Anda di halaman 1dari 15

MODUL

Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam


Disajikan pada Minggu ke- 11

ISLAM DAN IPTEKS


(Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni)
Oleh

DR. AHMAD KOSASIH, M. AG

Learning Outcomes

Memahami, menganalisis dan mendiskusikan materi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam Islam serta
etos kerja dalam pandangan Islam

Pokok-pokok Materi

A. Penegrtian Ilmu Pengetahuan, teknologi dan seni


1. Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKNI) adalah tiga ranah yang berbeda tapi tidak dapat
dipisahkan. Secara sederhana, ilmu adalah pengetahuan-pengetahuan yang di peroleh melalui
pengematan dengan menggunakan metode berfikir ilmiah (scientifific metode) dan di susun secara
sistematis. Ilmu bukan pengetahuan biasa yang mencakup segenap bentuk yang diketahui yang di dalam
istilah Inggris di sebut knowledge. Menurut Soekarto (2000:6), "ciri-ciri ilmu pengetahuan itu adalah (1)
pengetahuan / knowledge (2) sistematis (3) menggunakan pemikiran (4) dapat dikontrol secara kritis
(obyektif)".

Secara garis besar obyek ilmu itu terbagi dua yakni obyek materia dan obyek forma. Obyek
materia ilmu adalah yang membedakan antara satu bidang ilmu dengan yang lainnya. Sedangkan obyek
forma adalah proses yang dilalui untuk mendapatkan sebuah ilmu. Berkaitan dengan ini seorang ilmuan

1
biasanya menggunakan tiga landasan pokok yaitu: "petama, antologi yakni yang berkaitan dengan
pertanyaan apa. Kedua, epistemologi yakni yang berkaitan dengan pertanyaan bagaimana. Ketiga,
aksiologi yakni berkaitan dengan pertanyaan untuk apa. (Suriasumantri, 1986:105).

Berdasarkan ini, ilmu bukanlah pengetahuan biasa yang mengandalkan pengamatan indra semata
tapi adalah pengetahuan yang diperoleh dari hasil kerjasama antara akal dan panca indra. Dengan kata
lain suatu ilmu dihasilkan dari perpaduan antara pengetahuan yang bersifat ideal dan pengetahuan yang
bersifat empiri.

Dari segi subyeknya, ilmu pengetahuan dapat di kelompokkan kedalam dua kelompok besar yaitu
ilmu pengetahuan eksak dan non eksak. Yang termasuk ke dalam ilmu pengetahuan adalah ilmu-ilmu
kedalaman (natural scinces ). Yang termasuk ilmu pengetahuan non eksak adalah ilmu-ilmu non kealaman
seperti ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Dari segi kegunaanya, ilmu pengetahuan dapat pula dibedakan
kedalam dua kelompok yaitu ilmu-ilmu murni (pure sciences) dan ilmu-ilmu terapan (oplied sciences).

2. Teknologi

teknologi adalah penerapan dari ilmu sebagai alat perpanjangan tangan bagi manusia dalam
mencapai maksudnya. Ilmu mengemukakan sejumlah prinsip, kaidah dan teori yang diangkat dari hasil
pengamatan serta pengalaman tentang gejala. Sedangkan teknologi berbicara tentang bagaimana ilmu itu
bisa di aplikasikan kedalam tindakan yang menghasilkan manfaat langsung bagi manusia.

Teknologi dapat di bedakan dalam dua bentuk. Pertama, teknologi sebagai proses yakni
pendayagunaan ilmu dan pengetahuan. Kedua, teknologi dalam bentuk hasil yakni sebagai wujud kongrit
dari pendayagunaan ilmu dan pengetahuan berupa produk-produk tentu seperti peralatan dan perkakas.
Dari sinilah lahirnya ungkapan bahwa teknologi itu adalah perpanjangan tangan manusia. Hal ini dibuktikan
oleh terutama dalam kehidupan di zaman moderen ini saat ini, hampir setiap gerak langkah kehidupan
bersentuhan dengan teknologi, baik langsung maupun tidak. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ilmu
itu berawal dari filsafat dan berakhir dengan seni.

3. Seni

Seni adalah terjemahan dari kata "art" yang berasal dari bahasa latin "ars" yang berarti
kemahiran. Seni berguna untuk mengembangkan akal dan daya kreatif manusia untuk menata
kehidupan manusia supaya lebih luas, harmoni, indah, sejuk dan menyenangkan. Berbeda dengan
ilmu, seni tidak hanya bertumpu pada daya nalar tapi juga pada rasa dan intuisi. Nilai keindahan
sebuah karya seni bersifat subyektif dan relatif. Unsur seni juga terdapat pada ilmu dan teknologi,
dan secara epistemologi sebenarnya konstruksi sebuah ilmu inheren dengan seni / keindahan.

Seperti di ungkapkan The Liang Gie dalam Gazalba (1988:64) bahwa dikalangan pemikir
yunani, keindahan dalam pengertian yang luas di bedakan dalam tiga pengertian. Pertama, indah
yang berpadu dengan kebaikan (estetika yang berintekrasi dengan etika). Kedua, indah estetik

2
berdasarkan penglihatan (symmetria). Ketiga, indah estetik berdasarkan pendengaran seperti musik.
Selain itu keindahan terbagi dalam dua bagian. Pertama, keindahan sebagai sifat (Kwalitas ) yang
sifatnya abstrak. Kedua, keindahan suatu benda yang bersifat konkrit. Misalnya kata beauty adalah
indah yang tidak berwujud dan Beautifull adalah indah yang melekat pada suatu zat tertentu.

a. Sumber ilmu pengetahuan

Dalam khazanah pemikiran islam dikenal dua sumber ilmu yaitu akal dan wahyu. Akal dan wahyu
bukan untuk dipertentangkan melainkan untuk di kompromikan sebab kedunya sama-sama
anugerah Allah kepada manusia. Wahyu harus dapat membimbing akal manusia dan bukan
sebaliknya. Akal dalam posisi ini berfungsi sebagai daya untuk memperoleh pengetahuan.
Menurut Harun Nasution (1986: 13), akal dalam pengertian islam tidaklah otak tetapi adalah daya
berfikir yang terdapat dalam jiwa manusia: daya sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an,
memperoleh ilmu pengetahuan degan memperhatikan alam sekitarnya.

Manusia diberi kebebasan mengembangkan akal budinya berdasarkan tuntunan Qur'an dan
sunnah. Atas dasar itu ilmu dalam memikirkan islam ada yang bersifat abadi ( prenial knowledge)
tingkat kebenaranya bersifat mutlak karna bersumber dari wahyu dan bersifat perolehan ( aquired
knowledge), tingkat kebenarannya bersifat nisbi (relativ) karna bersumber dari akal pikiran
manusia.

b. Ayat Allah sebagai sumber Ilmu

Secara garis besar ayat Allah dapat pula dibagi dalam dua kelompok. Pertama, ayat yang
diturunkan dalam bentuk wahyu-Nya kepada rasul yang disebut juga ayat tanziliyah yakni Al-
Qur'an adalah sabda Allah (the words of Allah) yang berisi sejumlah aturan dan hukum tantang
kehidupan semesta dan kemasyarakatan. Hukum yang berkaitan dengan norma kehidupan
manusia disebut syari'at Allah. Sedangkan hukum-hukum yang berkaitan dengan tingkah laku
dan fisik disebut sunnatullah. Sunnatullah adalah hukum ketetapan yang diberlakukan secara
pasti oleh Allah pada setiap ciptaan-Nya. Atau yang dikenal oleh ilmuan (scietist) dengan sebutan
"hukum alam" dengan adanya hukum-hukum tersebut manusia dapat melakukan penelitian dan
eksperimen secara berulang-ulang hinga melahirkan sebuah teori. Dari situlah berkembangnya
ilmu pengetahuan.

Kedua, ayat-ayat Allah berupa hasil ciptan-Nya yang terbentang di seluruh jagat raya ( the words
of Allah ) dimana manusia di suruh menperhatikan dan mengamatinya untuk mendapatkan
pengetahuan (Q.S.Ali Imran: 190). Pengetahuan/ ilmu yang diperoleh manusia dari hasil
pengamatanya tentang ayat Allah dalam bentuk yang kedua ini melahirkan berbagai bidang seta
cabang ilmu-ilmu kealaman seperti fisika. Astronomi , biologi, geologi, botani dsb. Pengamatan
manusia tentang tingkah laku manusia secara individu melahirkan ilmu psikologi. Sedangkan
pengamatan seorang ilmuan tentang manusia dalam kehidupan bermasyarakat melahirkan pula
ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, ekonomi, politik dsb. Maka ilmu dalam perspektif Islam
bersumber dari ayat Allah, dan perkembangan suatu ilmu tergantung pada kemampuan

3
seseorang dalam "membaca" ayat Allah. Yang di maksud dengan membaca dalam hal ini adalah
memperhatikan dan meneliti gejala serta tingkah laku makhluk Allah. Inilah tafsiran lain dari kata
iqra ( perintah membaca) itu. Untuk mengetahui bagaimana sikap islam terhadap ilmu
pengetahuan akan kita lihat pula bagaimana Al-Qur'an dan hadis berbicara tentang ilmu.

B. Klasifikasi ilmu menurut Islam


Di dalam Al-Qur’an kata ilmu terulang sebanyak 140 kali. Hal ini menunjukkan
bahwa Al-Qur’an memberikan perhatian yang serius terhadap ilmu pengetahuan.
Imam Raghib al Ashfahani seperti dikutip oleh Yusuf Qardhawy (1996:88)
menyebutkan bahwa ilmu adalah mengetahui sesuatu sesuai hakikatnya. Maksudnya
mengetahui inti sesuatu serta menetapkan keberadaan sesuatu yang dan menafikan sesuatu
yang tidak ada. Dapat dikatakan bahwa ilmu itu pada dasarnya mengetahui hakikat sesuatu
dan hubungan antara satu gejala dengan gejala yang lain.
Sumber ilmu pengetahuan adalah Allah yang mengejawantahkan pemgetahuanNya
tersebut melalui ayat-ayatNya. Dalam kaitan ini ada dua bentuk ayat Allah yaitu ayat
qauliyyah (tertulis) dan ayat-ayat kauniyah (terbentang). Yang dimaksud ayat qauliyah
yaitu firman Allah SWT yang tertuang di dalam kitab suci Al-Qur’an, disebut juga ayat
Qur’aniyah. Sedangkan yang dimaksud dengan ayat kauniyah adalah semua makhluk
Allah SWT yang terbentang di jagad raya dengan berbagai fenomenanya. Menurut
keyakinanIslam yang Maha berilmu (‘alim) hanyalah Allah SWT, sedangkan manusia
memperoleh pancaran dari ilmu-Nya (Q.S 17:85). Berikut ini adalah skema tentang proses
transmisi ilmu Allah SWT kepada manusia.( Nabiel Fuad Almusawa,2005:6). Bila di
skemakan, maka ilmu menurut islam dapat digambarkan sebagai berikut:

Ilmu dari Sisi Allah

Jalur formal Jalur non formal

Melalui wahyu Melalui pemikiran


(Q.s. 3:38) (Q.S. 90:5)

Kepada Rasulullah Langsung kepada manusia


(Q.S. 42:53) (Q.S. 2:31, 55:4)

Ayat Qauliyah Ayat kauniyyah


(Q.S. 55:1-2, 96:) (Q.S. 3:190)

Fungsi sebagai pedoman hidup Fungsi sebagai sarana hidup

4
Q.S.3:19,85 11:61

Kebenarannya mutlak Kebenarannya relative dan akumulatif


(Q.S. 2:147, 41:53) (Q.S. 10:36)

Keduanya untuk manusia agar beribadah kepada Allah Swt. (Q.S. 51:56)

C. Hubungan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni


Dalam pandangan Islam, agama, ilmu pengetahuan, teknologi dan senimempunyai
hubungan yang harmonis dan dinamis yang terintegrasi dalam suatusistem Dienul Islam
(agama islam). Ada beberapa unsur pokok di dalamnyameliputi islam, iman, ilmu, dan amal.
Unsur tersebut mengumpamakan bangunanIslam seperti sebatang pohon yang kokoh. Iman
diidentikkan dengan akar darisebuah pohon yang menopang tegaknya ajaran Islam. Ilmu diidentikkan
denganbatang pohon yang mengeluarkan cabang-cabang ilmu pengetahuan. Sedangkanteknologi dan seni
ibarat buah dari pohon itu.Pengembangan IPTEK yang terlepas dari keimanan dan ketakwaan
tidak akan menghasilkan manfaat bagi umat manusia dan alam lingkungannya bahkanmenjadi
malapetaka bagi kehidupannya sendiri. Ilmu-ilmu yang dikembangkan atas dasar keimanan dan
ketakwaan kepada Allah akan memberikan jaminan kemanfaatan bagi kehidupan umat manusia
termasuk bagi lingkungannya sertamencerminkan suatu ibadah dalam prektiknya. Semua satu
kesatuan tersebut tidak lepas dari sumber-sumber kebenaran ilmiah dimana ada sebuah
keterkaitan Al Quran dan Alam Semesta.

D. Pandangan Islam terhadap ilmu pengetahuan, teknologi dan seni

1. Pandangan Islam terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

a) Ilmu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah.


Ilmu yang dimiliki seorang muslim harus dapat mengantarkannya kepada
keyakinan yang benar terhadap Sang Maha Pencipta. Oleh karena itu penguasaan ilmu
bukan ditujukan untuk mendapatkan prestise, popularitas, kekuasaan dan materi.
Walaupun Islam tidak melarang umatnya untuk memiliki semuanya itu. Tujuan
tertinggi menuntut ilmu menurut ajaran Islam adalah untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S 22: 65, Q.S 16:14 dan Q.S
14:32-34 yang terjemahannya sebagai berikut:
“Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah SWT menundukkan bagimu
apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-
Nya dan dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan
dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang kepada manusia” (Depag. R.I, 1984: 521)

5
“Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu
dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu
mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu
melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan)
dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (Depag. R.I, 1984: 404)

“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air
hujan dari langit, Kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu
berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan dia telah menundukkan
bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-
Nya, dan dia elah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan dia
telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus
beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan
siang. Dan dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa
yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah,
tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat
zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Depag. R.I, 1984: 385)

b) Ilmu yang dipelajari hendaklah ilmu yang bermanfaat yang tidak merusak diri dan
lingkungan. Firman Allah SWT dalam Q.S 7:56 yang terjemahannya sebagai berikut:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat
dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Depag. R.I, 1984: 230)

c) Tidak ada pemisahan antara ilmu dan agama


Ilmu dan iman atau ilmu dan agama tidak bertolak belakang tetapi keduanya
memiliki kaitan yang sangat erat. Ilmu dan agama ibarat dua sisi mata uang yang
saling melengkapi. Banyak sekali hadits Nabi yang mendorong umatnya untuk
mencari ilmu tanpa dibedakan antara ilmu ke-Islaman dan ilmu-ilmu umum.
Ilmu yang dipadukan dengan iman akan melahirkan manusia-manusia yang
cerdas dan berkepribadian luhur. Sebaliknya ilmu yang tidak dipadukan dengan iman
akan melahirkan manusia-manusia yang cerdas dan pintar tapi tidak memiliki akhlak
yang mulia. Akhirnya ilmu yang seperti itu akan membawanya kepada jurang
kehancuran, kebinasaan serta kehinaan, bahkan lebih hina dari hewan.

2) Pandangan Islam terhadap seni


Seni adalah terjemahan dari kata art yang berasal dari bahasa Latin ars yang berarti
kemahiran. Seni berguna bagi pengembangan akal dan kreatifitas manusia untuk menata
kehidupan yang lebih luas, harmoni, indah, sejuk dan menyenangkan. Berbeda dengan
ilmu, seni tidak hanya bertumpu pada daya nalar tapi juga pada rasa dan intuisi. Nilai
keindahan sebuah karya seni bersifat subyektif dan relative. Unsur seni juga terdapat
dalam ilmu dan teknologi dan secara epistimologi konstruksi sebuah ilmu sebenarnya
inheren dengan seni/ keindahan. Menurut The Liang Gie dalam Gazalba (1988: 64),

6
dikalangan pemikir Yunani keindahan dalam pengertian yang luas. Pertama, indah yang
berpadu dengan kebaikan (estetika yang berinteraksi dengan etika). Kedua, indah estetik
berdasarkan penglihatan (symmetria). Ketiga, indah estetik berdasarkan pendengaran
seperti seni musik. Disamping itu keindahan dapat pula dibagi dua pembagian, pertama
keindahan sebagai sifat (kualitas yang bersifat abstrak), kedua keindahan suatu benda
yang bersifat kongkrit, misalnya kata beauty adalah indah yang tidak berujung,
sedangkan beautiful adalah keindahan yang melekat pada sesuatu zat tertentu.
Islam sangat menghargai keindahan karena Allah SWT itu adalah sesuatu yang
Maha Indah dan mencintai keindahan. Alam ciptaan Tuhan diciptakan dengan harmoni
dan penuh keindahan. Bahkan ayat-ayat suci Al-Qur’an mengandung nilai-nilai estetika
yang sangat tinggi dan mengagumkan baik dari segi susunan gaya bahasa, tulisan dan
kandungannya. Rasullah SAW memerintahkan umatnya untuk membaca ayat suci Al-
Qur’an dengan tartil. Yang dimaksud dengan tartil ialah membaca Al-Qur’an dengan
tajwidnya. Sedangkan yang dimaksud dengan tajwid itu, menurut Ali bin Abi Thalib
ialah memperbagus pengucapan huruf-huruf dan mengatur cara-cara menghentikan atau
memulai kembali bacaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seni itu merupakan
fitrah dan anugerah Allah SWT kepada manusia yang harus disyukuri. Dengan kata lain
rasa keindahan itu perlu dipelihara sebaik-baiknya untuk mempertajam daya imajinasi,
memperhalus jiwa yang pada akhirnya akan melahirkan budi luhur atau akhlak mulia.
Akan tetapi keindahan dalam perspektif Islam bukan sekedar keindahan yang bertumpu
pada perasaan yang bersifat subyektif melainkan keindahan yang bertumpu pada nilai-
nilai kebenaran dan kebaikan yang berlandaskan Al-Qur’an dan sunnah. Setiap tindakan
yang benar pasti mengandung kebaikan dan setiap kebaikan yang berlandaskan pada
kebenaran pasti memiliki nilai-nilai keindahan.
Untuk mengetahui hubungan (nisbat) antara benar, baik dan indah, perhatikan
skema berikut ini:

INDAH

BENAR BAIK

E. Tanggung jawab Ilmuan Muslim terhadap IPTEKS


Ulil Albaab adalah sebutan untuk orang yang memiliki ilmu pengetahuan dalam arti
yang sesungguhnya. Ia mengetahui hakikat sesuatu dan hubungannya dengan sesuatu yang
lain. Banyak orang yang sudah merasa mengetahui tetapi mereka pada hakikatnya belum
mengetahui yang sebenarnya. Yang diketahui mereka adalah friksi-friksi dari pengetahuan
tertentu tapi tidak mengetahui keterkaitannya dengan realitas yang lebih tinggi.

7
Berikut ini beberapa sikap dan sifat yang harus dimiliki oleh ilmuwan Islam menurut
Almusawa (2005:11) yaitu:
a) Bersungguh-sungguh dalam belajar
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S 3: 7 yang terjemahannya sebagai berikut:
“Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al--Quran) kepada kamu. di antara (isi)
nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang
lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-
ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.”
(Depag. R.I, 1984: 76)

b) Berpihak pada kebenaran


Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S 5: 100 dan Q.S 99: 7-8 yang terjemahannya
sebagai berikut:

“Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya
yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-
orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan." (Depag. R.I, 1984: 179)

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia


akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (Depag. R.I,
1984: 1087)

c) Kritis dalam belajar dan menyampaikan ilmu

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S 39: 18 dan Q.S 14: 52 yang terjemahannya
sebagai berikut:
“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di
antaranya mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan
mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (Depag. R.I, 1984: 748)

“(al-Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya
mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui
bahwasanya dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar orang-orang yang
berakal mengambil pelajaran..” (Depag. R.I, 1984: 388)

d) Sangat takut kepada Allah


Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S 65:10 dan Q.S 3: 191 yang terjemahannya
sebagai berikut:

8
“Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, Maka bertakwalah kepada
Allah hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang
beriman. Sesungguhnya Allah Telah menurunkan peringatan kepadamu”
(Depag. R.I, 1984: 947)

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
(Depag. R.I, 1984: 110)

e) Bangun di waktu malam


Firman Allah SWT dalam Q.S 39:9 dan Q.S 32: 16 yang terjemahannya sebagai berikut:

“(apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut
kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran.” (Depag. R.I, 1984: 747)

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada
Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa
rezeki yang kami berikan kepada mereka” (Depag. R.I, 1984: 662)

Orang yang berilmu senantiasa berkedudukan lebih tinggi dari orang yang jahil atau
yang kurang ilmunya. Artinya orang berilmu berpotensi besar untuk jadi pemimpin. Justru
itu ilmuwan Islam hendaknya tetap berpihak kepada kebenaran dalam setiap tindakan yang
diambilnya. Selanjutnya seorang yang berilmu (‘alim) hendaknya bersikap kritis dalam
belajar dan menyampaikan ilmu. Seorang ilmuan muslim yang tidak memiliki sikap kritis ia
akan mendapatkan informasi yang salah yang berakibat kesalahan dalam menyimpulkan.
Kesalahan informasi yang disamapaikan oleh seorang ilmuan akan segera menular kepada
publik dan pada akhirnya dapat menimbulkan akibat yang sangat fatal.

ETOS KERJA DALAM ISLAM


Bekerja Sebagai Misi Kekhalifahan Manusia di Bumi

Saat nenek moyang manusia (Adam dan Hawa) berada di dalam surga (jannah) mereka
tidak memikirkan makan dan minum karena semua kebutuhan sudah tersedia. Hal ini tergambar
dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 35: “Dan Kami berfirman, hai Adam, diamlah
kamu beserta isterimu di surga ini dan makanlah makanannya yang banyak lagi baik yang
kamu sukai dan janganlah kamu dekati pohon ini yang menyebabkan kamu termasuk orang-
orang yang zalim”. Tapi setelah mereka terusir ke bumi semua fasilitas surga harus ditinggalkan

9
termasuk pakaian yang lekat di badan harus dilepas. Allah berfirman dalam Q.S.7:22: “Maka
syetan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya supaya menampakkan kepada keduanya apa
yang tertutup dari mereka berupa auratnya dan syetan berkata, Tuhan kamu tidak melarangmu
dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak
menjadi orang-orang yang kekal (khuldi) di (surga)”. Lalu apa yang terjadi setelah itu ialah
mereka terusir dari dalam surga dalam keadaan telanjang. Begitulah kisah singkat nenek moyang
manusia menurut versi Al-Qur’an sebagai sumber keyakinan (keimanan) kita. Dari situ kita
dapat mengambil pelajaran bahwa manusia di alam dunia harus bekerja dan berusaha untuk
mendapatkan kebutuhan hidupnya. Allah SWT telah menyiapkan sumber-sumber rizki bagi
manusia (Q.S.2:29) karena memang bumi inilah tempat kehidupan manusia (Q.S.7:24-25). Oleh
karena itu manusia melalui akalnya harus mampu menggali dan mengolah dan mengelola
sumber-sumber tersebut secara optimal agar bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Manusia hidup membutuhkan makan dan minum, pakaian pelindung tubuh dan rumah
tempat berteduh serta berlindung dari sengatan panas matahari, dinginnya udara malam, angin
dan hujan. Bahkan lebih dari itu semakin tinggi budaya manusia semakin meningkat
kebutuhannya. Maslow dalam Ahmad Kosasih (2001:24) mengemukakan hirarki kebutuhan
manusia menurut skala perioritasnya terdiri dari: (1) kebutuhan fisiologi (2) kebutuhan akan
keamanan (3) kebutuhan pada penghargaan, dan (4) kebutuhan akan sosialisasi diri. Sedangkan
kebutuhan yang paling mendasar (primer) itu adalah pangan (makanan), sandang (pakaian), dan
papan (pemondokan) atau rumah tempat tinggal. Berbeda dengan Maslow, Alderfer membagi
kebutuhan ke dalam tiga kategori yakni (1) kebutuhan eksistensi, (2) kebutuhan relasi (hubungan
antar pribadi), dan (3) kebutuhan pertumbuhan (growth). Apa yang dikemukakan oleh Alderfer
ini agaknya merupakan kelanjutan dari kebutuhan-kebutuhan yang pernah dikemukakan oleh
Maslow itu. Untuk itu manusia harus bekerja dan berusaha dengan mengerahkan segenap tenaga
dan pikirannya agar kebutuhan itu terpenuhi dengan baik. Seperti dikemukakan oleh Quraish
Shihab (2006:196), perilaku manusia yang berhubungan dengan kegiatan mendapat uang dan
membelanjakannya memperoleh perhatian yang besar dari Al-Qur’an dan Sunnah, karena
memang hal ini adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan, bahkan dapat
mengakibatkan runtuh dan tegaknya kemanusiaannya.

Islam melarang seseorang menyandarkan hidupnya kepada orang lain, ia harus bekerja
dan berusaha dengan segala potensi yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Sehubungan
dengan hal ini, dalam Deklarasi Cairo Tentang Hak-Hak Asasi Manusia Pasal 11 disebutkan:
“Bekerja adalah hak yang dijamin oleh pemerintah dan masyarakat untuk setiap orang yang siap
untuk bekerja. Setiap orang harus bebas memilih kerja yang paling sesuai dan berguna bagi
dirinya dan masyarakat” (Kosasih, 2003:159). Para sahabat Rasulullah pada umumnya adalah
pekerja keras. Sebagai contoh Abdurrahman bin ‘Auf terkenal dengan seorang pedagang ulung
dan sukses. Ia lebih suka hidup mandiri dari pada menerima bantuan apalagi menggantungkan
hidup kepada orang lain. Bahkan Rasulullah sendiri sejak kecil terkenal sebagai seorang pekerja
keras sebagai penggembala kambing kakeknya Abdul Mutalib dan setelah remaja dan dewasa

10
beliau bekerja sebagai pedagang yang ulung, jujur dan tangguh sampai kepada masa kehidupan
berumah tangga dengan Siti Khadijah. Bekerja atau berusaha merupakan salah satu misi yang
diemban oleh manusia sebagai khalifah di muka bumi. Seperti yang sudah dijelaskan pada materi
terdahulu bahwa diantara fungsi kekhalifahan manusia itu ialah menjaga/memelihara dan
melestarikan alam. Bahwa alam ini diciptakan oleh Allah dengan baik karena itu manusia
dilarang berbuat kerusakan (fasad) di muka bumi (Q.S.7:56; S.28:77).

Etos kerja dalam Al-Qur’an


• Kata etos berasal dari bhs Yunani ethos yang berarti karakter. Maka etos adalah karakter
atau sikap, kebiasaan atau kepercayaan yg bersifat khusus ttg seseorang individu atau
sekelompok orang (Madjid, Islam Doktrin…, hlm. 411). Adapun kerja dalam Al-Qur’an
diungkapkan dengan beberapa kata antara lain: ‘amal (‫ )عمل‬artinya pekerjaan, kasab (
‫ )كسب‬artinya usaha, dan shun’u (‫نع‬QQ‫ )ص‬artinya keterampilan atau pekerjaan yang
memerlukan keahlian dan ketelitian. Masing-masing kata tersebut ada dalam bentuk kata
benda, kata kerja dan kata kerja perintah (amar). Kata Etos juga berarti jiwa khas suatu
kelompok manusia, yang dari jiwa khas itu berkembang pandangan bangsa tsb ttg yg baik
dan yg buruk. Maka dalam kaitan dengan kerja, etos kerja dapat diartikan dengan ”cara
pandang atau keyakinan seseorang thd pekerjaan yang ia kerjakan atau tugas yang
sedang ia emban“.
Di dalam Al-Qur’an, kata ‘amal (‫ )ال َع َم ُل‬dan shun’u (ُ‫ص ْنع‬
َّ ‫ )ال‬biasa disinonimkan tapi kata
‘amal lebih kepada tindakan praksis yang diperhadapkan dengan pengetahuan (‫)الع ْل ُم‬.
ِ
Sedangkan shun’u berarti “membuat” atau “memproduksi” sesuatu dalam arti artistik
dan keterampilan. Misalnya friman Allah dalam surat Al-Anbiya` [21] ayat 80: “Dan
telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu guna memelihara kamu
dalam peperanganmu, maka hendaklah kamu bersyukur kepada Allah”. Di dalam ayat
ini Allah menggunakan kata َ‫ص ْن َعة‬
ُ untuk mengungkapkan pekerjaan membuat sesuatu.
Hal ini lebih kepada pekerjaan yang membutuhkan keahlian dan keterampilan
sebagaimana membuat baju perang dari bahan besi.
Dorongan Islam untuk bekerja

Berikut ini akan dikemukakan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi yang
mendorong manusia supaya bekerja dan berusaha, antara lain:

1. Q.S. At-Taubah[9]:105

11
“Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
Yang Mahamengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu akan diberitakanNya kepadamu
apa yang telah kamu kerjakan”.

2. Q.S. An-Nahl [16]:97


• “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih baik ia laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. Berdasarkan ayat tersebut, kerja yang bernilai
ibadah adalah: (a) Kerja yang baik (memilki etos) (b) Kerja yg berlandaskan iman kpd
Allah, dan (c) Bertujuan kebahagiaan duniawi dan ukhrawi (akhirat).
3. Q.S. Al-Qashash [28]:77
“Dan carilah oleh pada apa yang telah dianugerhkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagian (nasib) mu berupa kenikmatan dunia...”.
Berdasarkan ayat tersebut, kita hrs mencapai tujuan hidup yang lebih tinggi, yakni
kebahagiaan di alam akhirat. Kita tidak boleh mengabaikan nasib di alam dunia. Jadi
harus seimbang antara urusan duniawi dan ukhrawi. Kita hrs menjalani hidup dengan
penuh kesungguhan, dan kita berkewajiban menghindari kerusakan (fasad)

4. Q.S. Al-Zalzalah [99]:7-8


“Dan barang siapa yang mengerjakan amal baik walau sebesar zarrah akan memperoleh
(balasannya), dan barang siapa yang mengerjakan amal buruk walau sebesar zarrah akan
memperoleh (balasannya)”. Berdasarkan ayat ini dapat dipahami bahwa pebuatan baik
sekecil apapun akan akan ada imbalannya. Begitu pula perbuatan buruk atau jahat.

5. Q.S. Al-Jumu’ah [62]:10


“Dan apabia shalat (Jum’at) sudah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu
beruntung”.

6. “Disebutkan dalam sebuah hadis Nabi SAW bahwa seseorang yang keluar di pagi hari
membawa kanpak dan seutas tali lalu ia mencari kayu api dan dijualnya untuk
mendapatkan uang (rizki), lebih baik nilainya di sisi Allah dari pada seorang yang
meminta-minta (pengemis)”.
7. “Nabi SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat dan terlihat telapak tangannya
sangat kasar. Lalu beliau menanyakan tentang pekerjaannya, ia jawab bahwa ia adalah
seorang buruh kerja kasar. Maka Nabi SAW memuji dan mengapresiasi sahabat
tersebut”.

Pandangan Islam terhadap pekerjaan

12
1. Bekerja adalah suatu kewajiban manusia sebagai khalifah Allah di bumi. Kerja dlm
pandangan ajaran Islam adalah ibadah (Q.S. Al-Nahl/16 ayat 97). Yakni kerja yang
dilandasi oleh niat yang ikhlas, kerja yang baik dan benar (sungguh-sungguh), dan (3)
bertujuan mendapatkan ridha Allah.
2. Bekerja adalah harga diri, seseorang yang menggantungkan hidupnya kepada orang lain
tanpa uzur akan membuat harga dirinya jatuh dan merosot baik di mata Allah maupun di
mata manusia.
3. Bekerja haruslah didasarkan pada ilmu dan keterampilan (skill) (Q.S. Al-Isra` [17]:84)
4. Jangan mengerjakan sesuatu jika kamu tidak berilmu tentang itu (Q.S. Al-Isra` [17]:36).
5. Kerjakanlah pekerjaan yang baik dan bermanfaat, dan jangan mengerjakan yang
sebaliknya. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda: ‫ك‬ َ ‫ اِحْ ِرصْ َعلَى َما يَ ْنفَ ُع‬artinya, gemarilah hal-
hal yang memberi manfaat kepadamu.
6. Bekerjalah dengan sunguh-sungguh dan sepenuh hati. Rasululah SAW bersabda: ‫َم ْن َج َّد‬
‫ َو َج َد‬artinya, siapa yang sungguh-sungguh mendapat.
7. Bekerjalah dengan penuh tanggung jawab baik kepada manusia maupun kepada Allah
(Q.S. Al-Isra` [17]:36).

Berdasarkan hal tersebut, maka bekerja yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam adalah
bekerja dengan 5 AS yaitu:

1. Kerja CerdAS
2. Kerja KerAS
3. Kerja IkhlAS
4. Kerja TuntAS
5. Kerja BerkualitAS
• Kerja Cerdas: adalah Kerja yang berlandaskan pengetahuan, ilmu dan keterampilan.
Kerja dengan menfungsikan 3 H (Head, Hand, Heart).
• Kerja keras : adalah Kerja dengan sungguh-sungguh dengan menggunakan berbagai
potensi yang ada, disiplin tanpa membuang-buang waktu.
• Kerja Ikhlas : adalah Kerja yang diniatkan karena Allah serta mengharapkan keridhaan
Allah
• Kerja Tuntas : adalah Kerja yang selesai sesuai dengan rencana dan apa yang
ditargetkan sebelumnya.
• Kerja Berkualitas: adalah Bekerja dengan orientasi kepada mutu yang dihasilkan,
bukan bekerja yang asal-asalan. Kerja dengan penuh tanggug-jawab. Do it before duit.

13
II. REFERENSI
Al-Qur’an al-Karim
Yusuf Qardhawi.1998. Al Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. Terj.
Jakarta: Gema Insani Press.

Departemen Agama. 1995. Islam Untuk Disiplin Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi

Asar, Ali. 1993. Diktat Filsafat Ilmu. Padang: IKIP Padang.

Nasution, Harun. 1986. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI-Press

Kosasih, Ahmad. 2001. “Telaah Islam atas Motivasi Kerja” dalam Nilai dan Makna
Kerja dalam Islam. Jakarta: Penerbit Nuansa Madani. 2001.

HAM Dalam Perspektif Islam: Menyingkap Persamaan dan .2003 ....................


.Perbedaan Islam dan Barat. Jakarta: Penerbit Salemba Diniyah

Abdullah, Taufik (Ed.). 1982. Agama Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi.
.Jakarta: LP3ES

Shihab, Quraish. 2006. Menabur Pesan Ilahi: Al-Qur’an dan Dinamika


.Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Lentera Hati

Tugas-tugas

1. Jelaskanlah keterkaitan antara ilmu pengetahuan, teknologi dan seni !


2. Jelaskanlah penalaran anda tentang ayat-ayat Allah SWT sebagai sumber ilmu
pengetahuan !
3. Jelaskan alasan-alasan apa yang dapat membuktikan bahwa Islam agama yang sangat
peduli dengan penguasaan ilmu pengetahuan!
4. Berikanlah sebuah contoh kasus tentang akibat yang ditimbulkan dari pemisahan antara
ilmu pengetahuan dan agama!
5. Jelaskan sikap yang harus ditunjukkan seorang ilmuan Islam terhadap ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni!
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan etos kerja, dan bagaimana etos kerja itu menurut
pandangan ajaran Islam ?
7. Jelaskan pandangan Islam terhadap kerja dan pekerjaan !
8. Jelaskan apa yang dimaksud dengan bekerja yang berlandaskan LIma AS !
9. Bagaimana menurut pandangan anda bila seseorang tidak mau bekerja?
10. Tulislah satu ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan bekerja atau pekerjaan !

14
15

Anda mungkin juga menyukai