Anda di halaman 1dari 18

Judul 16 BOLD

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Diskusi Kelompok pada Mata Kuliah Sastra
Nusantara Semester Dua yang Diampu oleh Drs. M. Nur Fawzan Ahmad, M. A.

DISUSUN OLEH :

1. NIRMALA DIAN PERTIWI 13010119120021

2.

3.

4.

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

DEPARTEMEN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Sumber Hukum Islam ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sastra
Nusantara Prodi Sastra Indonesia, Universitas Diponegoro , serta untuk menambah
wawasan mengenai pengertian, ciri, serta tujuan sumber hukum islam bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan terima kasih yang tak
terhingga kepada :

1. Bapak Drs. M. Nur Fawzan Ahmad, M. A. selaku dosen pengampu pada mata
kuliah Sastra Nusantara.
2. Rekan-rekan semua yang mengikuti perkuliahan Sastra Nusantara
3. Keluarga yang turut mendukung penulis.
4. Semua pihak yang ikut terlibat dalam penyusunan makalah “….”, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.

Kami menyadari, makalah yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna baik
pada teknis penulisan ataupun materi. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 2 April 2020

Penulis.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian mengenai Sastra Batak serta wilayah persebarannya?

2. Bagaimana sejarah perkembangan Sastra Batak ?

3. Apa sajakah bentuk dan jenis Sastra Batak serta keunikannya ?

4. Bagaimana sumbangan Sastra Batak kepada perkembangan sastra modern?

5. Bagaimana tokoh-tokoh sastrawan Batak dan apresiasi terhadap Sastra Batak ?

C. Tujuan

D. Metode
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian mengenai Sastra Batak serta wilayah persebarannya

Sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta Sastra yang berarti
“teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata Sas yang berarti
“intruksi” atau “ajaran”. Maka sastra Batak merupakan sebuah frasa yang menunjuk
tentang karya-karya sastra dan hal yang terkait dengannya yang terdapat di suku
Batak atau sastra yang berkembang di suku Batak dengan menggunakan Bahasa
Batak. Batak adalah salah satu suku terbesar di Indonesia yang berada di provinsi
Sumatra Utara. Suku bangsa yang di kategorikan Batak adalah Angkola, Kalo,
Mandailing, Pakpak/Dairi, Simulungan, dan Toba.  Namun sering sekali orang
menganggap penyebutan Batak hanya pada suku Toba, padahal Batak tidak hanya
suku Toba.

Marbisuk ma ho!” (Hendaklah kamu cerdik dan bijaksana!). Inilah falsafah


kuno orang Batak Toba yang tetap aktual dalam dan masih hingga pada masa
sekarang. Ungkapan ini sering diumbar oleh orang-orang tua dari jaman ke jaman.
Falsafat ini mempengaruhi cara hidup, pola pikir, cara pandang dan tingkah laku
(praktek hidup) orang Batak Toba.

Sastra Budaya Batak dapat digambarkan dalam ungkapan para tua-tua orang
Batak “Ansit do na halion (so dapotan) jambar juhut, alai hansitan dope na so dapotan
hata”. Artinya sangat menyakitkan jika seseorang tidak mendapat bagian dalam
bagian daging, tetapi lebih sakit lagi jika seseorang tidak mendapat kesempatan untuk
berbicara dalam pesta adat. Ungkapan ini menunjukan penting dan tingginya nilai
bicara dalam budaya Batak Toba. Ungkapan bijak orang Batak Toba memiliki ciri
tersendiri tercermin dari semua tulisan dan sastra yang dimiliki oleh suku Batak
B. Sejarah perkembangan Sastra Batak

Secara garis besar perkembangan sejarah sastra batak ditentukan oleh tiga
periode yang pertama yakni sebelum mendapat pengaruh asing atau pada zaman
purba, kedua sesudah mendapat pengaruh asing atau zaman penjajahan hingga
kemerdekaan Negara Indonesia, dan yang ketiga yaitu setelah kemerdekaan Negara
Indonesia.

Pada periode pertama Sastra Batak masih bersifat tradisional, diceritakan dari
mulut ke mulut, diturunkan secara lisan. Kisah dongeng, mitos, legenda, umpama
(perumpamaan) dan umpasa (peribahasa), sering diturunkan secara lisan dari satu
generasi ke generasi lainnya. Meskipun sudah berabad-abad penduduk Batak
memiliki tulisan sendiri namun mereka hampir tidak pernah menggunakan sistem
tulisannya sendiri untuk tujuan sehari-hari termasuk dalam hal karya sastra. Orang
Batak mayoritas hanya menggunakan sistem tulisannya untuk kepentingan tertentu
seperti ilmu kedukunan (hadatuon), surat-menyurat, dan ratapan hanya di Karo,
Simalungun, Angkola-Mandailing.

Pada periode kedua sesudah mendapat pengaruh asing atau zaman penjajahan
hingga kemerdekaan Negara Indonesia Sastra Batak semakin berkembang karena
orang-orang Batak dapat menempuh pendidikan pada zaman penjajahan Belanda.
Sehingga banyak orang Batak yang mampu untuk membaca serta menulis dengan
aksara latin. Dampak positifnya yakni sastra Batak mulai di terbitkan dengan aksara
latin seperti karya Arsenius Lumban Tobing tahun 1920 yang berjudul Si Aji Donda
Hatahutan dohot Pangulubalang dan juga karya W.M Hutagalung tahun 1926 yang
berjudul Pustaha taringot tu Tarombo ni Bangso Batak

Pada periode ketiga yaitu setelah kemerdekaan Negara Indonesia 17 Agustus


1945 Sastra Batak mengalami perkembangan akibat pengaruh dari bangsa asing,
misalnya akibat masa pendudukan Jepang berkembanglah sastra baru yaitu tontonan
(drama) dan andung-andung dikenal sebagai nyanyian ratapan yang terus bertahan
hingga saat ini. Sedangkan Sastra Batak yang lainnya kebanyakan sudah punah
karena tidak dilestarikan.

C. Bentuk dan jenis Sastra Batak serta keunikannya

Bentuk karya sastra Batak diantaranya terdapat prosa dan puisi. Prosa ialah sebuah
karya sastra berupa tulisan bebas yang tidak terikat dengan berbagai aturan yang
dalam penulisan nya seperti rima, diksi, irama, dan lain sebagainya. Sedangkan puisi
ialah suatu karya sastra yang berasal dari ungkapan atau curahan hati penyair. Karya
sastra ini dibuat berdasarkan ungkapan perasaan penyair, di dalamnya mengandung
makna, irama, rima, matra dan bait.

Jenis Sastra Batak dalam bentuk prosa yaitu :

1. Mite
Mite ini berkaitan dengan keajaiban dan erat hubungannya dengan
kepercayaan terhadap dewa-dewa dalam masyarakat. Contoh mite dalam
prosa sastra Batak adalah Tuan Sormaliat, Tuan Rahat di Panei, Putri Ranting
Bunga, Begu Ganjang ‘Hantu’, Putri Dayang Bandir, Batu Keramat Marga
Sinaga, dan Gana-gana Na manjadi Anakboru.  
2. Legenda
Berhubungan dengan asal-usul kejadian suatu tempat yang kebenarannya
diragukan, tetapi tidak dilakukan dan hilangkan. Contoh legenda dalam prosa
sastra Batak\ yaitu Turi-turian ni Dolok raja, Terjadinya Tambak Situri-turi,
Bah Sinuan, dan Terjadinya Kapung Tondang.
3. Fabel
Berisi tentang cerita berbagai jenis binatang. Contoh fabel dalam prosa sastra
Batak: Buaya dengan Beruk, Kancil dengan Siput, Dua Orang Bersaudara
dengan Monyet tunggal, dan Kancil dengan Rusa.
4. Cerita pendek jenaka
Juga terdapat cerita pendek jenaka suku Batak atau lebih tepatnya pada logat
Batak Simalungun. Contoh cerita pendek jenaka dalam prosa sastra Batak:
cerita tentang Si Marsingkam, cerita Seorang penyadap Enau, cerita Si
Galetang yang Tolol, dan cerita Si Lagamangan.

Jenis Sastra Batak dalam bentuk puisi yaitu

1. Umpasa
Umpasa merupakan cakupan berupa pantun, syair, dan bidal.  Menurut isi dan
pemakaiannya terbagi atas: Umpasa ni dakdanak (pantun anak-anak) umpasa
ni na maposo (pantun orang muda), dan umpasa ni na matua (pantun orang
tua). 
2. hutinta
Hutinta yang berarti 'teka-teki' dalam bahasa Indonesia merupakan bagian dari
Umpasa. Menurut isinya Hutinta terbagi atas: Hutinta biasa, hutinta umpasa,
dan hutinta turi-turian.
3. Salik
Salik adalah pantun untuk mengutuk seseorang atau sumpah serapah. Contoh
salik pada sastra Batak: Gana sirais dan gana sigadap
4. Anian
Anian adalah sejenis  pantun yang mempunyai ekor. Contoh anian pada sastra
Batak: Ganjang bulung ni bulu, di robean pinggol tubu, dan tanduk ni ursa
5. Udoan
Udoan adalah pantun yang biasa diungkapkan sebagai suatu penderitaan.
Contoh udoan pada sastra Batak: Sinuruk simarombur, Nunga tunduk baoadi,
Ndang be terrarikkon
6. Umpama
Umpama atau sering dikenal juga sebagai kata pepatah.Contoh umpama pada
Sastra Batak yaitu Umpama ni pangandung, Umpama ni ampangardang

Selain bentuk dan juga jenis Sastra Batak tentunya ada berbagai keunikan yang
dimiliki oleh Sastra Batak itu sendiri antara lain yaitu sebagai berikut

D. Sumbangan Sastra Batak kepada perkembangan sastra modern.

E. Tokoh-tokoh sastrawan Batak dan apresiasi terhadap Sastra Batak

Tokoh Sastra Batak


1. Sutan Takdir Alisjahbana
Sutan Takdir Alisjahbana (Takdir) dilahirkan di Natal, 11 Februari 1908.
Wafat pada Minggu, 17 Juli 1994 dalam usia 86 tahun, dimakamkan di Kecamatan
Cisarua,Bogor. Ayahnya Raden Alisjahbana yang bergelar Sutan Arbi berasal dari
Tengah Padang,Bengkulu. Ibunya Puti Samiah orang Natal keturunan Minangkabau.
Takdir, tokoh atau pelopor berbagai bidang, tokoh pujangga baru, tokoh
Pembina, dan pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia, tokoh filsafat Indonesia.
Takdir tokoh pujangga sebuah majalah Sastra dan Budaya Indonesia pada 1933.
Takdir salah seorang pendiri dan pemimpin majalah itu bersama Armin Pane dan
Amir Hamzah. Takdir menjadi redaktur sejak 1933-1935. Takdir juga menjadi
wartawan Freelance membantu koran-koran Pewarta Deli di Medan dan Suara
Umum di Surabaya.
Takdir sebagai tokoh Pembina dan pengembangan Bahasa Indonesia pertama
kali menggunakan istilah pembinaan dan pengembangan dengan Language
Enginering. Takdir mengungkapkan bagaimana memanfaatkan penemuan-penemuan
dalam bidang linguistik (ilmu bahasa) untuk mempengaruhi pembentukan Bahasa
Indonesia agar mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lahir pada kehidupan
modern. Tata Bahasa Indonesia yang disusunnya bukanlah semata-mata tata bahasa
deskriptif, melainkan tata bahasa normative yang sanggup memberikan norma-norma
suatu yang modern (Kliden, 1988:XVII-XIX). Takdir berpandangan bahwa bersastra
adalah mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, harapan, dan tanggung jawab. Sastra
adalah sarana pendidikan bangsa. Sastra dilibatkan sebagai bagian dari seluruh
perjuangan kebudayaan. Berikut ini sejumlah karya Takdir, antara lain:
a. Tak Putus Dirundung Malang (novel), diterbitkan di Jakarta oleh Balai
Pustaka tahun 1929;
b. Dian yang Tak Koendjoeng Padam (novel), diterbitkan oleh Balai
Pustaka tahun 1932;
c. Lajar Terkembang (novel), diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1937;
d. Anak Perawan di sarang Penjamoen (novel), diterbitkan oleh Balai
Pustaka tahun 1940;
e. Tebaran Mega (kumpulan puisi), diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun
1935;
f. Kalah dan Menang (novel) tahun 1978, dan karya-karya takdir
lainnya.Takdir juga mendapat anugerah dari Kaisar Jepang The Order of
Sacred Treasure, Gold and Scheer untuk karyanya Kalah dan Menang.
2. Merari Siregar
Merari Siregar terkenal sebagai sastrawan yang mula-mula menulis secara
baru dengan novelnya yang berjudul Azab dan Sengsara. Merari Siregar lahir di
Sipirok, Tapanuli, Sumatera Utara, tanggal 13 Juli 1896 dan meninggal di Madura, 23
April 1941. Merari Siregar bersekolah di Kweek-School “sekolah guru”. Dia juga
bersekolah di Sekolah Gunung Sahari, Jakarta. Tahun 1923 dia mendapat ijazah dari
Handelscorrespondent Bond A di Jakarta. Mula-mula dia bekerja sebagai guru bantu
di Medan. Di Jakarta dia bekerja di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Dia
kemudian pindah ke Kalianget, Madura. Dia bekerja di kantor Opium end
Zouregie,sampai meninggal dunia.
3. Armijn Pane
Sastrawan Indonesia angkatan pujangga baru. ia juga aktif dalam bidang pers
dengan mendirikan majalah. Salah satu majalah yang didirikannya adalah majalah
Pujangga Baru. dalam bidang kesusasteraan ia menulis esai sastra, puisi, cerpen,
drama, novel/roman. Ia juga pernah menjadi redaktur Balai Pustaka di tahun 1936. Ia
lahir di Maura Sipongi, Sumatera Utara, 18 Agustus 1908, meninggal di Jakarta, 16
Februari 1970. Armijn Pane adalah adik dari Sanusi Pane. Pendidikan yang pernah
ditempuhnya adalah HIS dan ELS (Tanjung Balai, Sibolga dan Bukit Tinggi),
STOVIA Jakarta(1923), NIAS Surabaya (1927) dan AMS-A Solo (tamat 1931). Ia
juga pernah menjadi wartawan di Surabaya, guru Taman Siswa di Kediri,Malang,dan
Jakarta, sekretaris dan redaktur Pujangga Baru (1933-1938), redaktur Balai Pustaka
(1936), Ketua Bagian Kasusteraan Pusat Kebudayaan (1942-1945), sekretaris BKMN
(1950-1955) dan redaktur majalah Indonesia (1948-1955).
Novelnya, Belenggu (1940) banyak mengandung perdebatan dikalangan
pengamat dan penelaah sastra Indonesia. Karyanya yang lain: Jiwa Berjiwa
(kumpulan sajak,1939), Kort Overicht Va de Moderne Indonesische Literatuur
(1949), Mencari Sendi di Baru Tata Bahasa Indonesia (1950), Jalan Sejarah Dunia
(1952), dan karya-karya lainnya.

4. Sanusi Pane
Sastrawan Indonesia yang berkarya melalui puisi dan drama. Sanusi Pane juga
penulis buku-buku Sejarah Indonesia. Sebagai penulis ia melahirkan esai dalam
Bahasa Indonesia dan Belanda. Ia dilahirkan di Muara Sipongi (Sumatera Utara),
tanggal 14 November 1905 dan meninggal di Jakarta 14 November 1968. Ia adalah
kakak dari Armijn Pane.
Berpendidikan di HIS (Padang Sidempuan dan Tanjung Balai), ELS Sibolga,
MULO (Padang dan Jakarta, tamat 1925), Sekolah Hakim Tinggi Jakarta (hanya satu
tahun), dan terakhir memperdalam pengetahuan mengenai kebudayaan Hindu di India
(1929-1930). Ia pernah menjadi guru di Kweek-School “Gunung Sahari” Jakarta, HIK
Lembang, HIK Gubernemen Bandung dan Sekolah Menengah Perguruan
Rakyat,Jakarta. Sebagai guru, ia pernah dipecat karena aktif dalam Partai Nasional
Indonesia.
Ia juga pernah ikut aktif dalam Jong Sumatera dan Gerindo. Selain itu, ia juga
pernah menjadi redaktur majalah Timbul (1931-1933), harian Tionghoa-Melayu
Kebangunan (1936), dan Balai Pustaka (1941). Karya-karyanya cenderung
berorientasi kepada budaya Timur, yaitu Indonesia dan India. Perhatiannya kepada
budaya timur itu dituangkan dalam sajak dan drama yang ia tulis.

5. Iwan Simatupang
Nama lengkapnya, Iwan Maratua Donga Simatupang. Iwan dianggap sebagai
tokoh “angkatan 70” dibidang prosa. Karya-karya prosa dan drama Iwan Simatupang
dianggap membawa corak filsafat barat, khususnya eksistensialisme. Sampai
sekarang,karya-karyanya itu masih menjadi bahan kajian yang menarik untuk dikaji
oleh peminat sastra.
Iwan Simatupang lahir di Sibolga,Sumatera Utara, tanggal 18 Januari 1928,
mninggal di Jakarta 4 Agustus 1970. Berpendidikan HBS Medan, Fakultas
Kedokteran di Surabaya (1953;tidak tamat). Iwan kemudian memperdalam
antopologi di Fakulteit der Letten, Rijkounversteit, Leiden atas beasiswa dari Sticusa.
Selain itu, ia belajar di Full Course International Institue for Social di Den Haag dan
Encole de 1’Europe tahun 1957. Ia mempelajari drama di Universitas Sorbone,Paris
antara tahun 1954-1958.
Iwan SImatupang pernah menjadi tentara, guru, dan wartawan. Ia menjadi
Komandan Pasukan TRIP di Sumatera Utara (1949), guru SMA Jalan Wijayakusuma
di Surabaya, dan terakhir menjadi redaktur Wartawan Harian (1966-1970). Beberapa
karyanya seperti Merahnya Merah (1968), Ziarah (1969), Kering (1972), dll.
6. Sabaruddin Ahmad
Sabbarudin lahir di Kampung Perak Sumatera Barat,7 Maret 1921. Ayahnua
Ahmad Karib bin Ma’rifatullah, ibunya Siti Kiram binti Muhammad Jamin. Sabar
adalah tokoh pendidik, tokoh pembina, dan pengembangan Bahasa dan Sastra
Indonesia di Sumatera Utara dan Nasional.
7. Achmad Rivai Nasution
Nama pena dari penulis ini adalah Dev Vareyra. Ia dilahirkan di Pematang
Siantar, Sumatera Utara, tanggal 9 Februari 1935. Pernah menjadi pengawas Sekolah
Menengah Teknologi Atas. Sajak-sajaknya dimuat dalam antologi Kande (1982), Dua
Kumpulan Puisi (1982, bersama Bachtiar Adany), Antologi Penyair Aceh (1986),
Tiatian Laut III (Kuala Lumpur,1991), Nafas Tanah Rencong (1992).
8. Amir Hamzah
Amir Hamzah dianggap sebagai Raja Penyair Pujangga Baru dan Pahlawan
Nasional (S.K. Presiden RI No. 106/TK/Tahun 1975, tertanggal 3 nopember 1975).
Dalam Khazanah Sastra Indonesia ia dianggap sebagai sastrawan angkatan pujangga
baru (1920-an). Pada tahun 1933, ia bersama Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn
Pane menerbitkan Majalah Pujangga Baru. karyanya yang terkenal adalah kumpulan
sajak Nyanyian Sunyi (1937) dan Buah Rindu (1941).
Nama aslinya adalah Tengku Amir Hamzah,ia dilahrikan di Tanjung Pura,
Langkat, Sumatera Utara, tanggal 28 Pebruari 1911. Ia berasal dari keluarga
bangsawan dan ada hubungan darah dengan Sultan Langkat. Ia terbunuh dalam huru-
hara yang meletus pada 20 Maret 1946 di Sumatera Utara,dan ia bukan terbunuh oleh
sajak-sajaknya.
Pendidikannya dimulai dari HIS, selanjutnya melanjutkan ke MULO di
Medan dan kemudian pindah ke Jakarta bersekolah AMS-A atau sastra di Solo. Dari
AMS ia melanjutkan pendidikan pada Rechts Hoge School (Sekolah Hukum Tinggi)
di Jakarta sampai sarjana muda.
Perhatiannya pada pergerakan nasional telah terlihat sewaktu ia belia. Waktu
masih belajar di AMS Solo, ia memasuki Indonesia Muda dan diangkat sebagai
ketua. Pernah pula menjadi ketua Panitia Kongres Indonesia Muda di Solo tahun
1930.
Karya dari Air Hamzah adalah Sastra Melayu dan Raja-Rajanya (1942),Esai
dan Prosa (kumpulan esai dan prosa,1982), dan Padamu Jua(Kumpulan
sajak,2000),dll.

Contoh apresiasi Sastra Batak


1. Apresiasi Terhadap Karya Sastra Tumoing Manggorga Ari Sogot
Tumoing Manggorga Ari Sogot merupakan kumpulan torsa-torsa atau cerita
pendek Batak yang mendapat apresiasi tinggi serta dinilai mampu untuk
membangkitkan Sastra Batak Modern. Di dalamnya terkandung kearifan lokal dan
nilai luhur tradisional etnis yang ditransformasikan melalui bahasa daerah.
Tumoing Manggorga Ari Sogot atau Menatap Masa Depan dapat ditafsirkan
sebagai seruan untuk mengajak para sastrawan untuk menghasilkan karya sastra
Batak yang berkualitas. Menilik lebih dalam, perkembangan karya sastra Batak
semakin hari bahkan semakin menurun dan kurang dapat bersaing di tingkat nasional.
Maka dari itu, Tumoing Manggorga Ari Sogot diciptakan sebagai seruan untuk
meningkatkan karya sastra Batak yang lebih bermutu.
Buku ini mengisahkan 15 hikayat setebal 169 halaman yang berisi tentang
kumpulan certa rakyat tentang kehebatan atau kepahlawanan tokoh-tokohnya yang
dianggap bisa membangkitkan semangat juang. Buku Tumoing Manggorga Ari Sogot
ini juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, diantaranya Prancis dan Polandia,
sehingga gairah sastra dapat kembali berkobar. Bahasa atau idiom Batak juga
mewakili cirri khas karya dan menjadi satu kekayaan. Bahasa Batak memiliki
keindahan yang mampu dijadikan sebagai satu karya dalam konteks mendidik
terutama bagi generasi penerus bangsa.
2. Apresiasi Terhadap Sastra Lisan Batu Sigadap
Batu Sigadap merupakan salah satu cerita lisan yang dimiliki oleh Batak
Toba, yang berasal dari Silalahi atau “Tao Silalahi”, peninggalan dari Oppungku Raja
Silahisabungan, yang dicatat dalam peta Belanda, pada saat penjajahan Belanda
tahun 1832 dengan ejaan lama yang diberi nama Tao Silalahe. Cerita Batu Sigadap
tersebut memiliki nilai suri teladan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan
manusia. Batu Sigadap merupakan bentuk persidangan dalam masyarakat Silalahi
yang menekankan aspek kejujuran.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai