuannya luas, sedangkan frasa “bundo kanduang” mengacu
kepada sosok perempuan yang punya sifat dan kepribadian yang (1) memahami adat dan sopan santun,(2)
mengutamakan budi pekerti, (3) memelihara harga diri, (4) mengerti agama, (5) memahami aturan agama,
(6) memelihara dirinya dan masyarakatnya dari dosa.

Presentation title 8
Adat Minangkabau Hakymi Dt. Rajo Penghulu (1991), mengklasifikasikan perempuan ke
dalam tiga bagian, yaitu (1) parampuan, (2) simarewan, dan (3) mambang tali awan.
1. Parampuan, mengacu kepada perempuan yang mempunyai budi pekerti yang baik, tawakal
kepada Allah, sopan dan hormat pada sesama. Sifat ini tampak dalam ungkapan: budi tapakai
taratik dengan sopan, memakai baso-basi di ereng jo gendeng, tahu kepada sumbang salah,
takut kepada Allah dan Rasul, muluik manih baso katuju, pandai bagaua samo gadang, hormat
pado ibu jo bapa, baitupun jo urang tuo.
2. Simarewan, istilah yang mengacu kepada perempuan yang tidak mempunyai pendirian, tidak
mempunyai budi pekerti. Sifat ini tampak dalam ungkapan berikut: paham sebagai gatah caia,
iko elok etan katuju, bak cando pimpiang di lereng, bagai baliang-baliang di puncak bukik, ka
mano angin inyo kakian, bia balaki umpamo tidak, itulah bathin kutuak Allah, isi narako tujuan
lampiah.
3. Mambang tali awan, adalah perempuan yang sombong, tidak punya rasa hormat, tenggang
rasa, selalu ingin kedudukannya. Sifat ini terlihat dalam ungkapan: parampuan tinggi ati, kalau
mangecek samo gadang, barundiang kok nan rami, angan-angan indak ado ka nan lain, tasambia
juo laki awak, dibincang-bincang bapak si upiak, atau tasabuik bapak si buyuang, sagalo labiah
dari urang, baiklah tantang balanjonyo, baiak kasiah ka suami, di rumah jarang baranjak-ranjak,
dilagakkan mulia tinggi pangkek, sulit nan lain manyamoi, walau suami jatuah hino, urang
disangko tak baiduang, puji manjulang langik juo.

Presentation title 9
Sosialisasi mengenai konsep-konsep budaya Minangkabau ini tentu saja sangat memotivasi dan
membantu masyarakat dalam membentuk kepribadiannya dan menentukan sikap ke depan
dalam rangka mempertahankan budaya Minangkabau dari pengaruh budaya asing yang begitu
kuat masuk dan mempengaruhi perilaku masyarakat sehingga cenderung tidak lagi berpijak ke
budaya Minangkabau bahkan akan bisa menyebabkan hilangnya identitas diri.
Bagi kaum perempuan, dengan memahami peran dan kedudukannya dalam adat Minangkabau
itu secara mendalam tentu saja lebih memotivasi dirinya dan memberikan inspirasi untuk
menjalankan peranannya sebagai perempuan Minang. Dengan harapan, ketika seorang
perempuan Minang meningkatkan kompetensi dirinya ia tetap berpijak pada konsep adat
Minangkabau yang menjadikan ia nantinya mampu berperan sebagai “Bundo Kanduang” yang
diinginkan dalam Kato Pusako tersebut

Presentation title 10
Perempuan dalam susunan masyarakat adat Minangkabau memiliki peranan yang khas. Sistem kekerabatannya
adalah matrilineal atau menurut garis keterunan ibu. Secara umum, sistem matrilineal juga memberikan legalitas
kepada perempuan untuk berkuasa. Oleh sebab itu sistem adat matrilineal tidak hanya penarikan garis keturunan
berdasarkan ibu, akan tetapi kekuasaan juga berada di tanggan perempuan.
Pada masyarakat Minangkabau, wanita dikelompokkan kedalam empat tingkatan berdasarkan ciri fisik,
kematangan emosional, dan perannya di dalam masyarakat.
1. Batino, seorang wanita yang baru lahir sampai dia menempuh masa kanak-kanak sampai sebelum akil balig.
2. Gadih, yaitu wanita dari masa akil balig sampai masa sebelum menikah.
3. Padusi , yaitu wanita yang sudah bersuami.
4. parampuan, yaitu wanita yang sudah memiliki usia lanjut yang dimulai ketika dia sudah menjadi nenek
dalam sebuah keluarga.

Presentation title 11
Adat minangkabau telah mengatur sedemikian rupa peran perempuan
dalam kemasyarakatnya. Anak gadis Minang dalam perspektif adat,
pada suatu ketika akan menjadi Bundo Kanduang.
Secara harfiah dua kata itu berarti “ibu kanduang”. Bundo Kanduang adalah
perkumpulan perempuan-perempuan yang paling tua pada suatu kaum.
Ia adalah sosok yang menunjukan posisi mulia perempuan Minangkabau
dalam tatanan adat masyarakatnya. Fungsi dari Bundo Kanduang ini adalah
sebagai penerima waris dari pusako tinggi, menjaga keberlangsungan
keturunan, dan sebagai perlambang moralitas dari masyarakat Minangkabau.
Perempuan tidak hanya berfungsi sebagai penerus keturunan, tetapi juga
terlibat dalam musyawarah di keluarga, kampung, daerah, dan negerinya.
perempuan Minangkabau merupakan limpapeh rumah gadang atau tiang
utama dan juga sebagai kunci harta pusaka keluarga. Jika ditafsirkan
perempuan Minang adalah seorang ibu.
Sejalan dengan falsafah Minangkabau “adat basandi syarak, syarak basandi
kitabullah”.
Orang Minangkabau, menghormati perempuan sama halnya dengan
menjalankan perintah agama Islam.

Presentation title 12
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai