MUHAMMAD NASIR
muhammadnasir@uinib.ac.id
[MINANGKABAU]
Tulisan ini merupakan tulisan rintisan untuk menyusun bahan ajar Mata Kuliah
Sejarah Minangkabau, Kebudayaan Minangkabau dan mata kuliah Islam dan
Budaya Minangkabau. Karena itu, masih butuh penyempurnaan
ALAM MINANGKABAU1
Muhammad Nasir
muhammadnasir@uinib.ac.id
1
Suplemen, Bahan Ajar Mata Sejarah Minangkabau, Kebudayaan
Minangkabau, Islam & Budaya Minangkabau
2
© muhammadnasir@uinib.ac.id
langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga
mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu
menginspirasikan masyarakat setempat memakai
nama Minangkabau”
Edwar Djamaris (1991). Tambo Minangkabau.
Jakarta: Balai Pustaka. hlmn. 220–221
3
© muhammadnasir@uinib.ac.id
c. Minangkabwa: Dalam catatan sejarah kerajaan
Majapahit (Negarakertagama) bertanggal 1365, juga
telah menyebutkan nama Minangkabwa sebagai salah
satu dari negeri Melayau yang ditaklukannya.
Brandes, J.L.A. (1902). Nāgarakrětāgama;
Lofdicht van Prapanjtja op Koning
Radjasanagara, Hajam Wuruk, van Madjapahit,
Naar Het Eenige Daarvan Bekende Handschrift,
Aangetroffen in de Puri te Tjakranagara op
Lombok
d. Minanggebu: dalam catatan Cina (Ming) tahun 1405,
terdapat nama kerajaan Mi-nang-ge-bu, yaitu satu dari
enam kerajaan yang mengirimkan utusan menghadap
kepada Kaisar Yongle di Nanjing
Geoff Wade, translator, Southeast Asia in the
Ming Shi-lu: an open access resource,
Singapore: Asia Research Institute and the
Singapore E-Press, National University of
Singapore.
- Sumber-sumber lainnya
a. Purbacaraka (dalam buku Riwayat Indonesia I)
Minangkabau berasal dari kata Minanga Kabawa atau
Minanga Tamwan yang maksudnya adalah daerah-
daerah disekitar pertemuan dua sungai; Kampar Kiri dan
Kampar Kanan. Hal ini dikaitkannya dengan adanya candi
Muara Takus yang didirikan abad ke 12.
b. Van der Tuuk mengatakan kata Minangkabau berasal
dari kata Phinang Khabu yang artinya tanah asal.
c. Sutan Mhd Zain mengatakan kata Minangkabau berasal
dari Binanga Kamvar maksudnya muara Batang Kampar.
d. M.Hussein Naimar mengatakan kata Minangkabau
berasal dari kata Menon Khabu yang artinya tanah
pangkal, tanah yang mulya.
4
© muhammadnasir@uinib.ac.id
e. Slamet Mulyana mengatakan kata Minangkabau berasal
dari kata Minang Kabau. Artinya, daerah-daerah yang
berada disekitar pinggiran sungai-sungai yang ditumbuhi
batang kabau (jengkol).
Berdasarkan uraian di atas, asal-usul nama Minangkabau dapat
dilacak melalui catatan dan prasasti bersejarah yang memuat
variasi penamaan/penyebutan Minangkabau. Meskipun ada
perbedaan pendapat tentang asal usul kata Minangkabau,
perbedaan tersebut tidak mengurangi arti Minangkabau, justru
perbedaan itu memberi beberapa petunjuk yang berguna
untuk menelusuri asal kata Minangkabau.
B. Alam Minangkabau
1. Makna Alam dalam kebudayaan Minangkabau
Masyarakat Minangkabau mempunya pengertian khusus
tentang kata Alam. Ada dua pengertian Alam yang dapat
dikemukakan, yaitu pengertian secara filosofis dan pengertian
wilayah (geografis/teritorial).
a. Pengertian pertama: makna filosofis
Alam dalam makna filosofis adalah makna non materi. Alam
dalam pengertian non materi ini berarti pemikiran, ide dan
gagasan. Contoh penggunaan kata alam dalam makna ini dapat
diperiksa dari frasa baalam laweh (ber-alam luas). Ba alam laweh
artinya berfikiran luas. Pangulu baalam laweh – bapadang data.
Dalam versi lain bapadang leba. Artinya, seorang penghulu,
pimpinan adat itu harus berpikiran, berwawasan luas dan
berpadang atau berhati lapang. Penghulu merupakan pantulan
dari masyarakat (anak kamanakan) yang dipimpinnya. Oleh
sebab itu sifat baalam laweh juga berlaku untuk seluruh orang-
orang Minangkabau. Alam dalam pengertian ini digunakan oleh
orang Minangkabau untuk menyusun adatnya.
Selain itu juga ditemukan makna alam dalam pengertian
jiwa, seperti istilah bapadang leba di atas. Bahwa orang
Minangkabau juga dituntut berjiwa lapang, berhati lapang. Hal
ini ditemukan dalam tuturan adat sebagai berikut :
5
© muhammadnasir@uinib.ac.id
Pandai baksa duduak, bakisa di lapiak nan sahalai
Pandai bakisa tagak, bapaliang di tanah nan sabingkah
Artinya: orang Minangkabau dapat menyesuaikan dengan
alam. Menyesuaikan diri dengan dengan hati dan jiwa.
Sempitlah alam itu jika dihadapi dengan hati yang sempit.
Sebaliknya, alam akan terasa lapang jika dihadapi dengan hati
yang lapang.
b. Pengertian kedua: makna wilayah geografis/teritorial
Alam dalam pengertian kedua adalah pengertian wilayah
geografis dan teritorial. Alam dalam pengertian wilayah adalah
wilayah tempat bermukimnya suku bangsa Minangkabau.
Wilayah ini dibagi kepada tiga kawasan yang menunjukkan asal
hunian, daerah pengembangan dan daerah batas pengaruh.
Untuk semua kategori wilayah ini, orang Minangkabau
menyebut wilayahnya dengan Alam Minangkabau.
Wilayah Alam Minangkabau secara umum dibagi kepada
dua, yaitu Luhak dan Rantau Luhak merupakan kawasan pusat
atau wilayah inti dari alam Minangkabau. Sedangkan Rantau
adalah kawasan pinggiran sekaligus daerah perbatasan yang
mengelilingi kawasan pusat. Kedua kawasan ini akan dijelaskan
pada pembahasan berikutnya.
Luhak secara memiliki arti yang beragam. Di antara arti
Luhak adalah “kurang”. Misalnya, Luhak Tanahdatar berarti
kurang datar. Arti kata luhak ini dapat dipahami sebagai
penjelasan atas kondisi alam geografis Tanahdatar yang
berbukit, berlelmbah serta dialiri sungai-sungai dangkal.
Ada juga yang memahami kata luhak dalam arti sumur.
Sumur dalam masyarakat Minangkabau memiliki arti penting.
Dalam arti ini, luhak dapat dipahami sebagai kecendrungan
manusia membentuk pemukiman yang mendekat kea rah mata
air (sumur). Semaksud dengan sumur antara lain, mendekat ke
sungai atau sumber-sumber air lainnya.
Namun, penjelasan asal kata dan arti kata luhak tersebut
belum ditemukan arti pastinya. Yang jelas, kesepakatan yang
diperoleh, bahwa Luhak secara geografis adalah daerah
6
© muhammadnasir@uinib.ac.id
pemukiman awal masyarakat Minangkabau. Secara politik
Luhak adalah wilayah konfederasi dari beberapa nagari di
Minangkabau yang terletak di pedalaman Sumatra Barat. Luhak
juga dapat disebut sebagai wilayah awal perkembangan
peradaban adat dan kebudayaan Minangkabau.
Luhak juga dikenal dengan istilah Darek (bahasa Indonesia:
darat) untuk membedakannya dengan wilayah rantau
Minangkabau, baik Rantau Pasisie di sepanjang pantai barat
Sumatra maupun Rantau Hilia di wilayah Riau dan bagian barat
Jambi. Luhak sesuai tambo dibagi kepada tiga wilayah yang
dikenal dengan Luhak Nan Tigo (Luhak yang Tiga). Luhak
tersebut adalah Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak
Limo Puluah Koto
7
© muhammadnasir@uinib.ac.id
orang Minangkabau berkembang dan berpindah ke daerah lain
seperti Luhak Limo Puluah dan Luhak Agam. Secara Adat,
masyarakat Luhak Tanah Data umumnya menganut kelarasan
Koto Piliang, kelarasan atau aturan yang digagas oleh Datuk
Katumanggungan. Sedangkan Kelarasan Bodi Caniago yang
digagas Datuak Parpatiah nan Sabatang memiliki basis pengikut
di Limo Kaum.
Gambaran kondisi geografis dan karakter penduduk luhak
Tanah Data dapat dibaca melalui ungkapan Buminyo lembang,
aianyo tawa, ikannyo banyak. Warna bendera kebesaran Luhak
Tanah Data adalah Kuning.
Wilayah Luhak Tanah Data meliputi daerah di sekitar kaki
gunung Marapi bagian selatan sampai ke kaki gunung Sago
bagian timur. Nagari-nagari yang termasuk ke dalam wilayah
Luhak Tanah Datar ini adalah:
1. Tampuak Tangkai Pariangan Salapan Koto : Pariangan, Padang
Panjang, Guguak, Sikaladi, Koto Tuo, Tanjuang Limau,
Sialahan, Batu Basa.
2. Tujuah Langgam di Hilia : Turawan, Padang Lua, Galogandang,
Sawah Kareh, Kinawai, Balimbiang, Bukik Tamusu.
3. Limo Kaum Duo Baleh Koto : Dusun Tuo, Balah Labuah, Balai
Batu, Kubu Rajo, Piliang, Ngungun, Panti, Silabuak Ampalu, ;
Parambahan, Cubadak, Supanjang, Pabalutan, Sawah Jauah,
Rambatan, Tabek Sawah Tangah.
4. Sambilan Koto di Dalam : Tabek Boto, Salagondo, Baringin,
Koto, Baranjak, Lantai Batu, Bukik Gombak, Sungai Ameh,
Ambacang Baririk, Rajo Dani.
5. Tanjuang Nan Tigo, Lubuak Nan Tigo : Tanjuang Alam,
Tanjuang Sungayang, Tanjuang Barulak, Lubuak Sikarah,
Lubuak Simauang, Lubuak Sipurai.
6. Sungai Tarab Tujuah Batu : Limo Batu, Tigo Batu, Ikua Kapalo
Kapak, Randai Gombak Katitiran, Koto Tuo Pasia Laweh, Koto
Baru, Rao-Rao, Salo Patir Sumaniak, Supayang, Situmbuak,
Gurun Ampalu, Sijangek Koto Badampiang.
8
© muhammadnasir@uinib.ac.id
7. Langgam Nan Tujuah : Labutan, Sungai Jambu, Batipuah
Nagari Gadang, Tanjuang Balik Sulik Aia, Singkarak, Saniang
Baka, Silungkang, Padang Sibusuak, Sumaniak, Suraso.
8. Batipuah Sapuluah Koto : Batipuah, Koto Baru Aia Angek,
Koto Laweh Pandai Sikek, Panyalaian, Bukik Suruangan,
Gunuang, Paninjauan, Jaho Tambangan, Pitalah Bungo
Tanjuang, Sumpu Malalo, Singgalang.
9. Lintau Buo Sambilan Koto : Batu Bulek, Balai Tangah,
Tanjuang Bonai, Tapi Selo Lubuak Jantan, Buo, Pangian,
Taluak Tigo Jangko.
9
© muhammadnasir@uinib.ac.id
b. Luhak Agam
Luhak Agam disebut dengan Luhak Nan Tangah (Luhak yang
Tengah). Agam dapat diartikan dengan danau atau kolam atau
rawa-rawa serta juga dapat serumpun dengan kata agamon yang
berarti alang-alang. Selain itu juga dapat dipahami sebagai
mansiang tumbuhan rawa endemik di Luhak Agam. Menurut
Tambo, awal mula didirikannya Luhak Agam ialah perpindahan
penduduk dari nagari Pariangan yang berlangsung selama empat
periode.
1. Periode pertama, melahirkan empat buah nagari, yakni
Biaro, Balai Gurah, Lambah dan Panampuang.
2. Periode kedua, melahirkan tiga buah nagari, yakni Canduang
Koto Laweh, Kurai dan Banuhampu.
3. Periode ketiga, melahirkan 4 buah nagari, yakni Sianok, Koto
Gadang, Guguak dan Guguak Tabek Sarojo.
4. Periode keempat, melahirkan lima buah nagari, yakni Sariak,
Sungai Puar, Batagak dan Batu Palano.
Setelah empat periode tersebut di atas, lahir pula nagari-
nagari lainnya seperti Kapau, Gadut, Salo, Koto Baru, Magek,
Tilatang Kamang, Tabek Panjang, Pincuran Puti, Koto Tinggi,
Simarasok dan Padang Tarok.
Ungkapan yang mewakli gambaran geografis dan karakter
masyarakat Luhak Agam adalah Buminyo angek, aianyo karuah,
ikannyo lia. Warna bendera yang digunakan adalah Sirah
(merah).
Di samping kawasan inti atau daerah asal, Luhak Agam jga
memiliki daerah rantau, yaitu:
Rantau Tiku Pariaman/Piaman Laweh, meliputi:
Tiku, Gasan, Aua Malintang, Malai Sungai Garinggiang,
Sungai Limau, Limo Koto (Padang Alai, Kudu Gantiang,
Limau Puruik, Sikucua, dan Cimpago), Tujuah Koto
(Tandikek, Sungai Durian, Batu Kalang, Koto Dalam, Koto
Baru, Sungai Sariak, dan Ampalu), Pariaman, Nan
Sabarih,Ulakan, Anduriang Kayu Tanam, Guguak Kapalo
Hilalang, Duo Kali Sabaleh Anam Lingkuang Sicincin,
10
© muhammadnasir@uinib.ac.id
Pakandangan, Parik Malintang, Sintuak Lubuak Aluang,
Kasang, Katapiang, Rantau Pasaman
Ujuang Darek Kapalo Rantau, meliputi:
Palembayan, Silareh Aia, Lubuak Basuang, Kampuang
Pinang, Simpang Ampek, Sungai Garinggiang, Lambah,
Bawan, Tigo Koto, Garagahan, Manggopoh
11
© muhammadnasir@uinib.ac.id
Kamuyang, Aua Kuniang, Tanjuang Patai, Gadih Angik,
Padang Karambia, Limau Kapeh, dan Aia Tabik Nan Limo
Suku.
3. Lareh
Dari Bukik Cubadak sampai Padang Balimbiang, nagarinya
adalah Ampalu, Halaban, Labuah Gunuang, Tanjuang
Gadang.
4. Ranah
Dari Gantiang, Koto Laweh, Suliki, Sungai Rimbang, Tiakar,
Balai Mansiro, Talago, Balai Kubang, Taeh, Simalanggang,
Piobang, Sungai Baringin, Gurun, Luhak Batingkok,
Torantang, Sari Lamak, Padang Laweh.
5. Hulu
Dari Padang Laweh, Sungai Patai, Suliki, Gunuang Sago,
Labuah Gunuang, Balai Koto Tinggi
Di samping lima daerah bagian tersebut, Luhak Limapuluah
juga memiliki daerah rantau, yaitu:
Mangilang, Tanjuang Balik, Pangkalan, Koto Alam, Gunuang
Malintang, Muaro Paiti, Rantau, Barangin, Rokan (Rokan
Ampek Koto, Kunto, Tambusai, Kapanuhan, dan Rambah),
Gunuang Sailan, Kuntu, Lipek Kain, Ludai, Ujuang Bukik,
Sanggan, Tigo Baleh Koto Kampar, Sibiruang, Gunuang
Malelo, Tabiang, Tanjuang, Gunuang Bungsu, Muaro Takuih,
Pangkai, Binamang, Tanjuang Abai, Pulau Gadang, Baluang
Koto Sitangkai, Tigo Baleh, Lubuak Aguang, Limo Koto
Kampar (Kuok, Bangkinang, Salo, Rumbio, dan Aia Tirih),
Taratak Buluah, Pangkalan Indawang, Pangkalan Kapeh,
Pangkalan Sarai, Koto Laweh,
Selain itu ada juga daerah transisi dari darek ke rantau yang
disebut daerah Ujuang Darek Kapalo Rantau, yaitu:
Kapua Sambilan
Pangkalan Koto Baru
12
© muhammadnasir@uinib.ac.id
C. Sejarah Singkat Minangkabau
1. Sejarah
Bermula dari Kisah Iskandar Zulkarnain. Di dalam Tambo
alam tidak diterangkan secara jelas siapa sosok Iskandar
Zulkarnain yang dimaksud. Jika yang tokoh yang dimaksud adalah
Iskandar Zulkarnain yang disebutkan oleh Al Qur'an, maka ia
hidup 2000 tahun sebelum masehi (SM). Jika yang dimaksud
adalah Iskandar Zulkarnain yang di barat ditulis dengan
Alexander the Great, maka ia hidup sekitar 356-323 SM. Masa
hidup ke dua tokoh tersebut akan menentukan berapa lama usia
Minangkabau.
Selanjutnya, apakah pada masa itu wilayah yang dihuni oleh
suku bangsa Minangkabau sudah bernama Minangkabau?
Meskipun kebenaran masih dicari, manusia berusaha mencari
tahu, namun Allah Maha Tahu. Informasi tentang kedua tokoh
tersebut sedikit banyaknya telah membuka tabir tentang sejarah
Minangkabau Dalam cerita rakyat tentang Iskandar Zulkarnain
disebutkan bahwa raja pertama yang datang ke Minangkabau
bernama Suri Maharajo Dirajo. Anak bungsu dari Iskandar
Zulkarnain. Sedangkan dua saudaranya, Sultan Maharaja Alif
menjadi raja di benua Ruhun (Rum) di kawasan Eropa dan Sultan
Maharajo Dipang menjadi raja di benua Cina.
Secara tersirat cerita tersebut telah menempatkan kerajaan
Minangkabau setaraf dengan kerajaan di benua Eropa dan Cina.
Suri Maharajo Dirajo datang ke Minangkabau ini, di dalam
Tambo disebut pulau paco (perca) lengkap dengan pengiring
yang yang disebut; Kucing Siam, Harimau Campo, Anjiang
Mualim, Kambiang Hutan. Pulau Paco yang dimaksud di
antaranya termasuk Pulau Sumatera, tempat berdiamnya suku
bangsa Minangkabau. Kisah di atas memberi isyarat bahwa
wilayah Minangkabau yang dihuni oleh suku bangsa
Minangkabau sudah dihuni semenjak 2000 tahun yang lalu. Hal
ini tersambung dengan teori yang dibangun oleh ahli sejarah
yang akan dipaparkan setelah ini.
13
© muhammadnasir@uinib.ac.id
2. Periodesasi Sejarah Minangkabau
Secara umum, para ahli membagi sejarah Minangkabau
kepada 3 (tiga) periode besar, yaitu periode klasik, periode
pertengahan dan periode modern. Tetapi untuk keperluan
menelusuri sejarah Minangkabau sebagai sejarah kebudayaan,
maka diggunakan pembagian sebagai berikut:
1. Prasejarah
Zaman Melayu Tua (+ 2000 SM)
Masa Prasejarah Minangkabau dihitung mundur sejak +
2000 tahun sebelum masehi (SM). Masa ini juga dikenal
dengan zaman Neolitikum. Neolitikum atau Zaman Batu
Muda adalah fase atau tingkat kebudayaan pada zaman
prasejarah yang mempunyai ciri-ciri berupa unsur
kebudayaan, seperti peralatan dari batu yang diasah,
pertanian menetap, peternakan, dan pembuatan tembikar.
Pada masa ini wilayah Minangkabau diyakini telah dihuni
oleh manusia yang disebut dengan bangsa Melayu Tua. Masa
ini diperkirakan sebagai masa-masa awal kedatangan bangsa
Austronesia yang mendiami wilayah Minangkabau. Masa ini
ditandai dengan ditemukannya bukti kebudayaan manusia
yang dicirikan dengan kegiatan pertanian dan peternakan
dengan peralatan yang bersahaja.
Pada masa ini, kebanyakan pekerjaan di wilayah yang
sudah dihuni dilakukan oleh kaum wanita dan kaum wanita
adalah kelompok masyarakat yang menetap di rumah atau
kampung yang sudah dihuni. Mereka ditemani oleh saudara
laki-laki mereka, saudara ibu (mamak) ataupun anak laki-laki
mereka. Sementara, kaum pria bertugas mencari sumber-
sumber makanan dan lahan-lahan yang baru yang dianggap
layak. Oleh karena urusan di rumah dan di kampung lebih
dominan diurus oleh kaum wanita bersama saudara laki-laki
mereka, maka para ahli menganggap ini sebagai landasan
terbentuknya adat matrilineal di Minangkabau.
14
© muhammadnasir@uinib.ac.id
Zaman Melayu Muda (+ 350 SM)
Pada masa ini, datang satu gelombang pendatang baru
yang masih serumpun dengan bangsa Austronesia. Pendatang
baru ini disebut dengan bangsa Melayu Muda. Zaman Melayu
Muda ini juga dikenal dengan Zaman Perunggu. Zaman
Perunggu adalah periode perkembangan sebuah peradaban
yang ditandai dengan penggunaan teknik melebur tembaga
dari hasil bumi dan membuat perunggu. Bangsa Melayu
Muda ini berdasarkan bukti-bukti peralatan yang ditemukan,
menurut para ahli menyebar di sekitar Bangkinang dan
Kerinci.
15
© muhammadnasir@uinib.ac.id
kebudayaan yang teratur. Namun dari aspek pemerintahan
belum ada catatan resmi mengenai pemerintahan yang
membawahi wilayah Minangkabau.
M.D Mansoer dalam bukunya Sedjarah Minangkabau
menyatakan masa awal sejarah Minagkabau dihitung sejak
awal abad ke-1 Masehi hingga abad ke-7 Masehi. Namun,
secara umum, kerajaan terdekat dengan wilayah
Minangkabau yang diduga memiliki pengaruh besar terhadap
Minangkabau adalah kerajaan Kandis. Kerajaan Kandis adalah
kerajaan tertua yang berdiri di Sumatera, yang terletak di
Koto Alang, masuk wilayah Lubuk Jambi, Kabupaten Kuantan
Singingi, Riau. Diperkirakan berdiri pada tahun 1 Sebelum
Masehi. Kerajaan inilah yang nantinya berperan menjadi
penggagas berdirinya kerajaan-kerajaan rantau Minangkabau.
Berturut-turut setelah berdirinya Keranjaan Kandis, berdiri
pula kerajaan Koto Alang (203 M), Kerajaan Jambi yang
wilayahnya juga meliputi Dharmasraya (212 M).
16
© muhammadnasir@uinib.ac.id
mencakup hampir semua daerah Jambi dan Riau hingga ke
selat Malaka di timur.
2 tahun kemudian, pada tahun 1090, Dharmasraya
mewarisi hampir seluruh wilayah Kerajaan Sriwijaya
dahulunya. Dengan kata lain, Dharmasraya pada hakikatnya
menjadi pelanjut kejayaan Sriwijaya dengan merubah nama
kerajaan dan mengalihkan ibukota Sriwijaya ke Dharmasraya.
Pada tahun 1178, seluruh Sumatera dan Semenanjung
Malaya praktis di bawah kekuasaan Dharmasraya. Pada tahun
1252, di dalam wilayah Minangkabau muncul kerajaan
Siguntur.
Semenjak 1284, Singasari mulai menancapkan
kekuasaannya di Sumatera. Berangsur-angsur wilayah
Dharmasraya mulai berkurang drastis. Kerajaan Singasari tak
lama memudar dan digantikan oleh kerajaan Majapahit. Pada
era kerajaan Majapahit inilah, wilayah kerajaan Siguntur
berganti kepada kerajaan Malayupura (1347) yang tunduk
pada kuasa Majapahit. Tak lama setelah itu, Malayupura
beralih nama menjadi Kerajaan Pagaruyung (1350).
17
© muhammadnasir@uinib.ac.id
Sebelum kerajaan ini berdiri, secara berurutan berdiri tiga
kerajaan pendahulunya, yaitu kerajaan Tigo Lareh yang didirikan
pangeran yang berasal dari Tigo Lareh Dharmasraya pada abad ke-
11. Selanjutnya, pada abad ke-14 menyusul berdiri kerajaan Panai
dan Kerajaan Kampai di Sungai Pagu.
Struktur Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu
Alam Surambi Sungai Pagu merupakan kerajaan konfederasi.
Kerajaan ini diperintah bersama oleh empat orang raja, yaitu:
1. Rajo Alam Surambi Sungai Pagu, yakni Daulat Yang Dipertuan
Bagindo Sultan Besar Rajo Disambah, bersemayam di Melayu
Kampuang Dalam, sekaligus menjadi Raja Malayu IV Niniak.
Untuk memerintah Melayu IV Niniak, beliau dibantu oleh
orang yang diberi gelar Rajo Mudo. Di kerajaan Alam Surambi
Sungai Pagu, status beliau adalah Payuang Sakaki-Tombak
Sabatang-Payuang Panji Alam Surambi Sungai Pagu.
2. Rajo Adat Alam Surambi Sungai Pagu, yakni Tuanku Rajo
Bagindo yang juga menjadi Raja Kampai nan Duopuluah
Ampek. Beliau bersemayam di Balun sehingga disebut Tuanku
Balun. Di kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu, status beliau
adalah Kain Langko Puri memegang Kitab Tambo Alam, Adat
jo Limbago sarato Harato jo Pusako di tangannyo, banamo
Rajo Adat jo Limbago di Alam Surambi Sungai Pagu.
3. Rajo Ibadat Alam Surambi Sungai Pagu, yakni Tuanku Rajo
Batuah yang juga menjadi raja Panai Tigo Ibu. Posisi beliau di
Alam Surambi Sungai Pagu disebut dengan Tabuang Bapuluik,
mamagang Cupak Usali (Syarak Kitabullah) banamo Rajo
Syara’ Alam Surambi Sungai Pagu.
4. Rajo Parik Pagu Alam Surambi Sungai Pagu, yakni Tuanku
Rajo Malenggang, yang juga menjadi Rajo Tigo Lareh. Posisi
beliau di Alam Surambi Sungai Pagu disebut Kain Rambak
Rambu Kuniang, baparisai Sianggang Gariang, nan
mangatahui parik paga jan tarompak, bateh supadan jan
baraliah, aman santoso di tangannyo.
18
© muhammadnasir@uinib.ac.id
Wilayah
Wilayah Alam Surambi Sungai Pagu dibagi kepada 3 (tiga)
bagian, yaitu Luhak nan Tujuah, Banda Sapuluah dan Daerah
Jajahan. Adapun batas geografisnya adalah:
dari Balun Batu Ilie, lalu ke Languang dan Koto Baru,
sampai ke Pauh Duo nan Batigo, Batang Marinteh Mudiak,
lalu ke Sako Luhak Nan Tujuh, sampai ke Pesisir Banda nan
Sepuluh, kalang Hulu Salido tumpuan Aie Haji.
Banda Sapuluah
Banda Sepuluh merupakan wilayah ekpansi dari Kerajaan
Sungai Pagu, yang semuanya merupakan wilayah Kabupaten
Pesisir Selatan sekarang dan pernah menjadi bagian dari wilayah
Kerajaan Inderapura. Yang termasuk wilayah Bandar Sepuluh
adalah:
1. Aie Haji
2. Sungai Tunu
3. Palangai
4. Punggasan
5. Lakitan
6. Kambang
7. Ampiang Parak
8. Surantiah
9. Batang Kapeh
10.Bungo Pasang
19
© muhammadnasir@uinib.ac.id
Daerah Jajahan
Pada zaman Niniak Sutan Parendangan, Bagombak Putiah
Bajangguik Merah, daerah jajahannya meliputi:
1. Kisaran Camin Tolam,
2. Duo Baleh Koto,
3. Koto Ubi (Ranah Lubuk Besar),
4. Koto Hilalang
5. Batu Angik Batu Kangkung,
6. Batang Asai,
7. Rejang Bengkulu
8. Gunuang Medan
9. Lubuak Pinang Lako
10.Lubuak Pinang Malam,
11.Talao Aie Sirah.
20
© muhammadnasir@uinib.ac.id
Hubungan dengan Kesultanan Inderapura
Sebagian besar wilayah yang merupakan rantau orang Sungai
Pagu yang disebut Bandar Sepuluh menjadi bagian dari wilayah
kekuasaan kerajaan Inderapura yang sekarang berada dalam
pemerintahan Pesisir Selatan. Ada ungkapan yang menyatakan
hubungan Kerajaan Sungai Pagu dengan kerajaan lain sebagai
berikut:
Barambun ka Batang Hari
Batampuak ka Bukik Gombak
Batangkai ka Jambu Lipo
Basayok ka Indragiri
Bersirip ke Indropuro
21
© muhammadnasir@uinib.ac.id