Anda di halaman 1dari 10

Tugas SASTRA DAERAH (TEKA-TEKI daerah tolaki)

OLEH:

ARMANTO A2D1 09 179

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2011

DAFTAR ISI SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan 1.4 Manfaat Penulisan

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Teka-Teki

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat yang diberikan kepada kita semua sehingga penuisan makalah ini dapat kami susun sesuai dengan kemampuan dan dapat kami selesaikan sesuai waktu yang diberikan. Semoga semua yang terhimpun disini dapat memperoleh tanggapan untuk penyempurnaanya, dan semoga berguna untuk mengisi kebutuhan akan beragam bagi mahasiswa yang terkait dengan pengembangan berbagai mata kuliah yang ada.

Kendari, 14 desember 2011

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis dan sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa (Agni, 2008: 5). Kajian mengenai folklor dan sastra lisan sangat menarik untuk diuraikan karena bermanfaat bagi dasar teori pengkajian sastra melayu klasik di Indonesia. Folklor, sastra lisan, dan sastra melayu klasik merupakan warisan turun-temurun yang senantiasa memberikan nilai pendidikan dan nilai budaya bagi generasi muda untuk mempertahankan jati diri daerah dan budayanya. Jati diri dan eksistensi itu menuntut dan mempertahankkan pelestarian dari generasi muda sekarang untuk lebih memasyarakatkan dan mencintai budayanya tersebut. Alhasil,tentu saja hal ini menuntut kesiapan mereka dalam mmenghargai dan mmenghormati budayanya tersebut. Folklor hanya merupakaan sebagian kebudayaan, yang penyebarannya pada umumnya melalui tutur kata atau lisan. Itulah sebabnya ada yang menyebutnya sebagai tradisi lisan. Menurut Danandjaja (dalam Rafiek, 2010: 52) tadisi lisan hanya mencakup cerita rakyat, teka-teki, peribahasa, dan nyanyian rakyat. Sedangkan folklor mencakup lebih dari itu, seperti tarian rakyat dan arsitektur rakyat. Hasil sastra Melayu klasik itu ditulis dengan tangan pada kertas, dan diperbanyak dengan menyalin. Tulisan-tulisan pada kertas inilah yang disebut naskah. Karya sastra Melayu diwariskan oleh nenek moyang kita berupa naskah ini yang sekarang tersimpan diberbagai perpustakaan dan museum sehingga kita dapat baca dan kita teliti. Sudah umum pula diketahui bahwa, sastra Melayu Klasik itu tidak bisa digolongkan berdasarkan jangka waktu tertentu karena hasil sastra Melayu klasik

itu tidak mencantumkan waktu penciptaannya dan siapa penciptanya. Karya pada zaman itu dianggap milik bersama. Penggolongan yang biasa dilakukan adalah berdasarkan bentuk, isi cerita, dan pengaruh asing. Teka-teki dapat dianggap sebagai salah satu hasil sastra Melayu lama pada taraf permulaan, tetapi dapat pula dianggap sebagai salah satu jenis folklor Melayu. Sebagaimana kita ketahui folklor adalah cabang antropologi. Teka-teki dianggap sebagai salah satu cerita lisan. Pada kesempatan ini pembicaraan mengenai teka-teki ini dititikberatkan kepada cirinya sebagai salah satu hasil sastra.

1.2 Rumusan Masalah Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah tentang teka-teki. 1.3 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah untuk

mendeskripsikan tentang teka-teki. 1.4 Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang tekateki. 2. Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang tekateki.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Teka-Teki Sebagaimana kita ketahui dalam teka-teki itu isinya atau maksudnya tidak dikemukakan disembunyikan. Sehubungan dengan ini, untuk menyatakan maksud secara tidak langsung seperti dalam teka-teki ini, dijumpai pula dalam masyarakat Melayu itu kebiasaan mempergunakan lambang, misalnya bunga kamboja lambang kematian, buah delima wanita cantik, peria pahit berlambang tidak senang, jeruk masam tidak menerima pinangan. Dalam sejarah Melayu cerita ke-5 misalnya, dijumpai suatu perlambang yang baik. Batara Majapahit mengirim utusan ke Singapura. Utusan itu membawa serpihan kayu yang panjang digulung seperti subang wanita untuk hadiah dengan pertanyaan dalam surat, Adakah di Singapura utas yang pandai demikian? Raja Melayu beranggapan bahwa orang di Singapura disamakan dengan wanita. Maka utusan itu dicukur kepalanya. Bahwa orang Singapura akan menggunduli orang-orang Majapahit (Situmorang,1958:45-47). Demikianlah dalam kesusastraan Melayu acapkali apa yang dimaksudkan itu tidak diucapkan dengan kata-kata yang tepat tetapi dikatakan dengan sajak atau secara langsung tetapi disuruh terka, disarankan atau

dengan kiasan untuk disuruh terka dan artikan. Acapkali hal yang demikian itu berupa permainan dan godaan, pertunjukan kepandaian dan kegemaran. Seringkali pula hal itu dilakukan untuk memelihara perasaan orang lain untuk menakuti pembalasannya (Hooykas, 1952:3). Maksud atau arti kalimat sering disembunyikan dengan kata-kata dalam suara yang sama. Kekasih diucapkan selasih, hati disembunyikan dalam kata jati. Dengan demikian lalu digubah ungkapan-ungkapan yang tersembunyi di dalamnya. Bentuk seperti inilah yang menimbulkan teka-teki. Yang dimaksud dengan teka-teki sebagai hasil karya sastra di sini ialah teka-teki yang disusun dengan bahasa sastra. Dengan kata lain, tidak hanya isi atau maksud teka-teki itu saja yang dipentingkan, tetapi juga seni bahasanya. Winstedt juga menggolongkan teka-teki ini dalam dua bagian yaitu teka-teki yang bernilai sastra dan yang bukan sastra. Sebagai contoh teka-teki yang tidak bernilai sastra menurut Winstedt misalnya: Tumbuhan apakah yang mempunyai daun seperti pedang dan buahnya seperti gong. Jawabanya: nenas (Winstedt, 1939:3). Jenis teka-teki seperti ini telah dikumpulkan oleh O.T. Dussek dalam bukunya Teka-teki (Dussek, 1918). Dalam buku ini dijumpai bermacam-macam teka-teki dalam lingkungan dunia tumbuh-tumbuhan, senjata, alat-alat musik, binatang, alam, tentang kelahiran, perkawinan, kematian dan sebagainya. Baiklah kita ambil beberapa contoh teka-teki yang terdapat dalam buku ini, misalnya: , Sabutuno laa mombake o babu warna mo mea,ariito mombake babu owose tesemba, ari mohewu babu mo momea, Luarnya o surga, uneno naraka. Ketika kecil pakai baju hijau, sudah besar pakai pakai baju kesumba, dari kecil baju hijau, sudah besar baju merah. Luarnya surga, dalamnya neraka. (Dussek, 1918:1). Jawabnya: o saha cili-(lombok)-lada meeto lai hende onitu, mowila penaono. Mohewu mebabu momea, ariito owose babu momea.

owose mebabu meeto, ketoru mate babu momea. Hitam legam seperti hantu, putih hatinya. Kecil berbaju merah, besar berbaju hijau, apabila hendak mati berbaju merah. (Dussek, 1918:4).

Jawabnya: manggis Sedang teka-teki yang bernilai sastra menurut Winstedt antara lain adalah seperti berikut. toil-toli owose rongo pondoni. Gendang gendut tali kecapi, maksudnya tuduahaano mowohu otia noeehe penao kenyang perut suka hati. Poiaano kooheo I wuta roroma.Sarang semut di tanah gelap, maksudnya, orang selimut lalu lelap. Di sini dijumpai persamaan bunyi asonasi dan pemilihan kata-kata (Winstedt, 1939:3). Kata-kata yang dimaksud disembunyikan dalam kata-kata yang bersuara sama.

BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Sastra (sansekerta: shastra) merupakan bahasa serapan dari bahasa sansekerta sastra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau

pedoman, dari kata dasar sas-yang berarti instruksi atau ajaaran. Dalam bahasa Indonesia, kata ini bisa digunakan untu meruju kepada kesusastraan atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Teka-teki dapat dianggap sebagai salah satu hasil sastra Melayu lama pada taraf permulaan, tetapi dapat pula dianggap sebagai salah satu jenis folklor Melayu. Sebagaimana kita ketahui folklor adalah cabang antropologi. Teka-teki dianggap sebagai salah satu cerita lisan. Pada kesempatan ini pembicaraan mengenai teka-teki ini dititikberatkan kepada cirinya sebagai salah satu hasil sastra. Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa teka-teki merupakan salah satu hasil karya sastra Indonesia lama yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Tekateki ini disusun dalam berbagai lapangan dan persoalan. Dengan demikian tekateki ini cukup populer dan digemari oleh rakyat.

3.2 Saran Penulisan makalah ini semoga dapat menambah wawasan pembaca mengenai teka-teki. Dari segi isi, makalah ini masih masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya pembangung demi kesempurnaan makalah ini ke depannya sangat di harapkan oleh penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Agni, Binar. 2008. Sastra Indonesia Lengkap, Pantun, Puisi, Majas, Peribahasa, Kata Mutiara. Jakarta: Hi-Fest Publishing. Rafiek. 2010. Teori Sastra, Kajian dan Praktik. Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai