Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MENCARI MATERI

SEJARAH DAN PENDIDIKAN SEJARAH

DI SUSUN OLEH:

NAMA: SABARNUDDIN

NIM : 20046023

SEKSI : 202010460013

KODE : SEJ1.61.1101

DOSEN :Dr.SITI FATHIMAH,M.Pd,M.Hum

NAJMI, S.S, M. Hum

PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
Sejarah dan Pendidikan sejarah

Sejarah jika di pandang dari beberapa ahli memiliki pengertian diantaranya:

1. Bryce
Sejarah mencatat pemikiran, perkataan, dan tindakan manusia.

2.W.H. Walsh
Sejarah berfokus pada catatan yang bermakna dan penting bagi umat manusia. Catatan tersebut
mencakup tindakan dan pengalaman manusia masa lalu tentang hal-hal penting, jadi ini adalah
kisah yang bermakna.

3. Patrick Gardner
Sejarah adalah studi tentang apa yang dilakukan manusia

4.Roeslan Abdulgani
Ilmu sejarah merupakan salah satu cabang ilmu yang mempelajari dan mempelajari secara
sistematis perkembangan dan peristiwa masyarakat dan umat manusia di masa lalu untuk
kemudian mengevaluasi secara kritis semua hasil penelitian ini, dan kemudian berfungsi sebagai
pedoman untuk mengevaluasi dan menentukan situasi saat ini. Arah proses di masa depan

5. Mo. Yamin
Sejarah merupakan ilmu yang terdiri dari hasil penyelidikan atas beberapa peristiwa yang dapat
dibuktikan dengan materi faktual.

6. Ibn Khaldun (1332-1406)


Sejarah diartikan sebagai catatan masyarakat umum manusia atau peradaban manusia yang
terjadi sesuai dengan ciri / sifat masyarakat tersebut.

7. Moali
Mo. Ali menekankan konsep sejarah berikut dalam "Pengantar Sejarah Indonesia": Banyaknya
perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
Cerita tentang perubahan, peristiwa, atau kejadian nyata di sekitar kita.
Ilmu yang bertanggung jawab mempelajari perubahan, kejadian, atau kejadian aktual di sekitar
kita.

Dulu, penelitian sejarah terbatas pada studi catatan tertulis atau sejarah naratif. Namun, dengan
bertambahnya jumlah profesional akademis pada abad ke-19 dan ke-20 serta pembentukan
cabang-cabang ilmu baru, informasi sejarah baru juga muncul. Arkeologi, antropologi, dan cabang
ilmu sosial lainnya terus memberikan informasi baru dan memberikan teori-teori baru tentang
sejarah manusia. Banyak sejarawan bertanya: Apakah cabang ilmu tersebut termasuk dalam ilmu
sejarah, karena penelitian yang dilakukan bukan sekedar catatan tertulis? Sebuah istilah baru
diperkenalkan, yaitu non-keberagaman. Istilah "prasejarah" digunakan untuk mengklasifikasikan
cabang-cabang ilmu pada saat mempelajari sejarah cabang.

Pada abad ke-20, pemisahan sejarah dan prasejarah membuat penelitian menjadi sulit. Para
sejarawan zaman itu mencoba mempelajari lebih dari sekadar narasi sejarah politik yang biasa
mereka pelajari. Mereka mencoba menggunakan metode baru untuk penelitian, seperti metode
menghadapi sejarah ekonomi, sosial dan budaya. Semua ini membutuhkan berbagai sumber.
Selain itu, sarjana prasejarah seperti [Vere Gordon Childe] menggunakan arkeologi untuk
menjelaskan banyak peristiwa penting yang biasanya termasuk dalam lingkup sejarah (bukan
prasejarah murni). Ada juga kritik bahwa pembagian ini akan mengecualikan peradaban tertentu,
seperti yang ditemukan di sub-Sahara Afrika dan Amerika Serikat sebelum Columbus tiba.
Akhirnya, dalam beberapa dekade terakhir, jarak antara sejarah dan sejarah prasejarah telah
sangat tersingkir.

Sejarawan dapat memperoleh informasi tentang masa lalu dari berbagai sumber, seperti catatan
tertulis atau tercetak, mata uang atau benda bersejarah lainnya, bangunan dan monumen, serta
wawancara (sering disebut "sejarah naratif" atau sejarah lisan dalam bahasa Inggris). Untuk
sejarah modern, sumber utama informasi sejarah adalah: foto, film (misalnya, film cerita), rekaman
audio dan video. Tidak semua sumber tersebut tersedia untuk penelitian sejarah, karena
bergantung pada periode studi atau penelitian. Penelitian sejarah juga bergantung pada studi
sejarah atau sudut pandang sejarah yang berbeda.

Orang menyimpan dan memelihara catatan sejarah karena berbagai alasan, termasuk: alasan
administratif (misalnya, kebutuhan untuk melakukan sensus, catatan pajak, dan catatan
perdagangan), alasan politik (apresiasi atau kritik terhadap pemimpin nasional, politisi, atau tokoh
penting), Untuk alasan agama, termasuk seni, prestasi olahraga (misalnya: catatan Olimpiade),
catatan keturunan (silsilah keluarga), catatan pribadi (misalnya surat) dan hiburan.

Namun, saat menulis catatan sejarah, sumber-sumber ini perlu disortir. Metode ini disebut kritik
sumber. Kritik sumber dibedakan menjadi dua jenis, yaitu eksternal dan internal. Kritik eksternal
merupakan kritik pertama yang harus dilontarkan oleh para sejarawan ketika menulis karyanya
sendiri, terutama jika objeknya adalah sumber sejarah. Maksudnya, mulai dari bentuk, warna, dan
apa saja yang terlihat secara fisik, periksa pembuktian bentuk fisiknya. Sedangkan kritik internal
adalah kritik dilihat dari sumbernya.

Kebanyakan orang beranggapan bahwa pendidikan sejarah dan sejarah adalah mata pelajaran
yang sama. Pada hakikatnya pendidikan sejarah berbeda dengan ilmu sejarah. Pendidikan
sejarah merupakan subjek penelitian kemanusiaan bagi kaum muda. Di sisi lain, “Sejarah”
mengambil peristiwa yang terjadi di masa lalu sebagai objek penelitian. Perbedaan tersebut juga
terlihat dari epistemologi masing-masing disiplin ilmu. Pendidikan sejarah bertujuan untuk
menanamkan dan mengembangkan kesadaran sejarah pada generasi muda, dan sejarah
bertujuan untuk menyusun penjelasan (tafsir) peristiwa sejarah yang pernah terjadi di masa lalu.
Karena mereka berbeda secara epistemologis, fokus aktivitas mereka terpisah. Pendidikan
sejarah berfokus pada kegiatan belajar, sedangkan ilmu sejarah berfokus pada penelitian.
Terakhir, hasil dari semua proses pendidikan sejarah adalah terbentuknya generasi muda yang
memiliki kesadaran sejarah

Itu menggunakan pengalaman sejarah sebagai acuan untuk menghadapi kehidupan saat ini. Di
sisi lain, pergulatan sejarah melahirkan kebenaran ilmiah sejarah yang didukung oleh sumber-
sumber yang cukup (korespondensi) dan hal-hal yang sesuai dengan kebenaran umum
(kontinuitas). (F.R. Ankersmit, 1987, 110-117) Meskipun ada perbedaan mendasar dalam sejarah,
pendidikan sejarah dan ilmu sejarah sangat erat kaitannya. Keakraban hubungan ini terutama
pada tahap persiapan pembelajaran yaitu saat menulis buku teks. Untuk menanamkan rasa
sejarah, pendidikan sejarah membutuhkan hasil penelitian sejarah berupa sejarah. Jika mirip
dengan industri, sejarah adalah bahan bakunya. Untuk menjadi produk siap makan yang disebut
bahan ajar pendidikan sejarah, bahan baku tersebut harus melalui tahapan pengolahan yang
berbeda, dengan kata lain merupakan sejarah yang dibuat oleh "Ilmu Sejarah"

Pandangan Terhadap bidang studi Sejarah

I Gde Widja (1989: 23) mengemukakan bahwa pembelajaran sejarah merupakan gabungan dari
kegiatan belajar mengajar, dimana pembelajaran tentang peristiwa masa lalu sangat erat
kaitannya dengan masa lalu. Dapat disimpulkan bahwa jika mata pelajaran sejarah merupakan
bidang penelitian yang berkaitan dengan fakta-fakta ilmu sejarah tetapi tetap fokus pada tujuan
pendidikan secara umum, maka saya dapat menarik pandangan Gede Vidia.

Pada Simposium Sejarah Nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta tahun 1957, Padmo
Puspito meyakini bahwa penyusunan mata kuliah sejarah harus bersifat ilmiah. Kedua, siswa
harus bingung dalam berpikir, tetapi tidak memaksakan penjelasan dan evaluasi, karena akan
melemahkan kemampuan berpikir siswa (Sidi Gasalba, 1966: 169). Dalam bidang pembelajaran
sejarah, ada tiga faktor yang harus dipahami tentang data sejarah. Pertama, esensi fakta sejarah.
Kedua, sifat penafsiran sejarah. Ketiga, masalah objektivitas sejarah (Burston dalam Haryono,
1995: 12).

Pendidikan sejarah sangat diperlukan untuk membentuk sikap nasionalis dalam mengantisipasi
tantangan global dan disintegrasi bangsa Indonesia belakangan ini, karena pengalaman sejarah
membuktikan bahwa sikap nasionalis masa lalu dapat membangkitkan momentum sosial. Dalam
hal ini, karena keterbelakangan pengetahuan rakyat Indonesia dan kekuatan senjata kolonial,
sikap nasionalis yang dimiliki bangsa Indonesia memungkinkan negara merdeka. Namun, saat ini
peran pendidikan sejarah dipertanyakan, dan sikap nasionalis bangsa menunjukkan
kerapuhannya. Konflik antar suku dan agama yang disebabkan oleh perbedaan nilai dan upaya
beberapa daerah untuk memisahkan diri dari NKRI untuk mempersatukan negara membuktikan
bahwa persatuan nasional masih rapuh (Ibnu Hizam: 2007: 288)

Sejarah sebagai disiplin ilmu dengan misi atau tujuan pendidikan tertentu, dan sejarah sebagai
ilmu harus dimasukkan ke dalam konsep yang jelas tanpa mengorbankan satu atau dua prinsip.
Hal ini sangat penting agar Anda tidak perlu khawatir dengan subjektivitas sejarah dalam
pembelajaran sejarah. Seperti yang diyakini oleh Taufik Abdullah (1996: 8), sejarah adalah sarana
menumbuhkan ideologi, betapapun mulianya, bisa saja menyangkal keabsahan isi yang ingin
disampaikan. Pembagian mata kuliah antara sejarah "kognisi" (pengetahuan) dan sejarah "emosi"
(emosi) tidak hanya artifisial, tetapi juga menunjukkan kemandulan dalam pemikiran historis.
Untuk memperoleh kebijaksanaan emosional, tampaknya sejarah tidak diketahui bersumber dari
keingintahuan subjektif.

Sejarawan dan bahkan pendidik sering mengutip kata-kata Elton untuk meragukan alasan
mengaitkan sejarah dengan proses pendidikan. Proses pendidikan sejarah hanya dianggap
sebagai sumber etnosentrisme dan bahkan mengarah pada "xenophobia". Pada saat yang sama,
Nanore percaya bahwa peran sejarah sebagai "perintah moral" atau doktrin moral dapat diubah
menjadi legitimasi doktrin atau ideologi tertentu (Elton dalam I Gde Widja, 1997: 174).
Selain itu, Mahasin meyakini bahwa kritik universal pendukung nilai pendidikan sejarah melalui
proses pendidikan yang lebih menonjol adalah dalam proses mewujudkan nilai sejarah, yang pada
hakikatnya merupakan perwujudan tujuan pendidikan eksternal atau instrumental. Secara teori,
yang terpenting adalah nilai intrinsik. Penekanan atribut eksternal atau instrumental dalam
pendidikan sejarah akan mengarah pada pemahaman tentang nilai sejarah.

Paradigma Pendidikan Sejarah dan Sejarah

Mengapa orang mempelajari sejarah? G. Moedjanto senada dengan pandangan Ibnu Khaldun,
mengatakan bahwa ada banyak alasan yang melatarbelakangi sejarah dipelajari dan menjadi
salah satu bahan ajar dalam kurikulum pendidikan setiap negara (Moedjanto dalam Atmadi dan
Setianingsih, 2000): 44). Pertama, disebut penalaran intelektual, yang bermula dari keinginan
manusia untuk memahami masa lalu peradabannya. Kedua, ada kekuatan pendorong dari
keberadaan, yaitu keberadaan amnesia untuk menanyakan tentang asalnya. Ketiga, mengejar
legitimasi, karena dia ingin memperoleh legitimasi dari posisinya. Ketiga motivasi ini membuktikan
bahwa bagaimanapun juga, masyarakat selalu berkeinginan untuk mencari akar jati dirinya dan
menyadari legitimasi status sosialnya dalam hidup bersama.

. Ibnu Khaldun (1332-1406) adalah seorang sejarawan ternama, sejarawan dan sosiolog Muslim,
ia percaya bahwa sejarah adalah ilmu yang didasarkan pada realitas yang bertujuan menyadarkan
masyarakat. Perubahan sejarah. Lingkungan alam dan masyarakat meningkatkan taraf hidup (C.
H. Haikal, 1983: 26-36). Sejarah tidak hanya berhubungan dengan masa lalu, tapi juga bertanya-
Untuk menanamkan kesadaran dan empati historis dalam suasana kontemporer yang semakin
mengglobal, apa artinya ini bagi masa depan umat manusia (Farisi, 2003: 76).
Manfaat besar mempelajari sejarah termasuk menjadikan sejarah sebagai cermin yang memandu
perkembangan masa depan. Sejak zaman Yunani, orang selalu mengucapkan -vitavita magistra,
yang artinya sejarah adalah guru kehidupan.

Menurut pendahuluan ini, sejarah merupakan salah satu mata pelajaran wajib di Indonesia dari
tingkat dasar hingga menengah.Menurut Alquran, materi sejarah biasanya memiliki fungsi
pendidikan, yaitu pendidikan akhlak dan penalaran. , Politik, kebijakan, perubahan masa depan,
dan sebagai ilmu pendukung bagi berbagai perkembangan ilmu pengetahuan lainnya. Para
pendidik percaya akan hal ini. Dengan pengertian sejarah yang bermakna, pembelajaran sejarah
akan melatih daya ingat dan pemikiran disipliner, cara memberi makna pada peristiwa, cara
berinteraksi, dan berbagai cara manusia melakukan proses tersebut. -Tinggal dalam suasana
yang penuh kedamaian dan harmoni (Gaffar, 2007).
Pemahaman masa lalu akan melengkapi kemampuan manusia untuk memecahkan masalah saat
ini dan kecerdasan mereka untuk membaca dan memprediksi tren masa depan.

Contoh Kasus

Dalam Kurikukum 2013, pelajaran sejarah sebagai pendidikan sejarah akan memakan banyak
waktu. Hanid Hasan dari Tanner dan Hamid Hasan menyatakan bahwa mata kuliah sejarah dapat
dikembangkan melalui beberapa filosofi, antara lain: perenialisme, pendidikan sejarah harus
menumbuhkan kebanggaan pada bangsa dan negara. merasakan. Esensialisme, pendidikan
sejarah merupakan sarana menumbuhkan kecerdasan siswa. Humanisme, pendidikan sejarah
harus mampu menumbuhkan kepribadian siswa. Rekonstruksi sosial, pendidikan sejarah harus
mampu mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan yang lebih baik sekarang dan di masa
depan (Hasan, 2012). Sebab, bekal pendidikan sejarah tidak bisa ditawar. Pendidikan sejarah
harus dilakukan melalui pembelajaran sejarah. Tidak hanya memberikan tema, tetapi juga harus
menanamkan keunggulannya pada siswa.

Sayangnya wacana besar pendidikan sejarah tersebut di atas belum menjadi kenyataan dalam
dunia pendidikan. Pembelajaran sejarah sebagai implementasi pendidikan sejarah biasanya
dianggap membosankan oleh siswa karena penuh dengan beban, dianggap tidak bermanfaat bagi
siswa, tidak menggugah pemikiran kritis, dan jauh dari realitas kehidupan. olehOleh karena itu,
pembelajaran sejarah seperti diajarkan di sekolah.

Berdasarkan fakta tersebut, maka pertanyaan yang muncul antara lain: Mengapa terdapat
kesenjangan antara potensi pendidikan sejarah dengan realitas seperti diuraikan di atas?
Sebenarnya apa saja kemungkinan pendidikan sejarah saat ini, khususnya pada jenjang SMA,
Sehingga yang terpenting adalah guru sejarah harus bertindak sebagai garda depan untuk
mengatasi permasalahan dalam penyelenggaraan pendidikan sejarah.

Anda mungkin juga menyukai