Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra sudah diciptakan jauh sebelum manusia berpikir hakikat dan
nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Sastra muncul dari pengungkapan
ekspresi manusia yang telah dirasakan atau direnungkan mengenai aspek
kehidupan sekitar manusia, sehingga hasil dari pengungkapan ekspresi tersebut
diartikan karya sastra yang memiliki nilai estetis serta menambah minat penikmat.
Pada awal munculnya sastra dapat dibagi beberapa periode yakni periode
sastra klasik, peralihan, modern, dan angkatan seterusnya. Dalam penyajian ini
akan membahas mengenai sastra klasik, sastra lama, sastra tradisional yang
memiliki arti karya sastra yang tercipta dan berkembang sebelum masuknya
unsur-unsur modernism ke dalam sastra itu. Karya sastra klasik berasal dari
daerah terbesar di Indonesia yakni jawa, melayu, sunda, dan bali. Karya sastra
melayu klasik terikat oleh aturan-autran yang sifatnya konvensional. Dapat dilihat
pada puisi lama, puisi yang terikat seperti pantun dan syair terikat oleh suku kata,
aturan bunyi, dan aturan baris. Ragam bahasa yang digunakan dalam karya sastra
melayu klasik belum banyak dipengaruhi oleh bahasa asing.
Maka dari itu untuk memberikan kejelasan terhadap karya sastra melayu
klasik akan disajikan dalam makalah yang membahas karya sastra melayu klasik
khususnya puisi lama.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana karya sastra melayu klasik dapat berkembang sampai sekarang?
2. Apa saja ciri-ciri dan tokoh-tokoh sastra melayu periode klasik?
3. Bagaimana jenis-jenis karya sastra melayu klasik?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui perkembangan karya sastra melayu klasik sampai sekarang
2. Untuk memahami ciri-ciri dan tokoh-tokoh sastra melayu periode klasik
3. Untuk mengetahui jenis-jenis sastra melayu klasik

1.4 Manfaat Penulisan


1. Dapat memahami perkembangan sastra melayu klasik sampai sekarang
2. Dapat membedakan ciri-ciri dan tokoh-tokoh sastra melayu periode klasik
3. Dapat mengidentifikasi jenis-jenis sastra melayu klasik
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Karya Sastra Melayu Klasik

Penyebab utama lahirnya karya sastra ialah penciptanya sendiri (Wellek &
Warren, 2016: 74). Maka dari itu penjelasan mengenai kepribadian pengarang
merupakan telaah paling awal dalam studi sastra. Menurut Plato dalam (Teeuw,
2015: 170) seni menimbulkan nafsu sedangkan manusia yang berasio justru harus
meredakan nafsunya. Maksud dari ide Plato tersebut bahwa karya sastra atau seni
itu muncul karena nafsu manusia itu sendiri tanpa adanya kesadaran, sehingga
manusia dianggap orang berakal yang mana harus bisa mengendalikan nafsu di
dalam pengungkapan ekspresinya lewat seni meski pemikiran tersebut disanggah
oleh Aristoteles. Sastra tidak akan muncul dan berkembang jika tidak ada medium
yang berupa bahasa sebagai rel perlintasannya, menurut Rosidi (2013:21) bahasa
melayu yang menyulut munculnya sastra melayu klasik, karena memang sastra
yang ditulis dalam bahasa melayu mendapat pengaruh dari kebudayaan asing
modern dan menjelma menjadi sastra Indoensia.
Sastra Melayu klasik adalah sastra yang berbentuk lisan yang tercipta dari
suatu ujaran atau ucapan. Sastra Melayu klasik masuk ke Indonesia bersamaan
dengan masuknya agama Islam pada abad ke-13. Sastra Melayu klasik termasuk
bagian dari karya sastra Indonesia angkatan tahun 1870 – 1942, yang berkembang
di lingkungan masyarakat Sumatera seperti Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan
daerah Sumatera lainnya. Pada dasarnya, Sastra Melayu lama atau klasik bersifat
verbalisme, yaitu ujaran/ucapan dari mulut ke mulut. Hal ini berdampak pada
pemaknaan penerima ujaran tersebut. Perkembangan karya sastra klasik seperti
halnya genre puisi lama mengalami perubahan yang signifikan. Sebagai contoh
puisi modern saat ini merupakan hasil pembaharuan dari puisi lama yang sangat
terikat oleh aturan konvensional. Yang membedakan puisi modern sebagai sebuah
karya seni sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya (Pradopo, 2017:3).
Mengingat puisi tersusun atas struktur-struktur yang bersifat puitis.

2.2 Ciri-Ciri Sastra Melayu Klasik

 Bentuk puisinya terikat oleh aturan-aturan, seperti banyaknya larik pada setiap
bait, banyak suku kata pada setiap larik, dan pola rima akhir. Aturan-aturan itu
dapat dilihat dalam pantun atau syair.
 Biasanya tidak sesuai dengan logika umum.
 Kisahnya berupa kehidupan istana, raja-raja, dewa-dewa, para pahlawan, atau
tokoh-tokoh mulia lainnya.
 Disampaikan secara lisan atau dari mulut ke mulut. Oleh karena itu, tidak
mengherankan apabila karya sastra melayu klasik memiliki banyak versi,
sesuai orang yang menceritakannya.
 Nama penciptanya tidak diketahui (anonim). Hal tersebut disebabkan oleh
sifat karya sastra klasik yang menganggap karya sastra merupakan milik
bersama masyarakat.

2.3. Jenis-jenis Sastra Melayu Klasik

1. Gurindam
Gurindam ini dibawa oleh orang Hindu atau pengaruh sastra Hindu.
Gurindam berasal dari Bahasa Tamil (India) yaitu gurindam yang berarti mula-
mula asal perumpamaan. Gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang
terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu
kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau
perjanjian dan baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau
perjanjian pada baris pertama tadi. Gurindam berisi nasihat, petuah, ajaran moral
kebaikan dan budi pekerti.

Ciri-ciri Gurindam adalah sebagai berikut:

1. Setiap bait terdiri atas dua baris atau larik


2. Biasanya menggunakan pola rima sama atau lurus (a – a)
3. Umumnya setiap baris terdiri atas 4-6 kata (8-12 suku kata)
4. Baris pertama dan kedua biasanya membangun hubungan sebab akibat
5. Umumnya mengandung petuah, nasihat, atau amsal (ucapan yang
mengandung kebenaran).

Contoh : barang siapa tidak memegang agama


Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama
Barangsiapa mengenal yang empat
Maka ia itulah orang yang ma’rifat

2. Karmina
Karmina atau pantun kilat adalah pantun yang terdiri dari dua baris. Baris
pertama merupakan sampiran dan baris kedua adalah isi. Memiliki pola sajak
lurus (a-a). Biasanya digunakan untuk menyampaikan sindiran ataupun ungkapan
secara langsung.
Ciri-ciri Karmina :

1. Terdiri dari dua baris


2. Bersajak a-a
3. Terdiri dari 8-12 suku kata
4. Baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua merupakan isi

Contoh karmina :

Sudah gaharu cendana pula


Sudah tahu bertanya pula

3. Pantun
Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang berasal dari kata
patuntun dalam bahasa Minangkabau yang berarti “petuntun”. Lazimnya pantun
terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-
12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b,
atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang
dijumpai juga pantun yang tertulis. Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian:
sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan
alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak
punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk
mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan
tujuan dari pantun tersebut.

Contoh Pantun:

Pisang emas dibawa berlayar


Masak sebiji di atas peti
Hutang emas boleh dibayar
Hutang budi dibawa mati

Analisis:
Salah satu ciri khas yang menandai pantun adalah adanya dua larik
pertama yang disebut sampiran atau pembayang dan dua larik kedua yang disebut
isi. Sebagai contoh pantun yang dikemukakan oleh Maman: Hubungan sampiran
dan isi, secara semantis sering kali terkesan tidak ada hubungannya. adakah kaitan
antara pisang emas dibawa berlayar dengan hutang emas boleh dibayar? Demikian
juga dengan, bagaimana kita menjelaskan hubungan antara masak sebiji di atas
peti dengan hutang budi dibawa mati? Sebagai sebuah nasehat untuk menekankan
hutang emas boleh dibayar/hutang budi dibawa mati, boleh saja orang
beranggapan bahwa hubungan antara sampiran dan isi lebih merupakan
pemenuhan rima terikat. Orang akan lebih menerima sebuah nasihat atau sindiran
jika lebih dahulu diawali pembayang (sampiran). Itulah salah satu alasan, bahwa
antara sampiran dan isi sesungguhnya tidak ada kaitannya.

4. Seloka
Seloka adalah bentuk puisi Melayu klasik yang berisikan pepatah dengan
maksud senda gurau, sindiran bahkan ejekan. Biasanya ditulis empat baris
memakai bentuk pantun atau syair, kadang-kadang dapat juga ditemui seloka yang
ditulis lebih dari empat baris dan bersajak (a-a-a-a). Kata “seloka” diambil dari
bahasa Sanskerta, sloka.

Contoh seloka 4 baris:

Sudah bertemu kasih sayang


Duduk terkurung malam siang
Hingga setapak tiada renggang
Tulang sendi habis berguncang

5. Syair
Syair berasal dari Persia (sekarang Iran) dan telah dibawa masuk ke
Nusantara bersama-sama dengan kedatangan Islam. Kata syair berasal dari bahasa
Arab syu’ur yang berarti perasaan. Kata syu’ur berkembang menjadi kata syi’ru
yang berarti puisi dalam pengertian umum. Syair adalah puisi atau karangan
dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak. Biasanya terdiri dari 4 baris,
berirama (a-a-b-b), keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair
(pada pantun, 2 baris terakhir yang mengandung maksud). Syair dalam
kesusastraan Melayu merujuk pada pengertian puisi secara umum. Akan tetapi,
dalam perkembangannya syair tersebut mengalami perubahan dan modifikasi
sehingga syair di desain sesuai dengan keadaan dan situasi yang terjadi.

Contoh : Jikalau hidup sekadar hidup


Seekor kera pun sanggup
Jikalau kerja sekadar kerja
Kerbau pun bisa melakukannya
6. Talibun
Talibun adalah sejenis puisi lama seperti pantun karena mempunyai
sampiran dan isi, tetapi lebih dari 4 baris (mulai dari 6 baris hingga 20 baris).
Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dan seterusnya.

Ciri-ciri Talibun :

1. Sejenis puisi bebas.


2. Terdapat beberapa baris dalam rangkap.
3. Isinya berdasarkan sesuatu perkara diceritakan secara terperinci.
4. Tiada pembayang. Setiap rangkap dapat menjelaskan satu keseluruhan cerita.
5. Menggunakan puisi lain (pantun/syair) dalam pembentukannya.
6. Gaya bahasa yang luas dan lumrah (memberi penekanan kepada bahasa yang
berirama seperti pengulangan dll).
7. Berfungsi untuk menjelaskan sesuatu perkara.
8. Merupakan bahan penting dalam pengkaryaan cerita penglipur lara.

Contoh Talibun:

Jalan-jalan ke kota Malang


Jangan lupa membeli batu
Batu bacan bukan kalimaya
Tuntutlah ilmu dengan senang
Agar menjadi orang berilmu
Yang tak takut menghadapi bahaya

7. Mantra
Mantra adalah puisi yang memiliki aspek ritual, diucapkan pada kesempatan
tertentu dengan cara-cara tertentu dan ditujukan pada makhluk gaib. Mantra
adalah merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada
mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan
adat dan kepercayaan.

Ciri-ciri mantra
a. Berirama akhir abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde.
b. Bersifat lisan, sakti atau magis
c. Adanya perulangan
d. Metafora merupakan unsur penting
e. Bersifat esoferik (bahasa khusus antara pembicara dan lawan bicara) dan
misterius
f. Lebih bebas dibanding puisi rakyat lainnya dalam hal suku kata, baris dan
persajakan

Contoh : Tuang minyak kutuang


Kutuang di tapak tangan
Bukan aku minyak seorang
Aku minyak bulan bintang
Matahari dan cahaya
Cahaya bulan dan cahaya aku
Cahaya bintang cahaya aku
Cahaya matahari cahaya aku
Cahaya Allah cahaya Muhammad
Berkait la ilahaillallah
Muhammadarrasulullah
7. Bidal
Bidal Perihabasa atau pepatah yang mengandung nasehat dan sindiran
dalam bentuk kalimat singkat dan memperhitungkan rima atau keindahan bunyi.

Ciri-ciri:
a. Merupakan jenis puisi bebas.
b. Terdapat beberapa baris dalam rangkap untuk menjelaskan pemerian.
c. Tidak ada pembayang, setiap rangkap dapat menjelaskan satu keseluruhan
cerita.
d. Terdiri dari 2 baris.

Berdasarkan Jenisnya bidal dibedakan menjadi:

1. Ungkapan merupakan kiasan pendek yang terdiri atas dua patah kata.
Contohnya: Panjang tangan (suka mencuri)
2. Pepatah merupakan kiasan yang tepat dan langsung untuk mematahkan cakap
orang oleh karena itu lawan berbicara tidak bisa berkilah lagi. Contohnya: Besar
pasak daripada tiang (besar pengeluaran daripada pemasukan)
3. Peribahasa merupakan seluruh bentuk ataupun cara berbahasa tidak dalam arti
sebenarnya. Contohnya: Masuk tak genap keluar tak ganjil (orang yang tidak
dihargai dalam masyarakat).
4. Perumpamaan merupakan kalimat yang membandingkan keadaan yang
sebenarnya dengan keadaan lain yang ada di alam. Biasanya diawali dengan kata
seperti, umpama, laksana, bagai, sepantun ataupun bak. Contohnya: Bagai air di
daun talas (orang yang tidak punya pendirian)
5. Ibarat merupakan perumpamaan yang lebih tegas daripada perumpamaan biasa
karena diberi uraian lebih lanjut. Contohnya: Bagai kerakap berkembang di batu,
hidup segan mati tak mau (orang yang hidupnya sangat merana)
6. Tamsil merupakan kiasan yang bersajak dan berirama. Contohnya: tua-tua
keladi makin tua makin jadi (orang yang makin tua umurnya makin berbuat
seperti anak muda).
7. kata-kata arif merupakan ucapan yang berbentuk kiasan yang mengandung
kebijaksanaan. Contohnya: sedia payung sebelum hujan (berjaga-jaga dahulu
sebelum terjadi sesuatu yang kurang baik).
8. Pemeo merupakan kalimat pendek yang pada mulanya hanya diucapkan oleh
seseorang saja. namun pada suatu waktu ditiru oleh orang banyak. Contohnya:
maju terus pantang mundur (sekali merdeka tetap merdeka)
8. Stanza
Stanza adalah sajak delapan seuntai yang setiap baitnya terdiri atas delapan buah
kalimat. Stanza disebut juga oktaf. Persajakan stanza atau oktaf tidak berurutan.

Contoh stanza:
PERTANYAAN ANAK KECIL
Hai kayu-kayu dan daun-daunan!
Mengapakah kamu bersenang-senang?
Tertawa-tawa bersuka-sukaan?
Oleh angin dan tenang, serang?
Adakah angin tertawa dengan kami?
Bercerita bagus menyenangkan kami?
Aku tidak mengerti kesukaan kamu!
Mengapa kamu tertawa-tawa?

Hai kumbang bernyanyi-nyanyi!


Apakah yang kamu nyanyi-nyanyikan?
Bunga-bungaan kau penuhkan bunyi!
Apakah yang kamu bunyi-bunyikan?
Bungakah itu atau madukah?
Apakah? Mengapakah? Bagaimanakah?
Mengapakah kamu tertawa-tawa?
10. Soneta
Soneta berasal dari kata Sonetto dalam bahasa Italia yang terbentuk dari kata latin
Sono yang berarti ‘bunyi’ atau ‘suara’. Adapun syarat-syarat soneta (bentuknya
yang asli) adalah sebagai berikut.
a. Jumlah baris ada 14 buah.
b. Keempat belas baris terdiri atas 2 buah quatrain dan 2 buah terzina.
c. Jadi pembagian bait itu: 2 × 4 dan 2 × 3.
d. Kedua buah kuatrain merupakan kesatuan yang disebut stanza atau oktaf.
e. Kedua buah terzina merupakan kesatuan, disebut sextet.
f. Octav berisi lukisan alam; jadi sifatnya objektif.
g. Sextet berisi curahan, jawaban, atau kesimpulan sesuatu yang dilukiskan
dalam oktaf; jadi sifatnya subjektif.
h. Peralihan dari oktaf ke sektet disebut volta.
i. Jumlah suku kata dalam tiap-tiap baris biasanya antara 9 -14 suku kata.
j. Rumus dan sajaknya a-b-b-a, a-b-b-a, c-d-c, d-c-d.

Contoh :
GEMBALA
Perasaan siapa ta’kan nyala (a)
Melihat anak berlagu dendang (b)
Seorang saja di tengah padang (b)
Tiada berbaju buka kepala (a)
Beginilah nasib anak gembala (a)
Berteduh di bawah kayu nan rindang (b)
Semenjak pagi meninggalkan kandang (b)
Pulang ke rumah di senja kala (a)
Jauh sedikit sesayup sampai (a)
Terdengar olehku bunyi serunai (a)
Melagukan alam nan molek permai (a)
Wahai gembala di segara hijau (c)
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau (c)
Maulah aku menurutkan dikau (c)

2.4 Tokoh-tokoh Angkatan Sastra Melayu klasik


1. Hamzah Fansuri
Nama lengkapnya adalah Hamzah al-Fansuri. Selain sastrawan, beliau
juga ulama sufi yang berasal dari Barus yang berada di Sumatera Utara. Dahulu,
beliau tinggal di Aceh dan dikenal sebagai pencipta syair serta ahli tasawuf. Karya
beliau berupa syair Hamzah Fansuri yang terdiri dari 13 sampai 21 bait. Setiap
barisnya terdiri dari empat, dengan sajak a-a-a-a. Karyanya dipengaruhi oleh Arab
dan Persia. Karya syairnya membahas mengenai aspek tasawuf yang dianutnya.
Judul-judul syairnya adalah Syair Burung Unggas, Syair Dagang, Syair Perahu,
Syair si Burung Pipit, Syair si Burung Pungguk, dan Syair Sidang Fakir. Selain
syair, beliau juga membuat prosa yaitu Asrar al-Arifin, Sharab al-
Asyikin, dan Kitab Al-Muntahi/Zinat al-Muwahidin.

2. Syamsudin as-Sumatrani
Beliau adalah ulama besar dari Aceh, guru dari Hamzah Fansuri. Sebagai
penasehat Sultan Iskandar Muda, beliau tinggal di istana kerajaan Aceh
Darussalam. Karya beliau berupa kitab berjudul Jawhar al-Hawa’iq yang berisi
tentang pengajaran martabat tujuh dan jalan mendekatkan diri kepada Tuhan, dan
Risalah Tubayyin Mulahazhat al-Muwahhidin wa al-Mulhidin fi Dzikr Allah.

3. Nurudin al Raniri
Beliau termasuk ulama penasehat Kesultanan Aceh pada kepemimpinan
Sultan Iskandar Tsani. Dia dilahirkan di India, karya-karyanya kebanyakan berupa
prosa yaitu Taman Raja-Raja, Jalan yang Lurus, Darul Fawaid Fi Syarah
Al’Aqaid, dan Fawaid Al Bahiyah.

4. Abdul Rauf Singkel


Merupakan ulama besar Aceh yang sangat perpengaruh menyebarkan
ajaran Islam ke Sumatera serta Nusantara. Beberapa karyanya antara
lain Tarjuman al-Mustafid, merupakan naskah pertama tafsir Alquran yang
lengkap berbahasa Melayu, dan Terjemahan hadists Arba’in karya Imam Al-
Nawawi.

5. Tun Sri Lanang


Tun Sri Lanang pernah menjadi Perdana Mentri Kesultanan Johor.
Karyanya yang terkenal antara lain Sulalatus Salatin.

2.5 Perbedaan dengan Periode Setelahnya

Periode Melayu klasik Periode setelahnnya


Belum mengenal budaya tulis-menulis Sudah mengenal budaya tulis-menulis
Bentuknya terikat Bentuknya bebas
Hasil karya bersifat bersama Hasil karya bersifat individu
Tidak ada nama pengarang/anonim Ada nama pengarang
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Karya sastra muncul dilatarbelakangi oleh gagasan manusia kemudian
diungkapkan lewat lisan atau mulut ke mulut. Pada periode sastra melayu klasik
memiliki ciri yang berbeda dengan periode sastra modern, khusunya karya puisi
yang awalnya memiliki ciri-ciri anonim, terikat rima bait, bersifat lisan, istana
sentris, serta tidak sesuai dengan logika umum. Hal tersebut berlawanan dengan
ciri-ciri karya puisi modern seperti saat ini. Sastra melayu klasik memiliki jenis-
jenis yang menjadi pelopor perkembangan puisi modern yang dipengaruhi tokoh-
tokoh yang menjadi pencipta karya sastra itu sendiri.

3.2 Saran
Sebagai mahasiswa khususnya yang duduk di jurusan Bahasa Indonesia harus
memiliki pengetahuan yang baik tentang bahasa yang dalam hal ini mengenai
sastra klasik.. Hal itu tentu saja akan terwujud apabila kita rajin membaca dan
menulis. Dengan membaca dan menulis wawasan kita akan berkembang dan akan
semakin matang.
Kami selaku pembuat makalah masih merasa banyak kekurangan untuk itu
saya minta kepada sesama mahasiswa untuk saran dan kritik sehingga bermanfaat
bagi kami untuk kepentingan dalam kesempurnaan makalah ini.

3.3 Daftar Pustaka

Andriani, Tuti. 2012. Pantun dalam Kehidupan Melayu (Pendekatan


Historis dan Antropologis. Jurnal Sosial Budaya Vol. 9 No. 2

Pradopo, Rachmat Djoko. 2009. Pengkajian Puisi. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

Rosidi, Ajip. 2013. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung:


Dunia Pustaka Jaya.

Subandiyah, Heny 2013. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Lamongan: CV


Pustaka Ilalang Group.

Teeuw, A. 2015. Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: PT Dunia Pustaka Jaya.

Wellek, R dan Warren A. (2016). Teori Kesusastraan. Jakarta: PT.


Gramedia Pustaka Utama
http://triiaa.blogspot.com/2015/04/makalah-sastra-melayu.html

https://sastrawacana.id/pengertian-sastra-melayu-klasik/

1. Hamzah Fansuri

2. Syamsudin as-Sumatrani
3. Abdul Rauf Singkel

4. Tun Sri Lanang

Anda mungkin juga menyukai