Anda di halaman 1dari 8

Kajian Ilmu Sastra

1. Khazanah Sastra Indonesia


A. Teeuw (1984) dan Luxemburg (1986) mengemukakan bahwa belum ada
seorang pun yang memberikan jawaban yang ketat untuk pertanyaan tentang definisi
sastra. Hal senada diungkapkan pula oleh B. Rahmanto (2000), Suminto A. Sayuti
(2002), dan seorang sastrawan Malaysia, Ali Ahmad, dalam sebuah tulisan berjudul
“Mencari Definisi Kesusastraan” (dalam Hamzah Hamdani 1988:19-26).
Lebih jauh Luxemburg (1986:3-4) mengemukakan bahwa usul untuk
mendefinisikan sastra banyak sekali jumlahnya tetapi usul-usul yang memuaskan tidak
banyak. Ia mengemukakan alasan-alasannya sebagai berikut: (1) Sering orang ingin
mendefinisikan terlalu banyak sekaligus. Sering dilupakan bahwa ada suatu perbedaan
antara sebuah definisi deskriptif mengenai sastra—yang memberi jawaban terhadap
pertanyaan: sastra itu apa?—dan sebuah definisi evaluatif yang ingin menilai apakah
suatu karya sastra termasuk karya sastra yang baik atau tidak; (2) Sering orang mencari
sebuah definisi “ontologis” mengenai sastra, yaitu sebuah definisi yang mengungkapkan
hakikat sebuah karya sastra sambil melupakan bahwa sastra hendaknya didefinisikan di
dalam situasi para pemakai dan pembaca sastra; (3) Yang berkaitan dengan itu, sering
anggapan mengenai sastra terlalu ditentukan oleh contoh sastra Barat, khususnya sejak
zaman Renaissance, tanpa menghiraukan bentuk-bentuk sastra yang khas seperti terdapat
dalam lingkungan kebudayaan di luar Eropa, di dalam zaman-zaman tertentu atau di
dalam lingkungan sosial tertentu. Misalnya, konsep tentang sastra yang diterapkan bagi
zaman klasik Eropa dan bagi lingkungan kebudayaan di luar Eropa sekaligus juga mau
diterapkan bagi lingkungan kebudayaan Eropa-Amerika modern; (4) Pernah diberikan
definisi-definisi yang kurang lebih memuaskan berkaitan dengan sejumlah jenis sastra,
tetapi yang kurang relevan diterapkan pada sastra pada umumnya. Demikian misalnya
disajikan sebuah definisi yang cocok bagi puisi, sedangkan yang dicari ialah sebuah
definisi yang tepat bagi sastra pada umumnya.

2. Sasatra Nusantara
Kata Nusantara sendiri merujuk pada periode khusus ketika Indonesia dikuasai
oleh Majapahit, khususnya ketika kerajaan ini berada di bawah kendali patih besarnya,
Gajah Mada. Majapahit adalah negara kesatuan Indonesia di masa silam (Vlekke, 1958 :
15).
Bahasa tanpa sastra bagaikan jasat tanpa ruh. Bahasa tidak punya semangat jika
tidak ada muatan sastra. Sastralah yang membuat bahasa menjadi hidup. Dalam sastralah
terkesan harapan dan cita-cita masyarakatnya (Hamidy, 1994 : 7). Sastra
Nusantara tidak berdiri sendiri, ia terbentuk dari sinkretis antar daerah-daerah di wilayah
nusantara. Hal ini sejalan dengan pendapat Djamaris (2001 : 151) bahwa dalam Sastra
Nusantara terdapat sastra Jawa, sastra Sunda, sastra Bali, sastra lombok, dan sastra
Madura seperti Babad Tanah Jawi, Babad Blambangan, Cerita Dipati Ukur, Sejarah Suka
Pura, Babad Buleleng, Babad Lombok, dan Babad Madura.

3. Sastra Indonesia
Sastra indonesia adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra
yang berada di indonesia. Sastra indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang dibuat di
wilayag kepulauan indonesia. Sering juga secara luas dirujuk pada sastra yang bahasa akarnya
berdasarkan pada bahasa Melayu ( dimana Bahasa Indonesia adalah turunnya). Jehamun. 2015.
“Makalah Kesusastraan 2”
Sastra Indonesia merupakan  unsur  bahasa yang terdapat di dalam bahasa
Indonesia, berdasarkan  garis besar nya sastra berarti  bahasa yang indah atau tertata
dengan baik, dan gaya penyajian nya menarik, sehingga berkesan di hati pembaca nya.
Namun sering kali kita tidak mengerti apa yang di maksud dengan sasta, kebanyakan
orang menyamakan antara sastra dan bahasa. Dalam sastra Indonesia sendiri,  benyak
sekali bagian-bagianya. Secara garis besar sastra indonesia terbagi  menjadi dua yaitu
sastra lama dan sastra baru/modern. Dari sekian banyak sastra contoh nya seperti
puisi, cerpen, novel, pantun, gurindam prosa dan sebagai nya dan di antara  jenis-jenis
karya sastra tersebut  memiliki ciri masing-masing, dan tidak bisa di katakan sama. Maka
untuk lebih jelas nya di sini akan kita bahas mengenai defenisi nya masing-masing.

4. Sastra Se-Indonesia
Sastra Indonesia merupakan  unsur  bahasa yang terdapat di dalam bahasa
Indonesia, berdasarkan  garis besar nya sastra berarti  bahasa yang indah atau tertata
dengan baik, dan gaya penyajian nya menarik, sehingga berkesan di hati pembaca nya.
Namun sering kali kita tidak mengerti apa yang di maksud dengan sasta, kebanyakan
orang menyamakan antara sastra dan bahasa. Dalam sastra Indonesia sendiri,  benyak
sekali bagian-bagianya. Secara garis besar sastra indonesia terbagi  menjadi dua yaitu
sastra lama dan sastra baru/modern. Dari sekian banyak sastra contoh nya seperti
puisi, cerpen, novel, pantun, gurindam prosa dan sebagai nya dan di antara  jenis-jenis
karya sastra tersebut  memiliki ciri masing-masing, dan tidak bisa di katakan sama. Maka
untuk lebih jelas nya di sini akan kita bahas mengenai defenisi nya masing-masing.

5. Sastra Indonesia Modern


Sastra Indonesia Modern adalah karya sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa
Indonesia setelah mendapat pengaruh kebudayaan asing (KBBI, 2012:1230).
"karya sastra modern sebagai hasil pengaruh kebudayaan dan kesusastraan Barat yang
ditulis dalam bahasa Indonesia, yang mulai muncul pada dasawarsa kedua pada abad kedua
puluh" Ajip Rosidi (1991: 755). dalam Makalah Konferensi Bahasa Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa Puji Santosa (2017).

6. Sastra Kalasik
Sastra Klasik adalah karya sastra yang tercipta dan berkembang sebelum masuknya
unusur-unur modernisme ke dalam sastra itu sendiri (Bambang, 2018:”Materi Bahasa
Indonesia” :blogspot.com).
Satra Klasik sering di sebut juga sastra melayu lama.
Ciri-ciri sastra melayu lama adalah masih menggunakan bahasa melayu, cerita
seputar istana sentris, dan hal-hal tahayul, pengarang anomim, dan masih sangat terikat oleh
aturan-aturan dan adat istiadat daerah. Karena belum ada media cetak dan elektronik, sastra
klasik berkembang secara lisan
Sastra Lama  istana sentris, Maksudnya pusat kisah dan cerita selalu berkaitan
dengan raja-raja. Pangeran dan sekitar istana kerajaan. Bisa dirunut kisah Damarwulan,
Kisa Hulu Balang Raja.
Sastra Lama bersifat mempertahankan tradisi, melalui cerita dan ajaran. Sastra
Indonesia moderna sudah mulai membahas tentang penolakan terhadap tradisi yang
dianggap kolot.
Dalam pernceritaan sastra lama, diselingi pantun dan syair. Sama. Dalam sastra
angkatan 20-an. Roman atau Novel juga memuat pantun dan syair yang tidak sedikit.
Satra klasik ada yang berbentuk puisi dan ada juga yang berbentuk prosa, berikut
dalah contoh-contohnya:

A. Sastra klasik dalam bentuk Puisi


1) Mantra
        Mantra adalah puisi yang diresapi oleh kepercayaan akan dunia gaib.Irama,
bahasa sangat penting untuk menciptakan nuansa magis. Mantra timbul dari
kepercayaan animisme.
Contoh mantra:          
Sirih lontar pinang lontar
              Terletak di atas penjuru
              Hantu buta jembalang buta
              Aku mengangkatkan jembalang rusa
2) Pantun
Ciri-cirinya sebagai berikut:
- Terdiri atas 4 baris
- Tiap baris terdiri atas 8 sampai 12 suku kata.
- Dua baris pertama disebut sampiran, dan  dua baris berikutnya disebut isi
pantun.
- Pantun mementingkan rima akhir dengan pola /abab/.Bunyi akhir baris
pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan baris kedua sama dengan
baris keempat.

Contoh Pantun:

Sikap sinohong
Gelana ikan duri
Bercakap bohong
Lama-lama mencuri

    Gunung Daik timang timangan


    Tempat kera berulang ali
    Budi yang baik kenang-kenangan
    Budi yang jahat buang sekali

3) Pantun Berkait
Pantun berkait disebut juga pantun berantai atau seloka. Pantun berkait adalah
pantun yangg terdiri atas beberapa bait, bait yang satu dengan yang lainnya
sambung menyambung. Baris kedua dan keempat dari bait pertama dipakai
kembali pada baris pertama dari ketiga pada bait kedua. Demikianlah pula
hubungan antara bait kedua dan ketiga, ketiga dan keempat, dan seterusnya.

Contoh Pantun berkait:


Sarang garuda di pohon beringin
Buah kemuning di dalam puan
Sepucuk surat dilayangkan angin
Putih kuning sambutlah tuan
    Buah kemuning di dalam puan
    Dibawa dari Indragiri
    Putih kuning sambutlah tuan
    sambutlah dengan si tangan kiri
Dibawa dari Indragiri
Kabu-kabu dalm perahu
Sambuutlah dengan si tangan kiri
Seorang mahluk janganlah tahu

4) Talibun
Adalah pantun yang susunannya terdiri atas enam, delapan, atau sepuluh baris.
Pembagian baitnya sama dengan pantun biasa, yaitu terdiri atas sampiran dan isi.
Jika talibun itu enam baris, maka tiga baris pertama merupakan sampiran dan tiga
baris berikutnya merupakan isi.
Contoh:
    Kalau anak pergi ke pekan
    Yu beli belanak beli
    Ikan panjang beli dahulu
    kalau anak pergi berjalan
    Ibu cari sanak pun cari
    Induk semang cari dahulu

5) Pantun Kilat
Pantun kilat atau Karmina, ialah pantun yang terdiri atas dua baris, baris pertama
merupakan sampiran dan baris kedua isinya.
Contoh Pantun Kilat
Gendang gendut, tali kecapi
Kenyang perut, senanglah hati
    Pinggan tak retak, nasi tak dingin
    Tuan tak hendak, kami tak ingin
Sudah gaharu, cendana pula
Sudah tahu, bertanya pula.

6) Gurindam
Gurindam atau sajak pribahasa merupakan puisi yang bercirikan sebagai berikut:
- terdiri atas dua baris
- umus rima akhirnya /aa/
- baris pertama merupakan syarat, dan baris kedua berisikan akibat dari yang
disebutkan pada baris pertama.
- berisikan ajaran, budi pekerti, atau nasihat keagamaan.

Contoh Gurindam
Barang siapa meninggalkan zakat
Tiadalah artinya boleh berkat
Barang siapa berbuat fitnah
Ibarat dirinya menentang panah
7) Syair
Syair merupakan bentuk puisi klasik yang merupakan pengaruh kebudayaan
Arab. Syair memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- terdiri atas 4 baris
- tiap baris terdiri atas 8 sampai 10 suku kata.
- tidak memiliki sampiran dan isi, semuanya merupakkan      isi.
- berima akhir a-a-a-a

contoh:
        Diriku lemah anggotaku layu
        Rasakan cinta bertalu-talu
        Kalau begini datangnya selalu
        Tentulah kakanda berpulang dahulu

7. Sastra Lisan
Sastra lisan merupakan segala bentuk wacana yang disampaikan secara lisan dengan
mengikuti cara atau adat istiadat yang telah terpola dalam suatu masyarakat (Duijah, 2007:5).
Kandungan isi wacana tersebut yaitu (a) jenis cerita, (b) ungkapan seremonial, dan (c) ungkapan
ritual.
Sedyawati (1996:5) menyatakan bahwa dalam sastra lisan terdapat berbagai cerita
yang disampaikan secara lisan. Misalnya, genealogis, mitos, legenda, dongeng, dan cerita
kepahlawanan. Hutomo (1991:11) lebih mengarahkan definisi sastra lisan pada pendekatan
Antropologi. Bagi Hutomo sastra lisan mencakup enam hal yaitu (a) kesusastraan lisan, (b)
teknologi tradisional, (c) pengetahuan folk di luar pusat-pusat istana dan kota mitropolitan, (d)
unsur-unsur relegi dan kepercayaan folk di luar batas-batas formal agama-agama besar, (e)
kesenian folk, dan (f) hukum adat.
Prosiding Seminar: Moh. Badrih (2018)
International Good Practices in Education Diciplines and Grade Level
ISBN: 978-602-96824-0-3

8. Sastra Bandingan
Sastra bandingan merupakan salah satu dari sekian banyak pendekatan yang ada dalam
ilmu sastra. Pendekatan sastra bandingan pertama kali muncul di Eropa awal abad ke-19. Ide
tentang sastra bandingan dikemukan oleh Sante Beuve dalam sebuah artikelnya yang terbit
tahun 1868 (Damono, 2005: 14). Dalam artikel tersebut dijelaskanya bahwa pada awal abad ke-
19 telah muncul studi sastra bandingan di Prancis. Sedangkan pengukuhan terhadap
pendekatan perbandingan terjadi ketika jurnal Revue Litterature Comparee diterbitkan
pertama kali pada tahun 1921.
Menurut Endraswara (2011) sastra bandingan adalah sebuah studi teks across cultural.
Studi ini merupakan upaya interdisipliner, yakni lebih banyak memperhatikan hubungan sastra
menurut aspek waktu dan tempat. Dari aspek waktu, sastra bandingan dapat membandingkan
dua atau lebih periode yang berbeda. Sedangkan konteks tempat, akan mengikat sastra
bandingan menurut wilayah geografis sastra. Konsep ini mempresentasikan bahwa sastra
bandingan memang cukup luas. Bahkan, pada perkembangan selanjutnya, konteks sastra
bandingan tertuju pada bandingan sastra dengan bidang lain. Bandingan semacam ini, guna
merunut keterkaitan antar aspek kehidupan

Bahan Rujukan

https://sastrawacana.id/pengertian-sastra-nusantara-menurut-para-ahli/
http://kamus-sastra.blogspot.com/2017/04/sejarah-sastra-indonesia-modern.html?m=1
http://bambangp682.blogspot.com/2013/03/sastra-klasik.html?m=1
https://www.gurupendidikan.co.id/sastra/ penulis Aris Kurniawan
https://www.academia.edu/32630494/RANGKUMAN_SASTRA_LISAN

https://www.academia.edu/10010711/Contoh_makalah_sastra

Anda mungkin juga menyukai