JENIS-JENIS PUISI
(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Remedial Bahasa Indonesia)
Di susun oleh :
Nama : Muhammad Sahlan Mahassin Sidiq
Kelas : XI MM
A. Latar Belakang
Pada saat tahun 70-an puisi sangat digemari para pujangga. Pembuktianya pun ada,
contohnya pada zaman dulu ada lagu yang liriknya dari puisi.pada saat masa kejayaan puisi,
puisi tidak hanya sebagai ungkapan cinta terhadap lawan jenis tapi juga ada sebagai kritik atas
pemeritah, untuk seseorang yang berjasa, atau pun seseorang yang mereka benci. Tapi
sekarang puisi tidak terlalu digemari lagi itu dikarenakan perbandingan kemajuan teknologi
tidak sebanding dengan pemikiran dan perasaan masyarakat sehingga seseorang lebih
mengutamakan keinstanan dari pada suatu perosesnya.
Karena perbandingan tak seimbang tadi sehingga masyarakat terutama para remaja tidak lagi
terlalu tertarik kepada puisi, bukan itu saja puisi yang sangat terkenal pun sudah mulai
dilupakan. Makin lama masyarakat akan makin lupa tentang puisi seperti : jenis – jenisnya,
setrukturnya, perbedaannya, dan lain-lain.
Untuk itu kami membuat makalah ini berjudul “puisi” agar kita dapat mengingatnya,
mempelajarinya, dan juga memahami perbedaannya, dan strukturnya lebih jelas sehingga
kita dapat membuat puisi sendiri. Apa bila kita sudah bisa membuat puisi dan lebih mengerti
perbedaan juga strukturnya Sehingga kita generasi baru dapat mempopulerkan puisi kembali.
B. Ruang Lingkup
1. Puisi Lama
2. Puisi Baru
3. Puisi Kontemporer
BAB II
PEMBAHASAN
A. Puisi Lama
Puisi adalah untaian kata-kata yang merupakan ungkapan perasaan penyair yang memiliki
nilai keindahan dengan kata-kata yang singkat namun bermakna amat luas sesuai dengan
penafsiran atau penggambaran pembacanya. Dunton (dalam Pradopo, 1993:6) berpendapat
bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam
bahasa emosional serta berirama. Sedangkan menurut Uned (2010:36) puisi adalah ragam
sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Jadi,
puisi adalah ragam sastra sebagai media pengungkapan perasaan dan pikiran yang bernilai
indah dan bersifat fiksi.
Berdasarkan waktunya, salah satu jenis puisi yang kita kenal adalah puisi lama. Menurut Uned
(2010:36) puisi lama adalah puisi Indonesia yang belum terpengaruh puisi barat. Puisi
lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan tertentu. Puisi yang lahir sebelum masa
penjajahan Belanda. Sifat masyarakat lama yang statis dan objektif, melahirkan bentuk puisi
yang statis pula, yaitu sangat terikat pada aturan tertentu. Aturan-aturan yang mengikat
tersebut antara lain:
1. Jumlah kata dalam 1 baris;
2. Jumlah baris dalam 1 bait;
3. Persajakan (rima), yaitu pengulangan bunyi yang berselang;
4. Irama, yaitu alunan yang tercipta oleh kalimat, panjang pendek, dan kemerduan bunyi;
5. Banyak suku kata tiap baris.
2. Pantun
Pantun adalah sajak pendek, tiap-tiap kolet biasanya empat baris ab ab dan dua baris yang
dahulu biasanya untuk tumpuan saja (Ali, 2006:288) Pantun merupakan salah satu jenis puisi
lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Lazimnya pantun terdiri atas
empat larik (atau empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola a-b-a-b (tidak boleh
a-a-a-a, a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang
dijumpai juga pantun yang tertulis.
Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian, yaitu sampiran dan isi. Sampiran adalah dua
baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat
pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang
menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan
isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.
Ciri-ciri pantun:
Setiap bait terdiri 4 baris
a. Baris 1 dan 2 sebagai sampiran
b. Baris 3 dan 4 merupakan isi
c. Bersajak a – b – a – b
d. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
e. Berasal dari bahasa Melayu
Contoh :
Tanam melati di rama-rama
Ubur-ubur sampingan dua
Biarlah mati kita bersama
Satu kubur kita berdua
4. Talibun
Menurut Ali (2006:486) talibun adalah sajak yang lebih dari empat baris, biasanya terdiri dari
6 atau 20 baris yang bersamaan bunyi akhirnya. Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde,
dan seterusnya.
Ciri-ciri:
a. Jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan
seterusnya.
b. Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.
c. Jika satu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi.
d. Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.
e. Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d
Contoh:
Panakik pisau siraut
Ambil galah batang lintabung
Silodang ambil untuk niru
Yang setitik jadikan laut
Yang sekapal jadikan gunung
Alam terkembang jadikan guru
(Panghulu, 1978:2)
5. Mantra
Menurut Uned (2010:37) mantra adalah puisi yang berisi ucapan-ucapan yang dianggap
mengandung kekuatan gaib dan biasanya diucapkan oleh seorang atau beberapa orang
pawang. Mantra adalah kata atau ucapan yang mengandung hikmah dan kekuatan gaib.
Kekuatan mantra dianggap dapat menyembuhkan atau mendatangkan celaka. Keberadaan
mantra dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih
banyak berkaitan dengan adat kepercayaan. Hanya orang yang ahli yang boleh mengucapkan
mantera, misalnya pawang atau dukun.
Ciri-ciri mantra:
a. Berirama akhir abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde.
b. Bersifat lisan, sakti atau magis
c. Adanya perulangan
d. Metafora merupakan unsur penting
e. Bersifat esoferik (bahasa khusus antara pembicara dan lawan bicara) dan misterius
Lebih bebas dibanding puisi rakyat lainnya dalam hal suku kata, baris dan persajakan.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
6. Seloka
Seloka adalah sajak yang mengandung ajaran, sindiran, dan sebagainya (Ali, 2006:405). Seloka
adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja sebab pantun berkait
merupakan jalinan atas beberapa bait. Biasanya ditulis empat baris memakai bentuk pantun
atau syair, terkadang dapat juga ditemui seloka yang ditulis lebih dari empat baris.
Ciri-ciri:
a. Ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair,
b. Namun ada seloka yang ditulis lebih dari empat baris.
Contoh :
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati takkan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
B. Puisi Baru
Puisi baru disebut puisi modern. Bentuk puisi baru lebih bebas daripada puisi lama. Kalau puisi
lama sangat terikat pada aturan-aturan yang ketat, puisi baru lebih bebas. Meskipun
demikian, hakikat puisi tetap dipertahankan seperti rima, irama, pilihan kata, dll. Puisi modern
hadir saat penjajah Jepang datang ke Indonesia yaitu pada periode angkatan 1945.
Kedatangan Jepang memberikan angin baru bagi rakyat Indonesia, di mana mereka
diperbolehkan memakai bahasa Indonesia, berbeda saat masa penjajahan Belanda yang
melarang penggunaan bahasa Indonesia. Sehingga kesempatan tersebut dipergunakan oleh
para penyair sebagai senjata dalam melawan penjajah Jepang. Isi dari puisi modern banyak
mengangkat tentang pemberontakan yang lebih dalam jika dibandingkan dengan angkatan
pujangga baru.
Disebut sebagai puisi modern karena puisi modern lebih menekankan pada isi puisi tersebut.
Puisi modern lebih bebas dari pada puisi lama yang terikat dari jumlah suku kata, baris,
maupun rima. Penyair puisi modern termasuk kategori dalam angkatan '45, salah satu
tokohnya adalah Chairil Anwar yang dinobatkan oleh H.B. Jassin pelopor puisi modern. Dalam
puisi Chairil Anwar yang berjudul “Aku” dia sudah menggunakan bahasa Indonesia yang
ekspresif, terbebas dari bahasa Melayu maupun Belanda, dan puisinya memiliki gaya khas
yang hanya dimiliki oleh Chairil Anwar.
Ciri-ciri Puisi Modern:
1. Bentuknya rapi, simetris
2. Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
3. Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
4. Sebagian besar puisi empat seuntai;Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan
sintaksis)
5. Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.
2. Himne
Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan. Ciri-cirinya adalah lagu
pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air, atau
almamater (Pemandu di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne menjadi berkembang.
Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu yang
dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernapaskan ketuhanan.
Contoh:
Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk dan liku bawah sayatan khianat dan dusta.
Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu menitikkan darah dari tangan dan kaki dari
mahkota duri dan membulan paku
(Saini S.K)
3. Ode
Adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat resmi
(metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat menyanjung
baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
Contoh:
Generasi Sekarang
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
Menciptakan kemegahan baru
Pantun keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)
4. Epigram
Adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari Bahasa Yunani
epigramma yang berarti unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran
untuk dijadikan pedoman, ikhtibar; ada teladan.
Contoh:
Hari ini tak ada tempat berdiri
Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.
(Iqbal)
5. Romansa
Adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa Perancis Romantique
yang berarti keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra
Contoh :
Hidup ini tak pernah sempurna.
seperti kata-kata yang ada pahit walau terucap manis..
6. Elegi
Adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang mengungkapkan
rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama karena kematian/kepergian
seseorang.
Contoh:
Senja di Pelabuhan Kecil
Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta
temali.
Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan.
Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi.
Aku sendiri.
Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat
jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
(Chairil Anwar)
7. Satire
Adalah puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa Latin Satura yang berarti
sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu golongan (ke atas
pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim etc)
Contoh:
Aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan, sementara ketidakadilan terjadi di
sampingnya, dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
(WS Rendra)
8. Distikon
Adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
Contoh:
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)
9. Terzina
Puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Contoh:
Dalam ribaan bahagia dating
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
(Sanusi Pane)
10. Kuatrain
Puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Contoh :
Mendatang-datang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
11. Kuint
Adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
Contoh :
Hanya Kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakana
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
(Or. Mandank)
12. Sektet
Adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).
Contoh:
Merindu Bagia
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernapas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)
13. Septime
Adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Contoh:
Indonesia Tumpah Darahku
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
(Mohammad Yamin)
14. Oktaf/Stanza
Adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi delapan
seuntai).
Contoh:
Awan
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
(Sanusi Pane)
15. Soneta
Adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait pertama
masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris. Soneta berasal dari
kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan dari kata sono yang berarti suara. Jadi soneta adalah
puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari negeri Belanda diperkenalkan oleh
Muhammad Yamin dan Roestam Effendi, karena itulah mereka berdualah yang dianggap
sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada
syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi
maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas baris).
Contoh:
Gembala
Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)
C. Puisi Kontemporer
Dunia senantiasa berkembang, berubah dari waktu ke waktu. Hidup pun demikian. Sastra
yang merupakan salah satu blantika perekaman kehidupan selalu mencari bentuk yang lebih
baru. Hal ini pun sejalan dengan sifat seniman yang selalu ingin menciptakan sesuatu yang
baru, yang berbeda dengan sesuatu yang telah ada sebelumnya.
Puisi sebagai bagian dari sastra juga mengalami perkembangan, dari segi bentuk dan
nafasnya. Puisi Kontemporer adalah bentuk puisi yang berusaha lari dari ikatan konvensional
puisi iti sendiri. Misalnya saja Sutardji mulai tidak mempercayai Kekuatan kata tetapi dia
mulai berpaling pada Eksistensi bunyi dan kekuatannya.
Danarto justru memulai dengan kekuatan garis dalam menciptakan puisi. Puisi kontemporer
memang cenderung berbentuk aneh dan ganjil. Di samping Sutardji dan Danarto, juga Sapardi
Djoko Damono, penyair lain mencanangkan bentuk puisi ganjil adalah : Ibrahim Sattah, Hamid
Jabar, Husni Jamaluddin, Noorca Marendra, dan sebagainya.
Lebih jauh boleh dikatakan bahwa puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang
kurang memperhatikan santun bahasa,memakai kata-kata makian kasar,ejekan,dan lain-lain.
Pemakaian kata-kata simbolik atau lambing intuisi,gaya bahasa, irama, dan sebagainya
dianggapnya tidak begitu penting lagi.
1. Tema Dan Ciri-Ciri Puisi Kontemporer
a. Tema Puisi kontemporer
Biasanya puisi-buisi kontemporer bertemakan
a) Tema protes yang ditujukan kepada kepincangan sosial dan dampak negatif dari
industrialisasi
b) Tema humanisme yang mengemukakan kesadaran bahwa manusia adalah subjek
pembangunan dan bukan objek pembangunan.
c) Tema yang mengungkapkan kehidupan batin yang religius dan cenderung kepada
mistik
d) Tema yang dilukiskan melalui alegor dan parable
e) Tema tentang perjuangan menegakkan hak-hak azasi manusia berupa perjuangan
untuk kebebasan, persamaan hak, pemerataan, dan bebas dari cengkeraman dari
teknologi modern.
f) Tema kritik sosial terhadap tindakan sewenang-wenang dari mereka yang
menyelewengkan kekuasaan dan jabatan.
h. Puisi yang lebih menonjolkan unsure garis atau gambar seperti dalam seni lukis
Perhatikanlah puisi yang cukup membikin heboh kalangan sastrawan di Indone- Sia :
i. Puisi Konkret
Puisi konkret benar-benar merupakan penyair yang tidak lagi percaya terhadap eksistensi
kata. Puisi konkret berusaha meninggalkan peranan kata karena kata dianggapnya terlampau
akrab untuk mewadahi penyair. Puisi konkret merupakan puisi yang diciptakan oleh penyair
dengan memakai benda-benda yang konkret ( biasanya dengan sedikit mungkin kata , bahkan
kalau perlu kata itu dihilangkan) sebagai alat ekspresinya . Misalnya saja puisi Daging Mentah
Sutardji Calzoum Bachri, atau puisi Abdul Hadi WM.
“ yang paling mawar “, artinya yang paling mempunyai sifat-sifat seperti mawar, yaitu
biasanya warnanya merah cemerlang, menarik, indah dan harum . Jadi kesunyian ( solitude )
itu mempunyai sifat yang paling menarik , indah, serta harum . “yang paling duri” artinya
paling menusuk, menyakitkan, menghalangi, seperti duri. ”yang paling dekap” ialah yang
paling mesra seperti orang mendekap. Begitulah kesunyian itu. Dan di samping sifat yang
paling itu adalah “Kau“ yaitu Tuhan . Jadi, bila orang dalam keadaan yang paling itu, orang
akan teringat atau melihat “ Tuhan “
Sajak tersebut hanya terdiri dua kata “kawin dan kasih” yang dipotong-potong menjadi suku
kata-suku kata, juga dibalik menjadi “winka dan sihka” . Pada awalnya kata kawin masih
penuh, artinya masih penuh kawin memberi konotasi begitu indahnya perkawinan. Orang
yang hendak kawin mesti berangan-angan yang indah bahwa sesudah kawin akan hidup
berbahagia, ada suami atau istri dan kemudian akan ada anak, hidup akan bahagia denga
kasih saying anak, istri-suami.
Tetapi, melalui perjalanan waktu kata kawin terpotong menjadi ka dan win, artinya tidak
penuh lagi. Angan-angan perkawinan semula terpotong-potong, ternyata kenyataan setelah
kawin berubah. Dalam perkawinan orang harus memberi nafkah, ada kewajiban-kewajiban.
Ada anak yang harus dibiayai, bahkan sering terjadi pertengkaran suami-istri, harus
membiayai makan, pakaian dan sekolah anak-anak . Ternyata perkawinan itu tidak seperti
diharapkan yang penuh dengan kebahagiaan, segala berjalan lancar, tetapi penuh kesukaran.
Terbalik artinya kawin jadi winka, kasih pun terpotong-potong menjadi ka dan sih yang
kehilangan artinya menjadi : sih-sih-sih-sih-sih saja, bahkan istri atau suami menyeleweng
terjadilah perceraian. Nah, terjadilah tragedi winka dan sihka, kembalikan dari angan-angan
kawin dan kasih, yang pada mulanya diangankan akan penuh kebahagiaan.
A. Kesimpulan
Puisi tidak hanya sebagai ungkapan cinta terhadap lawan jenis tapi juga ada sebagai kritik atas
pemeritah, untuk seseorang yang berjasa, atau pun seseorang yang mereka benci. Membaca
puisi bukan sekedar menyampaikan arus pemikiran penyair, tapi kita juga harus
menghadirkan jiwa sang penyair. Kita harus menyelami dan memahami proses kreatif sang
penyair, bagaimana ia dapat melahirkan karya puisi.
B. Saran
Kita sebagai mahasiswa khususnya yang duduk di jurusan Bahasa Indonesia harus memiliki
pengetahuan yang baik tentang bahasa yang dalam hal ini mengenai puisi lama. Hal itu tentu
saja akan terwujud apabila kita rajin membaca dan menulis. Dengan membaca dan menulis
wawasan kita akan berkembang dan akan semakin matang.