Puisi lama adalah jenis dari karya sastra puisi yang diciptakan oleh nenek moyang sejak
zaman dahulu. Dalam puisi lama biasanya terikat pada baris, bait, rima, irama, dan belum
terpengaruh oleh budaya asing.
Maka dari itu, penciptaan puisi lama akan terikat oleh berbagai aturan. Aturan-aturan tersebut
adalah:
Terdapat persajakan atau rima. Rima adalah pengulangan bunyi yang terdapat dalam
larik sajak.
Jumlah kata dalam 1 baris.
Jumlah baris dalam 1 bait. Bait adalah satu kesatuan puisi yang terdiri atas beberapa
baris.
Banyak suku kata dalam setiap barisnya.
Adanya irama (pergantian kesatuan bunyi).
Penciptaan puisi lama biasanya dipengaruhi oleh adanya tradisi keagamaan dan kebudayaan
tertentu. Sama halnya dengan karya sastra lain, puisi lama juga memuat pesan-pesan
kehidupan yang bermanfaat bagi pembaca atau pendengarnya.
Grameds pasti tahu apa itu pantun! Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, biasanya kita
akan mendapatkan materi mengenai pantun dan penugasan membuat sebuah pantun dengan
tema tertentu.
Pantun adalah puisi lama yang mempunyai sajak a-b-a-b pada baitnya. Setiap bait terdiri atas
4 baris dengan setiap barisnya terdiri dari 8-12 suku kata. Pada 2 baris awal disebut dengan
sampiran, sementara pada 2 baris akhir adalah isi.
Jenis puisi lama tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dengan sebutan yang berbeda-beda. Di
Jawa, masyarakat menyebutnya dengan parikan. Di Sunda, masyarakat menyebutnya dengan
susualan. Sementara di Aceh, masyarakat menyebutnya dengan Rejong.
Pantun dapat dikategorikan berdasarkan isinya, misalnya pantun anak-anak, pantun agama
atau pantun nasihat, pantun jenaka, dan pantun muda-mudi. Nah, berikut adalah contoh dari
pantun.
2. Syair
Kata “syair” ini berasal dari bahasa Arab, yakni “Syi’ir” yang berarti “perasaan yang
menyadari”, kemudian berkembang menjadi “Syi’ru” yang berarti “puisi dalam pengetahuan
umum”.
Jenis puisi lama ini berasal dari Persia yang kemudian dibawa ke Indonesia bersamaan
dengan masuknya agama Islam ke Nusantara. Namun, seiring perkembangan, syair berubah
menjadi sastra klasik Melayu, yang saat ini tengah mendekati kepunahan.
Dalam sebuah syair, biasanya menggunakan sajak a-a-a-a dan berisikan mengenai nasihat
atau cerita seorang tokoh besar. Syair biasanya diawali dengan beberapa kata yang klise,
misalnya “Pada zaman dahulu kala…”, ”Tersebutlah sebuah cerita mengenai negeri yang
aman sentosa…”, dan lain-lain.
3. Gurindam
Gurindam adalah jenis puisi lama yang pertama kali dibawa oleh orang Hindu sekaligus
mendapat pengaruh dari sastra Hindu, kira-kira pada tahun 100 Masehi. Gurindam adalah
salah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri atas dua baris kalimat dengan irama akhir
yang sama (a-a-a-a). Sama halnya dengan jenis puisi lama lainnya, gurindam juga berisikan
mengenai nasihat bagi pembaca atau pendengarnya.
Contoh gurindam:
4. Karmina
Karmina dapat disebut juga sebagai pantun kilat karena kurang lebih sama dengan pantun,
tetapi lebih pendek. Karmina hanya mempunyai dua baris saja dan bersajak a-a. Baris
pertama disebut dengan sampiran, dan baris kedua disebut dengan isi. Sebuah karmina
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Contoh karmina:
5. Talibun
Talibun merupakan pantun yang dalam setiap baitnya, terdiri atas jumlah baris yang genap,
misalnya 6,8, atau 10 baris. Dalam sebuah talibun, terdapat ciri-ciri sebagai berikut:
Jumlah baris harus lebih dari 4 baris dan genap, misalnya 6, 8, atau 10 baris dalam
setiap bait.
Jika satu bait terdiri atas 6 baris, maka tiga baris awal adalah sampiran dan tiga baris
akhir adalah isi.
Apabila satu bait terdiri atas 6 baris, maka sajaknya adalah a-b-c-a-b-c
Apabila satu bait terdiri atas 8 baris, maka sajaknya adalah a-b-c-d-a-b-c-d
Contoh talibun:
6. Seloka
Seloka adalah salah satu jenis puisi lama yang hampir sama dengan pantun dan disebut juga
dengan pantun berkait. Pada baitnya akan terdapat keterkaitan. Misalnya pada baris kedua
bait pertama menjadi baris pertama bait kedua dan baris keempat bait pertama menjadi baris
ketiga bait kedua. Meskipun begitu, akhiran bunyi atau rima haruslah sama.
Contoh seloka:
7. Mantra
Mantra adalah salah satu karya sastra Melayu yang isinya dianggap memiliki kekuatan gaib.
Kekuatan gaib ini disebut-sebut dapat menyembuhkan penyakit atau mendatangkan celaka
bagi seseorang. Maka dari itu, untuk masyarakat Melayu, keberadaan mantra ini tidak hanya
sekadar karya sastra saja tetapi juga berkaitan dengan adat kepercayaan.
Mantra dapat juga disebut sebagai doa sakral yang mengandung kekuatan gaib dan
dimanfaatkan sebagai sarana untuk mempermudah dalam meraih sesuatu dengan jalan pintas.
Meskipun begitu, mantra sejatinya adalah karya sastra lisan yang diciptakan oleh nenek
moyang dan telah menjadi budaya Nusantara.
Contoh mantra:
Metafora
Alegori
Perumpamaan
Personifikasi
Sinekdok
Metonimia
Perumpamaan epos
Simile
Selain itu, dalam puisi lama sering menggunakan pilihan kata yang menciptakan efek estetis
atau keindahan. Maka dari itu, pilihan kata dan rangkaian kata yang bergaya menjadi unsur
penting dalam penciptaan sebuah puisi lama.