Anda di halaman 1dari 5

RANGKUMAN KEBUDAYAAN BANJAR

A. DEFINISI KEBUDAYAAN
B. WARISAN BUDAYA
C. SEJARAH BANJAR & AMUNTAI

A. DEFINISI KEBUDAYAAN
Secara umum, budaya atau kebudayaan merupakan cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh
bersama serta diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Contohnya seperti adat ‘Badudus Candi’
yang hanya bisa dilaksanakan di lokasi Candi Agung Amuntai dengan tujuan yg beragam.

Menurut Koentjaraningrat kebudayaan merupakan keseluruhan dari perilaku makhluk seperti manusia
serta hasil yang dapat diperoleh makhluk tersebut melalui berbagai macam proses belajar serta tersusun
dengan sistematis dalam kehidupan bermasyarakat.

B. WARISAN BUDAYA – BENDA & TAK BENDA


Kedua frasa di atas adalah terjemahan yang umum dipakai untuk istilah dalam bahasa Inggris tangible
heritage dan intangible heritage.

Warisan budaya benda adalah warisan budaya yang bisa diindera dengan mata dan tangan, misalnya
berbagai artefak atau situs yang ada di sekitar kita. Termasuk di dalamnya tentu saja misalnya candi-
candi dan arsitektur kuno lainnya, sebilah keris, gerabah/keramik, sebuah kawasan, dll.

Warisan budaya tak benda, sebaliknya, merupakan warisan budaya yang tak bisa diindera dengan mata
dan tangan, namun jelas-jelas ada di sekitar kita. Bagaimana Anda akan menggolongkan musik-musik
Nusantara (misalnya)? Alat musiknya jelas-jelas merupakan benda cagar budaya, barangkali. Namun
bagaimana dengan komposisi bunyi-bunyiannya? Bagaimana dengan khasanah nilai yang terdapat di
dalamnya? Hal ini tentu merupakan sebuah warisan budaya yang hanya bisa diindera dengan telinga
dan akal budi.

Lalu. bagaimana halnya dengan batik, keris dan wayang, yang baru-baru ini mendapat pengakuan
sebagai warisan budaya tak benda dari UNESCO?
(Sekedar menjelaskan pernyataan menteri yang dimuat dalam Kompas.

" ... Beruntunglah Indonesia, memiliki tiga warisan budaya tak benda yang diakui dunia itu. Selanjutnya,
masyarakat diimbau untuk bersama-sama menjaga pengakuan dunia terhadap budaya kita. Karena, jika
tidak, seperti yang dikatakan Menteri Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono, dalam
acara yang sama, ketiga warisan budaya itu bisa dicabut sertifikasinya. Jadi, masih ingin wayang, keris,
dan batik diakui sebagai warisan budaya kita? jaga, dan cintailah mereka dari sekarang.")
- Kebudayaan Banjar

Kebudayaan Banjar sangat kaya dan beragam karena telah melalui proses pembentukannya yang telah
berlangsung berabad-abad. Kebudayaan banjar berkembang beiringan dengan sejarah asal-usul orang
Banjar di Kalimantan Selatan. Dalam proses pembentukannya kebudayaan ini dipengaruhi oleh unsur
kebudayaan Melayu sebagai etnik yang dominan kemudian ditambah unsur etnik Bukit, Ngaju, dan
Maayan.

Ajaran Islam sebagai agama mayoritas menjadi kepercayaan yang sangat mempengaruhi kebudayaan
Banjar. Meskipun Islam menjadi identitas sosial orang Banjar, namun dalam penampakannya corak
keislaman orang Banjar mencakup pula konsepsi-konsepsi yang berasal dari tradisi Melayu, dari sisa
kepercayaan Hindu, dan sisa kepercayaan Dayak yang ikut membentuk suku dan kebudayaan Banjar.

- Daur hidup
Siklus kehidupan sejak kehamilan sampai meninggal dunia yang dialami setiap manusia dinamakan daur
hidup. Untuk menandai perubahan yang terjadi dalam kehidupan tersebut dalam masyarakat tradisional
dilakukan upacara daur hidup.
1. Upacara Kehamilan
- Batapung Tawar Tiap Tiga Bulan

- Upacara Mandi Tian Mandaring (Bapagar Mayang)


- Upacara Baumur (bakumut tian tujuh bulan)
- Upacara Mandi Baya

2. Upacara Kelahiran
- Upacara mangarani anak
- Upacara bapalas bidan

3. Upacara Masa Kanak-Kanak


- Upacara baayun Mulud
- Upacara balamburan/batarbangan
- Upacara Maumuri Anak
- Upacara baayun wayang dan Maayun topeng

4. Upacara Menjelang Dewasa (Remaja)


- Upacara basunat
- Upacara batamat Quran

5. Upacara perkawinan
1) Basusuluh 6) Bapingit
2) Badatang 7) Badudus
3) Bapapayuan 8) Mahias pangantin
4) Maatar patalian dan Jujuran 9) Maarak Pangantin
5) Upacara Nikah 10) Batatai
11) Bajagaan Pangantin

6. Upacara Kematian

- Memandikan jenazah, mengafani, dan menyembahyangkan jenazah


- Upacara penguburan
- Baaruh

- Rumah Adat Banjar


1) Bubungan Tinggi 7) Palimbangan
2) Gajah Baliku 8) Cacak Burung/Anjung Surung
3) Gajah Manyusu 9) Tadah Alas
4) Balai Laki 10) Joglo
5) Balai Bini 11) Lanting
6) Palimasan

- Pakaian Adat Banjar


1) Bagajah Gamuling Baular Lulut
2) Baamar Galung Pancaran Matahari
3) Baamar Galung Modifikasi
4) Babaju Kun Galung Pacinan
5) Baju Teluk Balanga

- Sasirangan
Sasirangan berasal dari kata “Menyirang” yang artinya menjelujur. Pada zaman dulu Sasirangan
digunakan untuk menyembuhkan orang sakit. Para pria menggunakan kain sasirangan sebagai ikat
kepala “Laung” dan ikat pinggang. Para wanita menggunakan kain sasirangan sebagai selendang dan
kemben. Selain itu kain sasirangan juga digunakan sebagai ayunan untuk menyembuhkan anak kecil.

Terdapat beberapa motif dan warna kain sasirangan. Pada zaman dulu hal ini disesuaikan dengan jenis
sakit yang diderita. Contohnya seperti;

- Merah : Sakit kepala - Motif naga balimbur: sakit kepala


- Ungu: Sakit perut - Motif kumbang : penyakit Alzeimer
- Kuning : Sakit liver

C. SEJARAH SUKU BANJAR


*Nan Sarunai – Tanjung Puri - Negara Dipa – Negara Daha*

1. Nan Sarunai

Dalam sejarah Kalimantan, jauh sebelum munculnya kota Banjarmasin sebagai ibukota Kerajaan banjar
telah berdiri Negara suku milik orang Dayak Maayan bernama Nan Sarunai. Kerajaan ini terletak di dekat
Amuntai sekarang (Hudson, 1967;26) dan dapat dikategorikan sebagai negara primitive. Sebagai Negara
primitive maka staf administrasi tidak ditemukan dalam Kerajaan Nan Sarunai. Informasi terkait Nan
Sarunai tidak banyak diperoleh selain nyanyian atau wadian yang hingga saat ini masih lekat di sanubari
orang Dayak Maayan. Nyanyian atau wadian ini menceritakan peristiwa tragis tentang runtuhnya Nan
Sarunai akibat serangan Majapahit sekitar abad ke-13.

2. Tanjung Puri
Lokasi Tanjung Puri diduga berada disekitar kota Tanjung yang merupakan kolonisasi orang-orang
Melayu Palembang dari Sriwijaya melalui laut Jawa sampai ke Kalimantan Selatan. Sambil berniaga
mereka juga menyebarkan bahasa dan budaya Melayu. Hal inilah yang menciptakan akulturasi budaya
Melayu dengan Dayak Maanyan, Ngaju dan Lawangan. Imigran Melayu yang datang menetap di aliran
sungai Tabalong. Pola permukiman yang terbentuk dihuni oleh kelompok yang disebut bubuhan. Salah
satu dari bubuhan yang terbentuk menjadi dominan dan mampu mengintegrasikan/menyatukan
bubuhan lainnya ke dalam suatu lembaga kekuasaan yakni Kerajaan Tanjung Puri.

3. Negara Dipa

*Empu Jatmika – Putri Junjung Buih – Pangeran Sarikaburangan- Pangeran Sukarama- Raden
Samudera x Pangeran Temanggung*

Pasca Tanjung Putri, muncul emigrant dari Jawa yang kemudian membangun sebuah kerajaan bernama
Negara Dipa yang terletak di Hujungtanah. Daerah Hujungtanah merupakan tempat pertemuan Sungai
Amandit dan Sungai Negara. Raja pertama yang memimpin Negara Dipa adalah Empu Jatmika.
Walaupun menjabat sebagai raja tetapi ia merasa hanya sebagai raja simbolis karena bukan keturunan
raja. Ia ingin memberikan kekuasannya kepada orang yang berhak dari garis keturunan raja.

Empu Jatmika berwasiat pada kedua anaknya yakni Empu Mandastana dan Lambung Mangkurat agar
tidak menjadi raja setelah ia wafat. Ia memerintahkan anaknya Lambung Mangkurat untuk mencari raja
yang sah hingga akhirnya Putri Junjung Buih diangkat menjadi Raja Negara Dipa menggantikan Empu
Mandastana.

Putri Junjung Buih menikah dengan Pangeran Suryanata hingga mampu memperluas kekuasaan hingga
Sukadana, Sambas, Batang Lawai, Kota Waringin, Pasir, Kutai, Karasikan dab Berau (Ras, 1968). Setelah
mereka wafat tahta Negara Dipa dipegang oleh anaknya Suryaganggawangsa dilanjutkan Carang Calean,
hingga Raden Sarikaburangan. Pada masa Raden Sarikaburangan pusat kekuasaan Negara Dipa
dipindahkan ke Muara Hulak, sedangkan Muarabahan sebagai pelabuhannya dan Nama kerajaan pun
berganti menjadi Negara Daha.
Raden Sarikaburangan diganti oleh anaknya bernama Raden Sukarama. Pada saat masa
kepemimpinannya muncul bibit pertentangan kekuasaan yang diawali ketika Raden Sukarama
mewasiatkan tahtanya kepada cucunya yang bernama Raden Samudera. Wasiat itu ditentang oleh salah
satu anaknya yakni Pangeran Temanggung. Hal ini berakhir dengan perampasan tahta kekuasaan oleh
Pangeran temanggung hingga dia mengangkat dirinya menjadi raja Negara Daha.

Raden Samudera melakukan pengasingan diri di Hilir Sungai Barito yang dilindungi oleh komunitas
Melayu yang dipimpin oleh Patih Masih. Daerah ini sekarang dikenal dengan nama Banjarmasin. Raden
Samudera melihat bahwa Banjarmasin memiliki sumberdaya manusia yang baik untuk melakukan
perlawanan terhadap kekuatan pusat yakni Negara Daha. Ia pun diangkat menjadi raja di Banjarmasin
oleh kelompok Melayu.

Patih Masih menganjurkan Raden Samudera meminta dukungan kepada Demak. Permintaan tersebut
disambut baik oleh Kerajaan Demak dengan memberikan syarat Raden Samudera besera pengikutnya
harus memeluk agama Islam. Akhirnya setelah melalui proses politik Raden Samudera dan pengikutnya
berhasil menaklukkan Negara Daha. Islam menjadi agama resmi dan Raden Samudera berganti nama
dan gelar menjadi Sultan Suryanullah.

D. SEJARAH AMUNTAI

Riwayat asal mula kota Amuntai tak tertulis secara jelas, hanya ditemukan di kitab “Negara Kertagama”
karya Empu Prapanca (1365 M) di zaman kejayaan Majapahit yang menyebutkan “Barito, Sawuku,
Tabalong”

Empu Jatmika datang dengan ekspedisi kapal “Prabayaksa” yang masuk ke daerah Kahuripan di
Palimbang Sari. Ia membangun percandian “Candi Agung” dengan dirinya sebagai Raja Sementara yang
diberi nama Negara Dipa. Nama kerajaan ini diambil dari bahasa Sansakerta yang berarti “Negeri
bercahaya terang benderang”.

Ada dua versi asal mula nama kota Amuntai;

1) Asal mula nama Amuntai (Hamuntai) berdasarkan tutur mulut ke mulut orang tua yang
menjelaskan karena banyak buah “Muntai” yang wujudnya tidak diketahui.

2) Berdasarkan sejarah, pasca huru hara Banjarmasin, petugas VOC datang ke Candi Agung
meninjau sejarah Empu Jatmika. Masyarakat kala itu selalu membanggakan Candi Agung pada
tiap pengunjung yang datang dengan sebutan gunung dalam bahasa inggirs “Mountain” karena
letaknya di ketinggian. Kebiasaan menyebut “Gunung Candi” yakni “A Mountain Candi Agung”
dilanjutkan oleh orang-orang yang datang silih berganti Namun karena lidah orang Banjar tidak
biasa melafalkannya bunyinya menjadi “Amunten” yang berubah menjadi “Amuntai”.

- Hari lahirrnya Kota Amuntai : 1 Mei 1952

- Jargon HSU MANTAP : Maju – Mandiri – Sejahtera – Agamis – Produktif


*A NOTE BY Indah Maria Ulfa*

Anda mungkin juga menyukai