Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH ISLAM DAN BUDAYA LOKAL

TENTANG SASTRA JAWA PADA ISLAM


Dosen Pembimbing : Maryono,S.Th.I.,M.Pd.

Disusun oleh :
Ahmad Ardi Yusuf ( 20030347 )
Ahmad Taufiqul Majid ( `20010102 )
Marsudi ( 20020239 )
Fajar Pambudi ( 20020236 )

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL HUSAIN


SYUBBANUL WATHON MAGELANG 2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra berarti karangan yang mengacu pada nilai-nilai kebaikan yang
ditulis dengan bahasa yang indah. Sastra memberikan wawasan yang umum tentang
masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual, dengan caranya yang khas.. Dalam
hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang Sastra Jawa. Maka
dengan ini penulis mengambil judul “Sastra Jawa Pada Masa Islam”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu sastra ?
2. Apa saja jenis karya sastra jawa ?
3. Siapa saja pujangga pada zaman Surakarta awal dan akhir ?

C. Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Budaya Lokal,
serta menyusun dan menjelaskan rumusan masalah diatas, tujuannya yaitu :
1. Mengetahui sastra
2. Mengetahui jenis jenis karya sastra jawa
3. Mengetahui pujangga pujangga pada zaman Surakarta awal dan akhir
BAB II
PEMBAHASAAN
A. Pengertian dari Sastra
Sanskerta : shastra adalah kata serapan dari bahasa Sanskerta, yang
mempunyai makna “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata
dasar śās- yang bemakna “instruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini
biasanya digunakan untuk mengacu kepada “kesusastraan” atau sebuah tulisan yang
mempunyai arti atau keindahan tertentu.
Sastra adalah ungkapan ekspresi manusia berupa karya tulisan atau lisan
berdasarkan pemikiran, pendapat, pengalaman, hingga ke perasaan dalam bentuk yang
imajinatif, cerminan kenyataan atau data asli yang dibalut dalam kemasan estetis
melalui media bahasa.
Selain itu ada beberapa ahli juga yang mngutarakan pengertian sastra, antara
lain sebagai berikut :
Mursal Esten (Esten, 1978: 9) berpendapat bahwa Sastra adalah
pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan
manusia dan masyarakat umumnya, melalui bahasa sebagai medium dan memiliki
efek positif terhadap kehidupan manusia.
Terry Eagleton, Sastra merupakan karya tulisan indah (belle letters) yang
mencatatkan sesuatu dalam bentuk bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan,
dipanjangpendekan dan diputarbalikan, dijadikan ganjil atau cara penggubahan estetis
lainnya melalui alat bahasa (Eagleton, 2010: 4).
Atar Semi, Suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya (atau
subjeknya) adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai
medium (1988: 8 ).
Panuti Sudjiman, Sastra merupakan karya lisan atau tulisan yang memiliki
berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi dan
ungkapanya (1990 : 68).
Ahmad Badrun, Kesusastraan adalah kegiatan seni yang mempergunakan
bahasa dan simbol-simbol lain sebagai alat untuk menciptakan sesuatu yang bersifat
imajinatif (1983: 16).

B. Jenis jenis Sastra Jawa


Berdasarkan bahasa jawa yang digunakan, Sastra Jawa dapat dibedakan
menjadi Sastra Jawa Kuno, Sastra Jawa Tengahan, Sastra Jawa Baru, dan Sastra Jawa
modern.
Sastra Jawa Kuno, sebagian besar Sastra Jawa Kuno berbentuk kakawin
(puisi) yang menggunakan metrum India, tetapi terdapat juga yang berbentuk parwa
(prosa). Bahasa Jawa Kuno sesunguhnya tidak hanya digunakan dalam kakawin saja,
parwa juga menggunakan Bahasa Jawa Kuno sehingga sebutan Bahasa Kawi lalu
menjadi terlalu sempit. Sastra Jawa Kuno hidup pada abad IX- XVII, atau pada masa
kejayaan kerajaan-kerajaan Hindu Jawa, yakni sejak Mataram Hindu sampai
Majapahit. Beberapa karya besar zaman Jawa Kuno antara lain:
- Ramayana karya Yogiswara
- Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa
- Hariwangsa karya Mpu Panuluh
- Bharatayuddha karya Mpu Sedah dan Panuluh
- Gatotkacasraya karya Mpu Panuluh
- Krsnayana karya Mpu Panuluh
- Smaradahana karya Mpu Dharmaja
- Arjunawijaya karya Mpu Tantular
- Sutasoma karya Mpu Tantular
- Nagarakrtagama karya Mpu Prapanca
- Lubdaka/Siwaratrikalpa karya Mpu Tanakung (Zoetmulder, 1985: 453).
Sastra Jawa Tengahan, Bahasa Jawa Tengahan digunakan sekitar abad XVI,
atau pada masa akhir Majapahit sampai dengan masuknya Islam ke Jawa. Karya
Sastra Jawa Tengahan sebagian besar dalam bentuk kidung(Puisi). Berbeda dengan
kakawin yang menggunakan metrum India, kidung menggunakan metrum Jawa.
Beberapa karya Kidung antara lain:
- Kidung Harsawijaya
- Kidung Ranggalawe
- Kidung Sorandaka
- Kidung Sunda
- Wangbang Wideya
- Sri Tanjung (Zoetmulder, 1985: 532)..
Sastra Jawa Baru, Penggunaan Bahasa Jawa Baru bermula sejak masuknya
Islam ke Jawa, dan semakin berkembang saat kerajaan Demak berkuasa. Berbeda
dengan sastra Jawa Kuno dan sastra Jawa Tengahan yang tidak menyisakan sastra
lisan, Sastra Jawa Baru masih meninggalkan sastra dalam bentuk lisan. Sastra Lisan
kebanyakan berkembang dalam tradisi masyarakat lokal bersama folklor setempat.
Sastra Lisan ini sering juga disebut sebagai Cerita Rakyat.
Sastra Jawa Modern, Tokoh Sastra yang muncul pada masa ini adalah Ki
Padmosusastra, yang oleh Imam Supardi dijuluki “Wong mardika kang kang marsudi
kasusastran Jawa” (Suripan, 1975: 8). Ki Padmosusastra lebih banyak menulis prosa
daripada puisi (tembang). Ki Padmosusastra juga menerbitkan karya-karya pujangga
sebelumnya. Beberapa karyanya antara lain: Rangsang Tuban, Layang Madubasa,
Serat Pathibasa.
Pada periode ini banyak karya berupa kisah perjalanan, misalnya
Cariyos Kekesahan Saking Tanah Jawi Dhateng Nagari Welandi tulisan RMA
Suryasuparta. Terdapat juga karya terjemahan dari sastra dunia, seperti Dongeng
Sewu Setunggal Dalu.
Sastra Jawa Modern periode 1920 – 1945 sepenuhnya didukung oleh
penerbit Balai Pustaka, Majalah Panjebar Semangat. Novel pertama diterbitkan tahun
1920 berjudul Serat Riyanto tulisan RM Sulardi. Sejak tahun 1935 crita sambung
mulai berkembang, diawali oleh cerita bersambung karya Sri Susinah dengan judul
“Sandhal Jinjit Ing Sekaten Sala” (PS No. 44 Tahun III, 2 Nov 1935). Disusul
kemudian dengan perkembangan crita cekak yang dimulai oleh terbitnya karya Sambo
yang berjudul “Netepi Kuwajiban” (PS No. 45 Tahun III, 9 Nov 1935). Geguritan
muncul agak belakangan, yakni berjudul “Dayaning Sastra” karya R. Intoyo dalam
majalah Kejawen No, 26 tanggal 1 April 1941.
Sejak saat itu Sastra Jawa Modern terus berkembang hingga saat ini dengan
didukung oleh ratusan pengarang yang masih setia.

C. Pujangga pada zaman Surakarta


Nama aslinya adalah Bagus Burhan. Ia adalah putra dari Mas Pajangswara
(juga disebut Mas Ngabehi Ranggawarsita. Ayahnya adalah cucu dari Yasadipura II,
pujangga utama Kasunanan Surakarta. Ayah Bagus Burhan merupakan keturunan
Kesultanan Pajang sedangkan ibunya adalah keturunan dari Kesultanan Demak.
Bagus Burhan diangkat sebagai Panewu Carik Kadipaten Anom bergelar Raden
Ngabei Ronggowarsito, menggantikan ayahnya yang meninggal di penjara Belanda
tahun 1830. Lalu setelah kematian Yasadipura II, Ranggawarsita diangkat sebagai
pujangga Kasunanan Surakarta oleh Pakubuwana VII pada tanggal 14 September
1845. Pada masa inilah Ranggawarsita melahirkan banyak karya sastra. Hubungannya
dengan Pakubuwana VII juga sangat harmonis. Ia juga dikenal sebagai peramal ulung
dengan berbagai macam ilmu kesaktian. Naskah-naskah babad cenderung bersifat
simbolis dalam menggambarkan keistimewaan Ranggawarsita. Misalnya, ia
dikisahkan mengerti bahasa binatang. Ini merupakan simbol bahwa, Ranggawarsita
peka terhadap keluh kesah rakyat kecil.
BAB III
KESIMPULAN
Sastra adalah ungkapan ekspresi manusia berupa karya tulisan atau
lisan berdasarkan pemikiran, pendapat, pengalaman, hingga ke perasaan dalam bentuk
yang imajinatif’. Berdasarkan bahasa jawa yang digunakan, Sastra Jawa dapat
dibedakan menjadi Sastra Jawa Kuno, Sastra Jawa Tengahan, Sastra Jawa Baru, dan
Sastra Jawa modern.

Daftar Pustaka
https://sinaunjawani.blogspot.com/2016/01/jenis-jenis-sastra-jawa.html. (diakses
tahun 2020)
https://id.wikipedia.org/wiki/Rangga_Warsita. (diakses tahun 2020)
https://id.wikipedia.org/wiki/Sastra_Jawa_Baru. (diakses tahun 2020)

Anda mungkin juga menyukai