Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEUNIKAN MANGGARAI

SERTA SUKU DI MANGGARAI

NAMA : FLAVIANUS RAFINO BON


NIM : 2002010022
KELAS/SEMESTER : A/2

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat, nikmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Ilmu Sosial Budaya Dasar ini yang membahas tentang Manggarai (suku Timur)
Serta keinikan daerah Manggarai.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini tak luput dari kekurangan, maka
saran dan kritik yang membangun kami harapkan dalam menyempurnakan makalah
kami, semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Manggarai, 05 Mei 2016

                                                                                                                         Penulis

DAFTAR ISI
Kata
pengantar................................................................................................................... i
Daftar
isi............................................................................................................................ ii

BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................................ 1
A.      Latar belakang...................................................................................................... 1
B.      Rumusan
masalah................................................................................................ 2
C.      Tujuan  penulis
makalah....................................................................................... 2

BAB  II
PEMBAHASAN........................................................................................................ 3
A.      PengertianManggarai...................................................................................................................... 3
B.      Ragam Budaya Manggari............................................................................................................... 4
C.      Asal usul Manggarai....................................................................................................................... 11
D.     Asal Mula suku suka Manggarai............................................................................................. 13

BAB III
PENUTUP............................................................................................................. 15
A.       Kesimpulan.................................................................................................... ....15
B.       Saran................................................................................................................. 15

Daftar
pustaka................................................................................................................. 16

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejarah Suku Manggarai ~ Suku bangsa Manggarai mendiami Kabupaten
Manggarai yang terletak di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jumlah
populasinya sekitar 350.000 jiwa. Bahasa Manggarai nampaknya terdiri atas beberapa
dialek, seperti dialek Pae, Mabai, Rejong, Mbaen,
Pota, Manggarai Tengah, ManggaraiTimur, dan Manggarai Barat. Empat dialek terdepan
mungkin merupakan bahasa dari kelompok suku bangsa tersendiri yang tunduk kepada orang
Manggarai di zaman dulu.

Pada zaman dulu di Manggarai terdapat sebuah kerajaan. Pada masa sekarang sisa-sisanya
masih kelihatan berupa pembagian wilayah tradisional ke dalam wilayah adat yang disebut
dalu. Pada zaman dulu jumlah dalu ini sampai 39 buah. Tiap-tiap dalu dikuasai oleh satu klen
atau wau tertentu. Dalam setiap dalu terdapat beberapa buah glarang dan di bawahnya lagi
terdapat kampung-kampung yang disebut beo. Orang-orang dari wau yang dominan dan
menguasai dalu menganggap diri mereka sebagai golongan bangsawan. Antara satu dalu
dengan dalu lainnya sering mengadakan aliansi perkawinan dalam sistem yang mereka sebut
perkawinan tungku (semacam perkawinan sepupu silang). Antara dalu dengan glarang sering
pula terjadi perkawinan, karena sebuah glarang umumnya juga dikuasai oleh sebuah wau
dominan. Dalu sebagai bawahan kerajaan dipimpin oleh seorang kraeng, yang biasanya
dipanggil Kraeng Adak. Kraeng yang dianggap berjasa berhak memperoleh gelar Sangaji dari
raja. Sementara itu adanya wau yang dominan itu maka dalam masyarakat
Manggarai terdapat pelapisan sosial yang cukup jelas. Pertama adalah golongan yang
menganggap dirinya bangsawan, yang biasanya memakai gelar kraeng. Kedua adalah
golongan rakyat biasa yang disebut ata lahe. Golongan ketiga adalah hamba sahaya atau
mendi. Tentu saja pada zaman sekarang pelapisan sosial ini sudah semakin kabur.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Manggarai?
2.      Apa Ragam Dan Keunikan Budaya Manggarai?
3.      Apa Asal usul  Manggarai
4.      Apa Asal Mula Suku Suka di Kabupaten  Manggarai

C.     Tujuan Penulis Makalah

1.      Untuk mengetahui dan memahami pengertian Manggarai.


2.      Untuk mengetahui dan memahami apa saja Ragam budaya dan Keunikan Daerah
Manggarai.
3.      Untuk mengetahui dan memahami Asal usul Manggarai
4.      Untuk mengetahui dan memahami Asal mula suku suka di Kabupaten Manggarai
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Menggarai
suku Manggarai adalah sebuah suku bangsa yang mendiami bagian barat pulau Flores di
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Indonesia. Suku Manggarai tersebar di tiga Kabupaten
di Provinsi yaitu, Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai, dan Kabupaten
Manggarai Timur.
Menurut catatan sejarah, mereka secara historis di kuasai secara bergantian oleh suku Bima
dari pulau Sumbawa, dan suku Makassar dari pulau Sulewesi. Terdapat sekitar 500.000 orang
Manggarai pada akhir abad ke-20.
Flores barat didiami oleh orang Manggarai. Paling tidak ada dua versi tentang penamaan
Manggarai. Versi pertama mengatakan bahwa Manggarai merupakan gabungan dua kata
dalam bahasa Gowa- Sulawesi Selatan, yaitumanggar, artinya sauh atau jangkar dan rai,
artinya putus. Jadi Manggarai artinya sauh atau jangkar putus.  Kisahnya demikian; menurut
ceritera rakyat setempat, orang-orang Gowa berlayar ke arah selatan dan menemukan sebuah
daerah yang berhutan lebat dan sangat subur. Mereka berencana mendarati daerah itu. Namun
karena hujan badai yang besar, jangkar perahu.
Versi kedua mengatakan bahwa Manggarai merupakan gabungan kata Manggar dan  Rai.
Versi ini mengatakan bahwa kata manggar diambil dari nama batu yang dibawa oleh Empo
Masur seorang keturunan raja ( Raja Luwu ) dan merupakan cikal bakal orang Todo-
Pongkor dari Sumatera Barat yang artinya watu jangkar yang biasanya digunakan untuk
menahan Wangka (Perahu) ketika berlabuh. Sedangkan kata watu rai berarti batuasah yang
digunakan untuk mengasah parang, tombak dan benda-benda tajam lainnya. Kedua batu ini
merupakan dasar pemberian nama Manggarai. 
Ada banyak versi yang berkembang di Manggarai tentang asal-usul mereka. Ada yang
mengatakan bahwa mereka adalah keturunan Sumba, Bima, Bugis Luwu, Melayu
Malaka atau Minangkabau. 
 Versi lain lagi mengatakan bahwa nenek moyang orang Manggarai, terutama orang Cibal
berasal dari Makasar. Versi ini mengatakan bahwa orang-orang Makasar di utara Floress
Barat dan bergerak menuju pedalaman dan tiba di daerah Cibal lalu mendirikan kerajaan di
daerah itu. Mereka inilah yang merupakan nenek moyang orang Cibal. Pendukung versi ini
melihat kesamaan kata-kata bahasa Manggarai dengan bahasa Makasar serta bentuk rumah
panggung ( mbaru ngaung ) selain kain sarung berupa songke (lipa songke, towe songke)
sebagai alasan.

B.     Ragam Budaya Manggarai


Pada umumnya gambaran masyarakat Manggarai bisa dilihat dari corak maupun ragam
budayanya yang tercermin dalam berbagai sistem atau sub-sistem yang berlaku. Beragam
sub-sistem yang hidup dalam masyarakat Manggarai yang dapat memperlihatkan bagaimana
sesungguhnya corak kebudayaan di Manggarai. Sub-sistem yang hidup dalam masyarakat
Manggarai yaitu sub-sistem religi,    sub-sistem organisasi, sub-sistem pengetahuan, bahasa,
kesenian, sistem mata pencaharian atau ekonomi, sistem teknologi.

1.      Religi
Secara umum, sistem religi asli orang Manggarai adalah monoteis implisit, dengan dasar
religinya yakni menyembah Tuhan Maha Pencipta dan Maha Kuasa (mori jadi dedek – Ema
pu’un kuasa), meski masih terdapat cara-cara dan tempat persembahan misalnya, compang
(mesbah) juga terkadang di bawah pohon-pohon besar yang dipandang angker dan suci.
Pada masa sekarang orang Manggarai sudah memeluk agama-agama besar. Wilayah
Kedaluan bagian timur kebanyakan memeluk agama Katolik, Kedaluan sebelah utara, barat,
dan selatan umumnya beragama Islam, dan sebagian kecil beragama Protestan. Sementara
itun sisa-sisa kepercayaan lama masih terlihat di beberapa tempat. Pada zaman dulu
masyarakat ini memuja roh nenek moyang (empo atau andung) dan amat hati-hati terhadap
gangguan makhluk halus yang disebut golo, ata pelesina, naga, dan lain-lain. Mereka juga
memiliki dewa tertinggi yang disebut Mori Karaeng.

a) Compang (Mesbah)
Yang didirikan di tengah kampung karena menurut kepercayaan orang Manggarai di sana
berdiamlah Sang Naga Beo (kekuatan pelindung) yang menjaga ketentraman warga kampung
setiap waktu. Compang itu berbentuk bulat maksudnya atau mengandung makna kekerabatan,
sehingga dalam upacara adat Manggarai sering diungkapkan kalimat sebagai berikut:
         Muku ca pu’u toe woleng curup (kesatuan kata)
         Ipung ca tiwu neka woleng wintuk (kesatuan tindakan)
         Teu ca ambong neka woleng lako (kesatuan langkah)

Wujud nyata dari prinsip ini nampak dalam kegiatan leles, kokor tago, dan lain-lain.
semuanya menekankan persaudaraan, kebersamaan, dan kekeluargaan. Di dalam masyarakat
Manggarai, khususnya berkaitan dengan religius tumbuh dan berkembangnya upacara-
upacara adat yang berkaitan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi misalnya :

1)      Dalam acara penti, ucapan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi:
         Lawang morin agu ngaran
Artinya untuk minta pengukuhan dari Tuhan sebagai pemilik atau pemberi atas benih atau
tumbuh-tumbuhan yang digunakan oleh manusia. sehingga dalam adat Manggarai,
diadakannya pesta penti (syukuran) kepada Tuhan atas pemberiannya itu.
2)      Dalam upacara kematian, ucapan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi :
         Kamping morin agu ngaran

2.      Kekeluargaan Suku Manggarai


Keluarga inti mereka sebut cak kilo. Keluarga-keluarga inti ini bergabung dalam keluarga
batih patrilineal (keluarga luas terbatas) yang disebut kilo. Beberapa kilo yang berasal dari
satu kakek moyang yang sama tergabung menjadi klan yang disebut panga. Pada masa
sekarang nampaknya panga-panga itu lebih banyak berfungsi sebagai sumber nama
kekerabatan. Pada masa dulu panga-panga itu masih merupakan bagian dari klan yang lebih
besar (wau).

3.      Ritual
Suku Manggarai terkenal memiliki sederet upacara ritual sebagai ucapan
syukur atas kehidupan yang sudah dijalani dalam periode waktu tertentu,
antara lain :
         Penti Manggarai, upacara adat merayakan syukuran atas hasil panen,
         Barong Lodok, ritual mengundang roh penjaga kebun di pusat lingko(bagian  tengah kebun),
         Barong Wae, ritual mengundang roh leluhur penunggu sumber mata air,
         Barong Compang, upacara pemanggilan roh penjaga kampung pada malam hari,
         Wisi Loce, upacara yang dilakukan agar semua roh yang diundang dapat menunggu sejenak
sebelum puncak acara Penti, dan
         Libur Kilo, upacara mensyukuri kesejahteraan keluarga dari masing-masing rumah adat.
Suku Manggarai juga mempunyai olahraga tradisional yang disebut caci, pertarungan saling pukul
dan tangkis dengan menggunakan pecut dan tameng yang dimainkan oleh dua orang pemuda di
sebuah lapangan luas. Pertunjukan caci diawali dengan pentas tarian Danding, sebelum para
jago cacicc beradu kebolehan memukul dan menangkis. Tarian itu biasanya disebut juga
sebagai  Tandak Manggarai, yang dipentaskan khusus hanya untuk meramaikan pertarungan caci.

4.      Sistem Organisasi Sosial atau Kemasyarakatan


a)  Lembaga adat atau tua adat
         Gendang
Sejarah berdirinya gendang
Secara etimologis, gendang adalah alat musik tradisional Manggarai sejenis drum. Sedangkan
secara esensial, gendang adalah lembaga kekuasaan dari suatu masyarakat hukum adat.
Seperti masyarakat hukum adat Gendang Mano, Gendang Alang Mano, Gendang Lame, dan
Gendang Bea Laing. Sehingga secara umum Gendang adalah nenek moyang dari masyarakat
hukum adat tertentu beserta keturunannya yang berkuasa untuk memerintah seluruh
masyarakat hukum adat tertentu dan berkuasa atas wilayahnya.
Dalam hal terbentuknya gendang, walaupun memiliki sejarah tersendiri tetapi melihat
struktur lembaga hukum adat yang berlaku sampai sekarang di Kabupaten Daerah Tingkat II
Manggarai, maka gendang dibentuk atau diadakan oleh Gelarang yang tugasnya untuk
menyelesaikan sengketa tanah atau lingko yang timbul antara gendang dan menentukan serta
membagikan lingko-lingko kepada setiap kampung atau gendang.
Cara lain yang membentuk atau mengadakan gendang adalah sebagai akibat memenangkan
perang atau menguasai suatu wilayah kosong.
Gendang Mano yang dimaksud dalam penelitian ini dibentuk setelah menguasai suatu
wilayah kosong yang telah ratusan tahun ditinggalkan. Wilayah kosong ini ditemukan oleh
nenek moyang orang Mano yaitu suku Kuleng. Suku ini kemudian membentuk Gendang’n
one lingko’n pe’ang yang berdiri sampai saat ini. Perlu juga diketahui bahwa nenek moyang
pertama yang menguasai wilayah Mano adalah Empo Mbak. Empo Mbak ini adalah pelarian
atau orang buangan dari suku Minangkabau sebagai akibat perebutan kekuasaan. Dalam
legenda orang Manggarai, Empo Mbak ini adalah seorang keturunan raja Minangkabau.
Dalam perkembangannya, karena memiliki lingko yang luas dan banyak maka Gendang
Mano memberikan (widang) suatu lingko kepada orang Alang sebagai tanda persaudaraan.
Kemudian terbentuklah gendang’n onen lingkon’n pe’ang, dari Gendang Alang
Mano.Demikian juga dengan Gendang Bea Laing yang disebut dengan Gendang Ase Ka’e
(famili, sanak saudara), karena sebenarnya Bea Laing berasal dari suku Pau Ruteng. Atas
kebaikan orang Mano mereka lalu diberikan untuk menghuni wilayah Bangka Pau di Mano
kemudian pindah ke Mera Mano. Karena perkembangan akhirnya mereka pindah ke Bea
Laing untuk menetap, dan melalui perkawinan maka terjadilah hubungan dengan masyarakat
Gendang Mano, karena melalui suatu kebijaksanaan maka Gendang Mano memberikan
lingko kepada suku Pau Ruteng.

Sedangkan terbentuknya Gendang Lame atau gendang widang (pembagian) adalah gendang
pembagian kepada saudari perempuan atau kepada anak mantu.Maka Gendang Mano
membagi lingko untuk mendirikan Gendang Lame. Serta lembaga hukum adatnya yaitu
Gendang’n onen lingko’n pe’ang. Sehingga hubungan antara Gendang Mano dan ketiga
Gendang tersebut sangat erat dan harmonis dan ketiga Gendang yang dibentuk tetap tunduk
dan taat kepada Gendang Mano, seperti dalam hal sebagai berikut :
Ketiga Gendang harus tunduk dan taat kepada perintah dari Gendang Mano dalam hubungan
adat istiadat mengenai lingko.
  Apabila ketiga Gendang tersebut membagi moso atau lodok (membagi tanah per keluarga),
Gendang Mano harus mendapatkan juga satu bagian sebagai Gendang induk.
   Masyarakat dari kegita Gendang harus hadir apabila dipanggil oleh Tu’a Gendang Mano
sehubungan dengan pesta penti.
a)      Fungsi, tugas dan struktur organisasi gendang
Pada dasarnya fungsi, tugas dan struktur organisasi gendang yang ada di Manggarai sama.

1)      Fungsi organisasi gendang :


         Menegakkan sejarah garis keturunan.
         Mempertahankan kekuasaan gendang.
         Mempersatukan warga gendang.
         Menata kehidupan sosial warga gendang.
         Mempertahankan kepemilikan tanah dan mengatur pembagiannya.
         Membentuk pertahanan yang kuat dalam menghadapi musuh.

2)      Tugas organisasi gendang :


         Menjaga dan memelihara kesinambungan keberadaan keturunan gendang.
         Menata ketertiban sosial bagi kehidupan warga gendang.
         Memasukkan kehidupan bersama warga gendang.

5.      Ilmu Pengetahuan
Sejak dulu, orang Manggarai memiliki pengetahuan tentang alam sekitarnya, baik fauna
maupun flora dengan seluruh ekosistemnya. Sistem dan pola hidup masyarakat Manggarai
yang agraris mengharuskan mereka memiliki pengetahuan yang cukup tentang flora, tentang
tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat bagi kehidupannya.
Begitu pun pengetahuan tentang fauna dimiliki secara turun temurun karena orang Manggarai
pada dasarnya senang beternak dan berburu.

6.      Bahasa
Mengutip hasil penelitian Pastor P.J. Verheijen, SVD yang dilakukannya sebelum 1950
menyebutkan bahwa di Manggarai terdapat enam bahasa, yaitu bahasa Komodo di pulau
Komodo, bahasa Werana di Manggarai Tenggara, bahasa Rembong di Rembong yang
wilayahnya meluas ke Ngada Utara, bahasa Kempo di wilayah Kempo, bahasa Rajong di
wilayah Rajong dan bahasa Manggarai Kuku yang termasuk atas lima kelompok dialeg,
termasuk bahasa Manggarai Timur Jauh.
Pengelompokkan bahasa tersebut sekaligus mengisyaratkan secara umum kelompok budaya
di Manggarai yang erat kaitannya dengan corak kesatuan genealogis, sebab kesatuan
genealogis yang lebih besar di Manggarai adalah Wa’u (klen patrilineal) dan perkawinan pun
patrilokal. Dalam kesatuan genealogis inilah bahasa terpelihara baik secara turun temurun.
Suku ini menuturkan  bahasa Manggarai, sebuah bahasa yang disebut sebagai tombo
Manggarai oleh para penutur aslinya. Bahasa ini mempunyai  sekitar 43 subdialek.

7.      Kesenian
Di Manggarai juga tumbuh dan berkembang berbagai jenis kesenian khas daerah ini seperti
seni sastra, musik, tari, lukis, disain dan kriya. Dari berbagai jenis kesenian itu, ada dua jenis
yang sudah mencapai tingkat sebuah peradaban dan sudah dikenal luas, yakni seni
pertunjukan caci dan seni rupa (kriya), songke.
Caci sudah merupakan puncak kebudayaan Manggarai yang unik dan sarat makna: seni gerak
(lomes), nilai etika (sopan santun), nilai estektika, muatan nilai persatuan, ekspresi suka cita,
nilai sportifitas, serta penanaman percaya diri.

  Beberapa macam kesenian di Manggarai :


1)      Seni Musik
Alat-alat musik tradisional : sunding, gong, gendang, tambor, tinding.
2)      Seni Tenun
Tenun Songke
Seni kriya songke sarat dengan nilai dan simbol. Warna dasar hitam pada songke
melambangkan sebuah arti kebesaran dan keagungan orang Manggarai serta kepasrahan
bahwa semua manusia akhirnya akan kembali pada Yang Maha Kuasa. Sedangkan aneka
motif bunga pada kain songke mengandung banyak makna sesuai motif itu sendiri seperti
motif wela kawong bermakna interdependensi antara manusia dengan alam sekitarnya.
Motif ranggong (laba-laba) bersimbol kejujuran dan kerja keras. Motif ju’i (garis-garis batas)
pertanda keberakhiran segala sesuatu, yaitu segala sesuatu ada akhirnya, ada batasnya. Motif
ntala (bintang) terkait dengan harapan yang sering dikumandangkan dalam tudak, doa porong
langkas haeng ntala, supaya senantiasa tinggi sampai bintang.
Maksudnya, agar senantiasa sehat, umur panjang, dan memiliki ketinggian pengaruh lebih
dari orang lain dalam hal membawa perubahan dalam hidup.
Motif wela runu (bunga runu), yang melambangkan sikap atau ethos bahwa orang Manggarai
bagaikan bunga kecil tapi memberikan keindahan dan hidup di tengah-tengah kefanaan ini.
3)      Seni Sastra
Cerita-cerita rakyat.
4)      Seni Tari
Ronda adalah sebuah nyanyian yang dipakai sebagai nyanyian perarakan, misalnya
menjemput tamu baru.

  Sae
Sebuah tarian adat Manggarai untuk memeriahkan sebuah pesta. Misalnya dalam upacara
adat masyarakat yaitu upacara paki kaba dalam rangka congko lokap atau menempatkan
kampung baru.
   Sanda
Sebuah nyanyian, yang dinyanyikan oleh banyak orang dalam bentuk lingkaran. Sanda sering
dipakai dalam upacara menjelang pesta penti dan pesta adat lainnya.
1.      Danding
2.      Wera

8.      Sistem Mata Pencaharian atau Ekonomi


Mata pencaharian sebagian besar suku Manggarai adalah bercocok tanam di ladang dan di
sawah. Pada umumnya mereka menanam padi, jagung, ubi kayu dan sayur. Hewan ternak
yang paling utama di daerah masyarakat ini adalah kuda.
Aktivitas perekonomian atau mata pencaharian sudah sangat lama dikenal dalam masyarakat
Manggarai. Bahkan sepanjang usia peradaban yang dimilikinya, seusia itu pula pengenalan
masyarakat setempat terhadap kegiatan mencari nafkah, berdagang atau bermata pencaharian.
Dalam bidang pertanian, sudah sangat lama dikenal pola perkebunan yang disebut oleh
masyarakat setempat dengan lingko (kebun komunal atau sistem pembagian tanah pertanian
yang disebut lodok).
Sama seperti halnya sub-sistem sosial yang lain, sub-sistem ekonomi dan mata pencaharian
orang Manggarai senantiasa melekat dengan nuansa-nuansa religi. Pesta kebun adalah acara
syukuran kepada mori jari dedek dan arwah nenek moyang atas hasil padi dan jagung yang
diperoleh. Begitu pula upacara penanaman benih atau upacara silih yang dilakukan agar
kebun atau ladang terhindarkan dari berbagai hama penyakit yang mengganggu tanaman.
Seperti diketahui, masyarakat Manggarai pada umumnya adalah masyarakat agraris. Secara
turun temurun dua jenis tanaman andalan masyarakat adalah padi dan jagung. Bahwa
kemudian kopi mendapat tempat sebagai komoditas yang akrab dengan orang Manggarai.
Sejak tahun 1938, pembukaan sawah dengan sistem irigasi sudah dikenal di Manggarai.
Semula sistem irigasi persawahan ini kurang diminati masyarakat karena terasa asing. Tapi,
setelah melihat hasil pekerjaan orang yang mengerjakan jauh lebih baik dan menjanjikan,
maka sistem irigasi pun secara berangsur-angsur mulai ditiru dan kemudian malah menjadi
kegiatan primadona.
Di samping mengerjakan sawah, berladang dan menanam kopi orang Manggarai juga
terkenal handal dalam beternak kerbau, sapi, kuda, babi, anjing, ayam, serta melaut.

9.      Politik
Sistem politik mereka berdasarkan pada klan, dipimpin oleh seorang kepala
klan yang dipanggil Todo. Suku ini menerapkan sistem keturunan Patrilineal,
dan secara historis mereka bermukim di desa-desa, yang terdiri dari setidaknya
dua klan.

10.  Teknologi
Masyarakat Manggarai di masa lalu sudah mengenal bahkan mampu menghasilkan peralatan
atau perkakas yang dibutuhkan untuk kehidupannya.
Secara tradisional, mereka sudah dapat membangun rumah.
Dalam hal pembuatan rumah, misalnya di Manggarai dikenal lima tahapan yang sekaligus
menggambarkan konstruksi segi lima. Konstruksi segi lima ini berkaitan dengan latar
belakang filosofis dan sosiologis. Angka ini memang dipandang sebagai angka keramat
karena secara kausalistis dihubungkan dengan rempa lima (lima jari kaki), mosa lima (lima
jari dalam ukuran pembagian kebun komunal), sanda lima, wase lima, lampek lima.
Untuk pakaian, orang Manggarai sebelum mereka mengenal tenun ikat, bahan pakaiannya
terbuat dari kulit kayu cale (sejenis sukun).
Sementara untuk perhiasan sebelum mereka mengenal logam, perhiasan mereka umumnya
terbuat dari tempurung kelapa, kayu atau akar bahar.
Begitupun teknologi pembuatan minuman tradisional juga sudah dikenal cama di masyarakat
Manggarai, yakni proses pembuatan atau mencampur air enau dengan kulit damer sehingga
menghasilkan alkohol berkadar tinggi seperti arak atau tuak.
Masyarakat Manggarai sejak dulu juga sudah mengenal cara pembuatan obat-obatan yang
berasal dari daun-daunan, misalnya londek jembu yaitu pucuk daun jambu untuk mengobati
sakit perut, kayu sita, untuk pengombatan disentri.
Sebelum mengenal logam, untuk alat-alat pertanian, masyarakat Manggarai sudah mengenal
perkakas dari bambu, kayu atau tanah liat untuk mengolah tanah pertanian. Sementara alat
perburuan yang dikenal yakni bambu runcing, lidi enau, tali ijuk.

C.     Asal usul  Manggarai
                             
                           Dr. Alice Robert - salah satu pendukung Teori Out of Africa
Dalam bukunya, The Incredible Human Journey,  Dr. Alice Roberts menelusuri sejarah
migrasi manusia berdasarkan penemuan-penemuan tulang belulang homo sapiens dan
merangkainya dalam teori perjalanan manusia yang dimulai dari Afrika pada 150.000 tahun
yang lalu. Dari penemuan-penemuan itu, Roberts dan para ahli lainnya membangun teori
bahwa seluruh manusia apapun rasnya berasal dari Afrika dan menyebar keseluruh penjuru
dunia. Teori itu dibangun lewat jejak DNA dari berbagai ras manusia di dunia dan metode
menghubungkan iklim dunia pada saat itu dengan proses migrasi manusia. 
Dr Roberts memperkirakan bahwa ini terjadi pada 70.000 tahun yang lalu, ketika iklim bumi
berubah, dan gurun Sahara menghijau hanya beberapa ratus tahun lamanya. Kesempatan ini
memungkinkan sekelompok manusia melintasi Afrika dan menyeberang ke jazirah Arab
sebelah selatan.Dari sana kelompok itu memecahkan diri. Ada yang menuju ke timur dan ada
yang menuju ke barat.  Kelompok yang menuju ke timur, mencapai Anak Benua India
melalui Timur Tengah dan mencapai Oseania melalui Indonesia . Diperkirakan 50 sampai 60
ribu tahun lalu mereka telah sampai di Australia lebih dahulu sebelum menyebar di wilayah
Asia lainnya. 

D.    Asal Mula Suku Suka di Kabupaten  Manggarai


”Konon, di puncak Mandosawu hiduplah sepasang suami isteri yg bernama Jun dan Jendu.
Mereka mempunyai lima orang anak laki-laki. Selain itu, mereka juga memiliki anak- anak
yg lain berupa poti koing (makhluk gaib), darat (dedemit), nepa' (ular sanca), ka' (burung
gagak), dan beberapa jenis binatang lainnya. “
Karena begitu banyaknya anak mereka dengan berbagai karakter yang berbeda, keseharian keluarga
ini selalu diwarnai percecokan dan perselisihan. Oleh karena itu, sang ayah memutuskan untuk
memisahkan anak-anaknya dengan menempatkan kelima anak laki-lakinya di berbagai wilayah di
Manggarai untuk bisa hidup mandiri. Pada akhirnya kelima anak laki-laki ini menurunkan beberapa
suku penting di Manggarai. Anak sulung menghasilkan keturunan Todo, anak kedua menghasilkan
keturunan Pongkor, anak ke tiga menghasilkan keturunan Ruteng Pu'u, anak ke empat menurunkan
suku Congkar dan anak bungsu merupakan nenek moyangnya suku Suka.
Ketika kelima anak ini keluar dari Mandosawu, usia si bungsu yg diberi nama Ndolu masih sangat
muda. Oleh sebab itu, dalam perjalanannya ke arah timur ia ditemani dan dipandu oleh beberapa
saudaranya berupa nepa', ka', dan poti koing.
Setelah menempuh perjalanan jauh yang cukup lama dan melelahkan, maka tibalah mereka di
tempat tujuan yaitu di Pong Suka dalam kawasan pegunungan Poco Mbengan yg kini terletak di Desa
Ranakolong Kecamatan Kota Komba.
Selama berada di Pong Suka kedua saudaranya mengajari dan membimbing si bungsu untuk bisa
membangun pondok, mencari makanan dan berkebun. Setelah si bungsu dirasa sudah bisa
mengurusi dirinya sendiri ketiga saudaranya pun pulang ke Mandosawu dan meninggalkan si bungsu
sendirian.
Diceritakan, bahwa dalam kesendiriannya si bungsu yang kala itu mulai beranjak dewasa merasa
sangat kesepian. Ia pun merindukan kedua orang tuanya serta saudara- saudaranya di Mandosawu
sampai suatu ketika di Pong Suka terjadilah hujan lebat tanpa henti selama tujuh hari tujuh malam.
Ketika hujan mulai reda pada hari ketujuh, terjadilah suatu keajaiban. Tiba-tiba, muncullah seorang
gadis cantik di hadapan si bungsu. Gadis inilah yang menemani dan mengisi hari-hari si bungsu.
Dengan hadirnya gadis cantik tersebut maka kesepian, kerinduan dan kegamangan si bungsu pun
berbubah menjadi kegembiraan, suka cita dan harapan. Akhirnya, mereka hidup bahagia sebagai
suami isteri dan memiliki keturunan. Di kemudian hari, anak-anak dari pasangan inilah yang menjadi
cikal bakal keturunan suku Suka di Manggarai Timur yang sekarang ini tersebar dan mendiami
wilayah Ronggakoe dan sekitarnya.
Dalam sejarah perkembangannya, dengan alasan yang tidak disebutkan salah satu dari keturunan
suku Suka di Manggarai Timur bermigrasi ke arah barat. Keturunan Suka pun menyebar ke daerah
Kolang di Kuwus, Manggarai Barat. Sampai sekarang, baik suku Suka di Ronggakoe maupun di
Kolang tidak memungkiri bahwa mereka merupakan saudara yang berasal dari nenek moyang yang
sama di Pong Suka.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Budaya Flores yang beraneka ragam menuntut semua pihak untuk ikut serta
dalamusaha pengembangan dan pelestarian budaya Flores. Dalam hal ini, masyarakat Flores
sendirilah yang diharapkan memberikan sumbangan yang paling besar terhadap upaya
pengembangan dan pelestarian budayanya. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa
masyarakat Flores yang seharusnya paling tahu dan pahamterhadap budayanya. Demikian yang
dapat penulis sampaikan dalam makalah inimengenai budaya Flores.

B.  Saran
Setelah mengetahui kebudayaan suku flores semoga pembaca dapat memahami apa yang
dipaparkan dalam makalah ini. Kebudayaan flores sangatlah kental dengan tradisi
keagamaanya. Demikian makalah yang saya sajikan, semoga bermanfaat dan dapat menambah
pengetahuan bagi kita semua. Saya mohon maaf atas kekurangan yang ada dalam makalah ini.
Saya menyadari dalam makalah ini jauh dari kata sempurna untuk itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat konstruktif.Semoga dapat bermenfaat bagi semua pihak
yangmembacanya. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan dalamrangka
perbaikan.
Daftar Pustaka

Depdikbud 1977/1978, Lebar 1964

http://rifkiandriantono.blogspot.co.id/2015/08/makalah-tentang-7-unsur-kebudayaan-
suku.html diakses tanggal 24 januari 2016
https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Flores diakses tanggal 24 januari 2016
http://florestrawang-letare.blogspot.co.id/ diakses tanggal 24 januari 2016
Suku Manggarai di britannica.com, Encyclopædia Britannica versi daring. Diakses 30 Juli 2013.
"Etnis Manggarai, dari Ritual ke Ritual". Liputan6.com, 19 Agustus 2001. Diakses 30 Juli
2013."Manggarai" di Ethnologue. Diakses 30 Juli 2013.

Anda mungkin juga menyukai