Disusun oleh :
Kelompok 2
Dosen Pengampuh:
Rahman Diyanto,M.Hum
1445/2023 M
i
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana.Dan kami mengucapkan terima kasih kepada dosen bapak RAHMAN
DIYANTO,M.HUM. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .......................................................................................... 21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
budaya orang Minangkabau untuk mengembangkan diri dan mencari
penghidupan. Namun tidak tertutup kemungkinan untuk mengembangkan
kebudayaan daerah asal diperantauan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Luhak
Luhak adalah wilayah konfedarasi dari beberapa nagari di Minangkabau yang
terletak di pedalaman Sumatare Barat.Berdasasrkan sejarah dan Tambo
Minangkabau,masyarakat minang pertama kali bermukim di daerah lereng
Gunung Merapi.Kemudian menyebar ketiga daerah disekitar gunung
merapi,ketika daerah tersebut dikenal dengan istilah Luhak nan tiga ‘
1. Pengertian luhak
Luhak atau Luhak adalah wilayah konfederasi dari beberapa nagari di
Minangkabau yang terletak di pedalaman Sumatera Barat Wilayah ini merupakan
wilayah pemukiman awal penduduk Minangkabau yang dikenal dengan istilah
Darek (darat) untuk membedakannya dengan wilayah rantau minangkabau, baik
rantau pasisie di sepanjang pantai barat Sumatra maupun rantau Hilia di wilayah
Riau dan bagian barat Jambi. Dalam Tambo Alam Minangkabau luak memiliki
makna kurang atau berkurang.
Ketiga luhak tersebut juga dijuluki dengan luak nan tigo. Luhak terdiri dari
beberapa nagari, dimana setiap nagari ada didalam suatu luak dipimpin oleh para
3
penghulu dan mempunyai adat yang sama, sedangkan adat di suatu luhak dengan
adat di luak yang lain tidak sama
4
limo puluh koto terletak di lembah dan dataran tinggi sebelah Timur Gunung
Sago.
Wilayah daerah Luhak Nan Tigo meliputi enam daerah tingkat dua, tiga
kabupaten dan tiga kota madya, yaitu kabupaten agam kabupaten Tanah Datar dan
kabupaten lima puluh kota. Kota madya Bukittinggi, kota Madya Padang Panjang
dan kota madya Payakumbuh. Kota Madya Bukittinggi terletak dalam wilayah
kabupaten Agam kedua daerah tersebut secara adat disebut Luhak Agam, kota
madya Padang Panjang terletak dalam wilayah daerah kabupaten Tanah Datar
Kedua daerah tersebut disebut Luhak Tanah Datar Kota madya Payakumbuh
terletak dalam wilayah daerah kabupaten Lima Puluh Kota Kedua daerah tersebut
secara adat disebut Luhak Nan Tigo.
Luhak Nan Tigo adalah merupakan daerah asal orang Minangkabau dan
sekaligus pusat kebudayaan Minangkabau. Pada masa pemerintahan Belanda ,
daerah Luhak merupakan daerah Teritorial pemerintahan disebut afdeling
dikepalai oleh seorang Residen , masyarakat disebut Tuan Luhak.
5
Luhak Tanah Datar
Dahulunya perkampuangan awal Dahulunya perkampungan awal
minangkabau memiliki 3 sumur, yang juga mereka sebut dengan luhak.
Salah satu sumur terletak di daerah dengan kontur tanah yang datar.
Sehinga masyarakat yang biasa minum dari sumur tersebut diidentifikasi
sebagai masyarakat luhak tanah datar.
6
Luhak Agam
Sumur kedua yang dijadikan tempat mengambil air minum dinagari tuo
pariangan terletak di daerah yang banyak ditumbuhi tumbuhan mensian (Agam).
Sehingga kelompok masyarakat yang biasa mengambil air disana diidentifikasi
sebgai masyarakat luhak agam.
Luhak nan tangah ini digambarkan dengan pepatah minang "Buminyo angek,
aianyo karuah, ikannyo lia". Hal ini menggambarkan bahwa kondisi geografis
uhak agam yang cenderung lebih panas dari wilayah luhak tanah datar.
Luhak 50 Koto
Kelompok masyarakat ketiga yang bermukiman di nagari tue partangan ini
terdiri dari 50 keluarga. Masyarakat ini memiliki sumur (luhak) sendırı yang
digunakan sebga sumber air bersih. Orang-orang inilah yang kemudian merantau
dari tempat asalnya dan diidentifikasi sebgai penduduk luhak limo puluh koto.
Pengertian kedua luhak adalah 'kurang Ketika berpindah dari gunung merapi,
penduduk yang awalnya terdiri dari 50 keluarga ini kurang jumlahnya. Dari
7
sinilah kemudian masyarakat yang kurang dari 50 keluarga ini disebut sebagai
penduduk luhak lima puluh kota. Kondisi luhak limo puluah kote digambarkan
lewat papatah minang "Buminyo sajuak, alanyo janiah, ikannyo jinak Hal ini
menggambarkan bahwa masyarakat 50 kota cenderung homogen, memiliki
ketenangan fikiran dan hidup dalam rukun damai.Bentuk rumah gadang luhak
limo puluah koto tidak jauh berbeda dengan rumah gadang luhak agam. Lantai
dibuat datar tanpa ada anjungan di bagian kiri kanan, Seperti rumah gadang luhak
tanah datar.
Luhak atau juga disebut Luak berarti sumur Sumur adalah sumber mata air
yang menjadi dasar pembentukan hunian settlemen masyarakat. Secara historis,
kecendrungan masyarakat cendrung membentuk pemukiman penduduk memusai
dan mendekat sumber-sumber penghidupan mereka, dan cendrung mendekati
mengilari mendekati mata air.
8
B. Konsep Rantau
Merantau merupakan ciri khas masyarakat Minangkabau yang terbangun dari
budaya dinamnis, egaliter, mandiri, dan berjiwa merdeka. Merantau adalah
meninggalkan rumah dan kampung halaman untuk mencari pengetahuan,
pengalaman, dan berinteraksi dengan orang lain dari berbagai beragam tempat,
dengan beragam kultur dan wawasan.
Merantau bagi laki-laki minang adalah gerbsng inisiasi yang harus dilalui
untuk menjadi orang yang tangguh, dan harus dilakukan sewaktu berumur muda.
Merantau merupakan proses pendewasaan untuk memperoleh kehidupan yang
lebih baik dari kehidupan dikampung.
9
Halamannya sendiri. Menurut Gusti Asnan menjelaskan di dalam bukunya
yang berjudul kamus Sejarah Minangkabau. Pertama, Merantau dipahami sebagai
keperluan serta dilatarbelakangi oleh berbagai faktor. Kedua, Merantau sebagai
perubahan pemikiran atau transformasi pemikiran dari satu kondisi ke kondisi
yang lain.
Para perantau biasanya telah pergi merantau sejak usia belasan tahun, baik
sebagai pedagang ataupun penuntut ilmu Bagi sebagian besar masyarakat
Minangkabau, merantau merupakan sebuah cara yang ideal untuk mencapai
kematangan dan kesuksesan. Dengan merantau tidak hanya harta kekayaan dan
ilmu pengetahuan yang didapat, namun juga prestise dan kehormatan individu di
tengah-tengah lingkungan adat.
10
orang Minangkabau di rantau adalah berdagang atau berjualan. Seperti berjualan
nasi, jualan kain atau pakaian, jualan buku dan sebagainya. Tidak dapat di
mungkiri dimana saja sudah di pastikan kita akan menemukan rumah makan
padang,
Konsep merantau ini pula yang menjadikan minang sebagai daerah penghasil
tokoh-tokoh yang memegang peranan penting dalam kehidupan. masyarakat
indonesia, yang jumlahnya melebihi proporsi wilayah dan populasinya
dibandingkan dengan daerah-daerah atau suku bangsa lain di Indonesia.
Rantau, secara bahasa berarti daerah pesisir. Kato mendefinisikan kata kerja
rantau yakni meninggalkan kampung halaman. Maka merantau berarti pergi ke
11
daerah rantau atau daerah pesisir, meninggalkan kampung halaman Laki-laki
pergi merantau untuk bekerja dengan membawa istri dan anak-anaknya. Orang-
orang yang mencari ilmu dan berkuliah telah terpikat dengan daerah rantaunnya.
Kampung halaman hanya dikunjungi disaat-saat tertentu. Kampung halaman tidak
menjanjikan apapun setidaknya secara ekonomi dan pendidikan. Dan pola
merantau yang lebih didasarkan oleh alasan ekonomi lebih menjadi alasan utama
dari merantaunya masyarakat Minang dibandingkan alasan awal yaitu dengan
tujuan untuk mengembangkan kampuang (nagari).
Faktor Budaya
Ada banyak penjelasan terhadap fenomena ini, salah satu penyebabnya ialah
sistem kekerabatan matrilineal Dengan sistem ini, penguasaan harta pusaka
dipegang oleh kaum perempuan sedangkan hak kaum pria dalam hal ini cukup
kecil. Selain itu, setelah masa akil baligh para pemuda tidak lagi dapat tidur di
rumah orang tuanya, karena rumah hanya diperuntukkan untuk kau perempuan
beserta suaminya, dan anak-anaknya.
12
perantau inilah yang sangat berpengaruh di kalangan masyarakat Minangkabau
sedari kecil. Siapa pun yang tidak pernah mencoba pergi merantau, maka ia akan
selalu diperolok-olok oleh teman-temannya. Hal inilah yang menyebabkan kaum
pria Minang memilih untuk merantau. Tidak hanya berdagang, meniti karir dan
melanjutkan pendidikan."
Faktor Ekonomi
Pertumbuhan penduduk yang tidak diiringi dengan bertambahnya sumber daya
alam yang dapat di olah. Jika dulu hasil pertanian dan perkebunan. sumber utama
tempat mereka hidup dapat menghidup keluarga, maka kini hasil sumber daya
alam yang menjadi penghasilan utama mereka itu tak cukup lagi memberi hasil
untuk memenuhi kebutuhan bersama, karena harus dibagi dengan beberapa
keluarga. Selain itu adalah tumbuhnya kesempatan baru dengan dibukannya
daerah perkebunan dan pertambangan. Faktor-faktor inilah yang kemudian
mendorong orang Minang pergi merantau mengadu nasib di negeri orang. Seiring
meningkatnya kebutuhan. para kaum laki-laki merasa bahwa mereka hanya
menambah beban orang tua Membantu bekerja di kebun atau di sawah tidak lagi
bisa mencukupi kebutuhan mereka, apalagi membantu ekonomi keluarga. Lalu,
kaum laki-laki akan berpikir untuk mencari pekerjaan baru agar tidak terus-
terusan bergantung pada orang tua. Awalnya pekerjaan yang dicari biasanya
berkisar di daerah tempat tinggal. Tetapi, karena permasalahan pertambahan
13
penduduk dan lapangan pekerjaan, maka merantau merupakan solusi satu-satunya.
Dengan merantau, diyakini bahwa permasalahan ekonomi bisa bisa teratasi
Faktor Perang
Beberapa peperangan juga menimbulkan gelombang perpindahan masyarakat
Minangkabau terutama dari daerah konflik, setelah perang Padri, muncul
pemberontakan di Batipuh menentang tanam paksa Belanda, disusul
pemberontakan Siti Manggopoh dan pemberontakan komunis tahun 1926-1927.
Setelah kemerdekaan muncul PPRI yang menyebabkan timbulnya ekosodus
besar-besaran masyarakat ke daerah lain.
Faktor Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam masyarakat
Minangkabau, terutama pendidikan agama islam Adanya hukum Adar bazandi
syara syara basamall kitabullah mempertegas bahwa masyarakat Minangkabua
harus menguasai pengetahuan dalam islam. Namun keterbatasan tingkat
pendidikan yang ada di daerah Minang. memaksakan orang-orang yang ingin
menuntut ilmu untuk pergi keluar dari wilayah Minang adanya cerita orang
terdahulu yang sukses dalam perantauan merupakan motivasi tersendiri yang
mendorong terjadinya tradisi merantau di dalam masyarakat Minang Sebut saja
minsalnya kesuksesan Ahmad Khatib Al Minangkabau yang menjadi imam
masjid Al-Haram. Muncul kebanggaan tersendiri pada setiap masyarakat Minag
khususnya pemuda untuk meneruskan kesuksesan yang pernah di raih
pendahulunya tersebut.
14
memiliki tradisi merantau, biasanya mempunyai saudara di hampir semua kota
utama di Indonesia dan Malaysia.
Bagi orang Minang, guna merantau adalah untuk melawan atau mengentaskan
kemiskinan, orang Minang menyadari betul jadi pengangguran adalah hal yang
memalukan. Terutama sekali malu kepada tetangga, kepada mamak dan saudara-
saudara perempuan karena pemuda ini di anggap tidak bisa berbuat atau tidak bisa
menghasilkan.
15
Namun, dengan masuknya agama Islam ke Minangkabau, adat Minangkabau yang
mulanya cendrung berpedoman pada ketentuan dalam alam, memberi pengaruh
yang besar kepada falsafah ini hingga terlihatlah suatu keakraban atau kepadanan
antara Minangkabau dengan agama Islam yang berakhir berubahnya adat
Minangkabau 'Menjadi Adaik Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah Adapun
Pepatah Minangkabau menyatakan:
Satinggi-tinggi malantiang,
(setinggi-tinggi melempar)
Mabubuang ka awang-awang
(membubung ke awag-awang)
Suruiknyo ka tanah juo
(kembali jatuh ke tanah juga)
Sahabiah dahan jo rantiang
(sehabis dahan dangan ranting)
Dikubak dikulik batang
(dikupas kulit batang)
Tareh panguba barunyo nyato
(teras pengubar barulah nyata)
16
Alam takambang jadi guru adalah pepatah yang berasal dari bahasa Minang
atau Sumatera Barat yang berarti "alam yang terkembang atau terbentang luas
dijadikan sebagai guru. Arti secara harfiyahnya adalah segala sesuatu yang ada di
alam yang terbentang luas ini dapat dijadikan sebagai pedoman hidup atau guru
dan sebagai tempat memperoleh ilmu. Segala fenomena yang terjadi di alam dapat
dijadikan sebuah pembelajaran baik itu dari segi filsafah maupun dari segi
prinsip-srinsip yang keterkaitannya sangat erat dengan kehidupan sosial.
Unsur-unsur yang terkandung pada alan seperti air, api, angin, dan tanah dapat
ditelaah sebagai bentuk nilai-nilai yang berguna bagi kehidupan. Karena belajar
adalah suatu hal yang harus dilakukan dan tidak dapat ditinggalkan kapanpun dan
dimanapun kita berada. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya
"tuntutlah ilmu dari buaiyan hingga liang lahat" dan "tuntutlah ilmu walau ke
negeri China". Maksud dari sabda Rasulullah SAW di sini adalah menuntut ilmu
bukan hanya sekedar belajar untuk mengetahui sesuatu yang belum di ketahui
namun belajar yang dimaksud adalah belajar suatu hal belum diketahui dengan
sungguh-sungguh dan mengaplikasikan apa yang sudah dipelajari kedalam
kehidupan sehari-hari.
17
di dalan kelas saja namun dengan mengamati alan kita dapat berbagai
pembelajaran yang bahkan tak kita dapat dalam pendidikan formal. Misal padi
yang selalu menunduk mengajarkan kita bahwasanya kita sebagai manusia untuk
tidak sombong
18
diambil dari alam, bukan hanya alam yang nyata, namun juga alam sebagai proses
kehidupan yang terdapat didalamnya.
Alam takambang jadi guru juga memiliki makna ganda lain yaitu:
Contoh peristiwa alam yang dapat diambil adalah ketika manusia pertama kali
meninggal di dunia yakni anak laki-laki Nabi Adam as yang bernama Qabil. Saat
itu datang sepasang bubuk gagak lalu berkelahi dan salah satu diantaranya mati.
Burung gagak yang bertahan hidup berusaha menggali lubang dengan
menggunkan kaki dan paruhnya hingga lubang tersebut dalam. Setelahnya burung
itu memasukkan burung gagak yang telah mati kedalam lubang tersebut lalu
menimbunnya kembali. Habil yang meperhatikan peristiwa tersebut hingga
akhirnya memperoleh pembebelajaran yang sangat bermakna yakni bagaimana
cara mengubur orang yang telah meninggal. Setelah itu Habil melakukan hal yang
sama dengan berusaha menggali lubang untuk meguburkan Qabil. lalah manusia
pertama yang belajar dari peristiwa alam.
19
Atas rahmat Allah SWT orang Minangkabau belajar dari alam yang
menurut nenek moyang orang Minangkabau merupakan rahmatan lil 'alamin,
rahmat terbesar. Pepatah Minang mengatakan adaik basandi syara', syara' basandi
kitabullah yang bermakna suatu hal yang dilakukan dalam adat Minangkabau
tidak bertentangan dengan ajaran Islam bahkan hal tersebut dilandaskan pada
ajaran Islam. Meskipun agama Islam masuk ke Minangkabau setelah adanya adat
Minangkabau, namun roh keislaman sudah melekat dan diamalkan dalam budaya
dan bahkan sehingga menjadi penyempurna budaya.
20
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Alam takambang jadi guru adalah pepatah yang berasal dari bahasa Minang atau
Sumatera Barat yang berarti "alam yang terkembang atau terbentang luas
dijadikan sebagai guru. Arti secara harfiyahnya adalah segala sesuatu yang ada di
alam yang terbentang luas ini dapat dijadikan sebagai pedoman hidup atau guru
dan sebagai tempat memperoleh ilmu. Segala fenomena yang terjadi di alam dapat
dijadikan sebuah pembelajaran baik itu dari segi filsafah maupun dari segi
prinsip-srinsip yang keterkaitannya sangat erat dengan kehidupan sosial.
21
DAFTAR PUSTAKA
22