Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

” Wilayah Kebudayaan Minangkabau (Luhak Nan Tigo dan Wilayah Rantau”

Disusun Oleh : Kelompok : 2

1. Dina Lestari (NPM : 19030050)


2. Filza Nadila Utari (NMP : 19030034)

Geografi / 2019

Dosen Pembimbing : M. Khudri

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur  senantiasa selalu kita Ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan Rahmat,Taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tidak lupa kita curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di
dunia dan akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini kami buat guna memenuhi tugas untuk mata kuliah bertemakan
“Luhak dan Tigo dan Wilayah Rantau”dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan
penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang semoga bermanfaat.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin. Namun, kami menyadiri bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah
sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan.  Maka dari itu kami sebagai
penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah
ini terutama Dosen Pembina Bapak M. Khudri yang kami harapkan sebagai bahan
koreksi untuk kelompok kami.

Padang, 26 September 2021

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR  …………………………………………………………… (i)


DAFTAR ISI………………………………………………………………………..(ii)
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang................................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................................3
C.     Tujuan...............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Luhak Nan Tigo .............................................................................................4
B. Wilayah Rantau...............................................................................................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

ii
3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang diciptakan tuhan sebagai satu-satunya makhluk

yang berbudaya, dimana kebudayaan memiliki pengertian sebagai seluruh sistem

gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang

dijadikan manusia dalam proses belajar (Koentjaraningrat).

Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan Nusantara ini, adat adalah

satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-

kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon

dan Ternate. Agama Islam pada umumnya terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di

kerajaan-kerajaan tersebut.

Adat Minangkabau pada dasarnya sama seperti adat pada suku-suku lain, tetapi

dengan beberapa perbedaan atau kekhasan yang membedakannya. Kekhasan ini

terutama disebabkan karena masyarakat Minang sudah menganut sistem garis keturunan

menurut Ibu, matrilinial, sejak kedatangannya di wilayah Minangkabau sekarang ini.

Kekhasan lain yang sangat penting ialah bahwa adat Minang merata dipakai oleh setiap

orang di seluruh pelosok nagari dan tidak menjadi adat para bangsawan dan raja-raja

saja. Setiap individu terikat dan terlibat dengan adat, hampir semua laki-laki dewasa

menyandang gelar adat, dan semua hubungan kekerabatan diatur secara adat.

Daerah yang didiami suku bangsa Minangkabau tersebut di atas, merupakan

wilayah budaya Minangkabau. Masyarakat Minangkabau menyebut wilayah tersebut

4
dengan ”Alam Minangkabau”. Alam Minangkabau dihiasi pegunungan Bukit Barisan

yang membujur dari utara ke selatan, diantaranya terdapat beberapa gunung berapi.

Sekeliling gunung berapi ditutupi rimba raya, dan sekitarnya berada wilayah dataran

tinggi Minangkabau. Dataran rendahnya terletakpada bagian pantai pulau Sumatera

yang menghadap ke Samudra Indonesia. Dataran tingginya memiliki lembah dan

ngarai-ngarai yang dikelilingi hutan dengan suhu udara yang cukup dingin. Ekonomi

masyarakat di dataran tinggi dan pegunungan tersebut banyak bersumber dari

hasil persawahan dan ladang sayur-sayuran.

Pada masa dahulu, daerah Minangkabau meliputi dua kawasan utama yaitu darek

(darat) dan rantau. Kedua kawasan tersebut terdiri dari luhak nan tigo (luhak yang tiga)

dan rantau nan duo (rantau yang dua). Luhak Nan Tigo terletak di daerah

pegunungan yang menjadi basis Minangkabau. Ketiga luhak tersebut adalah,

Luhak Tanah Datar terletak di lembah dan dataran tinggi sekitar gunung merapi,

gunung Singgalang dan gunung tandikek; Luhak Agam terletak di lembah dan dataran

sekitar gunung merapi dan gunung Singgalang; dan Luhak Lima Puluh Koto terletak di

lembah dan dataran tinggi sebelah Timur Gunung Sago. Wilayah daerah Luhak Nan

Tigo meliputi enam daerah tingkat dua, tiga kabupaten dan tiga kota madya, yaitu

kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar dan kabupaten lima puluh kota. Kota Madya

Bukittinggi, kota Madya Padang Panjang dan kota madya Payakumuh. Kota Madya

Bukittinggi terletak dalam wilayah kabupaten Agam; kedua daerah tersebut secara

adat disebut Luhak Agam; kota madya Padang Panjang terletak dalam wilayah

daerah kabupaten Tanah Datar. Kedua daerah tersebut disebut Luha Tanah Datar.

Kota Madya Payakumbuh terletak dalam wilayah daerah kabupaten Lima Puluh

5
Kota. Kedua daerah tersebut secara adat disebut Luhak Lima Puluh Koto. Luhak

Agam, Luhak Tanah Datar dan Luhak Lima puluh Koto disebut Luhak Nan Tigo

(Yunus, 1990:26)

Budaya merantau sudah ada dari zaman nenek moyang orang Minang, hal ini

seperti yang ada pada pepatah Minang “karatau madang di , babuah babungo balun,

marantau bujang dahulu, dikampuang paguno alun” yang memiliki arti anak laki-laki

yang masih bujangan yang belum memiliki istri hendaknya pergi merantau untuk

mencari pengalaman hidup karena dikampung dianggap belum memiliki peranan

dalam adat. Dari pepatah Minang tersebut jelas bahwa budaya merantau lebih

melekat terutama kepada kaum laki-laki Minang yang sudah memasuki usia remaja atau

dewasa.

B. Rumusan Masalah

1. Penjelasan Luhak Nan Tigo..?

2. Penjelasan Wilayah Rantau ....?

C. Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui penjelasan Luhak Nan Tigo

2. Untuk mengetahui penjelasan Wilayah Rantau

6
BAB II

PEMBAHASAN

1. Luhak Nan Tigo

Wilayah darek adalah wilayah daratan yang pertama kali ditinggali oleh

masyarakat minangkabau. Berdasar sejarah dan tambo minangkabau, masyarakat

minang pertama kali bermukim di daerah lereng gunung Marapi. Kemudian

menyebar ke tiga daerah disekitar gunung Marapi. Ketiga daerah tersebut dikenal

dengan istilah Luhak nan Tigo.

Ketiga wilayah persebaran masyarakat minang ini memiliki sejarah

penamaan, karakteristik geografis dan sosial ekonomi berbeda. Luhak dalam

bahasa minangkabau diartikan sebagai sumber air atau sumur. Berikut wilayah

luhak tersebut:

a. Luhak Tanah Datar

Dahulunya perkampungan awal minangkabau memiliki 3 sumur, yang

juga mereka sebut dengan luhak. Salah satu sumur terletak di daerah dengan

kontur tanah yang datar. Sehingga masyarakat yang biasa minum dari sumur

tersebut diidentifikasi sebagai masyarakat luhak tanah datar.

Pengertian kedua mengenai luhak adalah ‘kurang’. Luhak Tanah Datar,

sekarang disebut sebagai kabupaten tanah datar, memiliki bentuk geografis

yang berlembah dan berbukit-bukit. Daerah ini memiliki sedikit sekali

7
dataran dan sangat kurang dengan tanah yang datar. Sehingga kemudian

disebut sebagai luhak tanah datar.

Luhak Tanah Datar digambarkan dengan pepatah minang “Buminyo

lembang, aianyo tawa, ikannyo banyak”. Petatah petitih ini menggambarkan

kondisi alam dan budaya luhak yang juga disebut sebagai luhak nan tuo ini.

Luhak tanah datar memiliki tanah yang subur akibat abu vulkalnik

gunung Marapi. Sehingga sebagian besar penduduknya hidup dari hasil

pertanian. Terutama sayur-sayuran. Apalagi dengan kondisi cuacanya dengan

udara sejuk.Ikannya Jinak merupakan metafora akan kondisi penduduknya

yang ramah. Karena memang dari sinilah dipercaya awal mula kerajaan dan

kebudayaan minangkabau.

Bentuk rumah gadang luhak tanah datar juga khas dibanding dengan

dua luhak lainnya. Rumah gadang memiliki anjungan di sebelah kiri dan

kanan. Bagian lantai di sebelah kiri dan kanan rumah gadang sengaja dibuat

lebih tinggi dari lantai utama. Rumah gadang tipe ini sangat kuat akan

pengaruh Koto Piliang.

b. Luhak Agam

Sumur kedua yang dijadikan tempat mengambil air minum di nagari tuo

pariangan terletak di daerah yang banyak ditumbuhi tumbuhan mensian

(Agam). Sehingga kelompok masyarakat yang biasa mengambil air disana

diidentifikasi sebagai masyarakat luhak agam.

Pengertian kedua mengenai luhak adalah ‘kurang’. Konon masyarakat

disini kekurangan (tokoh-tokoh) agama, sehingga syiar islam tidak sebagus

8
luhak tanah datar. Banyak tokoh agama yang didatangkan dari luar, ataupun

penduduk lokal yang belajar keluar agam. Dari sinilah kemudian muncul

istilah luhak agam, yang artinya kurang (tokoh) agama.

Luhak nan tangah ini digambarkan dengan pepatah minang “Buminyo

angek, aianyo karuah, ikannyo lia”. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi

geografis luhak agam yang cenderung lebih panas dari wilayah luhak tanah

datar.

Masyarakat luhak agam digambarkan emosional, dengan tingkat

persaingan tinggi. Penduduk luhak nan agam lebih heterogen dan beragam.

Karena memang didaerah ini banyak pendatang yang mencari sumber

pendapatan.Berbeda dengan rumah gadang luhak tanah datar, bentuk rumah

gadang luhak agam lebih dominan dipengaruhi kelarasan Bodi Caniago.

Lantai rumah gadang dibuat rata, tanpa anjungan dibagian kiri dan kanan.

c. Luhak 50 Koto

Kelompk masyarakat ketiga yang bermukim di nagari tuo pariangan ini

terdiri dari 50 keluarga. Masyarakat ini memiliki sumur (luhak) sendiri yang

digunakan sebagai sumber air bersih. Orang-orang inilah yang kemudian

merantau dari tempat asalnya dan diidentifikasi sebagai penduduk luhak limo

puluh koto.

Pengertian kedua luhak adalah ‘kurang’. Ketika berpindah dari gunung

Marapi, penduduk yang awalnya terdiri dari 50 keluarga ini kurang

jumlahnya. Dari sinilah kemudian masyrakat yang kurang (dari) 50 keluarga

ini disebut sebagai penduduk luhak lima puluh kota.

9
Kondisi luhak limo puluah koto digambarkan lewat pepatah minang

“Buminyo sajuak, aianyo janiah, ikannyo jinak”. Hal ini menggambarkan

bahwa masyarakat 50 kota cenderung homogen, memiliki ketenagan fikiran

dan hidup dalam rukun damai.

Bentuk rumah gadang luhak limo puluah koto tidak jauh berbeda

dengan rumah gadang luhak agam. Lantai dibuat datar tanpa ada anjungan di

bagian kiri kanan, seperti rumah gadang luhak tanah datar.

Nenek moyang minangakabau yang berasal mula dari gunung Marapi

kemudian menyebar ketiga wilayah (Luhak nan Tigo) ini. Ketika penduduk

makin ramai dan tempat tinggal semakin sempit, kemudian mereka pindah

dan memperluas wilayah lagi, daerah itulah yang kemudian dikenal dengan

istilah rantau, dan daerah pasisia (wilayah yang berada di tepi laut/pesisir)

2. Wilayah Rantau

Daerah ini merupakan tempat merantau bagi orang orang dahulu. Dari

Luhak Nan Tigo mereka pergi kedaerah lain dan membuat negeri baru

disana. Disana mereka tetap memakai adat seperti adat daerah yang meeka

tinggalkan. Hubungan mereka tidak putus dengan negeri asal mereka di luhak

nan tigo. Umumnya daerah ini erada disepanjang aliran sungai dan bermuara ke

timur, ke selat Malaka, bahkan termasuk Rantau Nan sembilan (negeri

sembilan di Malaysia). Daerah rantau Minangkabau dikenal juga dengan

rantau nan tujuah jurai, yaitu rantau kampar uantan, XII Koto, cati nan

10
tigo, negeri sembilan, tiku pariaman, dan pasaman. Daerah tiku pariaman dan

pasaman dikenal juga dengan daerah pasisie.

Wilayah rantau Minangkabau adalah daerah di luar Luhak Nan Tigo yang

awalnya merupakan tempat mencari kehidupan bagi orang Minangkabau. Selain

itu juga ada daerah Ujuang Darek Kapalo Rantau, yakni daerah perbatasan

wilayah luhak dan rantau. Masing-masing luhak memiliki wilayah rantau sendiri

a. Rantau Luhak Tanah Datar

Masyarakat Luhak Tanah Datar merantau ke arah barat dan tenggara. Daerah

rantaunya :

1. Rantau Nan Kurang Aso Duo Puluah

>> Lubuak Ambacang, Lubuak Jambi, Gunuang Koto, Benai, Pangian,

Basra, Sitanjua, Kopa, Taluak Ingin, Inuman, Surantiah, Taluak Rayo,

Simpang Kulayang, Aja Molek, Pasia Ringgit, Kuantan, Talang Mamak,

Kualo Thok.

2. Rantau Pasisia Panjang (Rantau Banda Sapuluah)

>> Batang Kapeh, Kuok, Surantiah, Ampiang Perak, Kambang, Lakitan,

Punggasan, Aia Haji, Painan Banda Salido, Tarusan, Tapan, Lunang,

Silauik, Indropuro.Daerah Ujuang Darek Kapalo Rantaunya adalah

Anduriang Kayu Tanam, Guguak Kapalo Hilalang, Sicincin, Toboh

Pakandangan, Duo Kali Sabaleh Anam Lingkuang, Tujuah Koto, dan

Sungai Sariak.

11
b. Rantau Luhak Agam

Penduduk Luhak Agam menyebar ke arah utara dan barat. Daerah

rantaunya adalah sepanjang pantai Lautan Hindia, Pasaman Barat, Pasaman

Timur, Panti, Rao, Lubuak Sikapiang, dll.

Daerah Ujuang Darek Kapalo Rantaunya adalah Palembayan, Silaras

Aia, Lubuak Basuang, Kampuang Pinang, Simpang Ampek, Sungai

Garinggiang, Lubuak Bawan, Tigo Koto, Garagahan, dan Manggopoh.

c. Rantau Luhak Limo Puluah Koto

Wilayah rantau Luhak Limo Puluah Koto memasuki daerah Riau daratan

sekarang, yakni Rantau Kampar Kiri dan Rantau Kampar Kanan.Daerah

rantaunya meliputi Manggiliang jo Tanjuang Balik, Pangkalan jo Koto Alam,

Gunuang Malintang, Muaro Paeti, Tanjuang Baringin sampai Rokan

Pandalian, Sangingi, Gunuang Sailan, Kuntu jo lipek Kain, Ludai jo Ujuang

Bukik, Sanggan jo Tanjuang Balik, Tigo Baleh Koto Kampar, Sibiruang,

Gunuang Malelo, Tabiang jo Tanjuang, Gunuang Bungsu, Muaro Takuih,

Pangkai jo Binamang, Tanjuang Abai jo Pulau Gadang, Baluang Koto

Sitangkai, Tigo Baleh jo Lubuak Aguang, Limo Koto Kampar Kuok jo Slao,

Bangkinang jo Rumbio, Aia Tirih, Taratak Buluah, Pangkalan Indawang,

Pangkalan Kapeh, dan Pangkalan Sarai jo Koto Laweh

d. Rantau Nan Sambilan (Negeri Sembilan)

Daerah rantau ini terletak di Malaysia sekarang. Nagarinya adalah

Sungai Ujong, Jelebu, Jehol, Rembau, Segamat, Naniang, Kelang, Pasir

Besar, dan Jelai.

12
WILAYAH PASISIA

Wilayah pasisia adalah daerah sepanjang pantai barat Pulau Sumatra

bagian tengah, membentang dari perbatasan Minangkabau dengan Tapanuli

selatan hingga Muko-Muko (Bengkulu).

Wilayah pasisia lazim dibagi dua:

a. Pasisia Tiku Pariaman

1. Piaman Laweh

>> Kasang jo Duku, Sintuak jo Lubuak Aluang, Sunua jo kurai Taji,

Toboh jo Pakandangan, Tiku jo Pariaman, Nareh jo Sungai Limau,

Malai Sungai Garinggiang, Limo Koto jo Kampuang Dalam, Sungai

Sariak Nan Sabarih, Duo Kali Sabaleh Anam Lingkuang.

2. Padang Salapan Suku

>> Lubuak Kilangan, Nan Duo Puluah, Pauah Limo, Pauah Sambilan,

Sungai Sapiah, Lubuak Minturun, Koto Tangah, Lubuak Buayo.

3. Ranah Pasisia

>> Silauik jo Lunang, Indropuro jo Aia Haji, Pungasan jo Sunagai

Tunu, Labuan Balai Salasa, Surantiah jo Sungai Sirah, Lakitan jo Koto

Baru, Kambang jo Ampiang Parak, Taratak jo Batang Kapeh, Salido jo

Painan, Lumpo jo Asam Kumbang, Bayang Koto Barapak, Tarusan

Koto Sabaleh.

b. Pasisia Pasaman

>> Sasak jo Kinali, Parik Batu jo Koto Baru, Padang Tujuah jo Aua

Kuniang, Lubuak Pudiang jo Aia Gadang, Sontang Muaro Kiawai, Sungai

13
Aua jo Ujuang Gadiang, Parik jo Aia Bangih, Pinaga jo Kajai, Talu jo

Sinurut, Cubadak jo Simpang Tonang, Rao jo Padang Nunang, Panti

Lubuak Sikapiang, Bonjo jo Kumpalan, Malampeh Alahan Mati Cadang

Panjang jo Aia Manggi.

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Wilayah darek adalah wilayah daratan yang pertama kali ditinggali oleh

masyarakat minangkabau. Berdasar sejarah dan tambo minangkabau, masyarakat

minang pertama kali bermukim di daerah lereng gunung Marapi. Kemudian

menyebar ke tiga daerah disekitar gunung Marapi. Ketiga daerah tersebut dikenal

dengan istilah Luhak nan Tigo.Ketiga wilayah persebaran masyarakat minang ini

memiliki sejarah penamaan, karakteristik geografis dan sosial ekonomi berbeda.

Luhak dalam bahasa minangkabau diartikan sebagai sumber air atau sumu

Daerah ini merupakan tempat merantau bagi orang orang dahulu. Dari

Luhak Nan Tigo mereka pergi kedaerah lain dan membuat negeri baru

disana. Disana mereka tetap memakai adat seperti adat daerah yang meeka

tinggalkan. Hubungan mereka tidak putus dengan negeri asal mereka di luhak

nan tigo. Umumnya daerah ini erada disepanjang aliran sungai dan bermuara ke

timur, ke selat Malaka, bahkan termasuk Rantau Nan sembilan (negeri

sembilan di Malaysia). Daerah rantau Minangkabau dikenal juga dengan

rantau nan tujuah jurai, yaitu rantau kampar uantan, XII Koto, cati nan

tigo, negeri sembilan, tiku pariaman, dan pasaman. Daerah tiku pariaman dan

pasaman dikenal juga dengan daerah pasisie.

Wilayah rantau Minangkabau adalah daerah di luar Luhak Nan Tigo yang

awalnya merupakan tempat mencari kehidupan bagi orang Minangkabau. Selain

15
itu juga ada daerah Ujuang Darek Kapalo Rantau, yakni daerah perbatasan

wilayah luhak dan rantau.

16
DAFTAR PUSTAKA

http://belajarbarengziya.blogspot.com/2012/06/makalah-kebudayaan-minangkabau.html

http://scholar.unand.ac.id/37098/2/BAB%20I.pdf

https://dutadamaisumaterabarat.id/mengenal-luhak-nan-tigo-asal-mula-budaya-

minangkabau/

http://urangminang.com/tambo-a-sejarah/203-minangkabau-dalam-tambo

17

Anda mungkin juga menyukai