Anda di halaman 1dari 16

HAKIKAT IPTEKS DALAM PANDANGAN

ISLAM
Kelompok II
Edwar.H (1770201153)
Dwi Restu Wardhana (1770201203)
Almaidah (1770201225)
A. Konsep IPTEKS dan Peradaban Muslim
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan konsekuensi dari konsep
ilmu dalam Al Qur‟an yang menyatakan bahwa hakikat ilmu itu adalah menemukan
sesuatu yang baru bagi masyarakat, artinya penemuan sesuatu yang sebelumnya tidak
diketahui orang
(Imam Mushoffa, dan Aziz.Musbikin. 2001: XII)

Namun satu fenomena yang paling memilukan yang dialami umat Islam seluruh dunia
saat ini adalah ketertinggalan dalam persoalan iptek, padahal untuk kebutuhan
kontemporer kehadiran iptek merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar,
terlebih-lebih iptek dapat membantu dan mempermudah manusia dalam memahami
(mema‟rifati) kekuasaan Allah dan melaksanakan tugas kekhalifahan
(Zalbawi Soejoeti, 1998: XIII)

Realitas tersebut sebenarnya tidak akan terjadi jika umat Islam kembali kepada ajaran
Islam yang hakiki. Untuk itulah sudah saatnya umat Islam bangkit untuk mengejar
ketertinggalannya dalam hal iptek, karena sebenarnya dalam sejarah dijelaskan bahwa
umat Islam pernah memegang kendali dalam dunia intelektual, jadi sangat mungkin jika
saat ini umat Islam bangkit dan meraih kembali kejayaan Islam tersebut.
1. Pengertian IPTEKS
Mengenai kata Ipteks orang berbeda pendapat, ada yang menganggap
merupakan singkatan dari dua komponen yaitu “ilmu pengetahuan” dan
“teknologi” dan ada pula yang memasukkan unsur seni di dalamnya
sehingga singkatannya menjadi ipteks.

Mengenai definisi ilmu pengetahuan dalam Kamus Besar Bahasa


Indonesia diartikan sebagai gabungan berbagai pengetahuan yang di susun
secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab dan akibat (Tim
Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999:371)
2. Konsep IPTEKS dalam Islam

Sudah menjadi pemikiran yang umum bahwasanya agama yang


identik dengan kesakralan dan stagnasi tidak sejalan atau bahkan
bertentangan dengan ipteks yang notabene selalu berkembang
dengan pesat. Namun pemikiran ini tidak berlaku lagi ketika
agama tidak hanya dilihat dari ritualitas-ritualitas belaka namun
juga melihat nilai-nilai spiritualitas yang hakiki.

Allah SWT. secara bijaksana telah memberikan isyarat tentang


ilmu, baik dalam bentuk uraian maupun dalam bentuk kejadian,
seperti kasus mu‟jizat para Rasul. Manusia yang berusaha
meningkatkan daya keilmuannya mampu menangkap dan
mengembangkan potensi itu, sehingga teknologi Ilahiyah yang
transenden ditransformasikan menjadi teknologi manusia yang
imanen (Imam Mushoffa, Aziz.Musbikin, 2001: XII)
Studi Al Qur‟an dan Sunnah menunjukkan bahwa karena dua
alasan fundamental, Islam mengakui signifikansi sains:
1. Peranan sains dalam mengenal Tuhan
2. Peranan sains dalam stabilitas dan pengembangan

masyarakat Islam (Mahdi Ghulsyani, 1998: 62) Dari sini


dapat dilihat bahwa dalam Islam, ilmu pengetahuan dan
teknologi digunakan sebagai sarana untuk mengenal Allah dan
juga untuk melaksanakan perintah Allah sebagai khalifatullah
fil Ard sehingga sains tersebut harus membawa kemaslahatan
kepada umat manusia umumnya dan umat Islam khususnya.
3. Fakta IPTEKS dalam al-Qur’an
Selain fakta ilmiah yang disebutkan juga tampak dari
penamaan surat-surat dalam Al Qur‟an antara lain: An-Nahl,
An-Naml, Al-Hadid, AdDukhan, An-Najm, Al-Qomar dan
masih banyak lagi yang lainnya.

Dari beberapa fakta ilmiah tersebut di dalam al-Qur'an,


amatlah jelas bahwa al-Qur'an memberikan petunjuk kepada
manusia tentang berbagai hal. Untuk mengetahui secara detail
dan seksama, maka manusialah yang harus berusaha untuk
memecahkan berbagai problematika keilmuan yang didapati
dalam kehidupan ini dengan berlandaskan pada ajaran al-
Qur'an.

Dengan berlandaskan kepada al-Qur'an, manusia akan


mengetahui hasil penelitiannya mengenai alam melalui
"pengkomparasian (pencocokan)" dengan al-Qur'an", apakah
sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh al-Qur'an atau
sebaliknya (Nasim Butt, 2001: 60)
Disamping contoh fakta ilmiah tersebut di atas,
terdapat pula ayat yang mengisyaratkan tentang
teknologi kepada umat manusia.
Al-Qur'an tidak menghidangkan teknologi suatu
ilmu yang murni dan lengkap, tetapi hanya
menyinggung beberapa aspek penting dari hasil
teknologi itu dengan menyebutkan beberapa kasus
atau peristiwa teknik. Perlu diingat bahwa alQur'an
bukan buku teknik sebagaimana juga ia bukan buku
sejarah (walaupun banyak juga kisah di dalamnya),
buka buku astronomi, fisika dan lain-lain,
melainkan kitab suci yang berisi petunjuk dan
pedoman hidup bagi manusia.
B. Hubungan Ilmu, Agama dan Budaya
1. Pengertian Ilmu, Agama dan Budaya Ilmu (science) termasuk
pengetahuan (knowledge).

Yang dimaksud dengan ilmu ialah pengetahuan yang diperoleh


dengan cara tertentu yang dinamakan metode ilmiah. Pengertian
pengetahuan lebih luas daripada ilmu.

Pengetahuan adalah produk pemikiran. Berpikir merupakan suatu


proses yang mengikuti jalan tertentu dan akhirnya menuju kepada
suatu kesimpulan dan membuahkan suatu pendapat atau
pengetahuan. Menurut Leonard Nash (dalam The Nature of Natural
Sciences, 1963 cit. Soemitro, 1990), ilmu pengetahuan adalah suatu
institusi sosial (social institution) dan juga merupakan prestasi
perseorangan (individual achievement).
Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti
tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan
berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam
pengertian ini memelihara integritas dari seorang atau
sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan,
sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 149), disebutkan
bahwa: “budaya“ adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang
“kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.
Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan
kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu dll). Sedang ahli sejarah
mengartikan kebudayaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan ahli
Antropogi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan
kelakuan.
Menurut Ki Hadjar Dewantoro Kebudayaan adalah "sesuatu" yang
berkembang secara kontinyu, konvergen, dan konsentris. Jadi
Kebudayaan bukanlah sesuatu yang statis, baku atau mutlak.
Kebudayaan berkembang seiring dengan perkembangan evolusi batin
maupun fisik manusia secara kolektif.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan
manusia baik material maupun non material.
2. Hubungan antara Ilmu dengan Agama dan Ilmu dengan
Budaya

Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling


merusak, kuduanya justru saling mendukung dan
mempengruhi. Ada paradigma yang mengatakan bahwa ”
Manusia yang beragma pasti berbudaya tetapi manusia
yang berbudaya belum tentu beragama”. Jadi agama dan
kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan
karena kebudayaan bukanlah sesuatu yang mati, tapi
berkembang terus mengikuti perkembangan jaman.
Demikian pula agama, selalu bisa berkembang di berbagai
kebudayaan dan peradaban dunia.
C. Hukum Sunnatullah (Kausalitas)
1. Pengertian Sunatullah

Sunnatullah merupakan istilah dari bahasa arab yang terdiri dari


dua kata, yaitu sunnah dan Allah. (Dengan digabungkannya
dua kata tersebut, maka menjadi susunan idhafah, yaitu
susunan kata yang terdiri dari kata yang disandari (mudhaf)
dan kata yang disandarkan (mudhaf ilaihi).
Kata sunnat berkedudukan sebagai mudhaf dan kata Allah
berkedudukan sebagai mudhaf ilaihi nya. Di dalam bahasa
Arab, kata sunnah dengan fi'il madhi (kata kerja untuk masa
lampau)-nya sanna (ini mempunyai beberapa arti. Di
antaranya adalah, thariqah (jalan, cara, metode), sirah (peri
kehidupan, perilaku), thabi‟ah (tabiat, watak), syari‟ah
(syariat, peraturan, hukum) atau dapat juga berarti suatu
pekerjaan yang sudah menjadi tradisi (kebiasaan)(Ahmad
Warson Munawwir, 1993: 1135).
Jadi, sunnatullāh dapat diartikan sebagai cara
Allah memperlakukan manusia, yang dalam arti
luasnya bermakna ketetapan-ketetapan atau hukum
hukum Allah yang berlaku untuk alam semesta
(Rahmat Taufiq Hidayat, 1996: 135).
Sedangkan, di antara beberapa pengertian secara
terminologis adalah bahwa Sunnatullāh adalah
sebagai jalan yang dilalui dalam perlakuan Allah
terhadap manusia sesuai dengan tingkah laku,
perbuatan dan sikapnya terhadap syariat Allah dan
Nabi-Nya dengan segala implikasi nilai akhir di di
dunia dan akhirat (Abdul Karim Zaidan: 25).
2. Pandangan Dasar tentang Sunatullah

Terma Sunnatullah yang banyak disebutkan di


dalam al-Qur‟an merupakan terma bagi aturan global
yang berlaku dan ditetapkan oleh Allah terhadap
seluruh komponen alam semesta. Mulai dari yang
terkecil sampai yang terbesar, dari yang bersifat
materi maupun yang immateri, seluruhnya berjalan di
atas aturan-aturan ini. Dan secara umum, aturan
tersebut berdiri diatas hukum sebab-akibat (kausal)
atau premis dan hasil akhir (conclution)(Abdul Karim
Zaidan: 33).
3. Ketentuan Sunatullah

Sunnatullah adalah hubungan ilmiah, dan dapat


diterangkan secara ilmiah dan logika
Sunnatullah adalah hukum kausal, hubungan
sebab akibat yang terjadi di alam, yang dapat
diterangkan secara ilmiah. Misalnya seseorang
sakit, kemudian dia (si sakit) memakan obat,
lantas sembuh. Ini adalah sunnatullah, hubungan
sebab akibat, jika makan obat maka bakteri
penyebab sakit akan mati dan, penyakit yang
disebabkan oleh bakteri tersebut akan hilang atau
sembuh. Jika tidak makan obat kemungkinan
sembuh dengan segera itu kecil.
Sunnatullah sesuatu yang dapat diukur,
diperhitungkan dan diramalkan Dengan mengetahui
adanya sunnatullah di alam kita dapat membedakan
mana ramalan atau prediksi ilmiah dengan ramalan
yang menyebabkan syirik.

Anda mungkin juga menyukai