Anda di halaman 1dari 6

Hand-Out Pertemuan 3

GEOGRAFIS ALAM MINANGKABAU

A. Kompetensi Utama

Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan dapat:

1. Menjelaskan konsepsi wilayah bagi orang Minangkabau

2. Menyebutkan Pusat Alam Minangkabau

3. Membedakan istilah darek, pesisir dan rantau

4. Menjelaskan perubahan-perubahan geografis Alam Minangkabau

B. Pendahuluan

Bagi orang Minangkabau geografis (wilayah) tidak hanya bermakna

administratif semata, tetapi lebih dari itu ialah mengandung makna sosio kultural.

Oleh sebab itu suku bangsa Minangkabau memiliki konsepsi wilayah yang berbeda

dengan suku suku bangsa lainnya di Indonesia.

Suku Bangsa Minangkabau membagi wilayahnya atas dua bagian utama,

yakni Pusat Alam Minangkabau sebagai daerah inti, dan Rantau sebagai bagian luar

(feri feri). Pusat Alam Minangkabau dianggap sebagai daerah asal orang

Minangkabau, sementara rantau merupakan perluasan (koloni) dari daerah asal.

C. Materi

1. Alam Minangkabau

Alam Minangkabau menunjukkan konsep wilayah orang Minangkabau secara

geografis dan kebudayaan. Dengan kata lain, Alam Minangkabau tidak hanya

mengacu kepada pengertian fisik (geografis) belaka, melainkan juga mangandung arti

kuluural.

Konsep wilayah sudah lama dikenal oleh masyarakat Minangkabau, bukan

produk budaya yang diperkenalkan oleh bangsa barat atau asing lainnya. Hal ini
terlihat dari cerita klasik Minangkabau, seperti yang tergambar dalam tambo. Dalam

tambo dijelaskan tentang batas geografis Alam Minangkabau sebagai berikut: “Dari

Sikilang Aie Bangih, hinggo Taratak Aie Hitam. Dari Durian Ditakuak Rajo hinggo

Sialang Balantak Basi”. Ungkapan geografis tersebut bisa dirinci sebagai berikut:

 Sikilang Aie Bangih adalah daerah yang terletak di kawasan pant!i

bagian utara Pasaman Barat yang berbatasan dengan Natal di Sumatera

Utara.

 Taratak Aie Hitam adalah daerah yang terletak di bagian selatan

Sumatera Barat sekarang, dekat Muko-Muko di Bengkulu.

 Durian Ditakuak Rajo terletak di daerah Tanjuang Simalindu (Muaro

Bungo) Jambi.

 Sialang Balantak Basi terletak di Rantau Berangin, Riau.

Dalam khasanah kebudayaan dan pemikiran orang Minangkabau dikenal dua

konsep geografis (wilayah) utama, yakni: daerah inti (Darek), dan Daerah Pinggiran

(Rantau). Daerah darek sering juga disebut dengan istilah luhak.

Darek (Luhak) adalah daerah inti atau Pusat Alam Minangkabau yang

dianggap sebagai cikal bakal suku bangsa Minangkabau. Daerah Darek terdiri dari

tiga luhak, yakni: Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Limo Puluh Koto.

Dalam konsepsi budaya Minangkabau Luhak Tanah Datar dianggap sebagai daerah

tertua, karena dalam mitologi dikatakan bahwa nenek moyang suku bangsa

Minangkabau berasal dari Pariangan Padang Panjang, yakni sebuah daerah yang

terletak di kaki Gunung Merapi di kawasan Luhak Tanah Datar (M.D. Mansoer, 1970:

2-3). Namun dalam penelitian terbaru yang dilakukan oleh ahli-ahli arkeologi

Sumatera Barat ada bukti baru bahwa sebenarnya luhak yang tertua itu adalah Limo

Puluh Koto. Hal ini terutama didasarkan atas temuan benda-benda arkeologis di
daerah Luhak Limo Puluh Koto, seperti menhir (batu tagak). Dalam temuan itu

ternyata menhir-menhir di kawasan Luhak limo Puluh Koto jauh lebih tua

dibandingkan menhir yang berada di kawasan Luhak Tanah Datar. Di samping itu

tradisi megalitikum (seperti menhir) menampakkan cikal bakal susunan budaya

Minangkabau. Sekurang-kurangnya terdapat tiga pilar utama kebudayaan

Minangkabau yang pondasinya sudah dibangun sejak masa pra sejarah, yaitu: prinsip

egaliterian, matrilineal, dan religius (Herwandi, 2006: 1-10).

Sementara daerah pinggiran (periperi) adalah daerah penyebaran orang

Minangkabau berikutnya, atau dengan kata lain daerah kolonisasi orang

Minangkabau. Daerah ini lebih dikenal dengan sebutan Rantau. Paling tidak ada dua

rantau penting orang Minangkabau: pertama, Rantau Pesisir, yakni daerah dataran

rendah di sebelah barat Bukit Barisan yang berbatasan langsung dengan Samudera

Hindia; dan kedua, daerah sekitar aliran sungai yang bermuara ke arah timur Alam

Minangkabau, yang lebih dikenal dengan sebutan Ekor Rantau dan Kepala Rantau.

Konsep Rantau sebagai daerah penyebaran suku bangsa Minangkabau

mengalami peruluasan. Konsep yang pada mulanya hanya digunakan untuk menyebut

daerah kolonisasi orang Minangkabau di luar Alam Minangkabau, sekarang

digunakan juga untuk menyebut penyebaran orang Minangkabau keluar Pusat Alam

Minangkabau, bahkan samapi ke Negeri Sembilan, Malaysia. Sampai saat ini

keturunan raja-raja di Negeri Sembilan masih sering menghubungkan geneologisnya

dengan suku bangsa Minangkabau. Fenomena ini juga ditemukan di bebrapa daerah

lainnya, seperti Kedah (Malaysia), dan Brunai Darussalam (Jane Drakard, 1993: 4) .

2. Penyebaran Rantau Orang Minangkabau

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya penyebaran etnik Minangkabau adalah

dari daerah darek (luhak), yang terdiri dari tiga daerah, Luhak Tanah Data, Luhak
Agam, Luhak Limo Puluah Koto, yang biasanya disebut dengan "Luhak Nan Tigo".

Di daerah inilah mula-mula orang Minangkabau mendirikan koto, dusun, nagari

sampai menjadi luhak.

Sedangkan rantau adalah daerah tempat orang Minangkabau mencari

penghidupan sambil bermukim buat sementara. Di daerah rantau orang Minangkabau

berusaha mendapatkan penghasilan dari bermacam-macam usaha. Apabila sudah

cukup terkumpul maka mereka akan kembali untuk modal dan membangun kampung

halaman.

Daerah rantau pertama orang Minangkabau adalah daerah sepanjang sungai

yang berhulu ke Bukit Barisan dalam daerah Luhak Nan Tigo dan bermuara ke Selat

Malaka (Laut Cina Selatan). Sungai-sungai itu adalah Batang Sinamar dan Batang

Lampasi di Luhak Limo Puluah Koto, Batang Agam, Batang Antokan dan Batang

Palupuah di Luhak Agam serta Batang Anai, Batang Selo dan Batang Umbilin di

Luhak Tanah Data, yang kesemuanya itu membentuk Sungai Rokan dan Sungai

Kampar.

3. Perubahan Perubahan Geografis Alam Minangkabau

Sebelum kedatangan kolonialis Belanda, Alam Minangkabau merupakan

daerah yang otonom beserta nagari-nagari yang berada di dalamnya. Bahkan

kekuasaan raja Pagaruyungpun tidak mampu untuk merubahnya. Bagi orang

Minangkabau Pagaruyung dianggap sebagai sebuah kekuasaan asing di Minangkabau,

dan bukan pusat kekuasaan di Minangkabau. Nagari-nagari merupakan republik

otonom, mirip dengan polis-polis di Yunani, yang berada di bawah pimpinan

penghulu nagari.
Dengan demikian Luhak merupakan kelompok nagari sebagai suatu unit

teritorial politik yang mandiri di bawah naungan Dewan Penghulu Nagari, dan tidak

mewakili kekuasaan raja seperti disebutkan di atas. Dalam kondisi demikian posisi

raja-raja Minangkabau tidak obahnya seperti raja-raja Melayu, di mana kekuasaan

mereka tidaklah terlalu besar (Djoko Suryo, dkk, 2001: 153 – 154). Dalam konteks

seperti inilah munculnya ungkapan Minangkabau: “Raja benar raja disembah, raja

zalim raja disanggah”

Setelah masuknya birokrasi Belanda ke Minangkabau, Alam Minangkabau

berubah nama menjadi Sumatra Weskust (Sumatera Barat), dan kawasan luhak

menjadi bagian yang berubah-rubah, seperi afdeeling (kabupaten), yang kemudian

diwariskan sampai era kemerdekaan. Sejak era kemerdekaan geografis Minangkabau

juga mengalami banyak perubahan, misalnya hilangnya beberapa nagari

Minangkabau karena digabung ke propinsi terdekat, seperti Bangkinang dan Teluk

Kuantan di Riau. Menurut hitungan Westenenk jumlah nagari di Minangkabau pada

mulanya lebih dari lima ratus buah.

Perubahan yang lebih parah justru terjadi di masa Orde Baru, di mana nagari

diganti dengan desa sebagaimana lazimnya di daerah Jawa. Bahkan seringkali nagari

dipecah ke dalam unit-unit desa. Dalam era reformasi ini ada usaha untuk

membangun kembali nagari sebagai desa tradisional orang Minangkabau, namun ini

ternyata menimbulkan banyak persoalan dan bahkan menjadi polemik yang

berkepanjangan.

D. Rangkuman

Dalam Konsepsi wilayah Minangkabau, Pusat Alam Minangkabau adalah

daerah inti, dimana suku bangsa Minangkabau berasal. Pusat Alam Minangkabau
terdiri dari tiga Luhak, yakni: Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Lima

Puluh Koto. Wilayah ini sering juga disebut dengan darek.

Sejalan dengan perkembangan penduduk, suku bangsa Minangkabau

kemudian membuka daerah (nagari) baru di luar Pusat Alam Minangkabau. Dalam

terminologi budaya Minangkabau daerah ini kemudian disebut dengan rantau. Daerah

rantau ini ada yang menyusuri bagian pedalaman selingkar Bukit Barisan, serta

menyusuri hulu hulu sungai besar. Di samping itu ada juga yang dibuka menyusuri

Samudera Hindia, yang disebut dengan rantau pesisir.

E. Tugas

Buat peta geografis Alam Minangkabau, serta penyebaran rantaunya, baik

yang berada di wilayah pesisir, maupun pedalaman !

F. Evaluasi

1. Jelaskan bagaimana konsepsi wilayah bagi orang Minangkabau !

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Pusat Alam Minangkabau !

3. Jelaskan pengertian darek, rantau, dan pesisir !

4. Jelaskan perkembangan rantau Luhak Agam !

5. Bagaimana perubahan perubahan konsepsi rantau bagi suku bangsa

Minangkabau sejak masa lalu hingga saat sekarang ini? Jelaskan dengan

contoh !

Anda mungkin juga menyukai