Learning Outcomes
Memahami, menganalisis dan mendiskusikan materi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam Islam serta
etos kerja dalam pandangan Islam
Pokok-pokok Materi
Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKNI) adalah tiga ranah yang berbeda tapi tidak dapat
dipisahkan. Secara sederhana, ilmu adalah pengetahuan-pengetahuan yang di peroleh melalui
pengematan dengan menggunakan metode berfikir ilmiah (scientifific metode) dan di susun secara
sistematis. Ilmu bukan pengetahuan biasa yang mencakup segenap bentuk yang diketahui yang di dalam
istilah Inggris di sebut knowledge. Menurut Soekarto (2000:6), "ciri-ciri ilmu pengetahuan itu adalah (1)
pengetahuan / knowledge (2) sistematis (3) menggunakan pemikiran (4) dapat dikontrol secara kritis
(obyektif)".
Secara garis besar obyek ilmu itu terbagi dua yakni obyek materia dan obyek forma. Obyek
materia ilmu adalah yang membedakan antara satu bidang ilmu dengan yang lainnya. Sedangkan obyek
forma adalah proses yang dilalui untuk mendapatkan sebuah ilmu. Berkaitan dengan ini seorang ilmuan
1
biasanya menggunakan tiga landasan pokok yaitu: "petama, antologi yakni yang berkaitan dengan
pertanyaan apa. Kedua, epistemologi yakni yang berkaitan dengan pertanyaan bagaimana. Ketiga,
aksiologi yakni berkaitan dengan pertanyaan untuk apa. (Suriasumantri, 1986:105).
Berdasarkan ini, ilmu bukanlah pengetahuan biasa yang mengandalkan pengamatan indra semata
tapi adalah pengetahuan yang diperoleh dari hasil kerjasama antara akal dan panca indra. Dengan kata
lain suatu ilmu dihasilkan dari perpaduan antara pengetahuan yang bersifat ideal dan pengetahuan yang
bersifat empiri.
Dari segi subyeknya, ilmu pengetahuan dapat di kelompokkan kedalam dua kelompok besar yaitu
ilmu pengetahuan eksak dan non eksak. Yang termasuk ke dalam ilmu pengetahuan adalah ilmu-ilmu
kedalaman (natural scinces ). Yang termasuk ilmu pengetahuan non eksak adalah ilmu-ilmu non kealaman
seperti ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Dari segi kegunaanya, ilmu pengetahuan dapat pula dibedakan
kedalam dua kelompok yaitu ilmu-ilmu murni (pure sciences) dan ilmu-ilmu terapan (oplied sciences).
2. Teknologi
teknologi adalah penerapan dari ilmu sebagai alat perpanjangan tangan bagi manusia dalam
mencapai maksudnya. Ilmu mengemukakan sejumlah prinsip, kaidah dan teori yang diangkat dari hasil
pengamatan serta pengalaman tentang gejala. Sedangkan teknologi berbicara tentang bagaimana ilmu itu
bisa di aplikasikan kedalam tindakan yang menghasilkan manfaat langsung bagi manusia.
Teknologi dapat di bedakan dalam dua bentuk. Pertama, teknologi sebagai proses yakni
pendayagunaan ilmu dan pengetahuan. Kedua, teknologi dalam bentuk hasil yakni sebagai wujud kongrit
dari pendayagunaan ilmu dan pengetahuan berupa produk-produk tentu seperti peralatan dan perkakas.
Dari sinilah lahirnya ungkapan bahwa teknologi itu adalah perpanjangan tangan manusia. Hal ini dibuktikan
oleh terutama dalam kehidupan di zaman moderen ini saat ini, hampir setiap gerak langkah kehidupan
bersentuhan dengan teknologi, baik langsung maupun tidak. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ilmu
itu berawal dari filsafat dan berakhir dengan seni.
3. Seni
Seni adalah terjemahan dari kata "art" yang berasal dari bahasa latin "ars" yang berarti
kemahiran. Seni berguna untuk mengembangkan akal dan daya kreatif manusia untuk menata
kehidupan manusia supaya lebih luas, harmoni, indah, sejuk dan menyenangkan. Berbeda dengan
ilmu, seni tidak hanya bertumpu pada daya nalar tapi juga pada rasa dan intuisi. Nilai keindahan
sebuah karya seni bersifat subyektif dan relatif. Unsur seni juga terdapat pada ilmu dan teknologi,
dan secara epistemologi sebenarnya konstruksi sebuah ilmu inheren dengan seni / keindahan.
Seperti di ungkapkan The Liang Gie dalam Gazalba (1988:64) bahwa dikalangan pemikir
yunani, keindahan dalam pengertian yang luas di bedakan dalam tiga pengertian. Pertama, indah
yang berpadu dengan kebaikan (estetika yang berintekrasi dengan etika). Kedua, indah estetik
2
berdasarkan penglihatan (symmetria). Ketiga, indah estetik berdasarkan pendengaran seperti musik.
Selain itu keindahan terbagi dalam dua bagian. Pertama, keindahan sebagai sifat (Kwalitas ) yang
sifatnya abstrak. Kedua, keindahan suatu benda yang bersifat konkrit. Misalnya kata beauty adalah
indah yang tidak berwujud dan Beautifull adalah indah yang melekat pada suatu zat tertentu.
Dalam khazanah pemikiran islam dikenal dua sumber ilmu yaitu akal dan wahyu. Akal dan wahyu
bukan untuk dipertentangkan melainkan untuk di kompromikan sebab kedunya sama-sama
anugerah Allah kepada manusia. Wahyu harus dapat membimbing akal manusia dan bukan
sebaliknya. Akal dalam posisi ini berfungsi sebagai daya untuk memperoleh pengetahuan.
Menurut Harun Nasution (1986: 13), akal dalam pengertian islam tidaklah otak tetapi adalah daya
berfikir yang terdapat dalam jiwa manusia: daya sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an,
memperoleh ilmu pengetahuan degan memperhatikan alam sekitarnya.
Manusia diberi kebebasan mengembangkan akal budinya berdasarkan tuntunan Qur'an dan
sunnah. Atas dasar itu ilmu dalam memikirkan islam ada yang bersifat abadi ( prenial knowledge)
tingkat kebenaranya bersifat mutlak karna bersumber dari wahyu dan bersifat perolehan ( aquired
knowledge), tingkat kebenarannya bersifat nisbi (relativ) karna bersumber dari akal pikiran
manusia.
Secara garis besar ayat Allah dapat pula dibagi dalam dua kelompok. Pertama, ayat yang
diturunkan dalam bentuk wahyu-Nya kepada rasul yang disebut juga ayat tanziliyah yakni Al-
Qur'an adalah sabda Allah (the words of Allah) yang berisi sejumlah aturan dan hukum tantang
kehidupan semesta dan kemasyarakatan. Hukum yang berkaitan dengan norma kehidupan
manusia disebut syari'at Allah. Sedangkan hukum-hukum yang berkaitan dengan tingkah laku
dan fisik disebut sunnatullah. Sunnatullah adalah hukum ketetapan yang diberlakukan secara
pasti oleh Allah pada setiap ciptaan-Nya. Atau yang dikenal oleh ilmuan (scietist) dengan sebutan
"hukum alam" dengan adanya hukum-hukum tersebut manusia dapat melakukan penelitian dan
eksperimen secara berulang-ulang hinga melahirkan sebuah teori. Dari situlah berkembangnya
ilmu pengetahuan.
Kedua, ayat-ayat Allah berupa hasil ciptan-Nya yang terbentang di seluruh jagat raya ( the words
of Allah ) dimana manusia di suruh menperhatikan dan mengamatinya untuk mendapatkan
pengetahuan (Q.S.Ali Imran: 190). Pengetahuan/ ilmu yang diperoleh manusia dari hasil
pengamatanya tentang ayat Allah dalam bentuk yang kedua ini melahirkan berbagai bidang seta
cabang ilmu-ilmu kealaman seperti fisika. Astronomi , biologi, geologi, botani dsb. Pengamatan
manusia tentang tingkah laku manusia secara individu melahirkan ilmu psikologi. Sedangkan
pengamatan seorang ilmuan tentang manusia dalam kehidupan bermasyarakat melahirkan pula
ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, ekonomi, politik dsb. Maka ilmu dalam perspektif Islam
bersumber dari ayat Allah, dan perkembangan suatu ilmu tergantung pada kemampuan
3
seseorang dalam "membaca" ayat Allah. Yang di maksud dengan membaca dalam hal ini adalah
memperhatikan dan meneliti gejala serta tingkah laku makhluk Allah. Inilah tafsiran lain dari kata
iqra ( perintah membaca) itu. Untuk mengetahui bagaimana sikap islam terhadap ilmu
pengetahuan akan kita lihat pula bagaimana Al-Qur'an dan hadis berbicara tentang ilmu.
4
Q.S.3:19,85 11:61
Keduanya untuk manusia agar beribadah kepada Allah Swt. (Q.S. 51:56)
5
“Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu
dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu
mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu
melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan)
dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (Depag. R.I, 1984: 404)
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air
hujan dari langit, Kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu
berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan dia telah menundukkan
bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-
Nya, dan dia elah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan dia
telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus
beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan
siang. Dan dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa
yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah,
tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat
zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Depag. R.I, 1984: 385)
b) Ilmu yang dipelajari hendaklah ilmu yang bermanfaat yang tidak merusak diri dan
lingkungan. Firman Allah SWT dalam Q.S 7:56 yang terjemahannya sebagai berikut:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat
dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Depag. R.I, 1984: 230)
6
dikalangan pemikir Yunani keindahan dalam pengertian yang luas. Pertama, indah yang
berpadu dengan kebaikan (estetika yang berinteraksi dengan etika). Kedua, indah estetik
berdasarkan penglihatan (symmetria). Ketiga, indah estetik berdasarkan pendengaran
seperti seni musik. Disamping itu keindahan dapat pula dibagi dua pembagian, pertama
keindahan sebagai sifat (kualitas yang bersifat abstrak), kedua keindahan suatu benda
yang bersifat kongkrit, misalnya kata beauty adalah indah yang tidak berujung,
sedangkan beautiful adalah keindahan yang melekat pada sesuatu zat tertentu.
Islam sangat menghargai keindahan karena Allah SWT itu adalah sesuatu yang
Maha Indah dan mencintai keindahan. Alam ciptaan Tuhan diciptakan dengan harmoni
dan penuh keindahan. Bahkan ayat-ayat suci Al-Qur’an mengandung nilai-nilai estetika
yang sangat tinggi dan mengagumkan baik dari segi susunan gaya bahasa, tulisan dan
kandungannya. Rasullah SAW memerintahkan umatnya untuk membaca ayat suci Al-
Qur’an dengan tartil. Yang dimaksud dengan tartil ialah membaca Al-Qur’an dengan
tajwidnya. Sedangkan yang dimaksud dengan tajwid itu, menurut Ali bin Abi Thalib
ialah memperbagus pengucapan huruf-huruf dan mengatur cara-cara menghentikan atau
memulai kembali bacaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seni itu merupakan
fitrah dan anugerah Allah SWT kepada manusia yang harus disyukuri. Dengan kata lain
rasa keindahan itu perlu dipelihara sebaik-baiknya untuk mempertajam daya imajinasi,
memperhalus jiwa yang pada akhirnya akan melahirkan budi luhur atau akhlak mulia.
Akan tetapi keindahan dalam perspektif Islam bukan sekedar keindahan yang bertumpu
pada perasaan yang bersifat subyektif melainkan keindahan yang bertumpu pada nilai-
nilai kebenaran dan kebaikan yang berlandaskan Al-Qur’an dan sunnah. Setiap tindakan
yang benar pasti mengandung kebaikan dan setiap kebaikan yang berlandaskan pada
kebenaran pasti memiliki nilai-nilai keindahan.
Untuk mengetahui hubungan (nisbat) antara benar, baik dan indah, perhatikan
skema berikut ini:
INDAH
BENAR BAIK
7
Berikut ini beberapa sikap dan sifat yang harus dimiliki oleh ilmuwan Islam menurut
Almusawa (2005:11) yaitu:
a) Bersungguh-sungguh dalam belajar
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S 3: 7 yang terjemahannya sebagai berikut:
“Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al--Quran) kepada kamu. di antara (isi)
nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang
lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-
ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.”
(Depag. R.I, 1984: 76)
“Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya
yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-
orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan." (Depag. R.I, 1984: 179)
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S 39: 18 dan Q.S 14: 52 yang terjemahannya
sebagai berikut:
“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di
antaranya mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan
mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (Depag. R.I, 1984: 748)
“(al-Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya
mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui
bahwasanya dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar orang-orang yang
berakal mengambil pelajaran..” (Depag. R.I, 1984: 388)
8
“Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, Maka bertakwalah kepada
Allah hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang
beriman. Sesungguhnya Allah Telah menurunkan peringatan kepadamu”
(Depag. R.I, 1984: 947)
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
(Depag. R.I, 1984: 110)
“(apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut
kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran.” (Depag. R.I, 1984: 747)
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada
Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa
rezeki yang kami berikan kepada mereka” (Depag. R.I, 1984: 662)
Orang yang berilmu senantiasa berkedudukan lebih tinggi dari orang yang jahil atau
yang kurang ilmunya. Artinya orang berilmu berpotensi besar untuk jadi pemimpin. Justru
itu ilmuwan Islam hendaknya tetap berpihak kepada kebenaran dalam setiap tindakan yang
diambilnya. Selanjutnya seorang yang berilmu (‘alim) hendaknya bersikap kritis dalam
belajar dan menyampaikan ilmu. Seorang ilmuan muslim yang tidak memiliki sikap kritis ia
akan mendapatkan informasi yang salah yang berakibat kesalahan dalam menyimpulkan.
Kesalahan informasi yang disamapaikan oleh seorang ilmuan akan segera menular kepada
publik dan pada akhirnya dapat menimbulkan akibat yang sangat fatal.
Saat nenek moyang manusia (Adam dan Hawa) berada di dalam surga (jannah) mereka
tidak memikirkan makan dan minum karena semua kebutuhan sudah tersedia. Hal ini tergambar
dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 35: “Dan Kami berfirman, hai Adam, diamlah
kamu beserta isterimu di surga ini dan makanlah makanannya yang banyak lagi baik yang
kamu sukai dan janganlah kamu dekati pohon ini yang menyebabkan kamu termasuk orang-
orang yang zalim”. Tapi setelah mereka terusir ke bumi semua fasilitas surga harus ditinggalkan
9
termasuk pakaian yang lekat di badan harus dilepas. Allah berfirman dalam Q.S.7:22: “Maka
syetan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya supaya menampakkan kepada keduanya apa
yang tertutup dari mereka berupa auratnya dan syetan berkata, Tuhan kamu tidak melarangmu
dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak
menjadi orang-orang yang kekal (khuldi) di (surga)”. Lalu apa yang terjadi setelah itu ialah
mereka terusir dari dalam surga dalam keadaan telanjang. Begitulah kisah singkat nenek moyang
manusia menurut versi Al-Qur’an sebagai sumber keyakinan (keimanan) kita. Dari situ kita
dapat mengambil pelajaran bahwa manusia di alam dunia harus bekerja dan berusaha untuk
mendapatkan kebutuhan hidupnya. Allah SWT telah menyiapkan sumber-sumber rizki bagi
manusia (Q.S.2:29) karena memang bumi inilah tempat kehidupan manusia (Q.S.7:24-25). Oleh
karena itu manusia melalui akalnya harus mampu menggali dan mengolah dan mengelola
sumber-sumber tersebut secara optimal agar bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Manusia hidup membutuhkan makan dan minum, pakaian pelindung tubuh dan rumah
tempat berteduh serta berlindung dari sengatan panas matahari, dinginnya udara malam, angin
dan hujan. Bahkan lebih dari itu semakin tinggi budaya manusia semakin meningkat
kebutuhannya. Maslow dalam Ahmad Kosasih (2001:24) mengemukakan hirarki kebutuhan
manusia menurut skala perioritasnya terdiri dari: (1) kebutuhan fisiologi (2) kebutuhan akan
keamanan (3) kebutuhan pada penghargaan, dan (4) kebutuhan akan sosialisasi diri. Sedangkan
kebutuhan yang paling mendasar (primer) itu adalah pangan (makanan), sandang (pakaian), dan
papan (pemondokan) atau rumah tempat tinggal. Berbeda dengan Maslow, Alderfer membagi
kebutuhan ke dalam tiga kategori yakni (1) kebutuhan eksistensi, (2) kebutuhan relasi (hubungan
antar pribadi), dan (3) kebutuhan pertumbuhan (growth). Apa yang dikemukakan oleh Alderfer
ini agaknya merupakan kelanjutan dari kebutuhan-kebutuhan yang pernah dikemukakan oleh
Maslow itu. Untuk itu manusia harus bekerja dan berusaha dengan mengerahkan segenap tenaga
dan pikirannya agar kebutuhan itu terpenuhi dengan baik. Seperti dikemukakan oleh Quraish
Shihab (2006:196), perilaku manusia yang berhubungan dengan kegiatan mendapat uang dan
membelanjakannya memperoleh perhatian yang besar dari Al-Qur’an dan Sunnah, karena
memang hal ini adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan, bahkan dapat
mengakibatkan runtuh dan tegaknya kemanusiaannya.
Islam melarang seseorang menyandarkan hidupnya kepada orang lain, ia harus bekerja
dan berusaha dengan segala potensi yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Sehubungan
dengan hal ini, dalam Deklarasi Cairo Tentang Hak-Hak Asasi Manusia Pasal 11 disebutkan:
“Bekerja adalah hak yang dijamin oleh pemerintah dan masyarakat untuk setiap orang yang siap
untuk bekerja. Setiap orang harus bebas memilih kerja yang paling sesuai dan berguna bagi
dirinya dan masyarakat” (Kosasih, 2003:159). Para sahabat Rasulullah pada umumnya adalah
pekerja keras. Sebagai contoh Abdurrahman bin ‘Auf terkenal dengan seorang pedagang ulung
dan sukses. Ia lebih suka hidup mandiri dari pada menerima bantuan apalagi menggantungkan
hidup kepada orang lain. Bahkan Rasulullah sendiri sejak kecil terkenal sebagai seorang pekerja
keras sebagai penggembala kambing kakeknya Abdul Mutalib dan setelah remaja dan dewasa
10
beliau bekerja sebagai pedagang yang ulung, jujur dan tangguh sampai kepada masa kehidupan
berumah tangga dengan Siti Khadijah. Bekerja atau berusaha merupakan salah satu misi yang
diemban oleh manusia sebagai khalifah di muka bumi. Seperti yang sudah dijelaskan pada materi
terdahulu bahwa diantara fungsi kekhalifahan manusia itu ialah menjaga/memelihara dan
melestarikan alam. Bahwa alam ini diciptakan oleh Allah dengan baik karena itu manusia
dilarang berbuat kerusakan (fasad) di muka bumi (Q.S.7:56; S.28:77).
Berikut ini akan dikemukakan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi yang
mendorong manusia supaya bekerja dan berusaha, antara lain:
1. Q.S. At-Taubah[9]:105
11
“Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
Yang Mahamengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu akan diberitakanNya kepadamu
apa yang telah kamu kerjakan”.
6. “Disebutkan dalam sebuah hadis Nabi SAW bahwa seseorang yang keluar di pagi hari
membawa kanpak dan seutas tali lalu ia mencari kayu api dan dijualnya untuk
mendapatkan uang (rizki), lebih baik nilainya di sisi Allah dari pada seorang yang
meminta-minta (pengemis)”.
7. “Nabi SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat dan terlihat telapak tangannya
sangat kasar. Lalu beliau menanyakan tentang pekerjaannya, ia jawab bahwa ia adalah
seorang buruh kerja kasar. Maka Nabi SAW memuji dan mengapresiasi sahabat
tersebut”.
12
1. Bekerja adalah suatu kewajiban manusia sebagai khalifah Allah di bumi. Kerja dlm
pandangan ajaran Islam adalah ibadah (Q.S. Al-Nahl/16 ayat 97). Yakni kerja yang
dilandasi oleh niat yang ikhlas, kerja yang baik dan benar (sungguh-sungguh), dan (3)
bertujuan mendapatkan ridha Allah.
2. Bekerja adalah harga diri, seseorang yang menggantungkan hidupnya kepada orang lain
tanpa uzur akan membuat harga dirinya jatuh dan merosot baik di mata Allah maupun di
mata manusia.
3. Bekerja haruslah didasarkan pada ilmu dan keterampilan (skill) (Q.S. Al-Isra` [17]:84)
4. Jangan mengerjakan sesuatu jika kamu tidak berilmu tentang itu (Q.S. Al-Isra` [17]:36).
5. Kerjakanlah pekerjaan yang baik dan bermanfaat, dan jangan mengerjakan yang
sebaliknya. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda: ك َ اِحْ ِرصْ َعلَى َما يَ ْنفَ ُعartinya, gemarilah hal-
hal yang memberi manfaat kepadamu.
6. Bekerjalah dengan sunguh-sungguh dan sepenuh hati. Rasululah SAW bersabda: َم ْن َج َّد
َو َج َدartinya, siapa yang sungguh-sungguh mendapat.
7. Bekerjalah dengan penuh tanggung jawab baik kepada manusia maupun kepada Allah
(Q.S. Al-Isra` [17]:36).
Berdasarkan hal tersebut, maka bekerja yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam adalah
bekerja dengan 5 AS yaitu:
1. Kerja CerdAS
2. Kerja KerAS
3. Kerja IkhlAS
4. Kerja TuntAS
5. Kerja BerkualitAS
• Kerja Cerdas: adalah Kerja yang berlandaskan pengetahuan, ilmu dan keterampilan.
Kerja dengan menfungsikan 3 H (Head, Hand, Heart).
• Kerja keras : adalah Kerja dengan sungguh-sungguh dengan menggunakan berbagai
potensi yang ada, disiplin tanpa membuang-buang waktu.
• Kerja Ikhlas : adalah Kerja yang diniatkan karena Allah serta mengharapkan keridhaan
Allah
• Kerja Tuntas : adalah Kerja yang selesai sesuai dengan rencana dan apa yang
ditargetkan sebelumnya.
• Kerja Berkualitas: adalah Bekerja dengan orientasi kepada mutu yang dihasilkan,
bukan bekerja yang asal-asalan. Kerja dengan penuh tanggug-jawab. Do it before duit.
13
II. REFERENSI
Al-Qur’an al-Karim
Yusuf Qardhawi.1998. Al Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. Terj.
Jakarta: Gema Insani Press.
Departemen Agama. 1995. Islam Untuk Disiplin Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi
Nasution, Harun. 1986. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI-Press
Kosasih, Ahmad. 2001. “Telaah Islam atas Motivasi Kerja” dalam Nilai dan Makna
Kerja dalam Islam. Jakarta: Penerbit Nuansa Madani. 2001.
Abdullah, Taufik (Ed.). 1982. Agama Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi.
.Jakarta: LP3ES
Tugas-tugas
14
15