Anda di halaman 1dari 18

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nya
lah kami dapat menyelesaikan makalah berjudul Kebudayaan Makassar
Adapun penulisan makalah ini merupakan tugas dari Prof. Dr. Abd. Rasyid Asba, M.A dalam
mata kuliah Suku dan Kebudayaan Indonesia.
Makalah ini tidak akan terselesaikan tepat waktu jika kami tidak mendapatkan bantuan dari
beberapa pihak. Maka dari itu kami mengucapkan terima kasih atas bantuan, dorongan dan
bimbingan dari orang tua, dosen pembimbing dan teman teman yang tidak bisa saya sebutkan
satu per satu.
Makalah ini kami susun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk menambah wawasan
mengenai suku Bugis Makassar. Adapun metode yang kami gunakan dalam penulisan makalah
ini adalah pengumpulan sumber informasi dari berbagai karya tulis.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang sebesar besarnya kepada para
pembaca. Tidak lupa, kami memohon maaf apabila dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan baik dalam hal tata cara penulisan maupun konten makalah. Maka dari itu, kritik dan
saran kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya.
Makassar, September 2014
Tim Penyusun

Daftar Isi
Koveri
Kata Pengantar1
Daftar Isi2
BAB 1 Pendahuluan3

Latar Belakang3

Rumusan Masalah3

Tujuan4
BAB 2 Pembahasan5

BAB 3 Penutup

Daftar Pustaka

Sejarah suku Makassar 5


Adat Istiadat dan Stratifikasi Sosial Suku Makassar7
Kesenian dan Keagamaan Suku Makassar14
Budaya Hukum Suku Makassar14

Kesimpulan
Saran

BAB 1
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam kehidupan bermasyarakat, budaya tidak bisa dilepaskan begitu saja walaupun saat ini
sedang terjadi globalisasi yang secara langsung berdampak pada budaya. Masih banyak
suku Indonesia yang memegang teguh kebudayaan daerah mereka. Hal ini dikarenakan
budaya telah ada dan mengakar dalam kehidupan bersuku salah satunya adalah suku
Makassar.
Kebudayaan itu sendiri merupakan hasil dari karya manusia (buah pemikiran) yang
digunakan untuk melengkapi kebutuhan-kebutuhan dalam kehidupannya. Sehingga
kebudayaan tersebut menjadi sesuatu yang melekat dan menjadi ciri khas dari mereka (suku
tersebut).
Suku Makassar masih memegang teguh prinsip dan adat suku mereka. Kebudayaan
Makassar juga masih sering terlihat. Panjangnya sejarah perjalanan kebudayaan Makassar
memiliki alur yang unik, yang mungkin hanya dapat diketahui melalui penelusuran yang
tidak mudah.

Rumusan Masalah

Bagaimana sejarah suku Makassar ?


Bagaimana adat istiadat dan stratifikasi sosial suku Makassar ?
Apa saja kesenian dan keagamaan suku Makassar ?
Bagaimana budaya hukum suku Makassar ?

Tujuan

Mengetahui bagaimana sejarah suku Makassar.


Mengetahui bagaimana adat istiadat dan stratifikasi sosial suku Makassar.
Mengetahui apa saja kesenian dan keagamaan suku Makassar.
Mengetahui bagaimana budaya hukum suku Makassar.

BAB 2
PEMBAHASAN

Sejarah Suku Makassar

Suku Makassar, adalah nama sebuah suku yang memiliki populasi besar di Sulawesi Selatan.
Populasi suku Makassar diperkirakan lebih dari 2 juta orang.
Orang Makassar menyebut diri mereka sebagai Mangkassara atau Mangassara. Orang
Makassar tersebar mulai dari kota Makassar, kabupaten Gowa, Takalar, Je'neponto,
Bantaeng, Bulukumba, Selayar, Maros, Pangkep serta ke luar wilayah Sulawesi Selatan,
seperti di Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Selain itu penyebaran
orang Makassar juga banyak ditemukan di Kalimantan Timur,
Suku Makassar juga memiliki beberapa sub-suku yang tersebar di beberapa daerah lain, di
Sulawesi Selatan dan daerah lain, termasuk ke wilayah provinsi lain. Kelompok sub-suku ini
memiliki dialek bahasa yang berbeda-beda, tetapi masih dalam rumpun bahasa Makassar.
Menurut sebuah cerita, pada masa lalu akibat serangan pasukan kolonial Belanda ke
Kerajaan Gowa, banyak masyarakat Makassar yang terpecah-pecah dan menyebar ke
berbagai daerah, termasuk ke daerah pegunungan, dan ke hutan pedalaman. Di dalam
persebaran ini, mereka membentuk kelompok-kelompok kecil, yang menjadi komunitas suku
yang kecil-kecil. Suku-suku kecil inilah yang sekarang dianggap sebagai sub-suku Makassar.

Terdapat beberapa suku yang dianggap sebagai bagian dari sub-suku Makassar, yaitu:
Suku Makassar:

Makassar Lakiung

Turatea:

Je'neponto

Bantaeng

Konjo (Bulukumba dan Sebagian Maros)

Selayar
Pada masa lalu pernah berdiri suatu kerajaan besar bernama Kerajaan Gowa di tanah
Makassar, sekitar abad 14 sampai 17. Kerajaan Gowa ini memiliki armada laut yang mampu
menjelajah ke luar wilayah Sulawesi, sampai ke beberapa daerah lain di kepulauan Indonesia.
Suku Makassar secara sejarah dan asal-usul masih berkerabat dengan suku Bugis. Menurut
cerita, bahwa pada awalnya, suku Makassar dan suku Bugis adalah hidup sebagai satu
kesatuan suku-bangsa. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, mereka terpisah dengan
membentuk kelompok suku sendiri-sendiri.
Menurut cerita lain, bahwa sejak beberapa abad yang lalu, kedua suku ini terpecah akibat
strategi Belanda yang memecah-belah kedua etnis ini menjadi dua kelompok yang berbeda.
Kedua kelompok suku bangsa Makassar ini pada masa lalu, adalah suku bangsa yang paling

keras menentang kehadiran Belanda di wilayah mereka. Mereka selalu menyerang Belanda
dimanapun mereka jumpai. Beberapa tokoh sentral Gowa, yang terkenal adalah Karaeng
Galesong, yang memimpin armada lautnya untuk memerangi kapal-kapal Belanda.
Bahasa Makassar adalah bahasa yang diucapkan oleh suku Makassar sejak berabad-abad
yang lalu. Bahasa Makassar ini masih berkerabat dengan bahasa Bugis dan bahasa Mandar.
Walaupun terdapat perbedaan-perbedaan, tapi pada umumnya mereka bisa saling menangkap
maksud percakapan di antara mereka.
Bahasa Makassar saat ini, menurut penuturan mereka, sudah banyak berubah, dan banyak
terpengaruh bahasa-bahasa lain, seperti dari bahasa Bugis dan bahasa Melayu.
Bahasa Makassar yang asli, sebenarnya masih bisa ditemukan di daerah Gowa bagian selatan
tepatnya di kaki gunung Lompobattang. Di desa Lompobattang ini keaslian bahasa Makassar
masih terjamin karena belum tercampuri oleh perkembangan bahasa modern maupun dari
bahasa-bahasa suku lain. Bahasa Makassar yang tergolong masih murni, bisa ditemukan di
daerah Gowa (Sungguminasa, Lembang Bune, Malino dan Malakaji), di Takalar, lalu di
Jeneponto (Bontosunggu, Tolo' dan Rumbia), di Bantaeng (Dammpang) dan di Bulukumba
(Tanete).
Suku Makassar adalah suku-bangsa yang suka mengembara, pada beberapa abad yang lalu,
komunitas suku Makassar suka mengembara di lautan, menyeberangi lautan dan mendarat di
Afrika Selatan. Di Afrika Selatan terdapat sebuah daerah yang bernama Maccassar. Diduga
penduduk setempat merupakan keturunan campuran antara penduduk asli dengan orangorang Makassar yang bermigrasi ke wilayah ini. Sedangkan nama Maccassar diduga karena
mereka berasal dari tanah nenek moyang mereka dari Makassar.

Adat Istiadat dan Stratifikasi Sosial Suku Makassar

Adat Istiadat

Adat Pernikahan di tanah Makassar pada zaman sekarang ini sudah sangat jauh berbeda
dengan zaman dulu, seperti contoh, pada zaman dulu pengantin wanita yang ingin
menikah tidak boleh sembarang memilih calon pendamping, tetapi harus berdasarkan
pilihan orang tua, juga tidak ada lagi pesta pernikahan selama 40 hari 40 malam dan lain
sebagainya. Meskipun begitu, ada baiknya kalau kita mengetahui syarat-syarat
pernikahan menurut adat Makassar sebelum memulai suatu pesta pernikahan...
Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam prosesi pernikahan menurut adat pernikahan
Makassar dan setiap tahap menggunakan ungkapan yang berbeda-beda. Pada dasarnya,
prosesi pernikahan terbagi atas 3 (tiga), yaitu: sebelum pernikahan, pernikahan sedang
berlangsung dan setelah pernikahan. Berikut ini saya akan mencoba memaparkan tahaptahap pernikahan beserta ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam bahasa Makassar
dan terjemahannya.
Acara Sebelum Pernikahan

Ada beberapa tahapan yang dilakukan sebelum upacara pernikahan adat Makassar, yaitu:
1. Accini' Rorong/Akuisissing (Penjajakan).
Pada tahap ini pihak laki-laki melakukan penjajakan dengan penuh rahasia sehingga
pihak perempuan belum mengetahui maksud kedatangan tamunya. Salah satu cara untuk
mengungkapkan maksudnya ialah dengan menggunakan paruntu' kana atau peribahasa
bisa juga berarti ungkapan yang tersembunyi dalam kata. Contoh:
Pihak Laki-laki : "Lompona anne rapponna untia, erokku ampalessoki ana'na....." ("wah..
besar sekali buah pisang ini, inginnya aku meminta anakannya....")
Pihak Perempuan: "Io, sallomintu erok nipalesso', mingka tenaji nakke pa'lamungangku.
"("iya memang udah lama anak pisang itu ingin dipindahkan, tetapi tidak ada lahan untuk
menanamnya.")
2. Appabattu Kana/Assuro (Melamar).

Appabattu Kana (melamar) merupakan lanjutan dari Accini Rorong (penjajakan).


Appabattu Kana ini tidak boleh dilakukan oleh orang tua calon pengantin pria melainkan
dilakukan keluarga atau kerabat dekat sang calon pengantin pria. Adapun ungkapan yang
sering dipakai pada saat appabattu kana, antara lain:
Pihak laki-laki : "Nia' anne nasuro pakkuta'nang Daeng Gassing.. Anjo me bunga sibolloa
apa nia'mo angngaliki? Na punna tenapa nia ila' takasembanganna daeng Gassing ero'
ampakabani bellayya ampaka jarreki ta'rokayya. ("Ada titipan pertanyaan dari daeng
Gassing yang ingin menanyakan apakah si bunga yang cantik itu sudah ada yang punya?
kalau memang belum.. ada niatan dari daeng Gassing ingin untuk mendekatkan yang jauh
dan menguatkan yang renggang.") ungkapan ini bermaksud untuk menyambung tali
silaturahmi antar sesama dengan cara melangsungkan pernikahan
Pihak Perempuan : "Alhamdulillah.. rannu duduma antu allangngereki ri kabattuanta,
mingka takuassengapi anne rinia'na ritenana angngaliki. Lanri kammanami anjo na
kupauang ngaseng todong rodo' toana siagang purinanna." (Alhamdulillah.. sungguh
senang hati ku mendengarnya, akan tetapi saya belum tahu apakah si bunga ini sudah ada
yang punya ataukah belum. oeh karenanya ijinkan saya menanyakannya kepada orang
tuanya dan keluarganya yang lain.")
3. Appakkuling (Mengulangi untuk mempertegas)
Appakkuling adalah mempertegas kembali apa yang sudah dipertanyakan sebelumnya
dengan maksud untuk mengetahui apakah lamarannya diterima atau ditolak. Adapun
contoh ungkapan yang digunakan dalam tahapan appakkuling ini adalah sebagai berikut.
Pihak laki-laki : "Nia'ma seng anne angsambung-sambungi kana le'baka kuerang riolo,
nia'mo kapang passamaturukang kigappa sipammanakang." ("Saya datang lagi
menyambung perkataan yang sudah kutanyakan dahulu, mungkin sudah ada keputusan
dari anda berserta keluarga anda.")
Pihak perempuan : "Ie'.. le'ba' ngasengmi kuagagang sicini' nakamma ngaseng kananna
angkana punna erokko nibaliko ero', punna teko nibaliko tea. Iajia apannapi podeng ka
kamma baku tongko'na pajana." ("Iya.. sudah aku tanyakan ke anggota keluarga yang

lain, mereka mengatakan apabila saya setuju maka semua sepakat dan apabila tidak
mereka semuapun tidak setuju, begitulah keputusan keluarga kami.")
Pihak laki-laki : "Sukkuru'mi nai' ri langi' tujua rannuku allangereki kananta.
Kummotere'mo rodong angngerangi kanannta. Battu ribokopasseng nakusambungi."
("Betapa bahagia saya mendengar perkataan anda, kuucapkan syukurku naik kelangit
ketujuh. saya permisi pulang dahulu untuk memberitahukan keluarga kami, nanti kami
akan datang lagi untuk menyambungnya.")
4. Appakajarre'/Annyikko' (Mempererat/mengikat)
Appakajarre' yaitu menyepakati atau menyatukan pendapat untuk melaksanakan pesta
pernikahan. Pada tahap ini sudah dibicarakan sunrang (mahar), doe' balanja (uang
belanja) dan perlengkapan lainnya atau erang-erang (barang antaran). Juga sering
dibuktikan dengan sebentuk cincin yang disebut dengan cincing passikko'. adapun
ungkapan yang dipakai adlah sebagai berikut.
Pihak laki-laki : "Nia'ma seng anne, teaki lanri nibattui..." ("saya datang lagi, saya harap
anda tidak bosan saya datangi...")
Pihak perempuan : "I katte antu kapang malanre battu. I nakke tena naku lanre nibattui,
sa'dang teai lagi baji', apa seng ka anu baji..." ("Mungkin Anda yang bosan datang. saya
tidak bosan sama sekali, sedang hal yang buruk saya tidak akan bosan, apalagi ini hal
yang baik...")
Pihak laki-laki : "Sallang tarima kasi'na... sikalabini ninanro laloki bedeng ta nako'
salibanra na nipa'jari anne numinasaia. Niak anne kuerang tanra tarima kasi'na, kitambai
bedeng kakuranganna na kipammopporang punna nia' kasalanna." ("Terima kasih
sebelumnya.. semoga diberikan keberkahan untuk menjalani niat yang baik ini. Ada
barang yang saya bawa tanda terima kasih, tambahkanlah kekurangannya dan maafkanlah
jika ada kesalahan.")
Setalah itu. barang dibawa seperti cincin dan kue-kue mulai diserahkan.
Pihak laki-laki : "Nia' anne pole ero' kupala'pala' barang akkullea' kikamaseang
nakuasseng siapayya seng kubattu siagang siapa songongang nipierangngianga'.." ("Ada
hal lain lagi yang ingin saya tanyakan, semoga dimudahkan yaitu kapan lagi saya
sebaiknya datang serta berapa (uang) yang harus saya bawa..")
Pihak perempuan : "Angngerangmaki mae siapa hallalatta iareka pakkulleta. Manna antu
jai la'busu'ji ka anu la nakanre pepe' na lo'lorang je'ne.." ("Bawalah berapapun yang halal
bagimu ataukah seberapapun kemampuannmu, karena walaupun banyak tetap akan habis
juga karena akan dimakan oleh api dan terbawa oleh air..")
Pihak laki-laki : "Punna kammantu kananta.. sukkuru'mi naik ri langi' tujua rannuku na
kuammotere'mo rodong ampakarimpungangi batang kalengku.." ("Kalau begitu
perkataan anda betapa bersyukur dan senang hati ini... kalau begitu saya pulang dulu
untuk mempersiapkan diri..").
5. Appanai' Leko/angngerang-erang (Membawa barang antaran)

Pada jaman dahulu appanai' leko' ada dua prosesi. ada istilah appanai' leko caddi dan
adapula appanai' leko' lompo. tetapi pada masa sekarang ini hanya satu prosesi saja yang
dilakukan merangkum kedua prosesi appanai' leko' caddi dan appanai' leko' lompo. dalam

prosesi ini sekaligus dibawa uang untuk bahan belanja pihak perempuan, mahar daun dan
buah pinang serta embel-embel yang lain berupa : umba-umba (makanan tradisional khas
makassar berupa kue-kue kecil berbentuk bulat dengan isi gula merah kemudian ditaburi
parutan kelapa), buah-buahan, pisang, tebu dan lain-lain. kesemuanya itu disimpan dalam
satu wadah yang bernama "Panca" (wadah dari anyaman batang bambu), kesemua barang
bawaan ini berupa panganan-panganan atau buah-buahan yang manis dengan maksud
agar pernikahan yang akan dilangsungkan akan berbuah manis pula dikemudian hari.
6. Pagaukang (Pesta Perkawinan)
Pada tahap ini, para tamu yang di luar diundang ke dalam untuk memberi kado atau
uang sebagai sumbangan (solereng)
Acara Sedang Berlangsungnya Pernikahan
1. Simorong/Nai'mi Kalenna (Pengantin pria diantar kerumah pengantin perempuan)
Apabila pengantin pria beserta pengantarnya telah sampai kerumah pengantin wanita,
maka pengantin pria diambut dengan alunan "Gandrang" (Musik tradisional Makassar).
setelah itu sang pengantin dipanggil oleh anrong bunting atau orang yang ditunjuk
dengan melantunkan syair pakkio' bunting.
2. Appabattu Nikka ('Ijab Qabul)
Ijab Qabul ini prosesnya sama saja dengan ijab qabul dalam prosesi pernikahan dalam
agama islam. Ijab qabul diucapkan oleh pengantin laki-laki dihadapan wali mempelai
wanita, saksi dan imam nikah
3. Nilekka' (Mengantar pengantin wanita ke rumah pengantin pria)
Pada prosesi ini pengantin perempuan diantar kerumah pengantin pria dengan membawa
"Pa'balasa" atau "pa'matoang" (barang antaran untuk membalas barang antaran pihak
pengantin laki-laki), biasanya pengantin wanita dipanggil pula dengan syair pakkio'
bunting lalu mereka diberikan sesuatu yang berharga ("Pannimbarangngi"). Acara
Sesudah Pernikahan Setelah acara pernikahan masih adalagi prosesi yang disebut
"Appa'bajikang" yang berarti mendamaikan atau menyatukan tangan kedua mempelai
dalam mengarungi hidup baru.

Stratifikasi Sosial

Suku Makassar pun memiliki tiga lapisan sosial. Ketiga lapisan tersebut adalah Ana
Karaeng, To Maradeka dan Ata. Lapisan pertama adalah anak raja yang bobot
kebangsawanannya masih murni dan dapat mewarisi kerajaannya. Lapisan pertama dapat
dibagi atas :
1. Ana Tino, terbagi :

Ana Pattola, Ana Pattola berhak mengganti raja.

Ana Manrapi, ia dapat menggati raja jika Ana Pattola tidak ada
atau dianggap kurang mampu untuk menduduki tahta.
2. Ana Sipuwe, dapat dibagi:

Ana Sipuwe Manrapi, yaitu anak yang lahir dari ayah Tono
(Pattola/Manrapi) dan ibu dari golongan yang tingkatnya di bawah Ana Tino,
Ana Sipuwe Manrapi dapat diangkat menjadi raja (Somba ri Gowa).

Ana Sipuwe, yaitu anak yang lahir dari Ana Pattola atau Ana

Manrapi dengan ibu dari To Maradeka (bukan hamba) atau orang baik.
3. Ana Cera, yaitu anak yang lahir dari Ana Pattola atau Manrapi dengan ibu dari
kalangan budak.
4. Ana Karaeng Sala, yaitu anak yang lahir dari Ana Sipuwe atau Ana Cera dengan ibu
dari ibu orang merdeka.
Lapisan kedua Suku Makassar disebut dengan To Maradeka. Lapisan ini juga dapat
dibagi atas dua bagian yaitu Tobaji dan Tosamara (sama pada pelapisan Suku Bugis).
Sedangkan lapisan ketiga adalah Ata. Bagi Suku Makassar, Ata dibagi kepada tiga
lapisan. Ketiga lapisan tersebut adalah Ata Sossorang, Ata Ribuang dan Ata Tai Jangang.
Yang tergolong lapisan pertama adalah budak turun-temurun dan biasanya dipebudak
oleh satu keluarga. Yang termasuk lapisan kedua adalah budak karena hukuman, budak
yang karena berbuat kesalahan sehingga ia dijatuhi hukuman atau dia kalah dalam
peperangan. Lapisan ketiga yaitu orang yang diperbudak oleh orang yang pernah jadi
budak (To Samara).

Kesenian dan Keagamaan Suku Makassar

Kesenian Makassar

Alat-alat music tradisional


Salah satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan khususnya suku Bugis, Bugis
Makassar dan Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh
seorang pelaut, sehingga bentuknya menyerupai perahu yang memiliki dua dawai,
diambil karena penemuannya dari tali layar perahu. Biasanya ditampilkan pada acara
penjemputan para tamu, perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang tahun.
# Sinrili
alat musik yang mernyerupai biaola cuman kalau biola di mainkan dengan
membaringkan di pundak sedang singrili di mainkan dalam keedaan pemain duduk dan
alat diletakkan tegak di depan pemainnya.
#Gendang
Musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang dan bundar
seperti rebana.
#Suling

Suling bambu/buluh, terdiri dari tiga jenis, yaitu:


Suling panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telah punah.
Suling calabai (Suling ponco),sering dipadukan dengan piola (biola) kecapi dan
dimainkan bersama penyanyi

Tarian tradisional

Tari Pelangi

Tari pelangi; tarian pabbakkanna lajina atau biasa disebut tari meminta hujan.

Tari Paduppa Bosara;

Tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika kedatangan tamu senantiasa
menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormatan.

Tari Pattennung;

Tarian adat yang menggambarkan perempuan-perempuan yang sedang menenun benang


menjadi kain. Melambangkan kesabaran dan ketekunan perempuan-perempuan Bugis.

Tari Pajoge dan Tari Anak Masari;

Tarian ini dilakukan oleh calabari (waria), namun jenis tarian ini sulit sekali ditemukan
bahkan dikategorikan telah punah.Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari
Passassa, tari Pagalung, dan tari Pabbatte.

Sebagai kota terbesar di Sulawesi, Makassar merupakan pintu gerbang menuju obyek
wisata populer lainnya. Ada beberapa daerah lain di Sulawesi Selatan yang juga
menyimpan obyek wisata menarik dan dapat dijangkau melalui darat maupun udara.
Tahun ini, Kota Makassar berusia 402 tahun. Sejarahwan bersepakat 9 November 1607
adalah hari lahir Kota Makassar, yaitu saat kota ini menjadi wilayah otonom Kerajaan
Gowa. Dari tahun 1971 sampai 1999, kota ini berubah nama menjadi Ujungpandang.
Namun nama Makassar sesungguhnya lebih dikenal di kalangan masyarakat nusantara
bahkan dunia. Karena pertimbangan itulah sejak tahun 2000, pemerintah Indonesia
mengembalikan nama Makassar menjadi nama resmi kota ini.
Makassar sesungguhnya bukan hanya nama sebuah kota, melainkan juga sebuah
identitas kultural (kebudayaan). Suku Makassar adalah satu dari sekian banyak suku asli
di Sulawesi, mendiami wilayah bekas Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan bagian
selatan.
Ada pula Suku Bugis yang wilayah kulturalnya menempati sebagian besar Sulawesi
Selatan bagian utara. Bugis adalah suku dengan populasi terbesar di Sulawesi. Toraja

juga merupakan identitas kultural yang menempati wilayah luas di jajaran pegunungan
Latimojong di utara. Sedangkan Mandar adalah suku asli yang mendiami Sulawesi
Barat.
Seluruh identitas kultural itu kini tumbuh subur di Makassar. Bercampur dengan sukusuku dari daerah lain di Indonesia, seperti Minahasa, Jawa, Bali, Melayu, Ambon, dan
Tionghoa. Menciptakan keragaman budaya yang berwarna.
Sepanjang tahun, selalu ada even kesenian yang digelar di Makassar. Mulai dari
kesenian modern seperti festival musik populer dan jazz, teater, sampai festival
kebudayaan lokal yang menampilkan kesenian atraktif. Berbagai kesenian dan peristiwa
budaya yang dapat anda saksikan pada waktu-waktu tertentu antara lain :
1. Atraksi Permainan Tradisional "Ma'raga".
2. Atraksi Permainan Rakyat "Mappadendang".
3. Tarian Magis "Pepe-pepeki ri Makka".
4. Tarian Ritual Bissu "Ma'giri".
5. Upacara tradisional bugis dalam komunitas Tionghoa.
6. Pemain Gendang "Gandrang Bulo"
7. Tarian-tarian Tradisional seperti Tari Pakarena dll.

Keagamaan Suku Makassar

Masyarakat suku Makassar pada zaman dahulu, memiliki agama purba yang animisme,
yaitu Turei Arana (kehendak yang tinggi). Orang Makassar percaya kepada Dewa yang
disebut Dewata SeuwaE (dewa yang tunggal) atau Turei A'rana (kehendak yang tinggi).
Sebutan kepada Dewa orang Purba di Sulawesi, memiliki beragam sebutan, seperti
orang Bugis menyebutnya dengan istilah PatotoE (dewa yang menentukan nasib). Orang
Mandar menyebutnya Puang Mase (yang maha kedendak) dan orang Toraja
menyebutnya Puang Matua (Tuhan yang maha mulia).
Orang Makassar Purba percaya adanya dewa yang bertahta di tempat-tempat tertentu.
Seperti kepercayaan mereka tentang dewa yang berdiam di Gunung Latimojong. Dewa
tersebut mereka sebut dengan nama Dewata Mattanrue. Dihikayatkan bahwa dewa
tersebut kawin dengan Enyilitimo kemudian melahirkan PatotoE. Dewa PatotoE
kemudian kawin dengan Palingo dan melahirkan Batara Guru. Batara Guru dipercaya
oleh sebagian masyarakat Sulawesi Selatan sebagai Dewa Penjelajah, yang telah
menjelajahi seluruh kawasan Asia dan bermarkas di puncak Himalaya. Kira-kira satu
abad sebelum Masehi Batara Guru menuju ke Cerekang Malili dan membawa empat
kasta. Keempat kasta tersebut adalah kasta Puang, kasta Pampawa Opu, kasta Attana
Lang dan kasta orang kebanyakan.
Sejak beberapa abad yang lalu, masyarakat suku Makassar telah mengenal agama Islam,
mayoritas orang Makassar adalah beragama Islam. Sejak mereka memeluk Islam, segala
bentuk kepercayaan agama purba mereka pun ditinggalkan. Agama Islam telah hadir di
kalangan masyarakat orang Makassar sejak berabad-abad yang lalu. Mereka adalah
penganut Islam yang kuat. Agama Islam menjadi agama rakyat bagi suku Makassar,
sehingga beberapa tradisi adat dan budaya serta dalam kehidupan sehari-hari suku
Makassar banyak dipengaruhi oleh tradisi dan budaya yang mengandung unsur Islami.

Budaya Hukum Suku Makassar

Pangadereng/ dan pangadakkan dalam masyarakat BugisMakassar


Pangdereng dalam msyarakat Bugis-Makassar

Ade yaitu unsur dari pangadereng yang lebih dikenal dengan kata
norma atau adat. Ade ini secara khusus terdiri beberapa bagian yaitu :

Ade akkalibinengen, yaitu adatatau norma mengenai hal


ihwal perkawinan serta hubungan kekerabatan dan berwujud sebagi kaidah
kaidah perkawinan, kaidah-kaidah keturunan, aturan-aturan mengenai hak
dan kewajiban warga rumah tangga, etika dalam berumah tangga dan
sopan santun pergaulan antar kaum kerabat

Ade tanaatu norma-norma mengenai hal ihwal bernegara


dan memerintah negara dan berwujud sebagai wujud hukum negara,
hukum antar negara, serta etika dan pembinaan insan politik

Untuk pengawasan dan pembinaan ade dalam masyarakat bugis


biasanya dilakasanakan oleh beberapa pejabat adat seperti pakka tenniade,
puang ade, pampawa ade, dan parewa ade.

Bicara adalah unsur bagian dari pangadereng yang mengenai aktivitiet dan
konsep konsep yang tersangkut paut dengan peradilan, maka kurang lebih sama dengan
hukum acara, mementukan prosedurnya, serta hak-hak dan kewajiban seorang yang
sedang mengajukan kasusnya di muka pengadilan atau yang mengajukan penggugatan.

Rapang bererti contoh, perumpamaan, kias atau analogi. Sebagai unsur


bagian dari pangadereng, rapang menjaga kepastiaan dan kontiniutet dari suatu
kpeutusan hukum tak tertulis dalm masa yang lampau sampai sekarang dengan membuat
analogi antara kasus dari masa yang lampau itu dengan kasus yang sedang digarap.
Rapang juga berwujud sebagai perumpamaan-perumpamaan yang mengajukan kelakuan
ideal dan etika dalam lapangan hidup yang tertentu seperti lapangan kehidupan
kekerabatan, lapangan kehidupan berpolitikdan memerintah negara dsb. Selain dari itu
rapang juga berwujud sebagai pandangan-pandangan keramat untuk mencegah tindakantindakan yang bersifat ganguanterhadap hak milik serta ancaman terhadap keamanan
seorang warga masyarakat.

Wari adalah unsur bagian dari pangadereng yang melakukan klasifikasi


dari segala benda, peristiwadan aktivitietnya dalam kehidupan masyarakat menurut
kategori-kategorinya. Misalnya untuk memelihara tata susunan dan tata penempatan hal
hal dan benda-benda dalam kehidupan masyarakat untuk memelihara jalur dan garis
keturunan yang mewujudkan pelapisan sosial; untuk memelihara hubungan kekerabatan
antara raja suatu negara dengan raja-raja dari negara-negara lain, sehingga dapat
ditentukan mana yang tua dan mana yang muda dalm tata upacara kebesaran.

Sara adalah unsur bagian dari pangadereng yang mengandung pranatapranata dan hukum islam dan yang melengkapkan ke empat unsurnya menjadi lima.
Sistem religi masyarakat Sulawesi Selatan sebelum masuknya ajaran islam seperti yang
tampak dalm sure lagaligo, sebenarnya telah mengandung sutu kepercayaan terhadap
dewa yang tunggal yang disebut dengan beberapa nama seperti patoto-e (maha

menentukan nasib), dewata sewwae (dewa yang tunggal), turie arana (kehendak yang
tertinggi). Sisa kepercayaan seperti ini masih tampak jelas misalnya beberapa
kepercayaan tradisional yang masi bertahan sampai sekarang misalnya pada orang
tolotang, di kabupaten sidenreng rappang dan pada orang ammatoa di kajang daerah
bulukumba.
Hubungan Sirik, Tumannyala, tumassiri
Pengertian sirik

Moh. Natsir Said mengatakan bahwa sirik adalah suatu perasaan


malu (krengking/belediging) yang dilanggar norma adatnya. Menurut Cassuto,
salah seorang ahli hukum adat yang berkebangsaan Jepang yang pernah menliti
masalah sirik di Sulawesi Selatan berpendapat : Sirik merupakan pembalasan
berupa kewajiban moral untuk membunuh pihak yang melanggar adatnya.1)

Kodak VIII Sul-Selra bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin


mengadakan seminar masalah sirik tanggal 11-13 Juli 1977 telah merumuskan :
Sirik adalah suatu sistem nilai Sosial-kltural dan kepribadian yang merupakan
pranata pertahanan harga diri dan martabat manusia sebagai individu dan anggota
masyarakat. 2)

Kalau kita kaji secara mendalam dapat ditemukan bahwa sirik


dapat dikategorikan dalam empat golongan yakni : pertama, Sirik dalam hal
pelanggaran kesusilaan, kedua sirik yang berakibat kriminal, ketiga sirik yang
dapat meningkatkan motivasi seseorang untuk bekerja dan keempat sirik yang
berarti malu-malu (sirik-sirik). Semua jenis sirik tersebut dapat diartikan sebagai
harkat, martabat, dan harga diri manusia.
Pengertian anyyala
Annyala dalam terminologi Makassar diartikan sebagai kebersalahan atau dalam bahasa
gaulnya dapat diartikan nakal. Namun Annyala yang ingin penulis jelaskan disini
bukanlah Annyala dalam pengertian umum, tapi Annyala dalam konteks perkawinan atau
kebersalahan dalam perkawinan. Biasa kita mendengar ucapan, anjo burane annyala
(makassar : itu lelaki bersalah) atau anjo baine annyala (makassar : itu perempuan
bersalah), maka yang dimaksudkan dalam kalimat tersebut adalah kebersalahan dalam
konteks perkawinan. Karena itu, biasanya pula orang tua kita yang mendengar pernyataan
seperti itu, tidak lantas meneruskan pertanyaannya karena sangat sadar bahwa kalimat
tersebut didalamnya mengandung konsekuensi rasa malu dan taruhan harga diri (siri).
Tomasirik
Tomasirik adalah orang orang yang merasa dipermalukan ketika kelurganya dari
pihak gadis yang dibawa lari oleh laki-laki tampa restu darinya. Dalm masyarakat bugis
yang disebut to masirik adalh paman dari si perempuan atau saudara laki-laki dari perempuan
dan berhak memeberikan hukuman kepada anyyala
Hubungan antara sirik, anyyala, dan to masirik
Proses perkawinan yang mengandung dampak rasa malu dan taruhan harga diri adalah proses
perkawinan yang terjadi karena nipakatianang (hamil sebelum nikah). Keadaan demikian
ini dapat menimbulkan dua kemungkinan, yaitu (1) Kawin secara adat atau (2) Annyala.
Kawin secara adat terlaksana apabila kehamilan si perempuan (tau-nipakatiananga) belum

tersebar, tapi baru diketahui ibu dan kerabat ibu yang terdekat sehingga mereka ini secara
rahasia (tidak diketahui oleh tu-masirik perempuan yang hamil) menghubungi keluarga tumappakasiri agar dalam waktu yang singkat perkawinan dapat dilangsungkan melalui
prosedur yang biasa. Kedua belah pihak berusaha menutupi dan melindungi rahasia demi
nama baik kedua keluarga.
Bilamana perkawinan secara adat tidak terlaksana, maka terjadilah prosedur yang sama
dengan Annyala, dimana keadaan perempuan telah menyedihkan karena si lelaki tidak
bertanggung jawab / menghilang. Si perempuan yang berlindung kepada imam atau kadhi
dinikahkan dengan seorang lelaki yang niatnya darurat. Lelaki yang menikahi seorang
perempuan karena terlebih dahulu hamil yang sebelumnya tidak ada hubungan disebut kawin
pattongkok sirik (=kawin penutup malu), si perempuan yang bernasib sial ini oleh orang
tuanya / kerabatnya nimateanmi (dianggap sudah mati).
Dalam pandangan adat, anak yang dilahirkannya kelak disebut ana bule (anak haram jadah).
Anak ini bila hidup sampai dewasa sangat sulit kedudukannya dalam masyarakat karena
seolah - olah dialah yang harus menanggung segala kesalahan dan dosa orang tuanya. Hal ini
berbeda dalam pandangan agama, bahwa si anak tidaklah berdosa sama sekali, tidak pula
mewarisi dosa orang tuanya, setiap anak terlahir dalam keadaan suci, orang tuanyalah sendiri
yang menanggung dosa yang telah diperbuatnya.
Dalam pandangan adat, Annyala (kebersalahan dalam perkawinan) dapat dibedakan atas tiga
macam, yaitu : Silariang, Nilariang, dan Erangkale. Karena namanya saja Annyala, maka
ketiganya tentu saja tidak ada bagusnya, kesemuanya mempermalukan diri dan keluarga,
ketiganya membawa dampak rasa malu serta konsekuensi taruhan harga diri (siri). Tindakan
Annyala ini sebenarnya dapat diakhiri dengan proses berbaikan, namanya Abbajik atau
Appala Bajik (makassar : meminta kebaikan, memohon maaf), namun dalam konteks
kekinian, bagaimana sebenarnya kita melihatnya mengingat sudah sedemikian bebasnya
proses pergaulan dan komunikasi serta telah ditinggalkannya adat, bukan saja oleh anak tapi
juga oleh orang-orang tua kita, meski masih banyak sekali yang memegang teguh prinsip prinsip adat. Annyala, dalam bentuk apapun, seringkali disertai pengejaran dan harus
berakhir dengan pembunuhan, sebagai upaya menegakkan siri (malu dan harga diri) dari
keluarga tunipakasiri.

Silariang (Sama - sama Lari)

Yang dimaksud dengan Silariang ialah dua orang yang saling mencintai,
sama - sama lari dari keluarganya. Pada masyarakat Bugis Makassar, kawin lari
(silariang) merupakan hal yang tidak direstui bahkan menjadi aib dalam masyarakat.
Terjadinya kawin lari biasanya dikarenakan uang belanja perkawinan (mas kawin /
sunrang) yang ditentukan oleh pihak keluarga si gadis terlampau tinggi, bisa juga terjadi
karena keluarga si gadis tidak menyetujui pihak keluarga laki - laki, baik calon
menantunya maupun calon besannya., misalnya karena perbedaan status sosial. Terkait
dengan uang naik (doe nipanaik) atau uang belanja (doe balanja) dalam perkawinan
yang tinggi, biasanya memang keluarga si gadis dalam masyarakat bugis makassar
menempuh jalan demikian untuk menolak pinangan secara halus

Nilariang (Dibawa Lari)

Nilariang adalah proses Annyala dimana si gadis dilarikan oleh si pemuda


atau oleh si pemuda dan keluarganya. Karena namanya Nilariang, maka faktanya
dilapangan bisa beragam. Bisa saja perbuatan si pemuda melarikan anak gadisnya orang
tanpa sepengetahuan orang tuanya, karena bisa juga terjadi orang tua dan keluarga si

pemuda tidak merestui tindakan anaknya melarikan anak gadis orang. Bisa juga terjadi,
keluarga si pemuda memberi restu dengan sebab yang beragam, misalnya ingin membuat
malu keluarga si gadis dan lain sebagainya.

Erangkale (Melarikan Diri)

Proses Annyala ini umumnya dimaknai sebagai tindakan si gadis lari dari
keluarganya tanpa sepengetahuan orang tua, keluarga dan kerabatnya untuk menemui si
pemuda, dan selanjutnya kawin di suatu tempat yang tidak diketahui oleh kedua keluarga,
kecuali oleh mereka berdua. Tapi, penulis memaknainya juga sebagai proses janjian
(assijanji). Faktanya di lapangan bisa kedua - duanya sama - sama lari dari keluarganya
secara sendiri - sendiri, dan untuk selanjutnya bertemu di suatu tempat yang telah mereka
sepakati berdua.
Proses Abbajik (Berbaikan)
Apabila terjadi perkawinan lari (Silariang, Nilariang, Erangkale), maka oleh pihak keluarga
si gadis akan melakukan pengejaran, biasa disebut tu-masiri, dan kalau mereka berhasil
menemukan kedua pelarian itu, maka kemungkinan laki-laki (tu-mannyala) itu akan dibunuh.
Tindakan membunuh tu-mannyala ini disebut appaenteng siri atau menegakkan harga diri
dan kehormatan keluarga.
Karena perbuatan tu-mannyala (makassar : orang yang bersalah) biasanya jika diketahui
dapat menimbulkan ketegangan dalam masyarakat, terutama dari keluarga sigadis. Sebab tumannyala harus dibunuh kecuali bila tu-mannyala tadi telah berada dalam rumah atau
pekarangan anggota dewan hadat / pemuka masyarakat atau setidak-tidaknya telah sempat
melemparkan penutup kepalanya (songkok atau destar) ke dalam pekarangan rumah anggota
hadat tersebut yang berarti ia sudah berada dalam perlindungan, maka tak dapat diganggu
lagi. Begitu juga kalau ia sedang bekerja di kebun, di ladang atau di sawahnya. Bila tumannyala tadi telah berada di rumah satu pemuka masyarakat (dalam hal ini imam atau
kadhi) maka menjadi kewajiban baginya untuk segera menikahkan tu-mannyala.
Langkah pertama, orang tua sigadis (tu-masirik) dihubungi dan dimintai persetujuannya agar
anaknya dapat dinikahkan. Biasanya orang tua tak dapat memberi jawaban apalagi bertindak
sebagai wali, karena merasa hubungannya dengan anaknya mimateami (telah dianggap mati).
Sebab itu, tak ada jalan lain bagi imam atau kadhi kecuali menikahkan tu-mannyala dengan
ia sendiri bertindak sebagai wali hakim. Setelah itu, baru dipikirkan yang harus dilakukan tumannyala agar diterima kembali sebagai keluarga yang sah dalam pandangan adat. Hubungan
antara tu-masiri dengan tu-annyala sebagai tu-appakasirik akan diterima selama tu-mannyala
belum abbajik (damai). Bila tu-mannyala mampu dan berkesempatan appakabajik
(berdamai) ia lalu minta bantuan kepada penghulu adat/pemuka masyarakat tempatnya
meminta perlindungan dahulu. Lalu diutuslah seseorang untuk menyampaikan maksud
appala bajik (meminta damai) kepada keluarga tu-masirik atau kepada penghulu kampung
tempat keluarga tu-masirik yang selanjutnya menghubungi keluarga tu-masirik agar berkenan
menerima kembali tumate tallasana (orang mati yang masih hidup).
Keluarga tu-masirik lalu menyampaikan kepada sanak keluarganya tentang maksud
kedatangan tu-mannyala appala bajik. Bila seluruh keluarga berkenan menerima kembali tumannyala tersebut, maka disampaikanlah kepada yang mengurus selanjutnya pada pihak tumannyala. Kemudian si tu-mannyala dengan keluarganya mengadakan persiapan yang
diperlukan dalam upacara appala bajik tersebut. Keluarga tu-mannyala menyediakan
sunrang (mahar) sesuai aturan sunrang dalam perkawinan adat, selain menyediakan pula

pappasala (denda karena berbuat salah). Pappasala dengan sunrang dimasukkan dalam
kampu disertai leko sikampu (sirih pinang dalam kampu). Keluarga tu-mannyala juga
yang wajib menyiapkan dalam pertemuan itu antara lain hidangan adat.
Pada waktu yang telah ditentukan, tu-mannyala (orang yang telah berbuat salah/aib) datang
dengan keluarga yang mengiringinya ke rumah salah seorang tu-masirik (orang yang
menderita malu atau yang dipermalukan). Sementara itu keluarga tu-masirik telah pula hadir.
Dengan upacara penyerahan kampu dari pihak to-mannyala/tu-mappakasirik yang diterima
oleh tu-masirik maka berakhirlah dendam dan ketegangan selama ini. Tu-mannyala tadi
meminta maaf kepada keluarga tu-masirik yang hadir dan pada saat itu dirinya resmi diterima
sebagai keluarga yang sah menurut adat.
5. Analisis Perkawinan Sumbang
Dalam tatanam masyarakat bugis makassar sistem tata aturan perkawinan di jelakan sebagi
berikut :

Assialang maola Ialah perkawinan antara saudara


sepupu derajat kesatu, baik dari pihak ayah maupun ibu.

assialanna memang ialah perkawinan antara saudara


sepupu derajat kedua, baik dari pihak ayah maupun ibu.

ripaddeppe abelae ialah perkawinan antara saudara


sepupu derajat ketiga, baik dari pihak ayah maupun ibu atau masih
mempunyai hubungan keluarga
Adapun perkawinan perkawinan yang dilarang dan dianggap sumbang (salimara):
1. perkawinan antara anak dengan ibu / ayah
2. perkawinan antara saudara sekandung
3. perkawinan antara menantu dan mertua
4. perkawinan antara paman / bibi dengan kemenakan
5. perkawinan antara kakek / nenek dengan cucu
Terkait dengan perkawian sumabang atau salimara saya belum bisa menganalisis berhubung
saya belum pernah mendapatkan kasus seperti ini dan literatunya pun say belum dapatkan ,
yang pernah saya ketahui perkawin ini sangat di haramkan dan dilarang pada masyarakat
tanah bugis pada umumnya apalagi pada saat masuknya islam dan telah menjadi unsur
pangadereng dalam masyarakat bugis pada umunya. Yang pernah saya dengar jika orang
melakukan salah satu kesaalahan di atsa maka pihak keluarkga dan ketuia adat menghukum
sipelaku dengan cara :
a. Di bunuh
b. Di usir
c. Diputuskan tali silaturahim
d. Akan di sumpahi mendapat sial seumur hidup
e. Di anggap sudah tidak ada dan tidak pernah ada dalm suatu lingkungan masyarakat

BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan Pembahasan dan rumusan masalah di atas, maka kami menyimpulkan


sebagai berikut
:
Suku Makassar, adalah nama sebuah suku yang memiliki populasi besar di Sulawesi
Selatan Suku Makassar adalah nama Melayu untuk sebuah etnis yang mendiami pesisir
selatan pulau Sulawesi. Lidah Makassar menyebutnya Mangkasara' berarti "Mereka yang
Bersifat Terbuka." Masyarakat suku Makassar sebagian besar menganut agama Islam.
Adapun adat istiadat Masyarakat suku Makassar dapat dilihat dari prosesi
pernikahannya yang memiliki keunikan.
Sistem sosial dalam masyarakat etnis Makassar adalah dikenal adanya
penggolongan / strata sosial yang menggolongkan masyarakat ke dalam 3 golongan
utama yang masing-masing di dalamnya terbagi lagi menjadi beberapa golongan.
Penggolongan tersebut yaitu : Golongan Karaeng, To Maradeka, dan Ata/Budak/Hamba
Sahaya. Selain itu, juga dikenal adanya hubungan kekerabatan dalam masyarakat seperti :
Sipaanakang/sianakang, Sipamanakang, Sikalu-kaluki, serta Sambori.

Saran

Daftar Pustaka
Malayans,Proto.SukuMakassarSulawesi.Oktober
2012.http://protomalayans.blogspot.com/2012/10/sukumakasarsulawesi.html
Muchlis,Muhammad.ProsesiPernikahanMenurutAdatMakassar.14Desember
2011.http://lobelobenamakassar.blogspot.com/2011/12/prosesipernikahanmenurutadat.html
Adab,KomunitasSeni.KesenianMakassar.28Juni
2012.http://komunitasseniadab.blogspot.com/2012/06/kesenianmakassar.html
Al,Erwin.HukumAdatBugisMakassar.1November2011.
http://profdrerwinalmwdatusarakalc.blogspot.com/2011/11/hukumadatbugismakassarlawof
ethnic.html

Anda mungkin juga menyukai