Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Karya sastra sudah diciptakan orang jauh sebelum orang memikirkan apa hakikat sastra dan apa nilai
serta makna yang terkandung dalam sastra. Sebaliknya, penelitian terhadap sastra baru dimulai sesudah
orang bertanya apa dan dimana nilai dan makna karya sastra yang dihadapinya. Biasanya mereka
berusaha menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan apa hakikat sastra. Sastra sebagai ungkapan Baku
dari apa yang disaksikan orang dalam kehidupan, apa yang dialami orang tentang kehidupan, apa yang
telah dipermenungkan dan dirasakan orang mengenai segi-segi kehidupan yang menarik minat secara
langsung.

Sastra klasik, sastra lama, atau sastra tradisional adalah karya sastra yang tercipta dan berkembang
sebelum masuknya unsur-unsur modernisme ke dalam sastra itu. Karya sastra Melayu klasik terikat oleh
aturan-aturan yang sifatnya konvensional. Hal ini dapat kita lihat pada puisi. Puisi-puisi klasik, seperti
pantun dan syair, terikat oleh aturan suku kata, aturan bunyi, dan jumlah baris. Demikian pula pada
karya-karya prosanya. Ragam bahasa yang digunakan dalam karya sastra Melayu klasik belum banyak
dipengaruhi bahasa asing (eropa). Bahasa Melayu merupakan media pengantar yang paling dominan.
Oleh sebab itu maka perlu kiranya membahas “Sastra Melayu”.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sastra Melayu

Sastra merupakan tulisan dalam arti yang luas. Umumnya sastra berupa teks rekaan, baik puisi maupun
prosa yang nilainya tergantung pada kedalaman PIKIRAN dan ekspresi jiwa.[1] Sastra berasal dari kata
castra berarti tulisan. Dari makna asalnya dulu, sastra meliputi segala bentuk dan macam tulisan yang
ditulis oleh manusia, seperti catatan ilmu pengetahuan, kitab-kitab suci, surat-surat, undang-undang dan
sebagainya.

Sastra dalam arti khusus yang kita gunakan dalam konteks kebudayaan, adalah ekspresi gagasan dan
perasaan manusia. Jadi, pengertian sastra sebagai hasil budaya dapat diartikan sebagai bentuk upaya
manusia untuk mengungkapkan gagasannya melalui bahasa yang lahir dari perasaan dan pemikirannya.
Dalam perkembangan berikut kata sastra sering dikombinasikan dengan awalan “su” sehingga menjadi
susastra, yang diartikan sebagai hasil ciptaan yang baik dan indah. sastra adalah segala ungkapan yang
dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tertulis. Dalam hal ini pengertian "sastra" diambil dalam
arti yang luas, yang tidak terbatas pada susastra.[2]

Dalam konteks kesenian,kesustraan adalah salah satu bentuk atau cabang kesenian,yang menggunakan
media bahasa sebagai alat pengungkapan gagasan dan perasaan senimannya, sehingga sastra juga
disamakan dengan cabang seni lain seperti seni tari,seni lukis, dan sebagainya.

Masa sesudah Islam merupakan zaman dimana sastra Melayu berkembang begitu pesat karena pada
masa itu banyak tokoh Islam yang mengembangkan sastra Melayu. Catatan tertulis pertama dalam
bahasa Melayu Kuna berasal dari abad ke-7 Masehi, dan tercantum pada beberapa prasasti peninggalan
Kerajaan Sriwijaya di bagian selatan Sumatera dan wangsa Syailendra di beberapa tempat di Jawa
Tengah. Tulisan ini menggunakan aksara Pallawa Selanjutnya, bukti-bukti tertulis bermunculan di
berbagai tempat, meskipun dokumen terbanyak kebanyakan mulai berasal dari abad ke-18.[3]

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sastra melayu adalah hasil budaya dapat diartikan
sebagai bentuk upaya manusia untuk mengungkapkan gagasannya melalui bahasa melayu yang lahir
dari perasaan dan pemikirannya bisa berbentuk lisan maupun tulisan.

B. Ciri-ciri Sastra Melayu

Sastra melayu lama sering juga disebut sastra melayu klasik, sastra melayu kuno atau sastra melayu
purba. Yang digolongkan karya sastra melayu lama adalah karya sastra yang muncul sejak masa purba
sampaai tahun 1920an. Contohnya antara lain sejarah melayu, taman raja-raja dan hikayat hangtuah.
Berikut merupakan ciri sastra melayu lama yaitu:[4]

1. Statis, maksudnya terikat dalam aturan-aturan yang ketat.

2. Milik bersama karena tidak diketahui pengarangnya (anonym).

3. Isi berkisar seputar kerajaan.

4. Banyak menggunakan kata-kata klise misalnya konon atau sebermula.

5. Disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut.

6. Banyak dipengaruhi budaya melayu dan arab

7. Berbahasa melayu kuno

8. Beerisi ajaran hidup atau didaktis

9. Bersifat khayalan misalnya ada manusia bisa berubah wujud.

C. Macam-macam Sastra Melayu

1. Gurindam

Gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir
yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam soal, masalah
atau perjanjian dan baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada
baris pertama tadi. Contoh :

Pabila banyak mencela orang

Itulah tanda dirinya kurang

Dengan ibu hendaknya hormat

Supaya badan dapat selamat

2. Hikayat

Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa yang berisikan tentang kisah, cerita, dongeng maupun
sejarah. Kata hikayat berasal dari bahasa Arab yang artinya cerita. Hikayat adalah cerita yang panjang
yang sebagian isinya mungkin terjadi sungguh-sungguh, tetapi di dalamnya banyak terdapat hal-hal yang
tidak masuk akal, penuh keajaiban. [5]

Dick hartoko dan B. Rahmanto memberikan definisi hikayat sebagai jenis prosa cerita Melayu Lama yang
mengisahkan kebesaran dan kepahlawanan orang-orang ternama, para raja atau para orang suci di
sekitar istana dengan segala kesaktian, keanehan dan muzizat tokoh utamanya, kadang mirip cerita
sejarah atau berbentu riwayat hidup.[6]

Salah satu contoh hikayat sastra Melayu klasik yang akan dipublikasikan pada tulisan ini adalah hikayat
tentang Hang Tuah, yaitu sebuah karya sastra Melayu yang paling tersohor dan bercerita tetnang Hang
Tuah dalam kemakmuran Kesultanan Malaka. Hang Tuah merupakan seorang laksamana yang amat
termasyur.

Hang Tuah lahir dari Ibu yang bernama Dang Merduwati, sementara Ayahnya bernama Hang Mahmud.
Karena kesulitan hidupnya, mereka pindah ke Pulau Bintan, tempat raja bersemayam, dengan harapan
mendapat rezeki di situ. Mereka membuka warung dan hidup sangat sederhana.

Semua sahabat Hang Tuah berani. Mereka itu adalah Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekir, dan Hang
Lekiu. Pernah suatu ketika mereka berlima pergi berlayar. Di tengah lautan dihadang oleh gerombolan
perampok yang banyak sekali. Hang Tuah menggunakan taktik, membawa mereka ke darat. Di sana
mereka melakukan perlawanan.

Sepuluh perampok mereka tewaskan, sedangkan yang lain melarikan diri. Dari beberapa orang yang
dapat ditawan, mereka mengaku dari daerah Siantan dan Jemaja atas perintah Gajah Mada di
Majapahit.

Sebenarnya mereka diperintahkan untuk menyerang Palembang tetapi angin kencang membawa
mereka tersesat di Melaka. Akhirnya, keberanian Hang Tuah dan kawan-kawannya sampai juga kepada
raja sehingga raja berkenan kepada mereka. Suatu ketika ada orang yang mengamuk di pasar. Orang-
orang lari ketakutan. Hang Tuah jugalah yang dapat membunuh orang itu.

Hang Tuah lalu diangkat menjadi biduan istana (pelayan raja). Saat itu dia diminta menyerang ke
Palembang yang diduduki orang Siantan dan Jemala. Hang Tuah sukses, lalu dia diangkat menjadi
Laksamana. Berkali-kali Hang Tuah diutus ke luar negeri; ke Tiongkok, Rum, Majapahit, dan dia pernah
pula naik haji. Akhir hayatnya, Hang Tuah berkhalwat di Tanjung Jingara.
3. Karmina

Karmina atau dikenal dengan nama pantun kilat adalah pantun yang terdiri dari dua baris. Baris pertama
merupakan sampiran dan baris kedua adalah isi. Memiliki pola sajak lurus (a-a). Biasanya digunakan
untuk menyampaikan sindiran ataupun ungkapan secara langsung. Contoh : Sudah gaharu cendana pula
Sudah tahu masih bertanya pula[7]

Gendang gendut, tali kecapi

Kenyang perut, senanglah hati

Pinggan tak retak, nasi tak ingin

Tuan tak hendak, kami tak ingin

4. Pantun

Pantun ialah puisi lama yang terikat oleh syarat-syarat tertentu (jumlah baris, jumlah suku kata, kata,
persajakan, dan isi). Ciri-ciri pantun yaitu:[8]

1) Pantun terdiri dari sejumlah baris yang selalu genap yang merupakan satu kesatuan yang
disebut bait/kuplet

2) Setiap baris terdiri dari empat kata yang dibentuk dari 8-12 suku kata (umumnya 10 suku
kata).

3) Separoh bait pertama merupakan sampiran (persiapan memasuki isi pantun), separoh bait
berikutnya merupakan isi (yang mau disampaikan). Baitu pertama yang umumnya tentang alam (flora
dan fauna); dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.

4) Persajakan antara sampiran dan isi selalu paralel (ab-ab atau abc-abc atau abcd-abcd atau
aa-aa)

5) Beralun dua

Berdasarkan bentuk/jumlah baris tiap bait, pantun dibedakan menjadi

1) Pantun biasa, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris tiap bait.

2) Pantun kilat/karmina, yiatu pantun yang hanya tersusun atas dua baris.

3) Pantun berkait, yiatu pantun yang tersusun secara berangkai, saling mengkait antara bait
pertama dan bait berikutnya.

4) Talibun, yaitu pantun yang terdiri lebih dari empat baris tetapi selalu genap jumlahnya,
separoh merupakan sampiran, dan separho lainnya merupakan isi.

5) Seloka, yaitu pantun yang terdiri dali empat baris sebait tetapi persajakannya datar (aaaa).

Berdasarkan isinya, pantun dibedakan menjadi :

1) Pantun anak-anak teridiri dari pantun bersuka cita dan pantun berduka cita
2) Pantun muda terdiri dari pantun perkenalan, pantun berkasih-kasihan, pantun perceraian,
pantun beriba hati, dan pantun dagang

3) Pantun tua terdiri dari pantun nasehat, pantun adat, pantun agama. Contoh:[9]

Ubi kayu rendah batangnya

Daun direbus isi makan

Orang berilmu rendah hatinya

Bisa dipegang jadi harapan

Contoh :

Kayu cendana diatas batu

Sudah diikat dibawa pulang

Adat dunia memang begitu

Benda yang buruk memang terbuang

4) Pantun jenaka dan Pantun teka-teki

5. Seloka

Seloka merupakan bentuk puisi Melayu Klasik, berisikan pepetah maupun perumpamaan yang
mengandung senda gurau, sindiran bahkan ejekan. Biasanya ditulis empat baris memakai bentuk pantun
atau syair, terkadang dapat juga ditemui seloka yang ditulis lebih dari empat baris.

1) Contoh seloka 4 baris:

anak pak dolah makan lepat,

makan lepat sambil melompat,

nak hantar kad raya dah tak sempat,

pakai sms pun ok wat ?

2) Contoh seloka lebih dari 4 baris:

Baik budi emak si Randang

Dagang lalu ditanakkan

Tiada berkayu rumah diruntuhkan

Anak pulang kelaparan

Anak dipangku diletakkan

Kera dihutan disusui

6. Syair
Kata syair berasal dari bahasa Arab syu’ur yang artinya perasaan. Syair timbul setelah terjadinya
pengaruh kebudayaan islam. Puisi ini terdiri dari empat baris sebait, berisi nasehat, dongeng, dan
sebagian besar berisi cerita. Syair sering hanya mengutamakan isi. Ciri-ciri syair yaitu :[10]

1) Terdiri dari empat baris

2) Tiap baris terdiri dari 4-5 kata (8-12 suku kata)

3) Persamaan bunyi atau sajak akhir sama dan sempurna

4) Tidak ada sampiran, keempatnya merupakan isi

5) Terdiri dari beberapa bait, tiap bait berhubungan

6) Biasanya berisi cerita atau berita.

Contoh :

Diriku lemah anggota layu

Rasakan cinta bertalu-talu

Kalau begini datangnya selalu

Tentulah Kakanda berpulang dahulu

7. Talibun

Talibun adalah pantun yang susunannya terdiri dari empat, enam, delapan atau sepuluh baris.
Pembagian baitnya sama dengan pantun biasa, yakni terdiri atas sampiran da nisi. Jika talibun itu enam
baris maka tiga baris pertama merupakan sampiran, sedangkan tiga baris berikutnya merupakan isi.
Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dan seterusnya. Contoh Talibun :[11]

Kalau anak pergi ke pekan

Yuk beli belanak beli

Ikan panjang beli dahulu

Kalau anak pergi berjalan

Ibu cari sanakpun cari

Induk semang cari dahulu.

BAB III

SIMPULAN

Sastra melayu adalah hasil budaya dapat diartikan sebagai bentuk upaya manusia untuk
mengungkapkan gagasannya melalui bahasa melayu yang lahir dari perasaan dan pemikirannya bisa
berbentuk lisan maupun tulisan.

Ciri-ciri sastra melayu lama yaitu: Statis, anonym, isi berkisar seputar kerajaan, banyak menggunakan
kata-kata klise misalnya konon atau sebermula, disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut, banyak
dipengaruhi budaya melayu dan arab, berbahasa melayu kuno, berisi ajaran hidup atau didaktis, bersifat
khayalan. Macam-macam sastra melayu yaitu : gurindam, hikayat, karmina, pantun, seloka syair dan
talibun.

DAFTAR PUSTAKA

Foulcher, Keith, Sastra Indonesia Modern Kritik Postkolonial, (Jakarta: Obor Indonesia, 2008)

Kusmayadi, Ismail, Think Smart Bahasa Indonesia, (Bandung: Grafindo Media, 2006)

Kosasih, Engkos, Cerdas Berbahasa Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 2006)

Nurcholis, Hanif, Saya Senang Berbahasa Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 2006)

Untoro, Joko, Buku Pintar Pelajaran, (Jakarta: Wahyu Media, 2010)

Winarsih, Sumi, Siap Menghadapi Ujian Nasional SMA/MA 2009, (Jakarta: Grasindo, 2009)

http://melayuonline.com

http://inspirasi-wahanapendidikan.blogspot.com/2011/11/sastra-melayu-klasik-sastra-indonesia.html

http://rifaljohnnyjuhary.blogspot.com/2013/03/pengertian-karya-sastra-melayu-

________________________________________

[1] Abdul Rozak Zaidan, Kamus Istilah Sastra, (Jakarta: Balai Pustaka, 2004), h.181
[2] http://melayuonline.com

[3] http://melayuonline.com

[4] Sumi Winarsih, Siap Menghadapi Ujian Nasional SMA/MA 2009,(Jakarta: Grasindo, 2009), h. 5

[5] http://rifaljohnnyjuhary.blogspot.com/2013/03/pengertian-karya-sastra-melayu-klasik.html

[6] http://inspirasi-wahanapendidikan.blogspot.com/2011/11/sastra-melayu-klasik-sastra-
indonesia.html

[7] Engkos Kosasih, Cerdas Berbahasa Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 19

[8] ibid

[9]HAnif Nurcholis, Saya Senang Berbahasa Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 23

[10] Ibid, h. 20

[11] Ibid, h. 21

Anda mungkin juga menyukai