Anda di halaman 1dari 35

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Latar belakang keinginan saya membuat karya ilmiah tentang PUISI SEBAGAI SALAH SATU KARYA SASTRA adalah Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar orang membicarakan mengenai sastra. Apakah sesungguhnya sastra itu? Apakah sastra itu berwujud atau tidak? Tiada satu orang punyang mengetahuinya. Oleh karena itulah kami sebagai calon sastrawan mengambil dan membahasa sastra dalam kehidupan kita. Adapun judul yang saya ambil mengenai karya sastra adalah Puisi sebagain Salah Satu Karya Sastra. 1.2 Rumusan masalah 1.2.1. Apa itu sastra? 1.2.2. Bagaimana sifat karya sastra? 1.2.3. Apa saja manfaat karya sastra? 1.2.4. Apa Unsur-unsur pembangun puisi (fisik)? 1.2.5. Apa saja macam puisi?

1.3.Ruang Lingkup Masalah

1.4.Tujuan Penelitian 1.4.1. Sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir semester genap 1.4.2. 1

1.5.Sistematika Penyajian Karya ilmiah ini terdiri dari 3 Bab,yaitu BAB I Pendahuluan,BAB II Pembahasan,BAB III Penutup.Masing-masing bab memiliki subbab dengan garis besar isinya sebagai berikut,yaitu : BAB I Berisi pendahuluan.Pada bab ini diuraikan Latar Belakang Masalah,Rumusan Masalah,Ruang Lingkup Masalah,Tujuan Penelitian,Metode Penelitian dan Sitematika Penyajian. BAB II Memaparkan pembahasan.Pada bab ini diuraikan beberapa penjelasan. Selanjutnya,bagian terakhir yaitu BAB III. BAB III menguraikan kesimpulan dari penulis dan saran-saran yang ditujukan bagi para pembaca dan penulis lain.

BAB II LANDASAN TEORI

Puisi Puisi (dari bahasa Yunani kuno: / (poio/poi) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya. Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag, dll). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya. Puisi kadang-kadang juga hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala 'keanehan' yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi. Ada beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi baru Namun beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri yaitu 'pemadatan kata'. kebanyakan penyair aktif sekarang baik pemula ataupun bukan lebih mementingkan gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi tersebut. Didalam puisi juga biasa di sisipkanmajas yang membuat puisi itu semakin indah. Majas tersebut juga ada bemacam, salah satunya adalah sarkasme ya itu sindiran langsung dengan kasar. Dibeberapa daerah di Indonesia puisi juga sering di nyanyikan dalam bentuk pantun. mereka enggan atau tak mau untuk melihat kaidah awal puisi tersebut.

Pantun Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis. Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun "versi pendek" (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah "versi panjang" (enam baris atau lebih). Peran pantun Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain. Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata. Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan. Struktur pantun

Menurut Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena pantun merupakan sastra lisan. Meskipun pada umumnya sampiran tak berhubungan dengan isi kadang-kadang bentuk sampiran membayangkan isi. Sebagai contoh dalam pantun di bawah ini: Air dalam bertambah dalam Hujan di hulu belum lagi teduh Hati dendam bertambah dendam Dendam dahulu belum lagi sembuh Beberapa sarjana Eropa berusaha mencari aturan dalam pantun maupun puisi lama lainnya. Misalnya satu larik pantun biasanya terdiri atas 4-6 kata dan 8-12 suku kata. Namun aturan ini tak selalu berlaku.

Sastra Sastra (Sanskerta: , shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta stra, yang

berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar s- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Yang agak bias adalah pemakaian istilah sastra dan sastrawi. Segmentasi sastra lebih mengacu sesuai defenisinya sebagai sekedar teks. Sedang sastrawi lebih mengarah pada sastra yang kental nuansa puitis atau abstraknya. Istilah sastrawan adalah salah satu contohnya, diartikan sebagai orang yang menggeluti sastrawi, bukan sastra. Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa. Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah:

Novel Cerita/cerpen (tertulis/lisan) Syair Pantun Sandiwara/drama Lukisan/kaligrafi

Sastra Nusantara

Sastra Bali Sastra Banjar Sastra Batak Sastra Bugis Sastra Indonesia (Modern) Sastra Jawa Sastra Madura Sastra Makassar Sastra Melayu Sastra Minangkabau Sastra Sasak Sastra Sunda Sastra Lampung Sastra Indramayu

Sastra Barat (Eropa dan jajahannya)


Sastra Belanda Sastra Inggris Sastra Italia Sastra Jerman Sastra Latin Sastra Perancis Sastra Rusia Sastra Spanyol Sastra Yunani 6

Sastra Asia

Sastra Arab Sastra Tiongkok Sastra Ibrani Sastra India Modern Sastra Jepang Sastra Parsi Sastra Sansekerta

Sastra dunia Sastra Dunia

Sastra Indonesia Sastra Indonesia, adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra di Asia Tenggara. Istilah "Indonesia" sendiri mempunyai arti yang saling melengkapi terutama dalam cakupan geografi dan sejarah poltik di wilayah tersebut. Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang dibuat di wilayah Kepulauan Indonesia. Sering juga secara luas dirujuk kepada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan Bahasa Melayu (dimana bahasa Indonesia adalah satu turunannya). Dengan pengertian kedua maka sastra ini dapat juga diartikan sebagai sastra yang dibuat di wilayah Melayu (selain Indonesia, terdapat juga beberapa negara berbahasa Melayu seperti Malaysia dan Brunei), demikian pula bangsa Melayu yang tinggal di Singapura. Periodisasi Sastra Indonesia terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:

lisan tulisan

Secara urutan waktu maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan:

Angkatan Pujangga Lama 7

Angkatan Sastra Melayu Lama Angkatan Balai Pustaka Angkatan Pujangga Baru Angkatan 1945 Angkatan 1950 - 1960-an Angkatan 1966 - 1970-an Angkatan 1980 - 1990-an Angkatan Reformasi Angkatan 2000-an

Pujangga Lama Pujangga lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat. Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat meliputi sebagian besar negara pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Di Sumatera bagian utara muncul karya-karya penting berbahasa Melayu, terutama karya-karya keagamaan. Hamzah Fansuri adalah yang pertama di antara penulis-penulis utama angkatan Pujangga Lama. Dari istana Kesultanan Aceh pada abad XVII muncul karya-karya klasik selanjutnya, yang paling terkemuka adalah karya-karya Syamsuddin Pasai dan Abdurrauf Singkil, serta Nuruddin arRaniri. Karya Sastra Pujangga Lama Sejarah

Sejarah Melayu (Malay Annals)

Hikayat

Hikayat Abdullah Hikayat Aceh Hikayat Amir Hamzah Hikayat Andaken Penurat Hikayat Bayan Budiman Hikayat Djahidin 8

Hikayat Hang Tuah Hikayat Iskandar Zulkarnain Hikayat Kadirun Hikayat Kalila dan Damina Hikayat Masydulhak Hikayat Pandawa Jaya Hikayat Pandja Tanderan Hikayat Putri Djohar Manikam Hikayat Sri Rama Hikayat Tjendera Hasan Tsahibul Hikayat

Syair

Syair Bidasari Syair Ken Tambuhan Syair Raja Mambang Jauhari Syair Raja Siak

Kitab agama

Syarab al-'Asyiqin (Minuman Para Pecinta) oleh Hamzah Fansuri Asrar al-'Arifin (Rahasia-rahasia para Gnostik) oleh Hamzah Fansuri Nur ad-Daqa'iq (Cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsuddin Pasai Bustan as-Salatin (Taman raja-raja) oleh Nuruddin ar-Raniri

Sastra Melayu Lama Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 - 1942, yang berkembang dilingkungan masyarakat Sumatera seperti "Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan daerah Sumatera lainnya", orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat.

Karya Sastra Melayu Lama


Robinson Crusoe (terjemahan) Lawan-lawan Merah Mengelilingi Bumi dalam 80 hari (terjemahan)

Graaf

de

Monte

Cristo

Nona Leonie Warna Sari Melayu oleh Kat S.J Cerita Si Conat oleh F.D.J. Pangemanan Cerita Rossina Nyai Isah oleh F. Wiggers Drama Raden Bei Surioretno Syair Java Bank Dirampok Lo Fen Kui oleh Gouw Peng Liang Cerita Oey See oleh Thio Tjin Boen Tambahsia Busono oleh R.M.Tirto Adhi Soerjo Nyai Permana Hikayat Siti Mariah oleh Hadji Moekti (indo)

(terjemahan)

Kapten Flamberger (terjemahan) Rocambole (terjemahan) Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo)

Bunga Rampai oleh A.F van Dewall

Kisah Bontekoe

Perjalanan

Nakhoda

Kisah

Pelayaran

ke

Pulau

Kalimantan

Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lainnya

Cerita Siti Aisyah oleh H.F.R Kommer (Indo)

dan masih ada sekitar 3000 judul karya sastra Melayu-Lama lainnya

Cerita Nyi Paina Cerita Nyai Sarikem Cerita Nyonya Kong Hong Nio

Angkatan Balai Pustaka Angkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.

10

Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura. Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai "Raja Angkatan Balai Pustaka" oleh sebab banyak karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah "novel Sumatera", dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya.[2] Pada masa ini, novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi karya yang cukup penting. Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu. Dalam perkembangannya, tema-teman inilah yang banyak diikuti oleh penulis-penulis lainnya pada masa itu. Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka: Angkatan Balai Pustaka Merari Siregar

Azab dan Sengsara (1920) Binasa kerna Gadis Priangan (1931) Cinta dan Hawa Nafsu

Marah Roesli

Siti Nurbaya (1922) La Hami (1924) Anak dan Kemenakan (1956)

Muhammad Yamin

Tanah Air (1922) Indonesia, Tumpah Darahku (1928) Kalau Dewi Tara Sudah Berkata 11

Ken Arok dan Ken Dedes (1934)

Nur Sutan Iskandar


Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan (1923) Cinta yang Membawa Maut (1926) Salah Pilih (1928) Karena Mentua (1932) Tuba Dibalas dengan Susu (1933) Hulubalang Raja (1934) Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)

Tulis Sutan Sati ulis Sutan Sati


Tak Disangka (1923) Sengsara Membawa Nikmat (1928) Tak Membalas Guna (1932) Memutuskan Pertalian (1932)

Djamaluddin Adinegoro

Darah Muda (1927) Asmara Jaya (1928)

Abas Soetan Pamoentjak

Pertemuan (1927)

Abdul Muis ul Muis


Salah Asuhan (1928) Pertemuan Djodoh (1933)

Aman Datuk Madjoindo 12

Menebus Dosa (1932) Si Cebol Rindukan Bulan (1934) Sampaikan Salamku Kepadanya (1935)

Pujangga Baru Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis. Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Karyanya Layar Terkembang, menjadi salah satu novel yang sering diulas oleh para kritikus sastra Indonesia. Selain Layar Terkembang, pada periode ini novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan Kalau Tak Untung menjadi karya penting sebelum perang. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu : 1. Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah 2. Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi. Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru

Sutan Takdir Alisjahbana


o o o o

Dian Tak Kunjung Padam (1932) Tebaran Mega - kumpulan sajak (1935) Layar Terkembang (1936) Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940)

Hamka
o o

Di Bawah Lindungan Ka'bah (1938) Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1939) 13

o o

Tuan Direktur (1950) Didalam Lembah Kehidoepan (1940)

Armijn Pane
o o o o o

Belenggu (1940) Jiwa Berjiwa Gamelan Djiwa - kumpulan sajak (1960) Djinak-djinak Merpati - sandiwara (1950) Kisah Antara Manusia - kumpulan cerpen (1953)

Sanusi Pane
o o o o o

Pancaran Cinta (1926) Puspa Mega (1927) Madah Kelana (1931) Sandhyakala Ning Majapahit (1933) Kertajaya (1932)

Tengku Amir Hamzah


o o o

Nyanyi Sunyi (1937) Begawat Gita (1933) Setanggi Timur (1939)

Roestam Effendi
o o

Bebasari: toneel dalam 3 pertundjukan Pertjikan Permenungan

Sariamin Ismail
o o

Kalau Tak Untung (1933) Pengaruh Keadaan (1937)

Anak Agung Pandji Tisna


o o o

Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935) Sukreni Gadis Bali (1936) I Swasta Setahun di Bedahulu (1938)

J.E.Tatengkeng 14

Rindoe Dendam (1934)

Fatimah Hasan Delais


o

Kehilangan Mestika (1935)

Said Daeng Muntu


o o

Pembalasan Karena Kerendahan Boedi (1941)

Karim Halim
o

Palawija (1944)

Angkatan 1945 Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan '45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik-idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan '45 memiliki konsep seni yang diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang". Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Selain Tiga Manguak Takdir, pada periode ini cerpen Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma dan Atheis dianggap sebagai karya pembaharuan prosa Indonesia. Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945

Chairil Anwar
o o

Kerikil Tajam (1949) Deru Campur Debu (1949)

Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar


o

Tiga Menguak Takdir (1950)

Idrus
o o

Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948) Aki (1949)

15

Perempuan dan Kebangsaan

Achdiat K. Mihardja
o

Atheis (1949)

Trisno Sumardjo
o

Katahati dan Perbuatan (1952)

Utuy Tatang Sontani


o o o

Suling (drama) (1948) Tambera (1949) Awal dan Mira - drama satu babak (1962)

Suman Hs.
o o o

Kasih Ta' Terlarai (1961) Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957) Pertjobaan Setia (1940)

Angkatan 1950 - 1960-an Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra. Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan di antara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia. Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 - 1960-an

Pramoedya Ananta Toer


o o

Kranji dan Bekasi Jatuh (1947) Bukan Pasar Malam (1951)

16

o o o o o o

Di Tepi Kali Bekasi (1951) Keluarga Gerilya (1951) Mereka yang Dilumpuhkan (1951) Perburuan (1950) Cerita dari Blora (1952) Gadis Pantai (1965)

Nh. Dini
o o

Dua Dunia (1950) Hati jang Damai (1960)

Sitor Situmorang
o o o o o

Dalam Sadjak (1950) Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954) Pertempuran dan Saldju di Paris (1956) Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953) Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955)

Mochtar Lubis
o o o o

Tak Ada Esok (1950) Jalan Tak Ada Ujung (1952) Tanah Gersang (1964) Si Djamal (1964)

Marius Ramis Dayoh


o o

Putra Budiman (1951) Pahlawan Minahasa (1957)

Ajip Rosidi
o o o o o

Tahun-tahun Kematian (1955) Ditengah Keluarga (1956) Sebuah Rumah Buat Hari Tua (1957) Cari Muatan (1959) Pertemuan Kembali (1961)

17

Ali Akbar Navis


o o o o

Robohnya Surau Kami - 8 cerita pendek pilihan (1955) Bianglala - kumpulan cerita pendek (1963) Hujan Panas (1964) Kemarau (1967)

Toto Sudarto Bachtiar


o o

Etsa sajak-sajak (1956) Suara - kumpulan sajak 1950-1955 (1958)

Ramadhan K.H
o

Priangan si Jelita (1956)

W.S. Rendra
o o o

Balada Orang-orang Tercinta (1957) Empat Kumpulan Sajak (1961) Ia Sudah Bertualang (1963)

Subagio Sastrowardojo
o

Simphoni (1957)

Nugroho Notosusanto
o o o

Hujan Kepagian (1958) Rasa Sajang (1961) Tiga Kota (1959)

Trisnojuwono
o o o

Angin Laut (1958) Dimedan Perang (1962) Laki-laki dan Mesiu (1951)

Toha Mochtar
o o o

Pulang (1958) Gugurnya Komandan Gerilya (1962) Daerah Tak Bertuan (1963)

18

Purnawan Tjondronagaro
o

Mendarat Kembali (1962)

Bokor Hutasuhut
o

Datang Malam (1963)

Angkatan 1966 - 1970-an Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis.[3] Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin. Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail, dan banyak lagi yang lainnya. Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966

Taufik Ismail
o o o o o o o

Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Tirani dan Benteng Buku Tamu Musim Perjuangan Sajak Ladang Jagung Kenalkan Saya Hewan Puisi-puisi Langit

Sutardji Calzoum Bachri


o

O 19

o o

Amuk Kapak

Abdul Hadi WM
o o o

Meditasi (1976) Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975) Tergantung Pada Angin (1977)

Sapardi Djoko Damono


o o

Dukamu Abadi (1969) Mata Pisau (1974)

Goenawan Mohamad
o o o o

Parikesit (1969) Interlude (1971) Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972) Seks, Sastra, dan Kita (1980)

Umar Kayam
o o o o o o o

Seribu Kunang-kunang di Manhattan Sri Sumarah dan Bawuk Lebaran di Karet Pada Suatu Saat di Bandar Sangging Kelir Tanpa Batas Para Priyayi Jalan Menikung

Danarto
o o o

Godlob Adam Makrifat Berhala

Nasjah Djamin
o o

Hilanglah si Anak Hilang (1963) Gairah untuk Hidup dan untuk Mati (1968)

Putu Wijaya 20

o o o o o o

Bila Malam Bertambah Malam (1971) Telegram (1973) Stasiun (1977) Pabrik Gres Bom

Djamil Suherman
o o

Perjalanan ke Akhirat (1962) Manifestasi (1963)

Titis Basino
o o o o o

Dia, Hotel, Surat Keputusan (1963) Lesbian (1976) Bukan Rumahku (1976) Pelabuhan Hati (1978) Pelabuhan Hati (1978)

Leon Agusta
o o o o

Monumen Safari (1966) Catatan Putih (1975) Di Bawah Bayangan Sang Kekasih (1978) Hukla (1979)

Iwan Simatupang
o o o o o o

Ziarah (1968) Kering (1972) Merahnya Merah (1968) Keong (1975) RT Nol/RW Nol Tegak Lurus Dengan Langit

M.A Salmoen
o

Masa Bergolak (1968)

Parakitri Tahi Simbolon 21

Ibu (1969)

Chairul Harun
o

Warisan (1979)

Kuntowijoyo
o

Khotbah di Atas Bukit (1976)

M. Balfas
o

Lingkaran-lingkaran Retak (1978)

Mahbub Djunaidi
o

Dari Hari ke Hari (1975)

Wildan Yatim
o

Pergolakan (1974)

Harijadi S. Hartowardojo
o

Perjanjian dengan Maut (1976)

Ismail Marahimin
o

Dan Perang Pun Usai (1979)

Wisran Hadi
o o

Empat Orang Melayu Jalan Lurus

Angkatan 1980 - 1990an Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum. Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet

22

Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie. Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur. Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya. Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat. Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmini. Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 - 1990an

Ahmadun Yosi Herfanda


o o o o o

Ladang Hijau (1980) Sajak Penari (1990) Sebelum Tertawa Dilarang (1997) Fragmen-fragmen Kekalahan (1997) Sembahyang Rumputan (1997)

Y.B Mangunwijaya
o

Burung-burung Manyar (1981) 23

Darman Moenir
o o

Bako (1983) Dendang (1988)

Budi Darma
o o o o

Olenka (1983) Rafilus (1988)

983) Rafilus (1988)

Sindhunata
o

Anak Bajang Menggiring Angin (1984)

Arswendo Atmowiloto
o

Canting (1986)

Hilman Hariwijaya
o o o o

Lupus - 28 novel (1986-2007) Lupus Kecil - 13 novel (1989-2003) Olga Sepatu Roda (1992) Lupus ABG - 11 novel (1995-2005)

Dorothea Rosa Herliany Dorothea Rosa Herliany


o o o o o

Nyanyian Gaduh (1987) Matahari yang Mengalir (1990) Kepompong Sunyi (1993) Nikah Ilalang (1995) Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999)

Gustaf Rizal
o o

Segi Empat Patah Sisi (1990) Segi Tiga Lepas Kaki (1991) 24

o o

Ben (1992) Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999)

Remy Sylado
o o

Ca Bau Kan (1999) Kerudung Merah Kirmizi (2002)

Afrizal Malna Afrizal Malna


o o o o o o o

Tonggak Puisi Indonesia Modern 4 (1987) Yang Berdiam Dalam Mikropon (1990) Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (1991) Dinamika Budaya dan Politik (1991) Arsitektur Hujan (1995) Pistol Perdamaian (1996) Kalung dari Teman (1998)

Angkatan Reformasi Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang "Sastrawan Angkatan Reformasi". Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karyakarya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar reformasi. Di rubrik sastra harian Republika misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik. Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra -- puisi, cerpen, dan novel -- pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam

25

Noer, dan Hartono Benny Hidayat dengan media online: duniasastra(dot)com -nya, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka. Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi

Widji Thukul
o o

Puisi Pelo Darman

Angkatan 2000-an Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya "Sastrawan Angkatan 2000". Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami dan Dorothea Rosa Herliany. Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000

Ayu Utami
o o

Saman (1998) Larung (2001)

Seno Gumira Ajidarma


o o o

Atas Nama Malam Sepotong Senja untuk Pacarku Biola Tak Berdawai

Dewi Lestari
o o o

Supernova 1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001) Supernova 2.1: Akar (2002) Supernova 2.2: Petir (2004)

26

Raudal Tanjung Banua


o o o o

Pulau Cinta di Peta Buta (2003)

Ziarah bagi yang Hidup (2004) Parang Tak Berulu (2005) Gugusan Mata Ibu (2005)

Habiburrahman El Shirazy
o o o o o o o

Ayat-Ayat Cinta (2004) Diatas Sajadah Cinta (2004) Ketika Cinta Berbuah Surga (2005) Pudarnya Pesona Cleopatra (2005) Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007) Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007) Dalam Mihrab Cinta (2007)

Andrea Hirata
o o o o o

Laskar Pelangi (2005) Sang Pemimpi (2006) Edensor (2007) Maryamah Karpov (2008) Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas (2010)

Ahmad Fuadi
o o

Negeri 5 Menara (2009) Ranah 3 Warna (2011)

Tosa
o o

Lukisan Jiwa (puisi) (2009) Melan Conis (2009)

27

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Sumber data Dalam penelitian karya tulis ini,digunakan metode penulisan dengan cara peninjauan dan cara tinjauan kepustakaan menurut bukutinjauan kepustakaan disebut juga study kepustakaan yaitu mencari data dari kepustakaan misalnya dari data buku jurnal masalah dan lain-lain. Semakin banyak sumber bacaan semakin banyak pula pengetahuan yang diteliti namun tidak semua buku bacaan dan laporan dapat diolah. 3.2 Cara memperoleh data a. Mepelajari hasil yang diperoleh dari setiap sumber yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. b. Mempelajari metode penelitian yang dilakukan termasuk metode penelitian pengambilan sampel pengumpulan data sumber data dan satuan data c. Mengumpulkan data dari sumber lain yang berhubungan dengan bidang penelitian. d. Mempelajari analisis deduktif dari problem yang tertera(analisis berpikir secara kronologis) 3.3 Instrumen penelitian Instrumen penelitian ini adalah penelitian sendiri karena subjek penelitiannya berupa pustaka yang memerlukan pemahaman dan penafsiran penelitian,penulis mencatat hal-hal yang berhubungan dengan pesan social budaya dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas yang digunakan sebagai instruktur penelitian seluruh data dikumpulkan dalam catatan khusus. 3.4 Analisis data ` Data yang dikumpulkan dalam catatan khusus selanjutnya dianalisis,proses analisis

dilakukan dengan cermat dan dideskripsikan dengan lengkap sehingga menghasilkan analisis yang representative teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini analisis isi.

28

BAB IV PEMBAHASAN

Hakikat Sastra 1. Pengertian Sastra Karya sastra adalah karangan imajinatif yang mengungkapkan pengalaman hidup dan batin manusia. 2. Sifat Karya Sastra 1. Karya sastra bersifat khayal(fictionality). 2. Karya sastra memiliki nilai-nilai seni(Aestic Values) yang meliputi keutuhan(unity),

kesatuan dan keragaman(Unityin Variety), keseimbangan(Balance), keselarasan(Harmoni) dan Tekanan/focus yang tepat(Right emphasis). 3. Penggunaan bahasa yang khas sebagai media sastra(special us of language). 3. Manfaat Karya Sastra 1. Memberikan kesadaran kepada pembaca mengenai keberan-kebenaran hidup. 2. Memberikn kepuasan dan kegembiraan kepada pembaca. 3. Memberikan peluang kerja untuk penulis. 4. Sastra sebagai Karya Sastra Memiliki Nilai Estetik Universal a. Imajinasi(Imajination) Imajinasi merupakan unsure yang menjadikan karya sastra itu sebagai karya fiksi. b. Penciptaan(creation) Penciptaan selalu diakaitkan dengan proses kreatif.

Puisi sebagai Salah Satu Karya Sastra Pusi merupakan salah satu karya sastra karena puisi mempunyai unsur yang hampir sama dengan karya sastra. 2. Unsur Pembangun Puisi a. Diksi(Pemilihan kata) Diksi adalah pemilihan kata dalam puisi. Kata memiliki peranan penting dalam pembuatan puisi tanpa kata. Kata-kata yang digunakan dalam puisi merupakan hasil pemilihan yang sangat cermat. Kata-kata tersebut merupakan hasil pertimbangan, baik makna, susunan bunyinya maupun hubungan kata itu dengan katakata lain dalam baris dan baitnya. Kedudukan kata-kata dalam puisi sangat penting. Kata-kata ini harus bersifat konotatif sehingga maknanya dapat lebih dari satu. Katakata yang dipilih, hendaknya, bersifat puitis,

29

yang mempunyai efek keindahan. Bunyinya pun harus indah dan memiliki keharmonisan dengan kata-kata lainnya. b. Pengimajian Pengimajian dapat didefinisikan sebagai kata atau susunan kata yang dapat menimbulkan khayalan atau imajinasi. Dengan daya imajinasi tersebut, pembaca seolah-olah merasakan, mendengar, atau melihat sesuatu yang diungkapkan penyair. Perhatikan cuplikan puisi berikut. Kehilangan Mestika Sepoi berhembus angin menyejuk diri Kelana termenung merenung air lincah bermain ditimpa sinar Hanya sebuah bintang kelap kemilau tercampak di langit tidak berteman Hatiku-hatiku belum juga sejuk dibuai bayu girang beriak mencontoh air Atau laksana bintang biarpun sunyi tetap bersinar berbinar-binar petunjuk nelayan di samudera lautan (Aoh Kartahadimadja)

Seputar Sastra Kegiatan membaca dan mengapresiasi karya sastra dapat memberikan manfaat sebagai berikut. (1) Memberikan informasi yang berhubungan dengan pemerolehan nilai-nilai kehidupan. (2) Memperkaya pandangan atau wawasan kehidupan sebagai salah satu unsur yang berhubungan dengan pemberian arti maupun peningkatan nilai kehidupan manusia itu sendiri. 30

Sumber: Pengantar Apresiasi Karya Sastra Dalam pelajaran ini, Anda akan belajar menjelaskan makna idiomatik dan mengungkapkan unsur intrinsik dalam puisi. Tujuan pelajaran ini adalah agar Anda dapat menemukan diksi, majas, tema, amanat, nada, dan suasana dalam puisi tersebut. Kemudian, Anda dapat menyimpulkan pesan yang tersirat dalam puisi tersebut. Peristiwa 29 Penyair dalam puisi ini menggambarkan gerak alam seperti embusan angin, permainan air, bintang bersinar. Dengan penggambaran yang cukup jelas itu, pembaca seakan-akan ikut menyaksikan girang dan kemilaunya suasana alam, serta merasakan keadaan hati kelana yang tengah bersedih. c. Kata Konkret Untuk membangkitkan imajinasi pembaca, kata-kata harus dikonkretkan atau diperjelas. Jika penyair mahir mengonkretkan katakata, pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan apa yang dilukiskan penyair dan dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan penyair. Perhatikan contoh cuplikan puisi yang berjudul "Gadis Peminta-minta" di bawah ini. Gadis Peminta-minta Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka Tengadah padaku, pada bulan merah jambu Tapi kataku jadi hilang, tanpa jiwa Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil Pulang ke bawah jembatan yang melulur solok Hidup dari, kehidupan angan-angan yang gemerlapan Gembira ria kemanjaan riang Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral Melintas-Iintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal Jiwa begitu murni, terlalu murni Untuk bisa membagi dukaku(Toto Sudarto Bachtiar) Untuk melukiskan bahwa gadis dalam puisi ini benar-benar seorang pengemis gembel, penyair menggunakan kalimat gadis kecil berkaleng kecil. Penggambaran ini lebih konkret daripada hanya menggunakan kalimat gadis peminta-mintaatau gadis miskin. Untuk

melukiskan tempat tidur pengap di bawah jembatan yang hanya dapat digunakan untuk menelentangkan tubuh, penyair menulis pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok. Untuk mengkonkretkan dunia pengemis yang penuh kemayaan, penyair menulis hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan, gembira ria kemanjaan serta riang. Untuk 31

mengonkretkan gambaran tentang martabat gadis itu yang sama tingginya dengan martabat manusia lainnya, penyair menulis duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral . d. Bahasa Figuratif (Majas) Majas (figurative language) adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara membandingkannya dengan benda atau kata lain. Majas mengiaskan atau mempersamakan sesuatu dengan hal yang lain. Maksudnya, agar gambaran benda yang dibandingkan itu lebih jelas. Misalnya, untuk menggambarkan keadaan ombak, penyair menggunakan majas personifikasi berikut. Risik risau ombak memecah di pantai landai buih berderai Dalam cuplikan puisi tersebut, ombak digambarkan seolah-olah manusia yang dapat risik dan memiliki rasa risau. Majas seperti ini menjadikan puisi lebih indah. Perhatikan, misalnya, untaian kata-kata di pantai landai/buih berderai. Kata-kata itu tampak indah (puitis) dengan digunakannya persamaan bunyi /a/ dan /i/. Sumber: PDS H.B Jassin Kedalaman rasa ketuhanan tampak dalam pemilihan kata, ungkapan, lambang, dan kiasankiasan yang digunakan penyair. Unsur-unsur tersebut menunjukkan betapa erat hubungan antara penyair dan Tuhan. Puisi itu juga menunjukkan keinginan penyair agar Tuhan mengisi seluruh kalbunya. Tentang besarnya cinta, kerinduan, dan kepasrahan penyair akan Tuhannya, dapat kita rasakan secara nyata dalam sajak ini. e. Rima dan Ritma Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Rima menjadikan puisi lebih indah. Di samping itu, rima pun menjadikan makna lebih kuat. Contoh rima adalah: Dan angin mendesah/mengeluh mendesah. Di samping rima, dikenal pula istilah ritma, yang artinya pengulangan kata, frase, atau kalimat dalam bait-bait puisi. f. Tata Wajah (Tipografi) Tata wajah (tipografi) merupakan pembeda penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-Iarik puisi tidak berbentuk paragraf, namun berbentuk bait. Dalam puisi-puisi kontemporer, seperti karya-karya Sutardji Calzoum Bachri, tipografi dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting sehingga menggeser kedudukan makna kata-kata. 3. Macam-macam Puisi a. Puisi naratif

32

Puisi Naratif adalah puisi yang mengunkapkan cerita atau penjelasan penyair.Contoh puisi naratif: puisi epik,romansa, balada dan syair(berisi cerita). b. Puisi Deskriptif Puisi Deskriptif adalah puisi dimana penyair sebagai pemberi kesan terhadap suatu keadaan/peristiwa, benda, suasana yang dianggap menarikperhatian penyair. Contoh puisi kritik social, satire, impresionik. c. Puisi Inspiratif Puisi inspiratif adalah puisi yang diciptakan dengan dasar inspirasi dan penyair. kondisi mood

\ 33

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan. Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Membaca puisi bukan sekedar menyampaikan arus pemikiran penyair, tapi kita juga harus menghadirkan jiwa sang penyair. Kita harus menyelami dan memahami proses kreatif sang penyair, bagaimana ia dapat melahirkan karya puisi. Teknik Pembacaan Puisi.

Interpretasi (penafsiran/pemahaman makna puisi) Vocal Diksi Tempo Dinamika Modulasi Intonasi Jeda Pernafasan. Penampilan Gerak Komunikasi Ekspresi Konsentrasi

B. Saran Hendaknya pihak sekolah memberikan bimbingan (kurikulum) kepada siswa yang memiliki potensial di bidang fisika instrument. Hendaknya pihak sekolah mengadakan lomba karya tulis ilmih, agar para penuis puisi akan lebih kompetitif. 34

DAFTAR PUSTAKA

Riyanto,Slamet. 2005. Pengantar Teori Sastra. Malang:________. ____________. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang. W. M. Didin. 2008. Puisi: Definisi Unsur-Unsurnya.___: http://endonesa.wordpress.com/ Rahardi, F. 2006. Puisi yang Naratif, Prosa ynag Puistis.________: http://jokpin.blogspot.com/2007/06/puisi-yang-naratif-prosa-yang-puitis.html http://www.bangkabelitungprov.go.id/content/view/194/93/lang,en/

35

Anda mungkin juga menyukai