Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FONOLOGI BAHASA MAKASSAR

“ PENGERTIAN MAKASSAR DAN DIALEK BAHASA MAKASSAR ”


Dosen pengampu : Prof. Dr. Kembong Daeng ,M, Hum.

Di Susun Oleh:
KELOMPOK ll

LUTFIA ISKANDAR (230505501005)


ULFA DAMAYANTI (230505501004)
ROISA TUNNISA (230505502004)
NISFA HULLAELA (230505500008)
ALSOFIANI.A (230505501018)

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA DAERAH


FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat Nyalah
makalah ini dapat terselesaikan dengan mudah dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tanpa
pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan tepat pada waktunya.Makalah ini
kami buat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fonologi bahasa Makassar,yang berjudul
“Pengertian Makassar dan Dialek Bahasa Makassar ”

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun
makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan, kami menyadari bahwa makalah ini kurang
sempurna karena tidak ada sesuatu apapun yang sempurna di dunia, demikian juga kiranya makalah
ini. Oleh karena itu, kritik yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
………………………………………………………………………………….1
DAFTAR ISI.
…………………………………………………………………………………………...2

BAB l PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
……………………………………………………………………………….3
B. Rumusan Masalah
…………………………………………………………………………….4
C. Tujuan …………………………………………………………………………………………
4

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Makassar …………………………………………………………………………
5
B. Pembagian Dialek Bahasa Makassar
…………………………………………………………8
C. Penggunaan Bahasa Makassar
………………………………………………………………..9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ………………………………………………………………………………….10

DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………………………………….11

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bahasa adalah kunci pokok bagi kehidupan manusia di dunia, seseorang dapat berinteraksi dan
saling memahami satu sama lain dengan adanya bahasa. Bahasa dapat digunakan apabila saling
memahami atau saling mengerti antara penutur dan mitra tutur. Seseorang dapat memahami maksud
dan tujuan orang lain berbahasa atau berbicara apabila menyimak isi pembicaraannya.

Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa yang mempunyai latar belakang kebudayaan
serta bahasa sendiri-sendiri. Oleh karena itu, bahasa dikatakan bagian dari kebudayaan. Mengenal
bahasa dan kesusastraan suatu suku bangsa, berarti telah mengenal taraf kemajuan dan kecerdasan
dari suatu suku bangsa. Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa mempunyai peranan yang sangat
penting. Disadari atau tidak, manusia dan bahasa tidak dapat dipisahkan. Manusia sebagai makhluk
sosial selalu membutuhkan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Jadi, setiap manusia yang
terlibat dalam kehidupan sosial paling tidak mengenal bahasa.

Bahasa Makassar merupakan bahasa Austronesia dari subrumpun Melayu-Polinesia cabang Sulawesi Selata

Dialek Ragam bahasa dalam rumpun Makassarik membentuk sebuah kesinambungan dialek,
sehingga batas antara bahasa dan dialek sulit ditentukan.Survei bahasa di Sulawesi Selatan yang
dilakukan oleh pasangan linguis dan antropolog Charles dan Barbara Grimes memisahkan bahasa
Konjo dan Selayar dari bahasa Makassar,sementara survei lanjutan yang dilakukan oleh linguis
Timothy Friberg dan Thomas Laskowske memecah bahasa Konjo menjadi tiga (Konjo Pesisir, Konjo

3
Pegunungan, dan Bentong/Dentong) Walaupun begitu, dalam buku mengenai tata bahasa Makassar
terbitan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, linguis lokal Abdul Kadir Manyambeang dan
tim memasukkan ragam bahasa Konjo dan Selayar sebagai dialek bahasa Makassar.

Tidak termasuk ragam-ragam bahasa Konjo dan Selayar, bahasa Makassar dapat dibagi ke dalam
setidaknya tiga dialek, yaitu 1) dialek Gowa atau Lakiung, 2) dialek Jeneponto atau Turatea, dan 3)
dialek Bantaeng. Perbedaan utama antara ragam-ragam dialek dan bahasa dalam rumpun Makassar
adalah dalam tataran kosakata; tata bahasa ragam-ragam ini secara umum tidak jauh berbeda. Penutur
dialek Gowa cenderung bertukar menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan
penutur dialek Bantaeng atau penutur bahasa Konjo dan Selayar, begitu pula sebaliknya. Dialek Gowa
umumnya dianggap sebagai "ragam tinggi" (prestige variety) bahasa Makassar. Sebagai ragam yang
dituturkan di wilayah pusat daerah, dialek Gowa juga lazim digunakan oleh penutur dialek atau ragam
bahasa lainnya dalam rumpun Makassar.

B. RUMUSAN MASALAH

1.Bagaimana pengertian Makassar


2.Bagaimana pembagian bahasa Makassar
3. Bagaimana Penggunaan Bahasa Makassar

C. Tujuan

1.Untuk mengetahui bagaimana pengertian Makassar


2.Untuk mengetahui bagaimana pembagian dialek bahasa Makassar
3.Untuk Mengetahui bagaimana penggunaan Bahasa Makassar

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Makassar
Makassar merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Gowa pada masa lampau dan
sekarang menjadi ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Penamaan Makassar dapat ditinjau dari
beberapa segi, yaitu:

● Segi Etimologi
Dari segi etimologi kata “Makassar” berasal dari kata “Mangkasarak” yang terdiri atas
dua morfem, yaitu morfem ikat “mang” dan mofem bebas “kasarak”.

Morfem terikat “mang” mengandung arti:

a. Memiliki sifat seperti yang terkandung dalam kata dasarnya.

b. Menjadi atau menjelmakan diri seperti yang dinyatakan oleh kata dasarnya.

c. Namun, (bila diikuti kata ganti persona)

Morfem bebas “kasarak” mengandung arti:

a. Terang, nyata, jelas, tegas.

b. Tampak (dari penjelman)

c. Besar (lawan kecil atau halus).

Perhatikan pemakaian morfem bebas “kasarak” dalam kalimat berikut!

· Akkasarakmi angkanaya...

Artinya: jelaslah (nyatalah) bahwa...

· Akkasaraki jinga = aknyatai jinga

Artinya: jin menjelma (menampakkan dirinya dari tak kelihatan menjadi kelihatan)

· Kasarakna ngaseng jukuk boluna.

Artinya: besar-besar semua ikan bandengnya.

Berdasarkan tinjauan etimologi, kata “Mangkasarak” mengandung arti memiliki sifat besar
(mulia) dan berterus terang.

● Segi Mitos

Dari sejumlah informan penulis mendapat penjelasan bahwa pengkhususan atau terpaterinya
dalam hati rakyat nama Makassar (Mangkasarak) sebagai ibu negeri kerajaan Gowa ini

5
(namun sebelumnya telah dipakai orang), berhubungan erat dengan peristiwa yang dialami
oleh seorang raja di Tallo. Peristiwa tersebut adalah sebagai berikut.

Pada suatu hari, petugas istana melaporkan kepada Raja Tallo bahwa di tepi pantai sebelah
barat ada orang memakai baju panjang (jubah). Ia melakukan gerakan-gerakan tertentu,
tegak, bungkuk, duduk, dan lain-lain. Diceritakan oleh petugas istana itu semua yang
dilihatnya.

Setelah mendengar berita itu, raja pun bersiap-siap kemudian keluar dari istana hendak
menyaksikan orang itu, beliau sangat khawatir akan keberadaan orang itu. Tidak jauh dari
istana, raja pun bertemu dengan seorang orang tua. Orang tua itu menyapa raja dan
menanyakan maksudnya. Setelah raja memberitahukannya, berkatalah orang tua itu: “Wahai
raja, orang yang di tepi pantai itu orang sakti, kalau raja hendak menundukkan dia, marilah
saya beri ilmu lebih dahulu. Tangan raja akan saya tulisi, perlihatkanlah kepadanya, niscaya
tundukklah ia.”

Orang itu berjabat dengan raja. Sesudah itu, tampaklah tulisan kalimat syahadat (ada yang
mengatakan Fatihah) di tangan raja, dan orang tua itu pun lenyap. Raja melanjutkan
perjalanannya. Setelah sampai di pantai, raja memperlihatkan tulisan yang ada di tangannya
kepada orang tua itu. Orang tua itu menjabat tangan raja sambil mengatakan “Selamatlah dan
berbahagialah Engkau wahai raja, karena Engkau telah memegang agama Allah dan
kedatangan saya ke mari ialah untuk mengajarkan agama Allah.”

Kemudian raja pun mengambil kesimpulan dan mengatakan “Nakbia akkasara” artinya nabi
yang menjelma atau menampakkan diri (yang dimaksudkan ialah orang tua yang lenyap tadi).
Tempat nabi “akkasarak” ini dinamai Mangkasarak (Makassar).

● Segi Sejarah

Berdasarkan bahan-bahan tertulis yang dijumpai oleh penulis dan masih banyak lagi yang
belum dijumpai dapatlah diketahui bahwa nama “Makassar” baik sebagai nama suku bangsa,
kerajaan, dan selat, maupun sebagai nama kota, telah dikenal oleh dunia internasional sejak
dahulu.

● Segi Terminologi

Sementara dari segi terminologi, kata ‘Mangkasarak’ terdapat pada nama suku bangsa, nama
kerajaan, nama selat, dan nama kota.Baru pada Tahun 1999 kota ini berubaha namanya
kembali menjadi Makassar, tepatnya 13 Oktober berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
86 Tahun 1999 Nama Ujung Pandang dikembalikan menjadi Kota Makassar.

Julukan pertama yang diberikan kepada Makassar adalah "Kota Daeng". Kata "Daeng"
merupakan sapaan yang diberikan kepada orang-orang yang berasal dari masyarakat kelas
bawah. Kata "Daeng" juga kerap digunakan untuk menyapa laki-laki yang lebih tua atau
orang yang baru saja dikenal.Kota Makassar (Makassar: kadang dieja Macassar, Mangkasar;
dari 1971 hingga 1999 secara resmi dikenal sebagai Ujungpandang atau Ujung Pandang)
adalah sebuah kotamadya dan sekaligus ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan.Suku Makassar
sendiri termasuk ke dalam rumpun bahasa Bentong, Selajar, hingga Konjo. Masyarakat dari
Suku Makassar banyak yang tinggal Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Kabupaten Maros,

6
Kabupaten Takalar, Jeneponto, Selayar, dan Bantaeng. Suku Makassar atau orang Makassar
menyebut dirinya dengan istilah Mangkasra.

B. Pembagian Dialek Bahasa Makassar

Bahasa Makassar merupakan salah satu bahasa daerah di Sulawesi Selatan. Bahasa
Makassar memiliki penutur cukup banyak dan dipergunakan oleh masyarakat untuk
berkumunikasi. Bahasa Makassar dipakai oleh suku Makassar yang mendiami bagian selatan
jazirah Sulawesi Selatan. Menurut Kaseng (dalam Daeng, 2014: 17), wilayah pemakaian
bahasa Makassar meliputi: sebagian Kabupaten Pangkep Sebagian Kabupaten Maros,
Kotamadya Ujung Pandang, Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar, Kabupaten Jeneponto,
Kabupaten Bantaeng, sebagian kabupaten Bulukumba, Sebagian Kabupaten Sinjai,
Kabupaten Selayar, dan Sebagian Kabupaten Bone.

7
Wilayah-wilayah pemakaian bahasa Makassar yang cukup luas mengakibatkan adanya
perbedaan tuturan antarpemakai bahasa Makassar yang berdiam di suatu wilayah dan wilayah
lainnya. Perbedaan tuturan itulah yang menimbulkan dialek bahasa Makassar. Dialek yang
terdapat dalam bahasa Makassar meliputi: dialek Lakiung, dialek Turatea, dialek Konjo,
dialek Bantaeng, dan dialek Selayar .

Dialek Lakiung digunakan di Kotamadya Ujung Pandang, Kabupaten Gowa bagian barat,
mulai dari Salutoa ke muara sungai Jeneberang, Kabupaten Takalar dan pulau-pulau
sekitarnya, sebagian Kabupaten Jeneponto (sebelah barat Alu), pesisir Kabupaten Maros,
pesisir Kabupaten Pangkep.

Dialek Turatea digunakan di kabupaten Jeneponto, mulai dari Allu ke timur sampai
dengan perbatasan Kabupaten Bantaeng lalu membujur ke pedalaman bagian utara sampai
dengan perbatasan Malakaji di Kabupaten Gowa. Kemudian, dialek Bantaeng digunakan di
kabupaten Bantaeng dan daerah pesisir barat kabupaten Bulukumba.

Dialek Konjo digunakan dalam wilayah Kabupaten Pangkep (sekitar Bendungan


Mappatuo Tabo-Tabo), Kecamatan Balocci, Bagian timur Kabupaten Maros, bagian selatan
Kabupaten Bone (di Bontocani), wilayah timur Kabupaten Gowa (Kecamatan
Tinggimoncong dan Tompobulu, sebagian wilayah Kecamatan Sinjai Barat (Manipi) di
Kabupaten Sinjai, sebagian besar wilayah Kabupaten Bulukumba sampai dengan pantai timur
(Kajang). Dalam wilayah yang demikian luas, dialek Konjo tampil dalam dua variasi, yaitu
Konjo Pegunungan (barat) dan Konjo Pesisir (timur).

penutur dialek Bantaeng berada di wilayah Bantaeng dan daerah pesisir barat kabupaten
Bulukumba.

Terakhir, dialek Selayar digunakan di Ujung Bira, Pulau Selayar yang meliputi dua
Kecamatan (Bontomatekne dan Bontoharu), Pulau Tambulongan dan Pulasi, sebagian Pulau
Kayuadi, sebagian Pulau Tanajampea dan Pulau Kalao.

C. Penggunaan bahasa Makassar

Penggunaan bahasa Makassar dapat dijadikan sebagai objek kajian, karena bahasa
Makassar yang memiliki beragam dialek merupakan salah satu bahasa Austronesia yang
masih bertahan hingga kini, penggunaannya pun masih ditemukan di ibu kota Provinsi
Sulawesi Selatan. Upaya pelestariannya terus diupayakan baik pada aspek aksara hingga pada
aspek antropologisnya. Struktur bahasa memiliki identitas tersendiri yang tiap-tiap bagiannya
mencerminkan identitasnya dan berhubungan erat. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
tujuan menggambarkan konstituen negasi dalam bahasa Makassar, khususnya dialek Lakiung
dan Turatea sesuai dengan penggunaannya di masyarakat. Untuk mencapai deskripsi yang
faktual, informatif, dan akurat digunakan metode lapangan dan studi pustaka. Pengambilan
data dilakukan melalui observasi dengan teknik simak dan catat, baik pada data tulis maupun

8
data lisan. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap, yaitu penyediaan
data, analisis data, dan penyajian hasil analisis. Dalam pemilahan data digunakan teknik
identifikasi, mendeskripsikan bentuk negasi dan variasi-variasi serta pemakaiannya di dalam
kalimat. Bentuk negasi yang ditemukan dalam bahasa Makassar dialek Lakiung dan Turatea
berdasarkan analisis data bentuk terikat, seperti taK- beserta alomorfnya. Selain itu,
ditemukan pula bentuk bebas, seperti tena, tea dalam dialek Lakiung tania (tangia) tanre, tea
yang diikuti pronomina dalam dialek Turatea.

Bahasa Makassar memiliki lima dialek, yaitu dialek Makassar Konjo, Selayar, Lakiung,
Bantaeng, dan Turatea. Dari kelima dialek tentunya memiliki perbedaan pada aspek
penggunaan kosakata, seperti pada penggunaan bentuk negatif atau negasi. Munculnya
perangkat linguistik yang berbeda dari dialek yang berbeda dapat memunculkan persoalan
komunikasi ketika menyampaikan ide, gagasan, atau pun maksud kepada mitra tutur. Contoh
kata Pada masyarakat Makassar Lakiung untuk menyatakan tidak, menggunakan kata tena
atau taena, sedangkan masyarakat Turatea atau Konjo menggunakan kata tanre atau anre.
Bentuk negasi ini tentunya bukan hanya kata tena atau tanre, tetapi masih banyak lagi yang
lainnya, yang tentunya digunakan dalam konteks yang berbeda.

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Bahasa adalah kunci pokok bagi kehidupan manusia di dunia, seseorang dapat berinteraksi dan saling
memahami satu sama lain dengan adanya bahasa. Bahasa dapat digunakan apabila saling memahami
atau saling mengerti antara penutur dan mitra tutur. Seseorang dapat memahami maksud dan tujuan
orang lain berbahasa atau berbicara apabila menyimak isi pembicaraannya.
Bahasa Makassar merupakan salah satu bahasa daerah di Sulawesi Selatan. Bahasa Makassar
memiliki penutur cukup banyak dan dipergunakan oleh masyarakat untuk berkumunikasi. Bahasa
Makassar dipakai oleh suku Makassar yang mendiami bagian selatan jazirah Sulawesi Selatan.

Bahasa Makassar memiliki lima dialek, yaitu dialek Makassar Konjo, Selayar, Lakiung, Bantaeng,
dan Turatea. Dari kelima dialek tentunya memiliki perbedaan pada aspek penggunaan kosakata,
seperti pada penggunaan bentuk negatif atau negasi. Munculnya perangkat linguistik yang berbeda
dari dialek yang berbeda dapat memunculkan persoalan komunikasi ketika menyampaikan ide,
gagasan, atau pun maksud kepada mitra tutur.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Makassar#:~:text=Bahasa
%20Makassar%20disebut%20juga%20sebagai,sebagian%20wilayah
%20Sulawesi%20Selatan%2C%20Indonesia.

http://eprints.unm.ac.id/5814/1/3.%20BAB%201.docx

https://repository.unja.ac.id/21631/4/BAB_II_-dikonversi%5B1%5D.pdf

11

Anda mungkin juga menyukai