Anda di halaman 1dari 7

RESUME

BUDAYA ALAM MINANGKABAU

Sejarah dan Perkembangan Budaya Adat Minangkabau

Dosen Pengampu: Dra. Zuryanty, M.Pd

Disusun Oleh:
Marjania Afifa
21129422

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2024
Sejarah dan Perkembangan Budaya Adat Minangkabau

1. Sejarah Alam Minangkabau


a. Asal Usul Nama Minangkabau
Nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang dan kabau. Nama itu
dikaitkan dengan suatu legenda yang dikenal di dalam tambo. Dari tambo
tersebut, konon pada suatu masa ada satu kerajaan asing (biasa ditafsirkan sebagai
Majapahit) yang datang dari laut akan melakukan penaklukan. Untuk mencegah
pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau. Pasukan
asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif,
sedangkan masyarakat setempat menyediakan seekor anak kerbau yang lapar.
Dalam pertempuran, anak kerbau yang lapar itu menyangka kerbau besar tersebut
adalah induknya. Maka anak kerbau itu langsung berlari mencari susu dan
menanduk hingga mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu
menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama Minangkabau, yang
berasal dari ucapan "Manang kabau" (artinya menang kerbau). Kisah tambo ini
juga dijumpai dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan juga menyebutkan bahwa
kemenangan itu menjadikan negeri yang sebelumnya bernama Pariangan
menggunakan nama tersebut. Selanjutnya penggunaan nama Minangkabau juga
digunakan untuk menyebut sebuah nagari, yaitu Nagari Minangkabau, yang
terletak di Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Kata Minangkabau mempunyai banyak arti. Merujuk kepada penelitian
kesejarahan, beberapa ilmuan telah mengemukakan pendapatnya tentang asal kata
Minangkabau.
a. Purbacaraka (dalam buku Riwayat Indonesia)
Minangkabau berasal dari kata Minanga Kabawa atau Minanga Tamwan yang
maksudnya adalah daerah-daerah disekitar pertemuan dua sungai; Kampar
Kiri dan Kampar Kanan. Hal ini dikaitkannya dengan adanya candi Muara
Takus yang didirikan abad ke 12.
b. Van der Tuuk mengatakan kata Minangkabau berasal dari kata Phinang Khabu
yang artinya tanah asal.
c. Sutan Mhd Zain mengatakan kata Minangkabau berasal dari Binanga Kamvar
maksudnya muara Batang Kampar.
d. M.Hussein Naimar mengatakan kata Minangkabau berasal dari kata Menon
Khabu yang artinya tanah pangkal, tanah yang mulya. e. Slamet Mulyana
mengatakan kata Minangkabau berasal dari kata Minang Kabau. Artinya,
daerah-daerah yang berada disekitar pinggiran sungai-sungai yang ditumbuhi
batang kabau (jengkol). Dari berbagai pendapat itu dapat disimpulkan bahwa
Minangkabau itu adalah suatu wilayah yang berada di sekitar muara sungai
yang didiami oleh orang Minangkabau.
b. Sejarah Rumah Adat Minangkabau
1. Bentuk Rumah Gadang
Bagi masyarakat Minang, rumah adat Minangkabau (rumah gadang)
merupakan simbol tradisi sekaligus tempat untuk melaksanakan berbagai
kegiatan keluarga besar pemilik rumah atau lazim disebut satu perut (paruik).
Mulai dari proses perencanaan, pencarian bahan, tata cara membangun, pilihan
model sampai ornamen dekorasi rumah gadang mengandung makna dan
falsafah.
Bentuk dasarnya, rumah gadang itu persegi empat yang tidak simetris
yang mengembang ke atas. Atapnya melengkung tajam seperti bentuk tanduk
kerbau, sedangkan lengkung badan rumah Iandai seperti badan kapal. Bentuk
badan rumah gadang yang segi empat yang membesar ke atas (trapesium
terbalik) sisinya melengkung kedalam atau rendah di bagian tengah, secara
estetika merupakan komposisi yang dinamis.
Jika dilihat dan segi fungsinya, garisgaris rumah gadang menunjukkan
penyesuaian dengan alam tropis. Atapnya yang lancip berguna untuk
membebaskan endapan air pada ijuk yang berlapis-lapis itu, sehingga air hujan
yang betapa pun sifat curahannya akan meluncur cepat pada atapnya. Bangun
rumah yang membesar ke atas, yang mereka sebut silek, membebaskannya dan
terpaan tampias. Kolongnya yang tinggi memberikan hawa yang segar,
terutama pada musim panas. Di samping itu rumah gadang dibangun
berjajaran menurut arah mata angin dari utara ke selatan guna
membebaskannya dari panas matahari serta terpaan angin.
2. Ukiran Rumah Gadang Minangkabau
Dinding rumah gadang terbuat dari kayu dan bagian belakangnya
terbuat dari bambu. Kayu yang digunakan untuk membentuk dinding tersebut
merupakan kayu pilihan. Kayu tersebut di bentuk menjadi papan. Dinding
yang terbuat dari papan tersebut di pasang secara vertikal. Pada setiap
sambungan antara papan yang satu dengan yang lain diberi bingkai. Pada
jendela dan pintu juga terdapat bingkai yang terbuat dari papan. Bingkai
tersebut di pasang dengan lurus. Semua papan dan bingkai ini dipenuhi oleh
ukiran. Jenis ukiran rumah gadang dan maknanya sebagai berikut:
1. “kaluak paku” diartikan sebagai ajaran anak dipangku kemenakan
dibimbing.
2. “pucuak rabuang” diartikan sebagai ajaran yang praktis yaitu
―ketek baguno, gadang tapakai.
3. “saluak laka” diartikan sebagai lambang kekerabatan di
minangkabau yang saling berkaitan
4. “jalo” melambangkan sistem pemerintahan yang di tuangkan
datuak parpatih nan sabatang atau aliran bodi caniago
5. “jarek” melambangkan sistem pemerintahan yang di ciptakan oleh
datuak katumanggungan atau aliran koto piliang.
6. “itiak pulang patang” diartikan sebagai sebuah ketertiban anak-
kemenakan
7. “saik galamai” melambangkan ketelitian.
8. “si kambang manih” yang menggambarkan keramahan
9. “siriah gadang” , Sirih adalah lambang musyawarah dan mufakat,
dalam pepatah dikatakan: Sakabek bak siriah, sarumpun bak sarai,
saciok bak ayam, sadanciang bak basi, samalu saraso, sasopan
sasantun
10. “salimpat” , melambangkan akhlak dan budi pekerti.
11. “aka cino” , merupakan lambang keuletan
12. “aka bapilin” , melambangkan pekerjaan yang mempunyai tujuan.
13. “kuciang lalok” , lambang kehidupan bagi yang pemalas
c. Sejarah Suku Minangkabau
Secara umum, menurut Soeroto (Minangkabau, 2005), sistem pemerintahan
Suku Minang dibagi menjadi 2 keselarasan, yaitu Keselarasan Datuk Perpatih nan
7 Sabatang yang disebut sebagai Laras Bodi Caniago dan yang ke dua adalah
keselarasan Datuk Katumangguangan yang disebut sebagai Laras Koto Piliang.
Dua keselarasan disebut juga Lareh nan Duo. Laras Bodi Caniago lebih beraliran
demokratis atau kerakyatan sedangkan Laras Koto Piliang beraliran aristokratis
lebih feudal atau kerajaan. Pengaruh keselarasan tersebut sangat mempengaruhi
rumah tradisional Minangkabau. Terdapat pendapat lain yang disebutkan dalam
Agus (2006) bahwa terdapat keselarasan yang lain, yaitu keselarasan Lareh Nan
Panjang yang berasal dari Pariangan. Pada keselarasan ini, azaz yang dipakai
merupakan gabungan keselarasan Koto Piliang dan Bodi Caniago.
2. Perkembangan Budaya dan Adat Minangkabau Terkait, Sandang, Pangan dan
Papan
a. Sandang
Dalam kehidupan Masyarakat Minangkabau telah melekat dengan
hitunghitungan dalam aktivitasnya terutama dalam pemenuhan kebutuhan
sandang. Sandang disini dimaksudkan adalah kebutuhan manusia dalah bentuk
pakaian. Masyarakat Minangkabau dalam pemenuhan kebutuhan sandangnya
terlihat dari busana yang digunakan oleh laki-laki dan perempuan di
Minangkabau. Pembuatan pakaian adat masyarakat Minangkabau ini di lakukan
dengan proses tenun, sulaman dan jahitan.
Pakaian tradisional Minangkabau untuk pria biasanya terdiri dari baju kurung
dengan kain sarung di bagian bawah. Sementara itu, pakaian tradisional wanita
terdiri dari baju kurung panjang atau pendek dengan kain sarung panjang yang
disebut “salendang” yang dikenakan di bagian atas. Pakaian ini sering kali dihiasi
dengan motif tradisional yang kaya akan simbol-simbol budaya.
Perkembangan terkni telah melihat campuran antara pakaian tradisional
dengan gaya modern. Misalnya, pada acara-acara formal, orang Minangkabau
mungkin mengenakan baju kurung dengan aksen modern atau aksesories yang
lebih kontemporer.
b. Pangan
Pangan juga menjadi bagian yang sangat penting dalam budaya Minangkabau.
Masakan khas Minangkabau, seperti rendang, sate padang, dan gulai, merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari identitas kuliner Indonesia, dan khususnya dari
wilayah Sumatera Barat. Ada ahli yang meneliti mengenai pentingnya pangan
dalam budaya Minangkabau, seperti Dr. Ir. Bustanul Arifin, M.Si., yang
menekankan pentingnya masakan Minangkabau dalam memperkuat identitas
budaya masyarakatnya dan menjaga kelestarian warisan leluhur.
Dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan, masyarakat Minangkabau juga telah
menggunakan istilah-istilah yang sarat dengan perhitungan. Misalnya padasaat
musim panen, para petani menggunakan istilah sukek dalam perhitungan hasil
panen. Satu sukek bermakna ½ liter dan satu katidiang bermakna sebanyak 60 liter
beras.Selanjutnya saat mau memasak nasi, masyarakat Minangkabau
menggunakan istilah sacupak. Sacupak disini bermakna sebanyak 2 tekong beras.
Begitu juga saat membuat makanan saat menjelang bulan puasa dan acara
baralekmasyarakat Minangkabau membuat cemilan atau makanan khas yang salah
satunya bernama galamai,dalam hal memotong galamai dilakukan dengan pola
tertentu, seperti belah ketupat (yang dikenal dengan istilah saik galamai).
c. Papan
Arsitektur rumah tradisional Minangkabau, yang dikenal dengan istilah
“Rumah Gadang”, sangat khas dengan atap melengkungnya yang mirip tanduk
kerbau. Rumah ini biasanya memiliki ukuran besar dan merupakan simbol status
sosial serta kebanggaan keluarga. Namun, dengan perkembangan zaman, tren
modernisasi telah mempengaruhi beberapa aspek arsitektur. Banyak keluarga
Minangkabau yang memilih untuk membangun rumah-rumah modern dengan
bahan bangunan yang lebih canggih, meskipun seringkali tetap mempertahankan
beberapa elemen tradisional dalam desainnya. Papan, atau rumah adat, juga
memegang peranan penting dalam budaya Minangkabau. Rumah gadang adalah
contoh rumah adat yang sangat terkenal di Minangkabau. Dalam rumah adat ini,
terdapat nilai-nilai kekeluargaan yang begitu kuat sehingga rumah gadang sering
diangga sebagai simbol kekuatan dan kesatuan keluarga dalam masyarakat
Minangkabau. Dr. Ir. Indra Chahaya, M.Sc. dalam salah satu karyanya
menjelaskan bahwa rumah gadang memiliki nilai-nilai estetika dan kearifan lokal
yang unik, dan hal ini sangat merepresentasikan jati dir etnis Minangkabau.
DAFTAR PUSTAKA

A.A, N. (2015). Alam Terkembang Jadi Guru. Padang: PT Grafika Jaya Sumbar.
Diradjo, I. D. (2009). Tambo Alam Minangkabau: Tatanan Adat Warisan Nenek Moyang
Orang Minang. Bukittinggi: Kristal Multimedia.
Esten, M. (1993). Minangkabau: Tradisi dan Perubahan. Padang: Angkasa.
Soenarto, S. &. (1982). Arsitektur Tradisional Minangkabau. Padang: Selayang Pandang.
Tj.A, A. S. (2014). Minangkabau: Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku Imam
Bonjol. Gria Media.

Anda mungkin juga menyukai