Anda di halaman 1dari 9

Nama : FITRIA

Npm : 1910013411285
M.Kuliah : Budaya Alam Minangkabau 5B

1. Rangkiang Dihalaman Rumah Gadang.

Setiap rumah gadang mempunyai rangkiang, yang diletakkan di halaman


depan. Rangkiang ialah bangunan tempat menyimpan padi milik kaum. ...
Ketiga, rangkiang si tanggung lapa (si tanggung lapar), yaitu tempat menyimpan padi
cadangan yang akan digunakan pada musim paceklik
Rangkiang tersebut memberikan tanda keadaan penghidupan kaumnya. Menurut
jenisnya rangkiang dibagi menjadi empat, yakni pertama rangkiang si tinjau lauik (si tinjau
laut), yaitu tempat menyimpan padi yang akan digunakan untuk membeli barang atau
keperluan rumah tangga yang tidak dapat dibikin sendiri. Kedua, rangkiang si bayau-bayau,
yaitu tempat menyimpan padi yang akan digunakan untuk makan sehari-hari. Ketiga,
rangkiang si tanggung lapa (si tanggung lapar), yaitu tempat menyimpan padi cadangan
yang akan digunakan pada musim paceklik. Keempat, rangkiang kaciak (rangkiang kecil),
yaitu tempat menyimpan padi abuan yang akan digunakan untuk benih dan biaya
mengerjakan sawah pada musim berikutnya. Kalau kita pahami prinsip roh filosofi
rangkiang tersebut, setiap keluarga akan dihiasi rumahnya dengan peralatan yang
memberi manfaat dan berguna dari sudut duniawi. Kenapa tidak, untuk membeli barang-
barang tersebut, terutama barang-barang yang berupa keperluan rumah tangga yang tidak
dapat dibikin sendiri, telah ada rangkiang si tinjau lauik untuk membelinya. Begitu juga
dengan keperluan makan sehari-hari, sudah ada rangkiang si bayau-bayau. Kemudian
ketika terjadi musim paceklik, maka untuk mengatasinya sudah ada rangkiang si tanggung
lapa.
Keberadaan rangkiang telah mewaspadai kita untuk tidak terjadinya kelaparan di
kemudian hari. Sebab, dalam rangkiang si tanggung lapa telah disiapkan cadangan padi.
Terakhir, pembenihan untuk ditanam setelah panen juga telah disiapkan dengan adanya
rangkiang kaciak. Nah, sekarang sebetulnya menurut filosofinya di negeri kita ini tidak
mengenal yang namanya gizi buruk, kelaparan, pinjam sini pinjam sana (ngutang) dan lain
sebagainya. Rangkiang tidak lagi menjiwai dan dijiwai oleh masyarakat kita hari ini.Di
beberapa daerah, tempat menyimpan padi diistilahkan dengan kopuak, misalnya di daerah
Rao – Pasaman. Biasanya kopuak berukuran kecil, dan di beberapa daerah seperti di
daerah Rao-Pasaman tersebut terletak berjajar di sepanjang jalan. Itu dulu tapi sekarang
ini sulit untuk menemukannya lagi.Dulu waktu kecil penulis, setelah panen padi langsung
dibawa dan dimasukkan ke dalam kopuak tersebut. Malu rasanya bagi seseorang setelah
panen langsung menjual padinya. Sekarang ini, bagi petani setelah panen padi hasilnya
langsung dijual. Istilah orang kampung penulis "kopuak bajalan'! Sebab padi yang baru
dipenen langsung dibawa mobil dijual kepada toke padi tanpa disimpan ke dalam
rangkiang atau kopuak tersebut. Sebuah tradisi yang buruk untuk keberlangsungan sebuah
rumah tangga.Tidak berhenti di situ saja sebetulnya, dan juga merupakan kesalahan kita
selama ini, yakni melihat persoalan penyakit yang terjadi dalam masyarakat sering dilihat
dari  aspek medis saja. Persentase sering menjadi tolok ukur dalam pemberantasannya,
bahkan yang paling celaka lagi, misalrrya penyakit kurang gizi, kurangnya asupan gizi si
anak dan pengetahuan si ibu merupakan argumentatif yang sering dilontarkan untuk
membingkai persoalan gizi buruk itu sendiri. Segi medis, namun jauh dari itu menyigi dari
segi budaya pun lebih terang rasanya. Menyigi gizi buruk dari segi budaya dengan
menghidupkan roh filosofi rangkiang tersebut merupakan sebuah terobosan yang baik.
Apalagi sebetulnya pemahaman kita terhadap hakekat rangkiang-roh rangkiang itu sendiri
telah hilang bagi kita sendiri. Atau dengan kata lain menghidupkan roh rangkiang dalam
kehidupan kita akan lebih efektifuntuk memberantas penyakit yang satu ini. Coba kita
bayangkan, bila rangkiang-rangkiang kita dipenuhi dengan padi tidakkah anak kita akan
terhindar penyakit kurang gizi tersebut. Sekarang rangkiang itu yang tidak berisi padi,
naifnya rangkiang itu sendiri habis dan tidak ada lagi menghiasi rumah gadang kita.
Rangkiang tidak lagi menjiwai dan dijiwai oleh masyarakat kita dan akhirnya gizi buruk
menggurita di negeri kita ini.

2. Abbsbk (adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah) pada pendidikan


dasar.

Falsafah budaya Minang dalam Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah merupakan


salah satu filosofi hidup yang dipegang dalam masyarakat Minangkabau, yang menjadikan
Islam sebagai landasan utama dalam tata pola prilaku dalam nilai – nilai kehidupan.
Dengan kata lain, Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah merupakan kerangka
kehidupan sosial baik horizontal – vertikal maupun horizontal – horizontal. Adat Basandi
Sarak, Sarak Basandi Kitabullahdi masyarakat Minang merupakan sebuah identitas, lahir
dari sebuah kesadaran sejarah dan pergumulan tentang perjuang dan hidup. Masuknya
agama Islam dan berpadu dengan adat istiadat melahirkan kesepakatan luhur. Bahwa
seluruh alam semesta merupakan ciptaab Allah SWT dan menjadi ayat – ayat dengan tanda
– tanda kebesaran-Nya, memaknai eksistensi manusia sebagai khalifatullah di dunia.Adat
disebut juga ‘uruf, yang berarti sesuatu yang dikenal, diketahui berulang – ulang menjadi
suatu kebiasaan dalam masyarakat. Adat telah berusia tua menjadi bagian turun menurun
umat manusia sehingga menjadi sebuah identitas.’Uruf bagi umat Islam ada yang baik dan
ada juga yang buruk. Pengukuhan adat yang baik dan menghapus yang buruk merupakan
tujuan kedatangan agama dan syariat Islam. Kemampuan dan kearifan orang Minangkabau
dalam membaca dan memaknai setiap gerak perubahan, antara adat dan islam, dua hal
yang berbeda akhirnya dapat menyatu dan dapat saling tompang menompang membentuk
sebuah bangunan kebudayaan Minangkabau melalaui Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi
Kitabullah.Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah pada akhirnya terpatri menjadi
landasan serta pandangan hidup orang Minangkabau. Manusia akan dapat mengambil
iktibar atau pelajaran yang berharga untuk kehidupan bersama.Ketentuan – ketentuan
alam dijadikan sebagai dasar untuk menatakehidupan masyrakat Minangkabau, baik secara
pribadi, bermasyarakat maupun sebagai pemimpin. Fenomena alam mengaajarkan agar
setiap perbuatan sesuai dengan hukum yang berlaku dan sesuai dengan nilai dasar
kemanusian, seperti bulek aie dipambuluah dan bulek kato di mufakat, bulat kata sesuai
dengan kesepaktan.Ajaran adat Minangkabau berlandasan asas filosofi Alam Takambang
jadi Guru, suatu konsep alam semesta, merupakan sumber “ kebenaran “ dan kearifan
orang Minangkabau. Alam semesta dipahami orang Minangkabau dari segi fisik dan sebuah
tantanan kosmologis. Alam bukan saja dimaknai sebagai tempat lahir, tumbuh dan mencari
kehidupan, lebih dari itu alam juga dimaknai sebagai kosmos yang memiliki makna
filosofis.Pemaknaan orang Minangkabau terhadap alam terlihat jelas dalam ajaran ;
pandaangaan dunia (world view) dan pandangan hidup ( way of life) yang seringkali
mereka nisbahkan melalui pepatah, petitih, mamangan, npetuah, yang diserap dari bentuk
sifat dan kehidupan alam.Pandangan kosmos ini npada akhirnya membawa mereka pada
keteraturan semesta bukanlah sesuatu yang tiba – tiba, melainkan muncul melalui proses
pergulatan antara pertentangan dan keseimbangan. (TGA).y

3. Langgam kato (sopan santun)

Dalam bahasa Minangkabau terdapat langgam kata atau langgam kato, yaitu semacam
kesantunan berbahasa atau tata krama sehari-hari antara sesama orang Minang sesuai
dengan status sosial masing-masing. Baik dari yang paling muda kepada yang lebih tua,
atau dari orang yang paling dituakan atau kepada orang yang disegani semuanya diatur
dalam tata cara berbicara menurut adat Minangkabau. Ada empat langgam yang dipakai
oleh orang Minang, yaitu kato mandaki (kata mendaki), kato malereang (kata melereng),
kato manurun (kata menurun), dan kato mandata (kata mendatar). Kato mandaki adalah
bahasa yang digunakan untuk lawan bicara yang lebih dewasa atau orang yang dihormati,
seperti orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua, murid kepada guru, dan
bawahan kepada atasan. Pemakaian tata bahasanya lebih rapi, ungkapannya jelas, dan
penggunaan kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga bersifat khusus, ambo untuk
orang pertama, panggilan kehormatan untuk orang yang lebih tua: mamak, inyiak, uda,
tuan, etek, amai, atau uni serta baliau untuk orang ketigaSelanjutnya, kato malereang
merupakan bahasa yang digunakan untuk lawan bicara yang disegani dan dihormati secara
adat dan budaya. Umpamanya orang yang mempunyai hubungan kekerabatan karena
perkawinan, misalnya, ipar, besan, mertua, dan menantu, atau antara orang-orang yang
jabatannya dihormati seperti penghulu, ulama, dan guru. Pemakaian tatabahasanya rapi,
tetapi lebih banyak menggunakan peribahasa, seperti perumpaan, kiasan atau sindiran.
Kata pengganti orang pertama, kedua, dan ketiga juga bersifat khusus. Wak ambo atau
awak ambo untuk orang pertama, gelar dan panggilan kekerabatan yang diberikan
keluarga untuk orang kedua. Baliau untuk orang ketiga.Yang ketiga kato manurun adalah
bahasa yang digunakan untuk lawan bicara yang lebih muda seperti membujuk pada anak
kecil, mamak pada kemenakannya, guru kepada murid, dan atasan kepada bawahan.
Pemakaian tatabahasa rapi, tetapi dengan kalimat yang lebih pendek. Kata ganti orang
pertama, kedua, dan ketiga juga bersifat khusus. Wak den atau awak den atau wak aden
(asalnya dari awak aden) untuk orang pertama. Awak ang atau wak ang untuk orang kedua
laki-laki, awak kau atau wak kau untuk orang kedua perempuan. Wak nyo atau awak nyo
untuk orang ketiga. Kata awak atau wak artinya sama dengan kita. Kata ini dipakai sebagai
pernyataan bahwa setiap orang sama dengan kita atau di antara kita juga. Yang terakhir
kato mandata, yaitu bahasa yang digunakan dalam komunikasi biasa dan dengan lawan
bicara yang seusia dan sederajat. Selain itu, kato mandata ini juga digunakan oleh orang
yang status sosialnya sama dan memiliki hubungan yang akrab. Pemakaian bahasanya yang
lazim adalah bahasa slank. Tatabahasanya lebih cenderung memakai suku kata terakhir
atau kata-katanya tidak lengkap dan kalimatnya pendek-pendek. Kata ganti orang pertama,
kedua, dan ketiga juga bersifat khusus, yaitu aden atau den untuk orang pertama. Ang
untuk orang kedua laki-laki. Kau untuk orang kedua perempuan. Inyo atau anyo untuk
orang ketiga. Tapi fenomena yang kerap terjadi dikalangan anak muda zaman sekarang
yaitu kurangnya sopan santun dalam berbicara, baik itu kepada orang yang lebih muda
hingga kepada orang yang lebih tua. Kerap kita temukan anak-anak yang melawan ucapan
orang tua, melawan kepada guru di sekolah. Ini perlu menjadi perhatian sebab jika terus
dibiarkan maka semakin memudarlah penerus adat langgam kato nan ampek yang sangat
memperhatikan serta menjunjung tinggi sopan santun dalam berbicara.

4. Peninggalan sejarah (manhir)


Menhir berfungsi sebagai monumen masa prasejarah sebelum masehi. Lokasi
penemuan menhir tercatat di Eropa, Timur Tengah, Afrika Barat, India, Korea, serta
Nusantara. Para arkeolog melihat bahwa menhir digunakan untuk tujuan religius dan
memiliki makna simbolis sebagai sarana penyembahan arwah nenek moyang. Menhir
berasal dari bahasa Keltik, men yang artinya batu, dan hir yang berarti panjang. Jadi, arti
menhir adalah batu panjang.Benda peninggalan zaman Megalitikum ini dapat berupa batu
tunggal (monolith) atau berupa sekelompok batu yang diletakkan sejajar di atas tanah.
Ukuran menhir bisa sangat bervariasai, tetapi sering kali berbentuk meruncing ke arah
atas.Dalam kepercayaan animisme, menhir adalah alat pengikat antara arwah nenek
moyang dengan anak cucunya. Sehingga melalui tugu batu ini, mereka memuja arwah
nenek moyangnya.
Fungsi menhir
1. Sebagai sarana pemujaan terhadap arwah nenek moyang
2. Sebagai tempat memeringati seseorang (kepala suku) yang telah meninggal
3. Sebagai tempat menampung kedatangan roh
4. Sebagai penolak bahaya yang mengancam
Lokasi penemuan Menhir tersebar luas di wilayah Afrika, Asia, dan paling banyak
ditemukan di Eropa. Di Eropa Barat, khususnya di Irlandia dan Inggris, ditemukan sekitar
50.000 menhir. Sedangkan di barat laut Prancis terdapat 1.200 menhir.Di Indonesia,
daerah persebaran menhir cukup luas, di antaranya banyak ditemukan di Sumatera Barat,
Pasemah (Sumatera Selatan), Pugungharjo (Lampung), Kosala dan Lebak Sibedug, Leles,
Karang Muara, Cisolok (Jawa Barat), Yogyakarta, Pekauman Bondowoso (Jawa Timur),
Orunyan dan Sembiran (Bali), serta Belu (Timor). Di Sumatera Barat, menhir biasanya
digunakan sebagai tanda kubur dan diletakkan di bukit-bukit atau di lereng-lereng
gunung.Masyarakat Minangkabau menyebut menhir sebagai "mejan", yang kemungkinan
dapat disamakan dengan nisan.

5. Sako dan sang sako


Sako artinya warisan yang tidak bersifat benda seperti gelar pusako. sako juga berarti asal,
atau tua, seperti dalam kalimat berikut. Sawah banyak padi dek urang Lai karambia sako
pulo Sako dalam pengertian adat Minangkabau adalah segala kekayaan asal atau harta tua
berupa hak atau kekayaan tanpa wujud.Kekayaan yang in material ini disebut juga
dengan pusako kebesaran seperti:
a. Gelar panghulu;
b. Garis keturunan dari ibu yang juga disebut dengan “Sako Induak”; perilaku atau
pribawa yang diterima dari aliran darah sepanjang garis keturunan ibu juga di sebut
soko. Istilah soko induak ini dipersamakan dengan istilah matrilinial;
c. Pepatah petitih
d. Pidato adat
e. Hukum adat;
f. Tata krama dan hukum sopan santun diwariskan kepada semua anak kemenakan
dalam suatu nagari, dan kepada seluruh ranah Minangkabau.
g. Sifat perangai bawaan juga di sebut dengan soko
Soko sebagai kekayaan tanpa wujud merupakan rohnya adat dan memegang peranan
yang sangat menentukan dalam membentuk moralitas orang Silungkang dan kelestarian
adat salingka nagari dan adat Minangkabau pada umumnya.
PUSAKO
Pusako atau Harato Pusako adalah segala kekayaan materi dan harta benda yang juga
disebut dengan Pusako Harato. Yang termasuk Pusako Harato ini seperti :
1. Hutan tanah;
2. Sawah Ladang;
3. Kolam dan padang;
4. Rumah dan pekarangan;
5. Pandam perkuburan (Tanah perkuburan yang dimiliki oleh suku, oleh kaum,
kampung );
6. Perhiasan dan uang;
7. Balai mesjid dan surau
8. Peralatan dan lain-lain.
9. Banda buatan jo batang aie
10. Lambang kebesaran seperti keris baju kebesaran, soluak, deta dll
Pusako ini merupakan jaminan utama untuk kehidupan dan perlengkapan bagi anak
kamanakan di Silungkang dan Minangkabau, terutama untuk kehidupan yang berlatar
belakang kehidupan desa yang agraris.
Perubahan kehidupan ekonomi ke arah industri dan usaha jasa dan berkembangnya
kehidupan kota, maka peranan harta pusaka sebagai sarana penunjang kehidupan ekonomi
orang-orang Silungkang menjadi makin lama makin berkurang. Namun demikian peranan
harta pusaka, sebagai simbol kebersamaan dan kebanggaan keluarga dalam sistem
kekerabatan matirilinial di Silungkang pada khususnya dan Minangkabau pada umumnya
tetap bertahan. Harta pusaka sebagai alat pemersatu di Minangkabau tetap bertahan. Harta
pusaka sebagai alat pemersatu keluarga, masih tetap berfungsi dengan baik namun
sebaliknya harta pusaka sebagai milik kolektif tak jarang pula menjadi “Biang Keladi”
dalam menimbulkan silang sengketa dalam keluarga Minang. Dengan demikian harta
pusaka disamping berfungsi sebagai alat pemersatu, sekaligus juga berpotensi sebagai alat
pemecah belah.
Ketentuan adat mengenai barang sako dan Harato Pusako adalah sebagai berikut :
Hak Bapunyo Hak berpunya
Harato Bamiliak Harta bermilik
Barang sah maupun Harato Pusako pada dasarnya dikuasai atau menjadi milik bersama-
milik kolektif oleh kelompok-kelompok sebagai berikut :
1. Kelompok “Samande” atau “ seperinduaan”
2. Kelompok “Sajurai”sakaum
3. Kelompok “ Sasuku”
4. Kelompok “Nagari”

 Di Silungkang tidak ada tanah yang terluang semuanya sudah berpunya dalam adat
dikatakan tanah nan sabingka daun sahalai aie nan satitiak pasie nan sebuah
seluruhnya adat nan punyo

Harato Pusako (Harta Pusaka) terbagi dua sebagai berikut :

1. Harato Pusako Tinggi

Yang dimaksud harato pusako tinggi ialah segala harta pusaka yang diwarisi secara
turun temurun sesuai dengan pantun sebagai berikut :

Biriak-biriak tabang kasasak

Dari sasak turun ka halaman

Dari niniak turun ka mamak

Dari mamak turun ka kamanakan


Proses pemindahan kekuasaan atas harta pusaka ini dari mamak ka kemenakan dalam
istilah adat disebut juga dengan “ Pusako Basalin “ bagi harta pusaka tinggi berlaku
ketentuan adat seperti pantun berikut :

Tajua indak dimakan bali

Tasando indak dimakan gadai

Artinya :

Terjual tidak bisa dibeli

Agunan nan indak dapat digadai.

Hal ini berarti bahwa harta pusaka tinggi tidak boleh dijual. Oleh karena harta
pusaka tinggi sesungguhnya bukan diwariskan dari mamak kepada kemenakan, tetapi
dari ande atau nenek kita, jadi harta pusako tinggi tidak saja milik kita yang hidup pada
masa sekarang ini tetapi juga milik anak cucu kita, yang akan lahir seratus atau seribu
tahun lagi, kita yang hidup sekarang wajib menjaga dan memelihara dan boleh
memanfaatkannya, untuk kepentingan dan kehidupan kita saat sekarang, seperti
mamang adat : aianyo buliah disauak, buahnya buliah di makan tanah jo buminya
adat nan punyo di Silungkang kita tidak lagi mempunyai wilayat suku, yang ada hanya
wilayat kaum, wilayat kaum ini tidak boleh di perjual belikan, tanah wilayat kaum ini di
kuasai oleh mamak kepala kaum, dan dipakai serta di mamafaatkan oleh dunsanak
nun padusi, apa bilah satu kelompok dari kaum yang memakai tanah itu punah,
tanah itu kembali di mamfaatkan secara bersama oleh seluruh anggota kaum yang
tertera di dalam ranji (silsila) secara adat, kelompok yang punah itu tidak boleh
menjual tanah itu karenah tanah itu bukan hakiki miliknya, tapi hanya hak pakai
selagi keturununnya yang satu ranji masih ada, kalau suda tidak ada pula kaum
yang satu ranji maka pusako berpinnda kepada kaum yang bertali adat kaum yang
bertali adat inilah yang akan mempusokoinya.

2. Harato Pusako Randah

Yang disebut dengan harta pusaka rendah adalah segala harta hasil pencarian dari
bapak bersama ibu (orang tua kita) selama ikatan perkawinan, ditambah dengan
pemberian,dan hasil pencaharian ongku bersama nenek kita dan pemberian mamak
kepada kamanakannya dari hasil pencarian mamak dan tungganai itu sendiri. Harta
pencaharian dari orang tua atau bapak bersama ibu ini, setelah diwariskan kepada
anak-anaknya disebut dengan “ harta-susuk”. “harta-susuk” ini mempunyai potensi
besar dimasa mendatang untuk menambah “ harta pusaka tinggi” di Minangkabau, baik
di RanahMinang sendiri, lebih-lebih di rantau. Bila harta pusaka diluar Ranah Minang
dapat dinaikkan statusnya menjadi harta pusaka tinggi yang tidak boleh dijual atau
dipindah tangankan diluar orang “ sasuku”, maka akan bertambah luaslah harta pusaka
tinggi milik orang Silungkang di perantauan.

3. SANGSAKO
Sangsoko ialah gelar kebesaran yang diberikan oleh raja, olek lembaga kerapatan
kepada suatu nagari atau suku atau perorangan oleh karena jasa-jasanya kepada nagari,
suku dll Sifat sangsoko ini tidak turun temurun tapi berpindah- pindah dari pejabat
yang satu kepada pejabat yang lain menurut hasil musyawara dan mufakat oleh P.
Andiko di dalam suku bersangkutan atau hasil musyawara penghulu-penghulu dalam
nagari untuk yang bersifat nagari. Tetapi perpindahan ini selalu menurut ketentuan
adat pula seperti :

Sangsoko pakai memakai

Manuruik barih balabehGelar ini bisa saja berpindah-pindah dari suatu


lingkungan cupak kepada lingkungan cupak yang lain, dan penempatan
gelar sangsoko ini senantiasa dilandaskan kepada kata mufakat, dan menurut mungkin
dan patut. Contoh seperti gelar sangsoko yang kita berikan kepada Irwan Husein
Yaitu Datuak Pahlawan Gagah Malintang Lobieh Kasatian Gajah Tongga Koto
Piliang, gelar ini tidak termasuk di dalam struktur adat dalam nagari, tapi merupakan
gelar kebesaraan dan gelar kehormatan nagari, merupakan simbul kebesaran nagari
Silungkang Padang Sibusuk orang yang memangku gelar ini hanya akan menjalankan
seremonial atau perdamaian antar nagari, gelar sangsoko ini tidak ada sangkut pautnya
dengan harta pusako. Begitu juga untuk jabatan Imam, Khatib, Bilal, Ongku Kadhi,
gelar itu gelar kehormatan untuk suku, gelar itu tidak boleh diturun temurunkan,
apabila yang bersangkutan tidak mampu lagi menjalankan tugasnya, maka dipilih,
orang lain di dalam suku yang bersangkutan untuk memangku jabatan tersebut, orang
yang akan di angkat untuk memangku jabatan tersebut, sesuai menurut adat yaitu
manuruik bari jo balobe, manuruik mungkin jo patuik.

Analisis penilaian rangkuman

Analisis/ Rangkuman

Dari materi yang sudah saya jabarkan diatas, dapat kita simpulkan bahwa di minangkabau memiliki
banyak sekali terdapat budaya dan peninggalan peninggalan nenek moyang yang dapat kita lihat
sekarang ini, seperti rangkiang, dahulu kala rangkiang digunakan untuk menyimpan padi, agar tidak
dimakan oleh tikus. Kemudian Peran Pendidikan dalam mengimplementasikan ABSSBK. Dinamika
kemajuan dan perkembangan zaman dalam kehidupan masyarakat semakin hari menunjukkan gejala
tidak peduli atau apatis terhadap adat, tatakrama dan akhlaqul karimah. kapan hal ini dibiarkan
berlarut-larut, semakin hari tentulah lambat laun akan hilang adat, tatakrama dan akhlaqul karimah
tersebut.

Diminangkabau juga mengajarkan sopan santun yang baik, jika diminangkabau orang menyebutnya
langgam kato. Minangkabau juga membahas tentang peninggalan sejarah, atau menhir.
Analisis

1. Rangkiang adalah lumbung padi yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau untuk menyimpan
hasil panen padi. Bangunan ini pada umumnya dapat ditemukan di halaman rumah gadang. Bentuknya
mengikuti bentuk rumah gadang dengan atap bergonjong dan lantai yang ditinggikan dari atas tanah

2. Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (bahasa Indonesia: adat bersendikan syariat, syariat
bersendikan Kitabullah, selanjutnya disingkat ABSSBK) adalah aforisme terkait pengamalan adat dan
Islam dalam masyarakat Minangkabau. ABSSBK dideskripsikan bahwa adat Minangkabau harus
“bersendikan” kepada syariat Islam, yang bertumpu pada Al-Quran dan Sunnah. Versi lengkap ini
memiliki lanjutan syarak mandaki adaik manurun (bahasa Indonesia: syariat mendaki, adat menurun),
yakni fakta historis bahwa Islam tiba di wilayah Minangkabau melalui pesisir dan bertemu dengan
pengaruh adat di dataran tinggi.

3. Dalam bahasa Minangkabau terdapat langgam kata atau langgam kato, yaitu kesantunan berbahasa
atau tata krama sehari-hari antara sesama orang Minang sesuai dengan status sosial masing-masing.Baik
dari yang paling muda kepada yang lebih tua, atau dari orang yang paling dituakan atau kepada orang
yang disegani semuanya diatur dalam tata cara berbicara menurut adat Minangkabau.

4. Menhir adalah batu tunggal, biasanya berukuran besar, yang ditatah seperlunya sehingga berbentuk
tugu dan biasanya diletakkan berdiri tegak di atas tanah. Istilah menhir diambil dari bahasa Keltik, dari
kata men (batu) dan hir (panjang). Jadi,artinya adalah batu Panjang. Menhir biasanya didirikan secara
tunggal atau berkelompok sejajar di atas tanah, tetapi pada beberapa tradisi juga ada yang diletakkan
terlentang di tanah.

5. Sako dalam tatanan budaya Minang adalah gelar pusaka Tinggi. Sedangkan Pusako adalah harta
pusaka tinggi yang diterima secara turun temurun

Anda mungkin juga menyukai