Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki beraneka ragam budaya, salah satunya Suku Makassar.
Suku Makassar adalah nama Melayu untuk sebuah etnis yang mendiami
pesisir selatan pulau Sulawesi. Lidah Makassar menyebutnya Mangkassara'
berarti Mereka yang Bersifat Terbuka. Etnis Makassar ini adalah etnis yang
berjiwa penakluk namun demokratis dalam memerintah, gemar berperang dan
jaya di laut. Tak heran pada abad ke-14-17, dengan simbol Kerajaan Gowa,
mereka berhasil membentuk satu wilayah kerajaan yang luas dengan kekuatan
armada laut yang besar berhasil membentuk suatu Imperium bernafaskan
Islam, mulai dari keseluruhan pulau Sulawesi, kalimantan bagian Timur, NTT,
NTB, Maluku, Brunei, Papua dan Australia bagian utara.
Pada dasarnya masyarakat masyarakat asli makassar ada pada kabupaten
gowa dimana dahulu kala gowa adalah sebua kerajaan besar yang mencakup
banyak kekuasaan bahkan kekuasaanya mencapai afrika selatan dan brunai
darusalam itu adalah masa kejayaan kerajaan gowa pada masa pemerintahan
sutltan hasanuddin yang sering di gelar ayam jantan dari timur, namun pada
masa perlawanan melawan penjajah kerajaan gowa mengalami kekalahan
perang melawan belanda dan kerajaan bone pada masa itu sehingga hal itu
membuat banyak kekacauan dan kerugian besar bagi masyarakat gowa.
Sejak saat itulah banyak orang orang makassar yang mayoritas berbahasa
asli makassar yang berpindah ke daerah pegunungan selain untuk membuat
strategi perang juga melakukan perang secara gerilya di hutan hutan gunung
lompo battang, banyak sekali orang makassar membentuk kelompok-
kelompok kecil dan membuat latihan perang mereka, kepergian mereka dari
kerajaan gowa bukanlah tanpa alasan, karna pada masa pemerintahan anak
sultan hasanuddin saat itu orang gowa harus menerima sebuah perjanjian yang
amat merugikan masyarakat gowa maka dari itulah banyak orang gowa yang
pergi meninggalkan ibukota kerajaan dan beralih memasuki hutan gunung

1
lompobattang dan sejak saat itulah mereka mulai menetap di sana dan pada
masa kemerdekaan mereka mulai membangun pedesaan pedesaan yang
mereka huni sampai sekarang.
Bahasa asli makassar sebenarnya masih terjaga baik di daerah gowa
bagian selatan tepatnya di kaki gunung lompobattang dimana di desa desa ini
keaslian bahasa masih terjamin karena belum tercampuri oleh perkembangan
bahasa moderen maupun teknologi.
Di banyak tempat di kabupaten gowa ini memang mayoritas orang
makassar dan berbahasa makassar namun juga sudah banyak sekali bahasa
makassar yang asli yang di hilangkan bahkan sudah banyak bahasa makassar
yang tercampur dengan bahasa bugis, konjo dan lain lain padahal bahasa asli
orang makassar adalah bahasa makassar (lontara,) bukan konjo ataupun yang
lainya.
Di zaman sekarang ini sudah sangat susah menemukan orang yang
berbahasa makassar secara original atau asli, Namun kita masih bisa
menemukan bahasa alsli makassar di daerah itu seperti di (lembang bune,
lembayya, cikoro, datara, tanete, dan seputaran malakaji. Berikut adalah daftar
kabupaten di sulawesi selatan yang memakai bahasa makassar dalam
keseharian :
1. Gowa
2. Takalar
3. Jeneponto
4. Bantaeng
5. Bulukumba

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem teknologi yang berkembang di Kota Makassar?
2. Bagaimana sistem religi yang ada di Kota Makassar?
3. Bagaimana sistem organisasi kemasyarakatan yang ada di Kota
Makassar?
4. Bagaimana sistem pencaharian hidup masyarakat Makassar?

2
5. Bagaimana sistem pendidikan yang ada di Kota Makassar?
6. Apa saja kesenian yang ada di Kota Makassar?
7. Apa saja peninggalan Suku Makassar?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sistem teknologi yang berkembang di Kota
Makassar;
2. Untuk mengetahui sistem religi yang ada di Kota Makassar;
3. Untuk mengetahui sistem organisasi kemasyarakatan di Kota
Makassar;
4. Untuk mengetahui bagaimana sistem pencaharian hidup masyarakat
Makassar;
5. Untuk mengetahui perkembangan pedidikan yang ada di kota
Makassar;
6. Untuk mengetahui berbagai kesenian yang ada di kota Makassar;
7. Untuk mengetahui jenis peninggalan Suku Makassar.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Teknologi


Sistem teknologi masyarakat Sulawesi Selatan dapat dilihat pada kapal pinisi
yang digunakan berlayar dan juga badik sebagai senjata tradisionalnya.

2.1.1 Kapal Pinisi

Perahu Pinisi termasuk alat transportasi laut tradisional masyarakat Bugis


yang sudah terkenal sejak berabad-abad yang lalu. Menurut cerita di dalam
naskah Lontarak I Babad La Lagaligo, Perahu Pinisi sudah ada sekitar abad ke-14
M. Menurut naskah tersebut, Perahu Pinisi pertama kali dibuat oleh
Sawerigading, Putra Mahkota Kerajaan Luwu. Bahan untuk membuat perahu
tersebut diambil dari pohon welengreng (pohon dewata) yang terkenal sangat
kokoh dan tidak mudah rapuh. Namun, sebelum pohon itu ditebang, terlebih
dahulu dilaksanakan upacara khusus agar penunggunya bersedia pindah ke pohon
lainnya. Sawerigading membuat perahu tersebut untuk berlayar menuju negeri
Tiongkok hendak meminang Putri Tiongkok yang bernama We Cudai.

Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar,
yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan
untuk pengangkutan barang antarpulau. Pinisi adalah sebuah kapal layar yang
menggunakan jenis layar sekunar dengan dua tiang dengan tujuh helai layar yang
dan juga mempunyai makna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu
mengharungi tujuh samudera besar di dunia.

Hingga saat ini, Kabupaten Bulukumba masih dikenal sebagai produsen


Perahu Pinisi, dimana para pengrajinnya tetap mempertahankan tradisi dalam
pembuatan perahu tersebut, terutama di Keluharan Tana Beru.

2.1.2 Badik

Badik atau badek adalah pisau dengan bentuk khas yang dikembangkan oleh
masyarakat Bugis dan Makassar. Badik bersisi tajam tunggal atau ganda. Seperti
keris, bentuknya asimetris dan bilahnya kerap kali dihiasi dengan pamor. Namun
demikian, berbeda dari keris, badik tidak pernah memiliki ganja (penyangga
bilah).
Badik ini merupakan senjata khas tradisonal Makassar, Bugis dan Mandar yang
berada dikepulauan Sulawesi. Ukurannya yang pendek dan mudah dibawa
kemana mana.Maka biasanya senjata adat yang bernama Badik ini dahulu sering

4
dipakai oleh kalangan petani untuk melindungi dirinya dari binatang melata dan
atau membunuh hewan hutan yang mengganggu tanamannya. Selain itu karena
orang bugis gemar merantau maka penyematan badik dipinggangnya membuat dia
merasa terlindungi. Badik memiliki bentuk dan sebutan yang berbeda-beda
tergantung dari daerah mana ia berasal.

Umumnya badik digunakan untuk membela diri dalam mempertahankan harga


diri seseorang atau keluarga. Hal ini didasarkan pada budaya siri' dengan makna
untuk mempertahankan martabat suatu keluarga. Konsep siri' ini sudah menyatu
dalam tingkah laku, sistem sosial budaya dan cara berpikir masyarakat Bugis,
Makassar dan Mandar di Sulawesi Selatan. Selain dari pada itu ada pula badik
yang berfungsi sebagai benda pusaka, seperti badik saroso yang memiliki nilai
sejarah. Ada pula sebagian orang yang meyakini bahwa badik berguna sebagai
jimat yang berpengaruh pada nilai baik dan buruk seseorang.

2.1.3 Sepeda dan Bendi

Sepeda ataupun Dokar, koleksi Perangkat pertanian Tadisional ini


adalahbukti sejarah peradaban bahwa sejak jaman dahulu bangsa indonesia
khususnyamasyarakat Sulawesi Selatan telah dikenali sebagai masyarakat yang
bercocok tanam. Mereka menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian
terutamatanaman padi sebagai bahan makanan pokok

2.1.4 Koleksi peralatan menempa besi dan hasilnya

Jika anda ingin mengenali lebih jauh tentang sisi lain dari kehidupan
masalampau masyarakat Sulawesi Selatan, maka anda dapat mengkajinya
melaluikoleksi trdisional menempa besi, Hasil tempaan berupa berbagai jenis
senjatatajam, baik untuk penggunan sehari hari maupun untuk perlengkapan
upacaraadat

2.1.5 Koleksi Peralatan Tenun Tradisional

Dari koleksi Peralatan Tenun Tradisional ini, dapat diketahui bahwabudaya


menenun di Sulawesi Selatan diperkirakan berawal dari jaman prasejarah,yakni
ditemukan berbagai jenis benda peninggalan kebudayaan dibeberapa
daerahseperti leang leang kabupaten maros yang diperkirakan sebagai
pendukung pembuat pakaian dari kulit kayu dan serat serat tumbuhan-
tumbuhan. Ketika pengetahuan manusia pada zaman itu mulai Berkembang
mereka menemukan cara yang lebih baik yakni alat pemintal tenun dengan bahan

5
baku benang kapas. Dari sinilah mulai tercipta berbagai jenis corak kain saung
dan pakaian tradisional.

2.2 Sistem Religi

2.2.1 Kepercayaan Towani Tolotang

Towani Tolotang merupakan salah satu kelompok social di Kelurahan


Amparita. Towani Tolotang juga merupakan sebutan bagi agama yang mereka
anut, kepercayaan Towani Tolotang bersumber dari kepercayaan tentang
Sawerigading, sebagai mana yang dipahami masyarakat Bugis pada umumnya.

Dalam masyarakat Towani Tolotang dikenal adanya pemimipin agama


yang mereka sebut Uwa dan Uwatta yang sekaligus sebagai semacam kepala
suku. Kelompok Uwa danUwatta menempati posisi tertinggi dalam sistem
pelapisan social dikalangan masyarakat Towani Tolotang. Sebagai pemimpin
agama para Uwa dan Uwatta dijadikan sebagai panutan dalam masyarakat, juga
sebagai perantara manusia dengan Dewata Sewwae.

Kehidupan social Towani Tolotang yang nampak dalam kesehariannya


merupakan cerminan dari ajaran agama yang ada. Pola perilaku terjadi tentu tidak
terlepas dari konsep-konsep agama yang ada, hal ini dapat disaksikan pada setiap
sesi kehidupan, dimana setiap akan memulai suatu pekerjaan diperlukan
serangkaian acara serimonial keagamaan.

Towani Tolotang meyakini bahwa setiap kegiatan yang dilaksanakan


haruslah dilakukan upacara atau ritual tertentu agar mendapat restu dari Dewata
Sewwae, karena tanpa restu dari Nya, sulit untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.

2.2.2 Aluk Tudolo

Di daerah Tana Toraja sekarang ini masih hidup sebuah kepercayaan purba
yang bernama Aluk Todolo yang lazim juga di sebut Alukta. Kepercayaan ini
merupakan kepercayaan asli masyarakat Toraja walaupun sekarang ini mayoritas
penduduknya telah beragama terutama agama Kristen Protestan dan agama
Kristen Katholik. Inti ajaran Alukta menyatakan bahwa manusia harus
menyembah kapada 3 oknum yaitu:

1. Puang Matua sebagai pencipta segala isi bumi


2. Deata-deata yang jumlahnya banyak sebagai pemelihara seluruh ciptaan
Puang Matua.

6
3. Tomembali Puang/todolo sebagai pengawas yang memperlihatkan gerak-
gerik serta berkat kepada manusia keturunannya.

Menyimak hal di atas khususnya point ke-3, maka jelaslah bahwa menurut
kepercayaan mereka, manusia yang masih hidup tidak akan terlepas dari
pengawasan arwah leluhurnya yang disebut Tomembali Puang/Todolo. Dengan
kata lain arwah-arwah seseorang yang telah meninggal tidak akan melupakan
keturunannya begitu saja akan tetapi tetap memperhatikannya. Hal itu berarti
antara orang yang telah meninggal dengan orang yang masih hidup tetap ada
hubungan. Mereka juga meyakini bahwa apabila mereka tidak memberikan
berkat, nenek moyang juga bisa murka yang kemudian mendatangkan banjir,
penyakit atau gagal panen. Oleh karena itu keselarasan dan keharmonisan harus
tetap dijaga. Maka untuk itu sebelum di lepas ke alam arwah, keluarga
mengadakan serangkaian upacara sakral dengan harapan dapat diterima disana
nantinya (alam puya) dan tidak mendatangkan bencana. Selain itu pada waktu-
waktu tertentu dilaksanakan upacara untuk memperingati mereka yang biasa
dilaksanakan setelah panen yang berhasil atau suatu kondisi yang baik sebagai
ucapan syukur sebagai berkat dari leluhur mereka. Adapun fungsi hewan kurban
pada upacara Rambu Solo bagi orang Toraja yaitu;

Akan menentukan kedudukan arwah orang yang telah meninggal, karena diyakini
bahwa seseorang yang datang ke dunia dan pada saat meninggalnya apabila dia
tidak membawa bekal dari dunia, arwahnya tidak akan diterima Puang Matua
(Tuhan)

Sebagai suatu hal yang menentukan martabat keturunannya dalam mesyarakat


yang tetap memiliki status sosial sesuai dengan kastanya semula

Akan menjadi patokan dalam membagi warisan si mati

Sehubungan dengan penjelasan di atas. Maka terlihat bahwa terdapat hubungan


yang erat antara orang yang telah tiada (meninggal) dengan generasi berikutnya
yang masih hidup, sehingga nilai-nilai upacara Rambu Solo harus senantiasa
selalu di jaga.

2.2.3 Kepercayaan Dewata Seuwae.

Sebelum masuknya Islam di Sulawesi Selatan, masyarakat Bugis Makassar


sudah mempunyai kepercayaan asli (ancestor belief) dan menyebut Tuhan
dengan sebutan Dewata SeuwaE, yang berarti Tuhan kita yang satu. Bahasa
yang digunakan untuk menyebut nama Tuhan itu menunjukkan bahwa orang
Bugis Makassar memiliki kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa secara
monoteistis. Menurut Mattulada, religi orang Bugis Makassar masa Pra-Islam

7
seperti tergambar dalam Sure La Galigo, sejak awal telah memiliki suatu
kepercayaan kepada suatu Dewa (Tuhan) yang tunggal, yang disebut dengan
beberapa nama : PatotoE (Dia yang menentukan Nasib), Dewata SeuwaE (Dewa
yang tunggal), dan Turie Arana (kehendak yang tertinggi).

Kepercayaan dengan konsep dewa tertinggi To-Palanroe atau PatotoE,


diyakini pula mempunyai anggota keluarga dewata lain dengan beragam tugas.
Untuk memuja dewa dewa ini tidak bisa langsung, melainkan lewat dewa
pembantunya. Konsep deisme ini disebut dalam attoriolong, yang secara harfiah
berarti mengikuti tata cara leluhur. Lewat atturiolong juga diwariskan petunjuk -
petunjuk normatif dalam kehidupan bermasyarakat. Raja atau penguasa seluruh
negeri Bugis Makassar mengklaim dirinya mempunyai garis keturunan dengan
Dewa - dewa ini melalui Tomanurung (orang yang dianggap turun dari langit /
kayangan), yang menjadi penguasa pertama seluruh dinasti kerajaan yang ada.

Istilah Dewata SeuwaE itu dalam aksara lontaraq, dibaca dengan berbagai
macam ucapan, misalnya : Dewata, Dewangta, dan Dewatangna yang mana
mencerminkan sifat dan esensi Tuhan dalam pandangan teologi orang Bugis
Makassar. Dewatangna berarti yang tidak punya wujud, Dewatangna atau
Debatang berarti yang tidak bertubuh atau yang tidak mempunyai wujud. De
artinya tidak, sedangkan watang (batang) berarti tubuh atau wujud. Naiyya
Dewata SeuwaE Tekkeinnang, artinya Adapun Tuhan Yang Maha Esa itu tidak
beribu dan tidak berayah. Sedang dalam Lontarak Sangkuru Patau Mulajaji
sering juga digunakan istilah Puang SeuwaE To PalanroE, yaitu Tuhan Yang
Maha Esa, Sang Pencipta. Istilah lain, Puang MappancajiE. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa Konsep Dewata SeuwaE merupakan nama Tuhan
yang dikenal etnik Bugis Makassar.

Kepercayaan orang Bugis kepada Dewata SeuwaE dan PatotoE serta


kepercayaan Patuntung orang Makassar sampai saat ini masih ada saja bekas-
bekasnya dalam bentuk tradisi dan upacara adat. Kedua kepercayaan asli tersebut
mempunyai konsep tentang alam semesta yang diyakini oleh masyarakat
pendukungnya terdiri atas tiga dunia, yaitu dunia atas (boting langi), dunia tengah
(lino atau ale kawa) yang didiami manusia, dan dunia bawah (peretiwi). Tiap-tiap
dunia mempunyai penghuni masing-masing yang satu sama lain saling
mempengaruhi dan pengaruh itu berakibat pula terhadap kelangsungan kehidupan
manusia.

Selain itu, orang Bugis Makassar pra-Islam juga melakukan pemujaan


terhadap kalompoang atau arajang. Kata Arajang bagi orang Bugis atau

8
Kalompoang atau Gaukang bagi orang Makassar berarti kebesaran. Yang
dimaksudkan ialah benda-benda yang dianggap sakti, keramat dan memiliki nilai
magis. Benda-benda tersebut adalah milik raja yang berkuasa atau yang
memerintah dalam negeri. Benda-benda tersebut berwujud tombak, keris, badik,
perisai, payung, patung dari emas dan perak, kalung, piring, jala ikan, gulungan
rambut, dan lain sebagainya.

Kira-kira 90% dari penduduk sulawesi selatan adalah pemeluk agama islam,
sedangkan hanya 10% memeluk agama kristen protestan atau katholik. Umat
Kristen dan Katolik umumnya terdiri dari pendatang seperti dari Maluku,
Minahasa, dan lain-lain atau dari orang Toraja. Mereka tinggal di kota-kota
terutama di Ujung Pandang.

2.3 Sistem Pencaharian Hidup


Penduduk Sulawesi Selatan adalah pada umumnya petani seperti
penduduk dari daerah-daerah di Indonesia. Mereka itu menanam padi bergiliran
dengan palawija di sawah. Teknik bercocok tanamnya juga seperti di lain-lain
tempat di Indonesia masih bersifat tradisional berdasarkan cara-cara intensif
dengan tenaga manusia. Di berbagai tempat di pegunungan dan tempat-tempat
terpencil lainnya di Sulawesi Selatan. Seperti di tanah Toraja, banyak penduduk
masih melakukan bercocok tanam dengan teknik peladangan.

Adapun orang Bugis dan Makassar yang tinggal di desa-desa di daerah


pantai, mencari ikan merupakan suatu mata pencarian hidup yang amat penting.
Dalam hal ini orang Bugis dan Makassar menangkap ikan dengan perahu-perahu
layar sampai jauh di laut. Memang orang Bugis dan Makassar terkenal sebagai
suku-bangsa pelaut di Indonesia yang telah mengembangka suatu kebudayaan
maritim sejak beberapa abad lamanya. Perahu-perahu layar mereka yang dari tipe
penisi dan lambo telah mengarungi perairan Nusantara dan lebih jauh dari itu
telah berlayar sampai Srilangka dan Filipina untuk berdagang. Kebudayaan
maritim dari orang Bugis-Makassar itu tidak hanya mengembangkan perahu-
perahu layar dan kepandaian berlayar yang cukup tinggi, tetapi juga
meninggalkan suatu hukum niaga dalam pelayaran, yang disebut Ade Allopi-
loping Bicaranna Pabbalue dan yang tertulis pada lontar oleh Amanna Gappa
dalam abad ke-17. Bakat berlayar yang rupa-rupanya telah ada pada orang Bugis
dan Makassar, akibar kebudayaan maritim dari abad-abad yang telah lampau itu.

Kecuali berlayar untuk mencari ikan menyusur pantai-pantai Sulawesi


Selatan, atau berdagang ke berbagai tempat di Nusantara orang Bugis-Makassar

9
juga banyak menangkap teripang, seekor binatang laut (Holothurioidea) yang
dijual kepada tengkulak-tengkulak untuk dieksport ke Cina. Untuk menangkap
teripang mereka berlayar sampai jauh ke daerah Kepulauan Tanimbar, ke daerah
Irian Barat dan ke Australia Utara. Terutama dalam abad ke-19 yang lalu eksport
teripang itu maju sekali sampai permulaan abad ke-20 ini kirkira 1920 waktu
usaha itu mulai mundur.

Sebelum Perang Dunia II, daerah Sulawesi Selatan merupakan daerah


surplus bahan makanan, yang mengeksport beras dan jagung ke lain-lain tempat di
Indonesia.

Adapun kerjaninan rumah-tangga yang khas dari Sulawesi Selatan adalah


tenunan sarung sutera dari Mandar dan Wajo dan tenunan sarung Samarinda dari
Bulukumba.

2.4 Sistem Pendidikan


Gambaran tentang kondisi pendidikan di Kota Makassar dipaparkan dalam
dua kategori yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal sebagai faktor
strategis yang sangat mempengaruhi kinerja Pemerintah Kota Makassar dalam
mewujudkan pencapaian visis yang telah ditetapkan. Lingkungan internal
merupakan faktor lingkungan yang langsung berpengaruh pada kinerja organisasi
yagn umumnya dapat dikendalikan secara langsung, sedangkan lingkungan
eksternal merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kinerja
organisasi akan tetapi di luar kondisi organisasi Pemerintah Kota Makassar.

Dalam penulisan RENSTRA ini gambaran kondisi pendidikan diuraikan


berdasarkan jenjang pendidikan formal, yaitu Sekolah Dasar, Sekolah Menengah
Pertama dan Sekolah Menengah Atas serta Sekolah Menengah Kejuruan sebagai
berikut :

2.4.1 Lingkungan Internal

Keberhasilan pembangunan Kota Makassar dalam bidang pendidikan pada


tahun terakhir menunjukkan angka yang relatif rendah dimana dari parameter

10
pendidikan pada skala nasional nampaknya masih jauh tertinggal di banding kota
lain di Indonesia. Diukur dari indicator kependudukan strategis sector pendidikan
masih menempati peringkat ke 50 dari 60 kota di Indonesia sekalipun pada bidang
tertentu beberapa pelajar telah mampu mencapai peringkat nasional hingga
internasional seperti menjuarai Olimpiade mata pelajaran matematika dan fisika.

Secara umum kondisi pendidikan dasar di Kota Makassar secara internal


digambarkan dengan sejumlah fasilitas dan pencapaian melalui program yang
telah dan sedang berjalan dengan tendensi dasar mengacu kepada data Angka
Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi
Sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan gambaran dasar
pada grafik disamping sebagai berikut :

Disisi lain dengan keberadaan sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta
yang berafiliasi pendidikan memberikan kesempatan luas kepada para pendidik
dan tenaga kependidikan di Kota Makassar guna mengembangkan dirinya
sehingga upaya peningkatan sumber daya manusia menjadi lebih mudah sebagai
upaya mempersiapkan akreditasi guru sesuai amanat Undang-Undang No. 14
Tahun 2003 tentang Guru dan Dosen.

Sebagai daerah perkotaan maka potensi saran dan fasilitas pendidikan menjadi
jauh lebih baik dibanding dengan daerah lain di Sulawesi Selatan, dukungan ini
menjadi potensi besar dalam mengakselerasi pendidikan ke depan yang tergambar
dari pencapaian sebagai berikut :

Pendidikan Pra Sekolah. Fasilitas Taman Kanak-Kanak (TK) sebanyak 247


unit yang terdiri dari 1 TK Negeri dan 246 TK swasta yang dilayani oleh 1.320
orang guru yang terdiri dari 429 orang guru PNS dan 891 orang guru non PNS
yang menangani 12.215 orang murid yang terdiri dari 88 murid TK Negeri dan
12.127 murid TK swasta.

Sekolah Dasar (sederajat). Pada tahun 2005 angka partisipasi kasar (APK) SD
sebesar 103,53% dengan Angka Partisipasi Murni (APM) sebesar 91,87%

11
sedangkan Angka Partisipasi Sekolah (APS) sebesar 102,99%. Tingkat drop out
(DO) siswa SD sebesar 0,73% dan siswa mengulang berkisar 3,05% dengan
jumlah lulusan SD sebanyak 20.254 orang.

Jumlah SD di Kota Makassar sebanyak 453 buah yang terdiri dari 365 SD
Negeri dan 88 SD Swasta. Jumlah murid SD sebanyak 134.822 orang yang terdiri
dari 112.178 murid SD negeri dan 22.644 murid SD swasta dengan 3.504
rombongan belajar. Jumlah ruang kelas sebanyak 2.686 dengan kondisi 55% baik,
26% rusak ringan, 5% rusak sedang dan 17% rusak berat. Dalam rangka
menggiatkan Program Ayo Membaca yang dicanangkan Walikota Makassar
terdapat perpustakaan sebanyak 231 unit pada SD dan 20 unit pada MI dan
dukungan UKS sebanyak 308 UNIT.

Kegiatan pembelajaran ditangani oleh guru SD sebanyak 4.450 orang


terdiri atas guru PNS sebanyak 3.297 orang dan guru non PNS sebanyak 1.153
orang.
Sekolah Menengah Pertama (sederajat). Pada tahun 2005 Angka Partisipasi Kasar
(APK) SMP sebesar 81,97% dengan Angka Partisipasi Murni (APM) sebesar
63,56% sedangkan Angka Partisipasi Sekolah (APS) sebesar 98,09%. Tingkat
drop out (DO) siswa SMP sebesar 0,66 % dan siswa mengulang berkisar 0,51%
dengan jumlah lulusan SMP sebanyak 15.632 orang.

Jumlah SMP di Kota Makassar sebanyak 161 unit yang terdiri dari 37
SMP Negeri dan 124 SMP swasta. Jumlah siswa SMP sebanyak 54.834 orang
yang terdiri dari 31.658 siswa SMP negeri dan 23.176 siswa SMP swasta. Jumlah
ruang kelas sebanyak 1.278 unit dengan kondisi 66% baik, 5,48% rusak ringan,
3,91% rusak sedang dan 2,35% rusak berat.

Jumlah sekolah yang memiliki fasilitas perpustakaan guna mendukung


program Pemerintah Kota Makassar sebanyak 133 unit atau 82,61%, laboratorium
sebanyak 124 unit, fasilitas lapangan olahraga sebanyak 107 unit dan UKS
sebanyak 69 unit. Kegiatan pembelajaran ditangani oleh guru SMP sebanyak

12
4.013 orang terdiri atas guru PNS sebanyak 1.956 orang dan guru non PNS
sebanyak 2.057 orang.

Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan (sederajat).


Pada tahun 2005 Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA sebesar 74,38% dengan
Angka Partisipasi Murni (APM) sebesar 54,32% sedangkan Angka Partisipasi
Sekolah (APS) sebesar 78,41%. Tingkat siswa SMA mengulang berkisar 0,66%
dengan jumlah lulusan SMA sebanyak 15.632 orang.

Jumlah SMA/SMK di Kota Makassar sebanyak 185 unit yang terdiri dari
21 SMA Negeri dan 84 SMA Swasta, 8 SMK Negeri dan 73 SMK Swasta. Jumlah
siswa SMA sebanyak 36.549 orang sedangkan siswa SMK sebanyak 19.985
orang. Jumlah ruang kelas sebanyak 1.409 unit dengan kondisi 97,44 % baik,
5,11% rusak ringan, dan 1,14% rusak berat.

Jumlah SMA/SMK yang memiliki fasilitas perpustakaan guna mendukung


program Pemerintah Kota Makassar sebanyak 129 unit atau 69,73%, fasilitas
laboratorium sebanyak 126 unit dan 10 unit bengkel kerja siswa SMK atau
12,35%, fasilitas lapangan olah raga sebanyak 65 unit dan UKS sebanyak 44 unit.

Kegiatan pembelajaran ditangani oleh guru SMA sebanyak 2.728 orang,


terdiri atas guru SMA PNS sebanyak 1.427 orang dan guru SMA non PNS
sebanyak 1.301 orang guru SMK sebanyak 1.970 orang, terdiri atas guru SMK
PNS sebanyak 701 orang dan guru SMK non PNS sebanyak 1.267 orang.

2.4.2 Lingkungan Eksternal

Potensi jasa dan kemitraan dunia usaha merupakan peluang besar yang belum
termanfaatkan secara optimal dalam pegnelolaan pendidikan di Kota Makassar.
Kehadiran sejumlah perusahaan jasa telekomunikasi yang membentuk student
community telah menjadikan subyek pendidikan dari Dinas Pendidikan Kota
Makassar sebagai pasar aktif dan produktif namun impact yang diberikan belum

13
menyentuh pada strategi dasar pembangunan pendidikan yaitu pemerataan
mendapatkan kesempatan pendidikan.

Disisi lain, kehadiran bimbingan belajar telah menjadikan pelajar SD, SMP
dan SMA sebagai pasar aktif guna meningkatkan pendapat lembaga namun
keterikatan dan kontribusi langsung kepada Dinas Pendidikan belum sepenuhnya
dibangun sehingga kehadiran lembaga bimbingan belajar dan Dinas pendidikan
masih berjalan antagonis.

Sejumlah pusat pembelanjaan pun telah bertumbuh yang pada akhirnya akan
menyerap sejumlah tenaga kerja lulusan SMA di Makassar sehingga peluang ini
perlu dilirik dengan menyiapkan kurikulum yang bersesuaian dengan kebutuhan
pasar tersebut dengan terlebih dahulu membangun kemitraan yang diwujudkan
dalam MoU antara Dinas Pendidikan dengan Dunia Usaha.

Potensi jaringan dan akses komunikasi di Kota Makassar tak dapat dipungkiri
sangat membangu upaya mendapatkan informasi bagi guru dan siswa olehnya itu
perlu sistem pendataan kependidikan dan proses pembelajaran yang berbasis
teknologi informasi yang dapat menjembatani kesenjangan guru yang belum
mengikuti pelatihan dengan yang sudah mengikuti pelatihan. Mencapai upaya ini
maka pengembangan sistem informasi pendidikan berbasis Internet atau Visat
merupakan terobosan yang tepat dengan tidak lagi berbasis pada sekolah tertentu
tetapi menyeluruh pada seluruh sekolah di Kota Makassar. Upaya ini pada
akhirnya dapat menjadi alternatif pelatihan jarak jauh bagi guru di kota Makassar
dengan penggunaan internet disekolah atau rumah masing-masing.

2.4.3 Faktor Kunci Keberhasilan

Faktor kunci keberhasilan yang diyakini oleh Dinas Pendidikan Kota


Makassar dapat menunjang pencapaian visi dan misi pelaksanaan renstra yang
telah ditetapkan adalah :

a. Kota Makassar sebagai gerbang jasa dan informasi pendidikan di Sulawesi


Selatan.

14
b. Dukungan sarana dan prasarana yang memadai serta anggaran yang sesuai.
c. Tersedianya sumber daya manusia pendidik dan tenaga kependidikan yang
professional dan berpegang pada nilai keagamaan dan budaya lokal.
d. Berperan aktifnya semua pendidikn dan tenaga kependidikan dalam
melakukan fungsinya secara efektif, efisien serta akseleratif.
e. Terbangunnya kemitraan yang kuat antara dunia usaha dengan dunia
pendidikan dengan prinsip pengasuhan yang saling menguntungkan.

Asumsi dasar pelaksanaan rencana strategies melalui faktor kunci keberhasilan


meliputi :

a. Adanya stabiltias ekonomi, sosial dan keamanan Kota Makassar yang


kondusif, mantap.
b. Adanya dukungan legislatif dan eksekutif yang aktif, responsive serta
apresiatif terhadap pendidkan melalui perancangan kebijakan yang
mengeliminir konflik, membangun kerjasama antara dunia usaha dengan
dunia pendidikan.
c. Adanya kebijakan yang responsif terhadap permasalahan pendidikan guna
mengeliminir konflik dalam sekolah.
d. Tersedianya dukungan dana guna pemenuhan sarana dan prasarana sekolah
yang mengarah pada pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi
seluruh masyarakat Kota Makassar baik melalui pendidikan formal maupun
pendidikan non formal.
e. Adanya pengawasan dari masyarakat dan seluruh pemerhati pendidikan yang
aktif dan bijak dalam pelaksanaan Pendidikan di Kota Makassar.
f. Berlangsungnya koordinasi aktif seluruh pihak terkait dan berwenang dalam
penuntasan masalah pelajar.

2.5 Sistem Kesenian Makassar


Kesenian Sulawesi Selatan di kenal sebagai kebudayaan tinggi dalam
konteks kekinian. Karena pada dasarnya, seni tidak hanya menyentuh aspek
bentuk (morfologis), tapi lebih dari itu dia mampu memberikan konstribusi

15
psikologis. Disamping memberikan kesadaran estetis, juga mampu melahirkan
kesadaran etis. Diantara kedua nilai tersebut, tentunya tidak terlepas dari
sejauhmana masyarakat kesenian (public art) mampu mengapresiasi dan
menginterpretasikan makna dan simbol dari sebuah pesan yang dituangkan dalam
karya seni.

Berbicara tentang estetika, seolah kita terjebak pada suatu narasi yang
menghantarkan kita pada pemenuhan pelipur lara semata, misalnya: gaya hidup,
hiburan dan relaksasi. Kita lupa bahwa seni merupakan variabel yang dapat
membentuk kesadaran sosial sekaligus kesadaran religius masyarakat. Di
Sulawesi Selatan, nilai kekhasan kesenian dapat dikatakan sebagai sebuah wasiat
kebudayaan yang menggiring kita pada lokal values (kearifan). Dibutuhkan
pelurusan makna seni melalui aspek keilmuan agar dia tidak terjebak dalam arus
kepentingan politik dan industri semata.

Arnold Hausser, seorang filosof sekaligus sosiolog seni asal Jerman


mengindentifikasi bahwa masyarakat seni terbagi menjadi empat golongan. Yang
pertama: Budaya Masyarakat Seni Elit, yaitu masyarakat seni intelektual yang
banyak memberikan konstribusi perkembangan seni dalam suatu daerah.
Masyarakat seni elit inilah yang banyak memberikan literature dan kajian holistik
agar perkembangan seni dapat berjalan sesuai dengan konteks keilmuan, termasuk
pakar kesenian, akademisi dan kritikus seni. Kedua: Budaya Masyarakat Seni
Populer, yaitu masyarakat seni intelektual yang hanya mengedepankan
kepentingan subjektifitas terhadap kebutuhan estetik yang berjalan sesuai dengan
konteks (zaman). Masyarakat seni ini biasanya terdapat dari golongan mapan
yang dis-orientasi seni, misalnya dokter, pengusaha, dan politikus. Ketiga:
Budaya Masyarakat Seni Massa. Yaitu budaya masyarakat golongan menengah
kebawah, biasanya golongan ini hanya mementingkan aspek kesenangan dan
mudah larut dalam perkembangan peradaban. Dia senantiasa menikmati hidangan
produk-produk kesenian tanpa memikirkan dampak akibatnya terhadap
masyarakat luas. Dan yang keempat: Budaya Masyarakat Seni Rakyat.
Masyarakat seni ini terbentuk secara spontanitas melalui kepolosan. Golongan ini

16
juga senantiasa mempertahankan wasiat seni para leluhurnya. Dari sinilah budaya
masyarakat seni elit memperoleh referensi dan inspirasi dalam memperkaya
kajian kesenian dalam aspek kebudayaan.

2.5.1 Rumah Adat Suku Makassar

Tiap daerah atau tiap suku pasti mempunyai rumah adat khas, begitu pula dengan
Suku Makassar. Rumah dalam bahasa Makassar disebut "Balla". Rumah ini
berbentuk rumah panggung dengan kayu sebagai penyangganya.

2.5.2 Pakaian Adat Suku Makassar

Pakaian Adat Suku Makassar ini disebut dengan Baju Bodo. Ciri Baju Bodo ini
yaitu memiliki bentuk segi empat, sisi samping pakaian atas yang dijahit, tidak
berlengan, terbentuknya gelembung dibagian tubuh, tak ada sambungan jahitan
dibagian bahu, terdapatnya hiasan berbentuk bulatan kepingan logam di seluruh
bagian tepi, dan permukaan blus. Memakai Baju Bodo berdasarkan warna mesti
mematuhi ketentuan yang terkait dengan usia penggunanya.

17
2.5.3 Tarian Adat Suku Makassar

Tarian Adat Suku Makassar yang paling terkenal ialah Tari Pakarena. Tari
Pakarena ialah tarian tradisional yang diiringi oleh 2 (dua) kepala drum
(gandrang) dan sepasang instrument alat semacam suling (puik-puik). Tari
pakarena di Sulawesi selatan terdapat di dua kabupaten selain tari pakarena dari
kabupatan Gowa yang pernah dimainkan oleh maestro tari pakarena Maccoppong
Daeng Rannu, terdapat juga jenis tari pakarena lain yang berasal dari Kabupaten
Kepulauan Selayar yaitu Tari Pakarena Gantarang. Pakarena adalah bahasa
setempat berasal dari kata Karena yang artinya main. Tarian ini mentradisi di
kalangan masyarakat Gowa yang merupakan wilayah bekas Kerajaan Gowa.

2.5.4 Jenis Kesenian Sulawesi Selatan.

1. Tari Paduppa Bosara

18
Tari Padupa Bosara merupakan sebuah tarian yang mengambarkan
bahwa orang bugis kedatangan atau dapat dikatakan sebagai tari
selamat datang dari Suku Bugis. Orang Bugis jika kedtangan tamu
senantisa menghidangkan bosara sebagai tanda kehormatan.

2. Tari Pakarena

Tari Pakarena Merupakan tarian khas Sulawesi Selatan, Nama


Pakarena sendiri di ambil dari bahasa setempat, yaitu karena yang
artinya main. Tarian ini pada awalnya hanya dipertunjukkan di
istana kerajaan, namun dalam perkembangannya tari Pakarena
lebih memasyarakat di kalangan rakyat. Tari Pakarena memberikan
kesan kelembutan. Hal tersebut mencerminkan watak perempuan
yang lembut, sopan, setia, patuh dan hormat pad laki-laki terutama
pada suami. Sepanjang Pertunjukan Tari Pakarena selalu diiringi
dengan gerakan lembut para penarinya sehingga menyulitkan bagi
masyarakat awam untuk mengadakan babak pada tarian tersebut.

3. Tari Mabadong

Tari Mabadong hanya diadakan pada saat upacara kematian.


Penari membuat lingkaran dengan mengaitkan jari-jari kelingking,
Penarinya bisa pria atau bisa wanita. Mereka biasanya berpakaian
serba hitam, namun terkadang memakai pakaian bebas karena
tarian ini terbuka untuk umum. Tarian yang hanya diadakan pada
upacara kematian ini hanya dilakukan dengan gerakan langkah
yang silih berganti sambil melangtungkan lagu kadong badong.
Lagu tersebut syairnya berisikan riwayat manusia malai dari lahir
hingga mati, agar arwah si Mati diterima di negeri arwah atau alam
baka. Tarian Badong bisanya belansung berjam-jam, sering juga
berlansung semalam suntuk. Tarian Mabadong bisanya dibawakan
hanya pada upacara pemakaman yang lamanya tiga hari tiga

19
malam khusus bagi kaum bangsawan di daerah Tana Toraja
Sulawesi Selatan.

4. Tari Kipas

Tari kipas Merupakan tarian yang memrtunjukan kemahiran para


gadis dalam memainkan kipas dengan gemulai alunan lagu.

5. Gandrang Bulo

Gandrang Bulo merupakan sebuah pertunjukan musik dengan


perpaduan tari dan tutur kata. Nama Gandrang bulo sendiri diambil
dari perpaduan dua suku kata, yaitu gendang dan bulo, dan jika
disatukan berarti gendang dari bambu. Ganrang Bulo merupakan
pertunjukan kesenian yang mengungkapkan kritikan dan dikemas
dalam bentuk lelucon atau banyolan.

6. Kecapi

Kecapi Merupakan sala satu alat musik petik tradisional Sulawesi


Selatan, khusunya suku Bugis. Baik itu Bugis Makassar ataupun
Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau
diciptakan oleh seorang pelaut sehingga betuknya menyerupai
perahu. Kecapi, biasanya ditampilkan sebagai musik pengiring
pada acara penjemputan para tamu pada pesta perkawinan, hajatan,
bahkan hiburan pada hari ulang tahun.

7. Gendang

Gendang merupakan sala satu alat musik perkusi yang mempunyai


dua bentuk dasar, yakni bulat panjang dan bundar mirip seperti
rebana.

8. Suling

20
Suling bambu terdiri dari tiga jenis, yaitu: Suling Panjang (Suling
Lampe) yang memiliki lima lubang nada dan jenis suling ini telah
punah.
Suling calabai (siling ponco) suling jenis ini sering dipadukan
dengan biola, kecapi dan dimainkan bersama penyanyi. Suling
dupa Samping (musik bambu) musik bambu masih sangat
terpelihara biasanya digunakan pada acara karnaval atau acara
penjemputan tamu.

2.6 Makanan Khas Suku Makassar

Makanan paling terkenal dan paling digemari oleh banyak orang dari orang
Makassar ini ialah Coto Makassar, Sop Saudara, dan Sop Konro. Ketiga makanan
khas ini sangat mudah ditemukan di Indonesia, dengan bumbu khas dan rasa yang
nikmat, menjadikan ketiga makanan sangat terkenal hingga ke mancanegara.

2.7 Peninggalan Suku Makassar


Tak heran memang jika orang makassar jago berlayar karena mereka pandai pula
membuat kapal. Peninggalan paling berharga yang dihasilkan oleh orang
Makassar ialah Kapal Layar yang mereka sebut "Pinisi". Kapal ini umumnya
memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar. Kapal ini umumnya
digunakan untuk pengangkutan barang antar pulau. Kapal jenis ini diketahui
mampu mengarungi tujuh samudera besar di dunia.

21
2.8 Bahasa, Tulisan, dan Kesastraan

Orang Bugis mengucapkan Bahasa Ugidan Orang Makassar mengucapkan


Bahasa Mangasara. Kedua Bahasa tersebut pernah dipelajari dan diteliti oleh
seorang ahli Bahasa Belanda B.F. Matthes,dengan mengambil sebagai sumber,
kasus teraan tertulis yang sudah dimiliki oleh orang Bugis dan Makassar sejak
berabad-abad lamanya. Matthes pernah mengumpulkan banyak naskah-naskah
kasus teraan dalam bentuk lontar *maupun dalam bentuk buku-buku kertas.
Naskah-naskah itu ada yang disimpan diperpustakaan dari yayasan Matthes di
Makassar, tetapi banyak juga yang disimpan dalam perpustakaan Universitas
Leiden di Negeri Belanda dan dibeberapa perppustakaan lain di Eropa**.
Matthes sendiri pernah menerbitkan beberapa bunga rampai (chrestomatie)
yang memuat seleksi dari kasusteraan Bugis-Makassar itudansebagai hasil dari
penelitian bahasanya ia pernah menerbitkan kamus Bugis-Belanda dan sebuah
kamus Makassar-Belanda yang tebal-tebal.

Huruf yang dipakai dalam naskah-naskah Bugis-Makassar kuno adalah aksara


lontara, sebuah sistem huruf yang asal dari huruf Sansakerta. Pada abad ke-
16, sistema ksara lontara disederhanakan oleh Syahbandar kerajaan Goa,
Daeng Pamatte dan dalam naskah-naskah sejak zaman itu, sistem Daeng
Pamatte itulah yang dipakai. Sejak permulaan abad ke-17 waktu agama Islam
dan kasusteraan Islam mulai mempengaruhi Sulawesi Selatan, maka
kasusteraan Bugisdan Makassar ditulis dalam huruf Arab yang disebut aksara
serang***.

22
Adapun naskah-naskah kuno yang ditulis di daun lontar sekarang sudah sulit
didapat. Sekarang naskah-naskah kuno dari orang Bugis dan Makassar hanya
tinggal yang ditulis di atas kertas dengan pena atau lidi ijuk (kallang) dalam
aksara lontara atau dalam aksara serang. Diantara buku terpenting dalam
kasusteraan Bugis dan Makssar adalah buku Sure Galigo, suatu himpunan
amat besar dari mitologi yang bagi orang Bugis dan Makassar masih
mempunyai nilai yang keramat. Selain itu ada juga himpunan-himpunan
kasusteraan lain yang isinya mempunyai fungsi sebagai pedoman dan tata
kelakuan bagi kehidupan orang, seperti misalnya buku himpunan amanat-
amanatdari nenek moyang (Paseng), buku himpunan undang-undang,
peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan para pemimpin adat (Rapang)
dan sebagainya. Kemudian ada juga himpunan-himpunan kasusteraan yang
mengandung bahan sejarah, seperti silsilah raja-raja (Attortolong) dan cerita-
cerita pahlawan yang pernah ada tetapi dibubuhi sifat-sifat legendaris (Pau-
pau). Akhirnya ada juga banyak buku-buku yang mengandung dongeng-
dongeng rakyat seperti roman, cerita lucu, cerita-cerita binatang yang berlaku
seperti manusia dan sebagainya, buku-buku yang mengandung ilmu gaib
(Kotika) dan buku-buku yang berisi syair, nyanyian-nyanyian, teka-teki dan
sebagainya.

Keterangan :

(*) Lontar atau lontaradalam Bahasa Bugiis, adalah buku-buku kuno dibuat
dari daun palm kering, yang ditulisi dengan goresan alat dibubuhi dengan
bubuk hitam, untuk memberi warna pada goresan-goresan tadi.

(**) Katalogus-katalogus tentang himpunan lontar-lontar itu pernah disusun


oleh R.A. Kern

(***) Menurut dugaan kata serang berasal dari kata Seram. Dulu orang
Muslim Bugis pada mulanya banyak hubungan dengan orang Seram yang
lebih dahulu menerima agama Islam. Di Seram memang huruf Islam yang
biasanya dipakai sebagai tulisan dalam penyebaran agama Islam.

23
2.9 Sistem Organisasi Kemasyarakatan
Suku Bugis merupakan suku yang menganut sistem patron klien atau
sistem kelompok kesetiakawanan antara pemimpin dan pengikutnya yang
bersifat menyeluruh. Salah satu sistem hierarki yang sangat kaku dan
rumit. Namun, mereka mempunyai mobilitas yang sangat tinggi, buktinya
dimana kita berada tak sulit berjumpa dengan manusia Bugis. Mereka
terkenal berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan,
pekerja keras demi kehormatan nama keluarga.
Sistem organisasi sosial yang terdapat di suku Bugis cukup menarik untuk
diketahui. Yaitu, kedudukan kaum perempuan yang tidak selalu di bawah
kekuasaan kaum laki-laki, bahkan di organisasi sosial yang berbadan
hukum sekalipun. Karena Suku Bugis adalah salah satu suku di Nusantara
yang menjunjung tinggi hak-hak Perempuan. Sejak zaman dahulu,
perempuan di suku Bugis sudah banyak yang berkecimpung di bidang
politik setempat.
Salah satu bentuk organisasi kemasyarakatan yang dianut oleh orang bugis
adalah tudang sipulung (Tudang = Duduk, Sipulung = Berkumpul atau
dapat diterjemahkan sebagai suatu Musyawarah Besar). Musyawarah ini
biasanya dihadiri oleh para Pallontara (ahli mengenai buku Lontara) dan
tokoh-tokoh masyarakat adat untuk membahas tentang kegiatan bercocok
tanam, mulai dari dari turun ke sawah, membajak, sampai tiba waktunya
panen raya. Tapi itu dulu. Ketika tanah dan padi masih menjadi sumber
kehidupan yang mesti dihormati dan diagungkan. Sebelum akhirnya bertani
menjadi sarana bisnis dan proyek peningkatan surplus produksi ekonomi
nasional.

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Makassar merupakan daerah di Indonesia yang mempunyai keragaman
ras, bahasa, budaya, dan lain-lain. Adanya keragaman budaya yang ada di
Makassar dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan .
perbedaan yang ada karena makhluk individu memiliki ciri khas sendiri.
Maka di Makassar terdapat keragaman warna dan kebudayaan. Adanya
keragaman juga dipengaruhi oleh keadaan geografis suatu lingkungan
masyarakat.

3.2 Saran
Dengan adanya keanekaragaman warna masyarakat dan kebudayaan
hendaknya kita menyikapinya dengan bijak. Toleransi dan saling
menghormati antar sesama masyarakat harus dijunjung tinggi. Walaupun
banyak perbedaan dalam kehidupan masyarakat. Hal yang terpenting
adalah menghindari sifat etnosentrisme dan egoisme dalam kehidupan
masyarakat yang multikultural demi tercapainya kelangsungan hidup
masyarakat yang damai dan aman

25
26

Anda mungkin juga menyukai