KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat, nikmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Ilmu Sosial Budaya Dasar ini yang membahas tentang Manggarai (suku Timur)
Serta keinikan daerah Manggarai.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini tak luput dari kekurangan, maka
saran dan kritik yang membangun kami harapkan dalam menyempurnakan makalah
kami, semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
pengantar................................................................................................................... i
Daftar
isi............................................................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................................ 1
A. Latar belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan
masalah................................................................................................ 2
C. Tujuan penulis
makalah....................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN........................................................................................................ 3
A. PengertianManggarai...................................................................................................................... 3
B. Ragam Budaya Manggari............................................................................................................... 4
C. Asal usul Manggarai....................................................................................................................... 11
D. Asal Mula suku suka Manggarai............................................................................................. 13
BAB III
PENUTUP............................................................................................................. 15
A. Kesimpulan.................................................................................................... ....15
B. Saran................................................................................................................. 15
Daftar
pustaka................................................................................................................. 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah Suku Manggarai ~ Suku bangsa Manggarai mendiami Kabupaten
Manggarai yang terletak di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jumlah
populasinya sekitar 350.000 jiwa. Bahasa Manggarai nampaknya terdiri atas beberapa
dialek, seperti dialek Pae, Mabai, Rejong, Mbaen,
Pota, Manggarai Tengah, ManggaraiTimur, dan Manggarai Barat. Empat dialek terdepan
mungkin merupakan bahasa dari kelompok suku bangsa tersendiri yang tunduk kepada orang
Manggarai di zaman dulu.
Pada zaman dulu di Manggarai terdapat sebuah kerajaan. Pada masa sekarang sisa-sisanya
masih kelihatan berupa pembagian wilayah tradisional ke dalam wilayah adat yang disebut
dalu. Pada zaman dulu jumlah dalu ini sampai 39 buah. Tiap-tiap dalu dikuasai oleh satu klen
atau wau tertentu. Dalam setiap dalu terdapat beberapa buah glarang dan di bawahnya lagi
terdapat kampung-kampung yang disebut beo. Orang-orang dari wau yang dominan dan
menguasai dalu menganggap diri mereka sebagai golongan bangsawan. Antara satu dalu
dengan dalu lainnya sering mengadakan aliansi perkawinan dalam sistem yang mereka sebut
perkawinan tungku (semacam perkawinan sepupu silang). Antara dalu dengan glarang sering
pula terjadi perkawinan, karena sebuah glarang umumnya juga dikuasai oleh sebuah wau
dominan. Dalu sebagai bawahan kerajaan dipimpin oleh seorang kraeng, yang biasanya
dipanggil Kraeng Adak. Kraeng yang dianggap berjasa berhak memperoleh gelar Sangaji dari
raja. Sementara itu adanya wau yang dominan itu maka dalam masyarakat
Manggarai terdapat pelapisan sosial yang cukup jelas. Pertama adalah golongan yang
menganggap dirinya bangsawan, yang biasanya memakai gelar kraeng. Kedua adalah
golongan rakyat biasa yang disebut ata lahe. Golongan ketiga adalah hamba sahaya atau
mendi. Tentu saja pada zaman sekarang pelapisan sosial ini sudah semakin kabur.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Manggarai?
2. Apa Ragam Dan Keunikan Budaya Manggarai?
3. Apa Asal usul Manggarai
4. Apa Asal Mula Suku Suka di Kabupaten Manggarai
A. Pengertian Menggarai
suku Manggarai adalah sebuah suku bangsa yang mendiami bagian barat pulau Flores di
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Indonesia. Suku Manggarai tersebar di tiga Kabupaten
di Provinsi yaitu, Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai, dan Kabupaten
Manggarai Timur.
Menurut catatan sejarah, mereka secara historis di kuasai secara bergantian oleh suku Bima
dari pulau Sumbawa, dan suku Makassar dari pulau Sulewesi. Terdapat sekitar 500.000 orang
Manggarai pada akhir abad ke-20.
Flores barat didiami oleh orang Manggarai. Paling tidak ada dua versi tentang penamaan
Manggarai. Versi pertama mengatakan bahwa Manggarai merupakan gabungan dua kata
dalam bahasa Gowa- Sulawesi Selatan, yaitumanggar, artinya sauh atau jangkar dan rai,
artinya putus. Jadi Manggarai artinya sauh atau jangkar putus. Kisahnya demikian; menurut
ceritera rakyat setempat, orang-orang Gowa berlayar ke arah selatan dan menemukan sebuah
daerah yang berhutan lebat dan sangat subur. Mereka berencana mendarati daerah itu. Namun
karena hujan badai yang besar, jangkar perahu.
Versi kedua mengatakan bahwa Manggarai merupakan gabungan kata Manggar dan Rai.
Versi ini mengatakan bahwa kata manggar diambil dari nama batu yang dibawa oleh Empo
Masur seorang keturunan raja ( Raja Luwu ) dan merupakan cikal bakal orang Todo-
Pongkor dari Sumatera Barat yang artinya watu jangkar yang biasanya digunakan untuk
menahan Wangka (Perahu) ketika berlabuh. Sedangkan kata watu rai berarti batuasah yang
digunakan untuk mengasah parang, tombak dan benda-benda tajam lainnya. Kedua batu ini
merupakan dasar pemberian nama Manggarai.
Ada banyak versi yang berkembang di Manggarai tentang asal-usul mereka. Ada yang
mengatakan bahwa mereka adalah keturunan Sumba, Bima, Bugis Luwu, Melayu
Malaka atau Minangkabau.
Versi lain lagi mengatakan bahwa nenek moyang orang Manggarai, terutama orang Cibal
berasal dari Makasar. Versi ini mengatakan bahwa orang-orang Makasar di utara Floress
Barat dan bergerak menuju pedalaman dan tiba di daerah Cibal lalu mendirikan kerajaan di
daerah itu. Mereka inilah yang merupakan nenek moyang orang Cibal. Pendukung versi ini
melihat kesamaan kata-kata bahasa Manggarai dengan bahasa Makasar serta bentuk rumah
panggung ( mbaru ngaung ) selain kain sarung berupa songke (lipa songke, towe songke)
sebagai alasan.
1. Religi
Secara umum, sistem religi asli orang Manggarai adalah monoteis implisit, dengan dasar
religinya yakni menyembah Tuhan Maha Pencipta dan Maha Kuasa (mori jadi dedek – Ema
pu’un kuasa), meski masih terdapat cara-cara dan tempat persembahan misalnya, compang
(mesbah) juga terkadang di bawah pohon-pohon besar yang dipandang angker dan suci.
Pada masa sekarang orang Manggarai sudah memeluk agama-agama besar. Wilayah
Kedaluan bagian timur kebanyakan memeluk agama Katolik, Kedaluan sebelah utara, barat,
dan selatan umumnya beragama Islam, dan sebagian kecil beragama Protestan. Sementara
itun sisa-sisa kepercayaan lama masih terlihat di beberapa tempat. Pada zaman dulu
masyarakat ini memuja roh nenek moyang (empo atau andung) dan amat hati-hati terhadap
gangguan makhluk halus yang disebut golo, ata pelesina, naga, dan lain-lain. Mereka juga
memiliki dewa tertinggi yang disebut Mori Karaeng.
a) Compang (Mesbah)
Yang didirikan di tengah kampung karena menurut kepercayaan orang Manggarai di sana
berdiamlah Sang Naga Beo (kekuatan pelindung) yang menjaga ketentraman warga kampung
setiap waktu. Compang itu berbentuk bulat maksudnya atau mengandung makna kekerabatan,
sehingga dalam upacara adat Manggarai sering diungkapkan kalimat sebagai berikut:
Muku ca pu’u toe woleng curup (kesatuan kata)
Ipung ca tiwu neka woleng wintuk (kesatuan tindakan)
Teu ca ambong neka woleng lako (kesatuan langkah)
Wujud nyata dari prinsip ini nampak dalam kegiatan leles, kokor tago, dan lain-lain.
semuanya menekankan persaudaraan, kebersamaan, dan kekeluargaan. Di dalam masyarakat
Manggarai, khususnya berkaitan dengan religius tumbuh dan berkembangnya upacara-
upacara adat yang berkaitan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi misalnya :
1) Dalam acara penti, ucapan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi:
Lawang morin agu ngaran
Artinya untuk minta pengukuhan dari Tuhan sebagai pemilik atau pemberi atas benih atau
tumbuh-tumbuhan yang digunakan oleh manusia. sehingga dalam adat Manggarai,
diadakannya pesta penti (syukuran) kepada Tuhan atas pemberiannya itu.
2) Dalam upacara kematian, ucapan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi :
Kamping morin agu ngaran
3. Ritual
Suku Manggarai terkenal memiliki sederet upacara ritual sebagai ucapan
syukur atas kehidupan yang sudah dijalani dalam periode waktu tertentu,
antara lain :
Penti Manggarai, upacara adat merayakan syukuran atas hasil panen,
Barong Lodok, ritual mengundang roh penjaga kebun di pusat lingko(bagian tengah kebun),
Barong Wae, ritual mengundang roh leluhur penunggu sumber mata air,
Barong Compang, upacara pemanggilan roh penjaga kampung pada malam hari,
Wisi Loce, upacara yang dilakukan agar semua roh yang diundang dapat menunggu sejenak
sebelum puncak acara Penti, dan
Libur Kilo, upacara mensyukuri kesejahteraan keluarga dari masing-masing rumah adat.
Suku Manggarai juga mempunyai olahraga tradisional yang disebut caci, pertarungan saling pukul
dan tangkis dengan menggunakan pecut dan tameng yang dimainkan oleh dua orang pemuda di
sebuah lapangan luas. Pertunjukan caci diawali dengan pentas tarian Danding, sebelum para
jago cacicc beradu kebolehan memukul dan menangkis. Tarian itu biasanya disebut juga
sebagai Tandak Manggarai, yang dipentaskan khusus hanya untuk meramaikan pertarungan caci.
Sedangkan terbentuknya Gendang Lame atau gendang widang (pembagian) adalah gendang
pembagian kepada saudari perempuan atau kepada anak mantu.Maka Gendang Mano
membagi lingko untuk mendirikan Gendang Lame. Serta lembaga hukum adatnya yaitu
Gendang’n onen lingko’n pe’ang. Sehingga hubungan antara Gendang Mano dan ketiga
Gendang tersebut sangat erat dan harmonis dan ketiga Gendang yang dibentuk tetap tunduk
dan taat kepada Gendang Mano, seperti dalam hal sebagai berikut :
Ketiga Gendang harus tunduk dan taat kepada perintah dari Gendang Mano dalam hubungan
adat istiadat mengenai lingko.
Apabila ketiga Gendang tersebut membagi moso atau lodok (membagi tanah per keluarga),
Gendang Mano harus mendapatkan juga satu bagian sebagai Gendang induk.
Masyarakat dari kegita Gendang harus hadir apabila dipanggil oleh Tu’a Gendang Mano
sehubungan dengan pesta penti.
a) Fungsi, tugas dan struktur organisasi gendang
Pada dasarnya fungsi, tugas dan struktur organisasi gendang yang ada di Manggarai sama.
5. Ilmu Pengetahuan
Sejak dulu, orang Manggarai memiliki pengetahuan tentang alam sekitarnya, baik fauna
maupun flora dengan seluruh ekosistemnya. Sistem dan pola hidup masyarakat Manggarai
yang agraris mengharuskan mereka memiliki pengetahuan yang cukup tentang flora, tentang
tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat bagi kehidupannya.
Begitu pun pengetahuan tentang fauna dimiliki secara turun temurun karena orang Manggarai
pada dasarnya senang beternak dan berburu.
6. Bahasa
Mengutip hasil penelitian Pastor P.J. Verheijen, SVD yang dilakukannya sebelum 1950
menyebutkan bahwa di Manggarai terdapat enam bahasa, yaitu bahasa Komodo di pulau
Komodo, bahasa Werana di Manggarai Tenggara, bahasa Rembong di Rembong yang
wilayahnya meluas ke Ngada Utara, bahasa Kempo di wilayah Kempo, bahasa Rajong di
wilayah Rajong dan bahasa Manggarai Kuku yang termasuk atas lima kelompok dialeg,
termasuk bahasa Manggarai Timur Jauh.
Pengelompokkan bahasa tersebut sekaligus mengisyaratkan secara umum kelompok budaya
di Manggarai yang erat kaitannya dengan corak kesatuan genealogis, sebab kesatuan
genealogis yang lebih besar di Manggarai adalah Wa’u (klen patrilineal) dan perkawinan pun
patrilokal. Dalam kesatuan genealogis inilah bahasa terpelihara baik secara turun temurun.
Suku ini menuturkan bahasa Manggarai, sebuah bahasa yang disebut sebagai tombo
Manggarai oleh para penutur aslinya. Bahasa ini mempunyai sekitar 43 subdialek.
7. Kesenian
Di Manggarai juga tumbuh dan berkembang berbagai jenis kesenian khas daerah ini seperti
seni sastra, musik, tari, lukis, disain dan kriya. Dari berbagai jenis kesenian itu, ada dua jenis
yang sudah mencapai tingkat sebuah peradaban dan sudah dikenal luas, yakni seni
pertunjukan caci dan seni rupa (kriya), songke.
Caci sudah merupakan puncak kebudayaan Manggarai yang unik dan sarat makna: seni gerak
(lomes), nilai etika (sopan santun), nilai estektika, muatan nilai persatuan, ekspresi suka cita,
nilai sportifitas, serta penanaman percaya diri.
Sae
Sebuah tarian adat Manggarai untuk memeriahkan sebuah pesta. Misalnya dalam upacara
adat masyarakat yaitu upacara paki kaba dalam rangka congko lokap atau menempatkan
kampung baru.
Sanda
Sebuah nyanyian, yang dinyanyikan oleh banyak orang dalam bentuk lingkaran. Sanda sering
dipakai dalam upacara menjelang pesta penti dan pesta adat lainnya.
1. Danding
2. Wera
9. Politik
Sistem politik mereka berdasarkan pada klan, dipimpin oleh seorang kepala
klan yang dipanggil Todo. Suku ini menerapkan sistem keturunan Patrilineal,
dan secara historis mereka bermukim di desa-desa, yang terdiri dari setidaknya
dua klan.
10. Teknologi
Masyarakat Manggarai di masa lalu sudah mengenal bahkan mampu menghasilkan peralatan
atau perkakas yang dibutuhkan untuk kehidupannya.
Secara tradisional, mereka sudah dapat membangun rumah.
Dalam hal pembuatan rumah, misalnya di Manggarai dikenal lima tahapan yang sekaligus
menggambarkan konstruksi segi lima. Konstruksi segi lima ini berkaitan dengan latar
belakang filosofis dan sosiologis. Angka ini memang dipandang sebagai angka keramat
karena secara kausalistis dihubungkan dengan rempa lima (lima jari kaki), mosa lima (lima
jari dalam ukuran pembagian kebun komunal), sanda lima, wase lima, lampek lima.
Untuk pakaian, orang Manggarai sebelum mereka mengenal tenun ikat, bahan pakaiannya
terbuat dari kulit kayu cale (sejenis sukun).
Sementara untuk perhiasan sebelum mereka mengenal logam, perhiasan mereka umumnya
terbuat dari tempurung kelapa, kayu atau akar bahar.
Begitupun teknologi pembuatan minuman tradisional juga sudah dikenal cama di masyarakat
Manggarai, yakni proses pembuatan atau mencampur air enau dengan kulit damer sehingga
menghasilkan alkohol berkadar tinggi seperti arak atau tuak.
Masyarakat Manggarai sejak dulu juga sudah mengenal cara pembuatan obat-obatan yang
berasal dari daun-daunan, misalnya londek jembu yaitu pucuk daun jambu untuk mengobati
sakit perut, kayu sita, untuk pengombatan disentri.
Sebelum mengenal logam, untuk alat-alat pertanian, masyarakat Manggarai sudah mengenal
perkakas dari bambu, kayu atau tanah liat untuk mengolah tanah pertanian. Sementara alat
perburuan yang dikenal yakni bambu runcing, lidi enau, tali ijuk.
C. Asal usul Manggarai
Dr. Alice Robert - salah satu pendukung Teori Out of Africa
Dalam bukunya, The Incredible Human Journey, Dr. Alice Roberts menelusuri sejarah
migrasi manusia berdasarkan penemuan-penemuan tulang belulang homo sapiens dan
merangkainya dalam teori perjalanan manusia yang dimulai dari Afrika pada 150.000 tahun
yang lalu. Dari penemuan-penemuan itu, Roberts dan para ahli lainnya membangun teori
bahwa seluruh manusia apapun rasnya berasal dari Afrika dan menyebar keseluruh penjuru
dunia. Teori itu dibangun lewat jejak DNA dari berbagai ras manusia di dunia dan metode
menghubungkan iklim dunia pada saat itu dengan proses migrasi manusia.
Dr Roberts memperkirakan bahwa ini terjadi pada 70.000 tahun yang lalu, ketika iklim bumi
berubah, dan gurun Sahara menghijau hanya beberapa ratus tahun lamanya. Kesempatan ini
memungkinkan sekelompok manusia melintasi Afrika dan menyeberang ke jazirah Arab
sebelah selatan.Dari sana kelompok itu memecahkan diri. Ada yang menuju ke timur dan ada
yang menuju ke barat. Kelompok yang menuju ke timur, mencapai Anak Benua India
melalui Timur Tengah dan mencapai Oseania melalui Indonesia . Diperkirakan 50 sampai 60
ribu tahun lalu mereka telah sampai di Australia lebih dahulu sebelum menyebar di wilayah
Asia lainnya.
A. Kesimpulan
Budaya Flores yang beraneka ragam menuntut semua pihak untuk ikut serta
dalamusaha pengembangan dan pelestarian budaya Flores. Dalam hal ini, masyarakat Flores
sendirilah yang diharapkan memberikan sumbangan yang paling besar terhadap upaya
pengembangan dan pelestarian budayanya. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa
masyarakat Flores yang seharusnya paling tahu dan pahamterhadap budayanya. Demikian yang
dapat penulis sampaikan dalam makalah inimengenai budaya Flores.
B. Saran
Setelah mengetahui kebudayaan suku flores semoga pembaca dapat memahami apa yang
dipaparkan dalam makalah ini. Kebudayaan flores sangatlah kental dengan tradisi
keagamaanya. Demikian makalah yang saya sajikan, semoga bermanfaat dan dapat menambah
pengetahuan bagi kita semua. Saya mohon maaf atas kekurangan yang ada dalam makalah ini.
Saya menyadari dalam makalah ini jauh dari kata sempurna untuk itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat konstruktif.Semoga dapat bermenfaat bagi semua pihak
yangmembacanya. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan dalamrangka
perbaikan.
Daftar Pustaka
http://rifkiandriantono.blogspot.co.id/2015/08/makalah-tentang-7-unsur-kebudayaan-
suku.html diakses tanggal 24 januari 2016
https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Flores diakses tanggal 24 januari 2016
http://florestrawang-letare.blogspot.co.id/ diakses tanggal 24 januari 2016
Suku Manggarai di britannica.com, Encyclopædia Britannica versi daring. Diakses 30 Juli 2013.
"Etnis Manggarai, dari Ritual ke Ritual". Liputan6.com, 19 Agustus 2001. Diakses 30 Juli
2013."Manggarai" di Ethnologue. Diakses 30 Juli 2013.