MASYARAKAT SASAK
Dosen Pengampu
Disusun Oleh
Sri Rahmawati (202111520029)
2021/2022
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pulau Lombok adalah sebuah pulau di kepulauan Sunda Kecil atau
Nusa Tenggara yang terpisahkan oleh Selat Lombok dari Bali di sebelah barat
dan Selat Alas di sebelah timur dari Sumbawa. Lombok yang terkenal sebagai
tempat wisata yang indah ini, dihuni oleh satu suku yang unik kebudayaannya
untuk diketahui lebih dalam lagi.
Dengan letak geografis antara 116o–117oBT dan 8o–9oLS, pulau ini
berbentuk menyerupai bentuk bulat dan juga berbentuk semacam “ekor” di
sisi barat daya yang panjangnya kurang lebih 70 km. Luas pulau ini juga
mencapai 5.434 km2.
Menurut data dari Kabupaten Lombok Timur, pada tahun 2007 jumlah
penduduk 1.067.673 jiwa yang terdiri atas 486.645 jiwa (45,63%) laki-laki
dan perempuan 581.028 jiwa.
Sekitar 85% penduduk pulau ini diduduki oleh Suku Sasak dan
selebihnya adalah suku lainnya, seperti suku mbojo (Bima), Dompu, samawa
(Sumbawa), Jawa dan hindu (Bali Lombok). Suku Sasak adalah suku
terbesar di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Suku Sasak masih dekat dengan
suku bangsa Bali, tetapi suku ini sebagian besar memeluk agama Islam.
Nenek moyang suku Sasak berasal dari campuran penduduk asli
Lombok dengan para pendatang dari Jawa Tengah yang terkenal dengan
julukan Mataram, pada zaman raja yang bernama Rakai Pikatan dan
permaisurinya Pramudhawardani. Kata sasak itu sendiri berasal dari kata sak-
sak yang artinya sampan. Karena moyang orang Lombok pada jaman dulu
berjalan dari daerah bagian barat Lomboq(lurus) sampai kearah timur terus
menuju sebuah pelabuhan di ujung timur pulau yang sekarang bernama
Pelabuhan Lombok. Mereka banyak menikah dengan penduduk asli hingga
memiliki anak keturunan yang menjadi raja sebuah kerajaan yang didirikan
yang bernama Kerajaan Lombok yang berpusat di Pelabuhan Lombok.
1
Setelah beranak pinak, sebagai tanda kisah perjalanan dari Jawa memakai
sampan (sak-sak), mereka menamai keturunannya menjadi suku Sak-sak,
yang lama-kelamaan menjadi Sasak.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Suku Sasak dapat terbentuk ?
2. Apa bahasa yang digunakan oleh masyarakat Sasak ?
3. Seperti apa sistem dan struktur masyarakat Sasak ?
4. Apa kepercayaan masyarakat Sasak ?
5. Bagaimana tata ruang dan arsitektur Suku Sasak ?
6. Seperti apa tradisi dan seni yang dianut masyarakat Sasak ?
7. Bagaimana upaya pemberdayaan Suku Sasak ?
C. Tujuan
1. Untuk menambah wawasan tentang salah satu suku di Indonesia
2. Untuk mengenal lebih jauh tentang Suku Sasak
3. Untuk mengetahui sejarah terdahulu dari Suku Sasak
4. Untuk mengetahui upaya pemberdayaan Suku Sasak di era modern ini
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Dalam kitab Nagarakertagama terdapat ungkapan “lombok sasak mirah adi”
yang kurang lebih dapat diartikan sebagai “kejujuran adalah permata yang utama”.
Pemaknaan ini merujuk kepada kata sasak (sa-sak) yang diartikan sebagai satu
atau utama; Lombok (Lomboq) dari bahasa kawi yang dapat diartikan sebagai
jujur atau lurus; mirah diartikan sebagai permata dan adi bermakna baik.
A. Sejarah Suku Sasak
Sejarah Lombok sepertinya tidak dapat dipisahkan dari silih
bergantinya kekuasaan dan peperangan pada masa itu. Baik itu peperangan
antarkerajaan di Lombok sendiri, maupun peperangan yang ditimbulkan oleh
perluasan kekuasaan dari wilayah lain.
Konon, pada masa pemerintahan Raja Rakai Pikatan di Medang
(Mataram Kuno), telah banyak pendatang dari Pulau Jawa ke Pulau Lombok.
Banyak di antara mereka kemudian melakukan pernikahan dengan warga
setempat sehingga keturunan-keturunan selanjutnya dikenal sebagai suku
sasak.
Selanjutnya, dalam catatan sejarah abad ke-14-15 Masehi, Pulau
Lombok ini kemudian berada di bawah pengaruh kekuasaan Kerajaan
Majapahit. Bahkan kabarnya Maha Patih Gajah Mada sendiri yang waktu itu
datang ke Pulau Lombok untuk menundukan beberapa kerajaan yang ada di
Pulau itu.
Melemahnya pengaruh Majapahit membuka jalan bagi perkembangan
Islam ke daerah Lombok. Islam mungkin sudah sampai di Pulau lombok jauh
sebelumnya, tapi penyebaran yang signifikan muncul karena bantuan para
wali beserta kekuasaan Islam di tanah Jawa dan wilayah Makassar.
Selama kurun waktu abad ke-16-17 Islam bahkan telah berhasil
menguasai Kerajaan Selaparang, salah satu kerajaan yang cukup kuat di Pulau
Lombok. Islam kemudian menyebar di Lombok, meski masih tetap tercampur
dengan kebudayaan lokal.
Kerajaan Bali yang selalu berusaha menjadikan wilayah Lombok
menjadi kekuasaannya, berhasil menduduki Lombok Barat sekitar akhir abad
ke-I7 Masehi, kemudian melebarkan kekuasaannya terhadap hampir seluruh
4
wilayah Lombok setelah berhasil menaklukan Selaparang dan memukul
mundur pengaruh Makassar.
Belanda yang saat itu telah menguasai Sumbawa dibukakan jalan oleh
bangsawan Sasak untuk berkuasa di Lombok. Konon Kabarnya para
bangsawan sasak meminta campur tangan dari militer Belanda agar
memerangi dinasti Bali di Lombok.
Ketika akhirnya Belanda berhasil mengambil penguasaan Lombok dari
Kerajaan Bali, alih-alih mengembalikan Lombok kepada para bangsawan
Sasak, mereka justru menjadi penjajah baru di wilayah itu. Menurut Kraan
(1976) menyebutkan bahwa Belanda telah berhasil mengambil wilayah yang
sebelumnya berada di bawah Kerajaan Bali, dan memberlakukan pajak yang
sangat tinggi pada penduduknya.
Antara Jawa-Bali-Lombok memang mempunyai beberapa kesamaan
budaya, selain karena faktor perluasan kekuasaan kerajaan-kerajaan yang silih
berganti, kedekatan wilayah yang memungkinkan penduduknya dengan
mudah berpindah dan terjadi akulturasi budayanya.
B. Bahasa Orang Sasak
Bahasa Sasak, terutama yang berkenaan dengan sistem aksaranya,
memiliki kedekatan dengan sistem aksara Jawa-Bali, sama-sama
menggunakan aksara Ha-Na-Ca-Ra-Ka. Kendati demikian, secara pelafalan,
bahasa Sasak ternyata lebih memiliki kedekatan dengan bahasa Bali.
Menurut penelitian para etnolog yang mengumpulkan hampir semua
bahasa di dunia, menggolongkan bahasa Sasak kedalam rumbun bahasa
Austronesia Melayu-Polinesian. Juga ada kesamaan ciri dengan rumpun
bahasa Sunda-Sulawesi, dan Bali-Sasak.
Bahasa Sasak yang digunakan di Lombok secara dialek dan lingkup
kosakatanya dapat digolongkan kedalam beberapa bahasa sesuai dengan
wilayah penuturnya; Mriak-Mriku (Lombok Selatan), Meno-Mene dan
Ngeno-Ngene (Lombok Tengah), Ngeto-Ngete (Lombok Tenggara), dan
Kuto-Kute (Lombok Utara).
5
C. Struktur dan Sistem Masyarakat Sasak
Suku Sasak pada masa lalu secara sosial-politik, digolongkan dalam
dua tingkatan sosial utama, yaitu golongan bangsawan yang disebut
perwangsa dan bangsa Ama atau jajar karang sebagai golongan masyarakat
kebanyakan.
Golongan perwangsa ini terbagi lagi atas dua tingkatan, yaitu
bangsawan tingi (perwangsa) sebagai penguasa dan bangsawan rendahan
(triwangsa). Bangsawan penguasa (perwangsa) umumnya menggunakan
gelar datu. Selain itu mereka juga disebut Raden untuk kaum laki-laki dan
Denda untuk perempuan.
Seorang Raden jika menjadi penguasa maka berhak memakai gelar
datu. Perubahan gelar dan pengangkatan seorang bangsawan penguasa itu
umumnya dilakukan melalui serangkaian upacara kerajaan.
Bangsawan rendahan (triwangsa) biasanya menggunakan gelar lalu
untuk para lelakinya dan baiq untuk kaum perempuan. Tingkatan terakhir
disebut jajar karang atau masyarakat biasa. Panggilan untuk kaum laki-laki di
masyarakat umum ini adalah loq dan untuk perempuan adalah le.
Golongan bangsawan baik perwangsa dan triwangsa disebut sebagai
permenak. Para permenak ini biasanya menguasai sejumlah sumber daya dan
juga tanah. Ketika Kerajaan Bali dinasti Karangasem berkuasa di Pulau
Lombok, mereka yang disebut permenak kehilangan haknya dan hanya
menduduki jabatan pembekel (pejabat pembantu kerajaan).
Masyarakat Sasak sangat menghormati golongan permenak baik
berdasarkan ikatan tradisi dan atau berdasarkan ikatan kerajaan. Di sejumlah
desa, seperti wilayah Praya dan Sakra, terdapat hak tanah perdikan (wilayah
pemberian kerajaan yang bebas dari kewajiban pajak).
Setiap penduduk mempunyai kewajiban apati getih, yaitu kewajiban
untuk membela wilayahnya dan ikut serta dalam peperangan. Kepada mereka
yang berjasa, Kerajaan akan memberikan beberapa imbalan, salah satunya
adalah dijadikan wilayah perdikan.
6
Landasan sistem sosial masyarakat dalam kehidupan suku Sasak
umumnya mengikuti garis keturunan dari pihak laki-laki (patrilineal). Akan
tetapi, dalam beberapa kasus hubungan masyarakatnnya terkesan bilateral
atau parental (garis keturunan diperhitungkan dari kedua belah pihak; ayah
dan ibu).
Pola kekerabatan yang dalam tradisi suku sasak disebut Wiring Kadang
ini mengatur hak dan kewajiban anggota masyarakatnya. Unsur-unsur
kekerabatan ini meliputi Kakek, Ayah, Paman (saudara laki-laki ayah),
Sepupu (anak lelaki saudara lelaki ayah), dan anak-anak mereka.
Wiring Kadang juga mengatur tanggung jawab mereka terhadap
masalah-masalah keluarga, pernikahan, masalah warisan dan hak-kewajiban
mereka. Harta warisan disebut pustaka dapat berbentuk tanah, rumah, dan
juga benda-benda lainnya yang merupakan peninggalan leluhur. Orang-orang
Bali memiliki pola kekerabatan yang hampir sama disebut purusa dengan
harta waris yang disebut pusaka.
D. Kepercayaan Masyarakat Sasak
Boda adalah nama dari kepercayaan asli Suku Sasak, beberapa
menyebutnya Sasak Boda. Walapun ada kesamaan pelafalan dengan Buddha,
Boda tidak memiliki kesamaan dan hubungan dengan Buddhisme.
Orang Sasak yang menganut kepercayaan Boda tidak mengenal dan
mengakui Sidharta Gautama (Sang Buddha) sebagai figur utama. Agama
Boda orang Sasak ini justru ditandai dengan penyembahan roh-roh leluhur
mereka sendiri.
Kerajaan Majapahit masuk ke Lombok dan membawa serta budayanya.
Hindu-Buddha Majapahit pun kemudian dikenal oleh Suku Sasak. Di akhir
abad ke 16 hingga abad ke 17 awal perkembangan agama Islam menyentuh
pulau Lombok. Salah satunya karena peran Sunan Giri. Setelah
perkembangan Islam, kepercayaan Suku Sasak sebagian berubah dari Hindu
menjadi penganut Islam.
7
Berdasarkan sistem kepercayaan Suku Sasak pada masa-masa
selanjutnya, kemudian dapat diklasifikasikan tiga kelompok utama; Boda,
Wetu Telu, dan Islam (Wetu Lima).
Penganut Boda sebagai komunitas kecil yang berdiam di wilayah
pegunungan utara dan di lembah-lembah pegunungan Lombok bagian selatan.
Kelompok Boda ini konon adalah orang-orang Sasak yang dari segi
kesukuan, budaya, dan bahasa menganut kepercayaan asli. Mereka
menyingkir ke daerah pegunungan melepaskan diri dari islamisasi di
Lombok.
Sedangkan Agama Wetu telu awalnya memiliki ciri sama dengan
Hindu-Bali dan Kejawen. Di antara unsur-unsur umum, peran leluhur begitu
menonjol. Hal itu didasarkan pada pandangan yang berakar pada kepercayaan
tentang kehidupan senantiasa mengalir.
8
melakukan ibadah, yaitu pada hari Kamis dan atau Jumat, meliputi waktu
Asar. Untuk urusan ibadah lainnya biasanya dilakukan oleh pemimpin agama
mereka; para kiai dan penghulu.
Para penganut Islam-Wetu telu membangun Masjid (tempat ibadah)
mereka dengan gaya arsitektur khas Suku Sasak, dari kayu dan bambu,
dengan bagian atapnya terbuat dari jenis alang-alang atau sirap dari bambu.
Dengan denah berbentuk persegi empat dan bagian atap seperti piramid
bertumpang yang disangga dengan tiang-tiang, beberapa ahli menilai
arsitektur masjid ini mirip dengan Arsitektur masjid lama di Ternate dan
Tidore.
E. Tata Ruang dan Arsitektur Suku Sasak
Rumah-rumah suku Sasak berbeda dengan arsitektur Bali pada
umumnya. Di dataran, perkampungan suku Sasak cenderung luas dan
melintang. Desa-desa Suku Sasak di wilayah pegunungan tertata rapi
mengikuti perencanaan yang pasti.
Di Lombok bagian utara, biasanya perkampungan Suku Sasak terdapat
dua baris rumah tipe bale, dengan sederet lumbung padinya di satu sisi yang
lain. Bangunan lain yang menjadi ciri khas perkampungan orang Sasak adalah
rumah besar (bale bele).
Di antara deretan rumah-rumah itu dibangun balai yang bersisi terbuka
(beruga) sebagai tempat pertemuan. Balai terbuka menyediakan panggung
untuk kegiatan sehari-hari dalam fungsi hubungan sosial masyarakat. Balai
ini juga digunakan untuk urusan keagamaan misalnya upacara penghormatan
jenazah sebelum dikuburkan. Sementara makam leluhur yang terdiri dari
rumah-rumah kayu dan bambu kecil dibangun di wilayah bagian atas dari
perkampungan.
Sedikitnya ada empat jenis dasar lumbung dengan ukuran yang
berbeda-beda. Semua lumbung, kecuali jenis lumbung padi yang berukuran
kecil, memiliki panggung di bawah. Desa-desa di Lombok bagian selatan,
panggung yang berada di bagian bawah lumbung padi berperan sebagai balai.
Di Lombok bagian utara, tidak semua desa memiliki lumbung padi.
9
Lumbung padi menjadi ciri khas yang sangat menarik dalam arsitektur
suku Sasak. Bangunan Lumbung itu didirikan pada tiang-tiang dengan cara
dan ciri khas yang mirip bangunan-bangunan Austronesia.
Bangunan ini memiliki atap berbentuk topi yang ditutup ilalang. Empat
tiang besar menyangga tiang-tiang melintang di bagian atas tempat kerangka
utama dibangun. Bagian atas penopang kayu kemudian menguatkan rangka-
rangka bambunya yang semua bagiannya ditutupi ilalang.
Satu-satunya yang dibiarkan terbuka adalah sebuah lubang persegi kecil
yang terletak tinggi di bagian ujung berfungsi untuk menaruh padi hasil
panen. Untuk mencegah hewan pengerat masuk. Piringan kayu besar yang
mereka sebut jelepreng, disusun di bagian atas puncak tiang dasarnya.
Rumah tradisional Suku Sasak berdenah persegi, tidak berjendela dan
hanya memiliki satu pintu dengan pintu ganda yang telah diukir halus. Di
bagian dalam, tidak terdapat tiang-tiang penyangga atap.
Bubungan atapnya curam, terbuat dari jerami yang memiliki ketebalan
kurang lebih 15 centimeter. Atap itu sengaja dibiarkan menganjur ke bagian
dinding dasar yang hampir menutupi bagian dinding.
10
Dinding terdiri dari dua bagian, bagian tengah yang menyatu dengan
atap dibuat dari bambu, bagian bawah dibuat dari campuran lumpur, dan
jerami yang permukaannya telah dipelitur halus.
11
Kini Sasak bahkan dikenal bukan hanya sebagai kelompok masyarakat
tapi juga merupakan entitas budaya yang melambangkan kekayaan tradisi
Bangsa Indonesia di mata dunia.
Berikut beberapa seni dan tradisi yang cukup terkenal dari suku Sasak:
1. Bau Nyale
Nyale adalah sejenis binatang laut, termasuk jenis cacing (anelida)
yang berkembang biak dengan bertelur. Dalam alam kepercaan Suku
Sasak, Nyale bukan sekedar binatang, beberapa legenda dari Suku ini
yang menceritakan tentang putri yang menjelma menjadi Nyale.
12
Lainnya menyatakan bahwa Nyale adalah binatang anugerah,
bahkan keberadaannya dihubungkan dengan kesuburan dan keselamatan.
Ritual Bau Nyale atau menangkap nyale digelar setahun sekali. Biasanya
pada tanggal 19 atau 20 pada bulan ke-10 atau ke-11 menurut
perhitungan tahun suku Sasak, kurang lebih berkisar antara bulan
Februari atau Maret.
2. Rebo Bontong
Suku Sasak percaya bahwa hari Rebo Bontong merupakan hari
puncak terjadi bencana dan atau penyakit (Bala) sehingga bagi mereka
sesuatu yang tabu jika memulai pekerjaan tepat pada hari Rebo Bontong.
Kata Rebo dan juga Bontong kurang lebih artinya “putus” atau
“pemutus”.
13
Upacara Bebubus Batu
14
jenis makhluk. Upacara ini dilakukan untuk mempererat ikatan
persaudaraan, persatuan dan gotong royong antar masyarakat, serta cinta
kasih di antara makhluk Tuhan.
5. Lomba Memaos
Memaos kurang lebih artinya membaca dan orang yang membaca
di sebut pepaos. Lomba memaos adalah lomba untuk membaca lontar
yang menceritakan hikayat dari leluhur mereka.
Memaos
15
Tarian Tandang Mendet
7. Presean
Kadang ada yang menulisnya Periseian dan atau Presean adalah
seni bela diri yang dulu digunakan oleh lingkungan kerajaan. Peresean
awalnya adalah latihan pedang dan perisai bagi seorang prajurit. Pada
perkembangannya, latihan ini menjadi pertunjukan rakyat untuk menguji
ketangkasan dan “keberanian”.
Presean
16
8. Begasingan
Permainan rakyat yang mempunyai unsur seni dan olahraga,
bahkan termasuk permainan tradisional yang tergolong tua di masyarakat
Sasak. Permainan tradisional ini juga dikenal di beberapa wilayah lain di
Indonesia.
Begasingan
Hanya saja, Gasing orang sasak ini berbeda baik bentuk maupun
aturan permainannya. Gasing besar, mereka namai pemantok, digunakan
untuk menghantam gasing pengorong atau pelepas yang ukurannya lebih
kecil. Begasingan berasal dari kata gang yang artinya “lokasi”, dan dari
kata sing artinya “suara”. Permainan tradisional ini tak mengenal umur
dan tempat, bisa siapa saja, bisa di mana saja.
9. Slober
Alat musik tradisional Lombok yang cukup tua, unik, dan
bersahaja. Slober dibuat dari pelepah enau dan ketika dimainkan alat
musik ini biasanya didukung dengan alat musik lainnya seperti gendang,
gambus, seruling, dll. Kesenian yang masih dapat anda saksikan hingga
saat ini, sangat asyik jika dimainkan ketika malam bulan purnama.
17
10. Gendang Beleq
Satu dari kesenian Lombok yang mendunia. Gendang Beleq
merupakan pertunjukan dengan alat perkusi gendang berukuran besar
(Beleq) sebagai ensembel utamanya. Komposisi musiknya dapat
dimainkan dengan posisi duduk, berdiri, dan berjalan untuk mengarak
iring-iringan.
Gendang Beleq
18
Selain panorama dan keindahan alamnya, ada satu hal yang tidak boleh
dilupakan dari Lombok, yaitu aneka kuliner tradisionalnya. Makanan khas
Lombok mempunyai karakteristik yang mirip dengan masakan khas Bali,
terutama dari penggunaan rempah dan cita rasanya yang tajam.
Setiap kawasan di Lombok memiliki ciri khas kuliner tersendiri, seperti
makanan khas Lombok Timur misalnya. Ada berbagai makanan khas
Lombok yang patut untuk dicoba ketika Moms dan keluarga berwisata di sini.
1. Plecing Kangkung
Plecing Kangkung
19
Sate Bulayak
Sate Rembiga
Sate rembiga adalah sate yang terbuat dari daging sapi. Daging
sapi yang digunakan untuk sate rembiga harus ditumbuk terlebih dahulu
agar teksturnya menjadi empuk, kemudian direndam ke dalam bumbu-
bumbu khusus selama dua jam sebelum ditusuk dan dipanggang.
20
Sate Rembiga ini memiliki rasa yang unik, mulai dari manis, gurih
dan utamanya pedas. Nama Rembiga berasal dari nama sebuah Desa
Rembiga. Karena sangat laris dan populer sampai sekarang dikenal
dengan nama Sate Rembiga.
4. Sate Pusut
Kalau di Bali terkenal akan sate lilitnya, di Lombok terkenal akan
sate pusutnya. Jika dilihat sekilas, sate pusut dan sate lilit memiliki
bentuk yang tidak jauh berbeda.
Perbedaan sate lilit dan sate pusut terletak pada bumbu yang
digunakan. Jika pada sate lilit khas Bali menggunakan santan kelapa, sate
pusut tidak.Sate pusut merupakan makanan khas Lombok yang terbuat
dari daging sapi ataupun daging ikan laut. Masyarakat Lombok lebih
sering menggunakan ikan tenggiri.
Cara pembuatan sate pusut akan berbeda tergantung dengan daging
yang digunakan. Jika menggunakan daging sapi, maka daging harus diiris
tipis dan direndam di dalam bumbu rempah.
Sementara itu, jika menggunakan ikan, daging ikan harus
dihaluskan terlebih dahulu hingga teksturnya menjadi lembut.
Sate Pusut
21
5. Sayur Ares
Makanan khas Lombok Timur selanjutnya adalah sayur ares. Sayur
ares merupakan sayuran khas Lombok yang berbahan dasar ares atau
pelepah pisang yang masih muda. Ares yang sudah dipilih kemudian
diolah dan dijadikan sayur yang disajikan bersama kuah santan.
Sayur Ares
Sayur ares memiliki cita rasa yang gurih dan sedikit menyerupai
kari khas Indonesia. Pada zaman dahulu, sayur ares merupakan makanan
tradisional Suku Sasak (suku mayoritas di Lombok) yang dijadikan
sebagai hidangan saat acara tertentu seperti acara pernikahan.
6. Poteng Jaje Tujak
22
Makanan khas ini memang hanya muncul saat lebaran. Jadi,
rasanya agak sulit menemukannya diluar masa lebaran. Namun
sebetulnya kuliner ini cukup familiar kok.
Poteng adalah tape ketan dan jaje tujak atau tetel, mungkin lebih
familiar dikenal dengan gemblong. Nah, Poteng Jaje Tujak ini diolah
dengan campuran daun suji dan pandan. Makanan khas Lombok yang
satu ini termasuk langka karena hanya disajikan pada saat hari raya saja.
7. Bebalung
Bebalung
23
ditambahkan kesegaran air jeruk limau. Rasanya benar-benar gado-gado
pedas, manis, asem dan segar untuk makan siang sekalipun.
Beberuk Terong
9. Ayam Rarang
Ayam Rarang
24
H. Pemberdayaan Suku Sasak
Sade adalah salah satu dusun di desa Rembitan, Pujut, Lombok Tengah.
Dari Bandara Udara Internasional Lombok, Desa Sade tidak begitu jauh
sekitar kurang setengah jam perjalanan dengan Mobil. Di desa Sade, masih
terdapat bentuk rumah Sasak asli yang beratap rumput/alang-alang yang
sudah di keringkan dengan tradisi masyarakat setempat yang masih asli.
Walaupun desa ini persis berada di pinggir jalan raya beraspal (mulus
lagi), masyarakat masih tetap mempertahankan keaslian desa. Bisa dibilang,
Sade adalah cerminan suku asli Sasak Lombok. Ya, walaupun listrik dan
program Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dari
pemerintah sudah masuk ke sana, Desa Sade masih menyuguhkan suasana
perkampungan asli pribumi Lombok.
Desa ini ada delapan jenis rumah “bale” yaitu Bale Tani, Jajar,
Sekenam, Bonter, Beleq, Berugag, Tajuk dan Bencingah. Bale-bale itu
dibedakan berdasarkan fungsinya. Dulu, penduduknya banyak yang menganut
Islam Wektu Telu (hanya tiga kali sholat dalam sehari). Tapi sekarang sudah
di jalankan secara 5 waktu.
Uniknya desa ini, mereka punya kebiasaan khas yaitu mengepel lantai
menggunakan kotoran kerbau. Zaman dahulu ketika belum ada plester semen,
orang Sasak Sade mengoleskan kotoran kerbau di alas rumah. Sekarang
sebagian dari masyarakat di sana sudah bikin plester semen dulu, baru
kemudian diolesi kotoran kerbau. Konon, dengan cara begitu lantai rumah
dipercaya lebih hangat dan dijauhi nyamuk. Bayangkan saja, kotoran itu tidak
dicampur apa pun kecuali sedikit air.
Pemberdayaan Kain Tenun di Suku Sasak Lombok
Perempuan Sasak di desa ini Semuanya pandai menenun. Mereka
memproduksi kain tenun ikat Lombok yang indah dan menawan. Selain kain
tenun, orang Sasak Sade juga membuat perhiasan-perhiasan atau pernak-
pernik atau aksesoris khas Sasak seperti gelang, kalung, anting, dan cincin.
Pernak-pernik tersebut bisa dijadikan cindera mata untuk dibawa pulang.
Harganya pun tak mahal, juga masih bisa di tawar.
25
Memang tak dapat dipungkiri, Desa Sade tetap dipertahankan sebagai
desa asli suku Sasak ditujukan untuk kepentingan pariwisata. Oleh
pemerintah setempat, Desa Sade dijadikan sebagai objek wisata bagi para
wisatawan, baik domestik maupun internasional karena banyak desa asli suku
Sasak yang sudah punah atau berubah bentuk mengikuti perkembangan
zaman.
26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari yang telah dipaparkan di atas, kita ketahui bahwa di Indonesia
memiliki banyak sekali suku. Salah satunya adalah Suku Sasak di Lombok.
Dari sejarah yang kita ketahui bahwa Suku Sasak itu berasal dari campuran
penduduk asli Lombok dengan para pendatang dari Jawa Tengah. Bahasa
Sasak, terutama yang berkenaan dengan sistem aksaranya, memiliki
kedekatan dengan sistem aksara Jawa-Bali. Boda adalah nama dari
kepercayaan asli Suku Sasak, beberapa menyebutnya Sasak Boda. Walapun
ada kesamaan pelafalan dengan Buddha, Boda tidak memiliki kesamaan dan
hubungan dengan Buddhisme. Tapi, sekarang ini masyarakat Suku Sasak
kebanyakan menganut agama Islam.
Banyak tradisi dan seni yang unik yang dapat dijumpai di Suku Sasak
ini. Populernya kain tenun di sini membuktikan bahwa Suku Sasak juga
adalah pengrajin kain yang sudah dikenal masyarakat luas.
B. Saran
Dengan adanya pemberdayaan yang sangat terlihat di produksi kain
tenun di Suku Sasak, Lombok ini, saran yang dapat kami tekankan adalah
perhatian dari pemerintah untuk mengembangkan potensi yang ada di Suku
Sasak ini. Pemberdayaan pariwisata juga dapat dikembangkan dengan
perhatian khusus yang dapat mengembangkan Suku Sasak, Lombok ini ke
mancanegara.
Kita juga sebagai warga negara Indonesiaharus menjaga kebudayaan
asli yang kita miliki, jangan sampai negara lain merebut dan mengambil hak
milik kebudayaan-kebudayaan asli Indonesia.
27
DAFTAR PUSTAKA
http://sosiologifoxcit.blogspot.co.id/2015_11_01_archive.html
http://unj-pariwisata.blogspot.co.id/2012/05/hytygtr.html
http://www.wacana.co/2010/07/sejarah-dan-tradisi-suku-sasak/
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Sasak
http://wisatalombokaja.blogspot.co.id/2013/12/sejarah-asal-usul-nama-pulau-
lombok-dan.html
http://wisataloe.blogspot.co.id/2014/06/desa-sade-asli-suku-sasak.html
https://alanmn.wordpress.com/2013/06/10/sade-desa-asli-suku-sasak/
https://mabasan.kemdikbud.go.idindex.phpMABASANarticleview113
28