Anda di halaman 1dari 12

Makalah Pantun

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya, penyusunan makalah Pantun ini dapat
terselesaikan dengan cukup baik.
Dalam penyelesaian makalah Pantun ini, penulis banyak mengalami
kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang
menunjang. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari pihak lain, akhirnya
makalah Pantun ini dapat terselesaikan. Karena itu, sudah sepantasnya penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan
dan bimbingan kepada penulis setiap saat.
Penulis sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses
pembelajaran, penulisan makalah Pantun ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
positif, guna penulisan makalah Pantun yang lebih baik lagi. Harapan penulis,
semoga makalah Pantun yang sederhana ini dapat berguna bagi kita semua.

Indonesia, Februari 2022


Penyusun
DAFTAR ISI
 KATA PENGANTAR
 DAFTAR ISI
 BAB I PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang
 B. Rumusan Masalah
 BAB II PEMBAHASAN
 A. Pengertian Pantun
 B. Sejarah Pantun
 C. Ciri-ciri Pantun
 D. Peran dan Fungsi Pantun
 E. Struktur Pantun
 F. Jenis-jenis Pantun
 1. Pantun Biasa
 2. Pantun Kilat/Karmina
 3. Pantun Berkait
 4. Talibun
 5. Seloka
 BAB III PENUTUP
 A. Kesimpulan
 B. Saran
 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pantun merupakan sastra lisan yang dibukukan pertama kali oleh Haji
Ibrahim Datuk Kaya Muda Riau, seorang sastrawan yang hidup sezaman dengan
Raja Ali Haji. Antologi pantun yang pertama itu berjudul Perhimpunan Pantun-
pantun melayu. Genre pantun merupakan genre yang paling bertahan lama.
Mengungkapkan perasaan tidak hanya dapat diceritakan dan ditulis dalam
bentuk prosa. Ungkapan perasaan pun dapat dinyatakan dalam bentuk puisi,
seperti puisi lama yang disebut pantun. Selain pantun, masih ada bentuk puisi
lama lainnya, seperti pantun kilat (karmina), talibun, seloka, gurindam, dan syair.
Pantun sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak dahulu. Misalnya,
wawangsalan, paparikan, sisindiran, sesebred dalam masyarakat sunda; pantun
ludruk, dan gandrung dalam masyarakat jawa; serta ende-ende dalam masyarakat
Mandailing. Bahkan, di sebagian daerah Sumatra, masyarakat Minangkabau
menggunakan pantun sebagai pembuka acara di perayaan-perayaan. Selain dibaca,
pantun juga kerap dinyanyikan.
Pantun di Indonesia sangat banyak dan beraneka ragam, untuk itu dengan
mempelajari hakikat pantun akan menambah banyak wawasan mengenai budaya
asli yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pantun tidak hanya dianggap sebagai
warisan nenek moyang tetapi jika ditelusuri pantun memiliki banyak kegunaan di
antara yang paling penting sebagai saran komunikasi dan pelupapan ekspresi
seseorang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah
ini adalah:
1. Apakah pengertian pantun?
2. Bagaimanakah sejarah dari pantun?
3. Bagaimanakah ciri-ciri pantun?
4. Apa sajakah peran dan fungsi pantun?
5. Bagaimanakah struktur sebuah pantun?
6. Apa sajakah jenis-jenis pantun?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pantun
Dalam pengertian umum, pantun merupakan salah satu bentuk sastra rakyat
yang menyuarakan nilai-nilai dan kritik budaya masyarakat. Pantun adalah puisi
asli Indonesia (Waluyo, 1987: 9). Pantun juga terdapat dalam beberapa sastra
daerah di Indonesia seperti “parika” dalam sastra jawa atau “paparikan” dalam
sastra sunda. Orang yang pertama kali membentangkan pikiran dari hal pantun
Indonesia ini adalah H.C. Klinkert dalam tahun 1868. Karangannya bernama “De
pantuns of minnenzangen der Maleier”. Sesudah itu datang Prof. Pijnapple juga
beliau memaparkan pikirannya dari hal ini dalam tahun 1883. Pantun tepat untuk
suasana tertentu, seperti halnya juga karya seni lainnya hanya tepat untuk suasana
tertentu pula.
Menurut Surana (2001: 31), pantun ialah bentuk puisi lama yang terdiri atas
4 larik sebait berima silang (a-b-a-b). Larik I dan II disebut sampiran, yaitu bagian
objektif. Biasanya berupa lukisan alam atau apa saja yang dapat diambil sebagai
kiasan. Larik III dan IV dinamakan isi, bagian subjektif. Sama halnya dengan
karmina, setiap larik terdiri atas 4 perkataan. Jumlah suku kata setiap larik antara
8-12. Namun, dalam buku Bahan Ajar Sastra Rakyat (2005: 70) mengatakan
bahwa:
Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal
dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa
Minangkabau yang berarti “petuntun”. Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal
sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan, dan dalam
bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas
empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku
kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-
b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga
pantun yang tertulis.
Pantun adalah genre kesusastraan tradisional Melayu yang berkembang di
seluruh dunia khususnya di Nusantara sejak ratusan tahun lampau. Pantun adalah
simbol artistik masyarakat Nusantara dan ia adalah lambang kebijaksanaan
berpikir. Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian yaitu sampiran dan isi.
Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan
budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan
dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan
rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun
tersebut. Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian
memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun “versi pendek”
(hanya dua baris), sedangkan talibun adalah “versi panjang” (enam baris atau
lebih).
B. Sejarah Pantun
Pada mulanya pantun merupakan senandung atau puisi rakyat yang
dinyanyikan (Fang, 1993: 195). Pantun pertama kali muncul dalam Sejarah
Melayu dan hikayat-hikayat popular yang sezaman dan disisipkan dalam syair-
syair seperti Syair Ken Tambuhan. Pantun dianggap sebagai bentuk karma dari
kata Jawa Parik yang berarti pari, artinya paribahasa atau peribahasa dalam bahasa
Melayu. Arti ini juga berdekatan dengan umpama atau seloka yang berasal dari
India. Dr. R. Brandstetter mengatakan bahwa kata pantun berasal dari akar
kata tun, yang terdapat dalam berbagai bahasa Nusantara, misalnya dalam bahasa
Pampanga, tuntun yang berarti teratur, dalam bahasa Tagalog ada tonton yang
berarti bercakap menurut aturan tertentu; dalam bahasa Jawa kuno, tuntun yang
berarti benang atau atuntun yang berarti teratur dan matuntun yang berarti
memimpin; dalam bahasa Toba pula ada kata pantun yang berarti kesopanan,
kehormatan.
Van Ophuysen dalam Hamidy (1983: 69) menduga pantun itu berasal dari
bahasa daun-daun, setelah dia melihat ende-ende Mandailing dengan
mempergunakan daun-daun untuk menulis surat-menyurat dalam percintaan.
Menurut kebiasaan orang Melayu di Sibolga dijumpainya kebiasaan seorang
suami memberikan ikan belanak kepada istrinya, dengan harapan agar istrinya itu
beranak. Sedangkan R.J. Wilkinson dan R.O. Winsted dalam Hamidy (1983: 69)
menyatakan keberatan mengenai asal mula pantun seperti dugaan Ophuysen itu.
Dalam bukunya “Malay Literature” pertama terbit tahun 1907, Wilkinson malah
balik bertanya, ‘tidakkah hal itu harus dianggap sebaliknya?’. Jadi bukan pantun
yang berasal dari bahasa daun-daun, tetapi bahasa daun-daunlah yang berasal dari
pantun.
C. Ciri-ciri Pantun
1. Pantun terdiri dari sejumlah baris yang selalu genap yang merupakan satu
kesatuan yang disebut bait/kuplet.
2. Setiap baris terdiri dari empat kata yang dibentuk dari 8-12 suku kata
(umumnya 10 suku kata).
3. Separuh bait pertama merupakan sampiran (persiapan memasuki isi pantun),
kemudian separuh bait berikutnya merupakan isi (pesan yang mau
disampaikan).
4. Setiap bait terdiri dari 4 baris.
5. Bait pertama dan kedua adalah sampiran.
6. Baris ketiga adalah isi.
7. Bersajak a-b-a-b.
D. Peran dan Fungsi Pantun
Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi
kata kemampuan menjaga alur berpikir. Pantun terdiri dari sejumlah baris yang
selalu genap, yang merupakan satu kesatuan yang disebut bait/kuplet. Pantun turut
berfungsi sebagai media untuk menyampaikan hasrat yang seni atau rahasia yang
tersembunyi melalui penyampaian yang berkias. Orang melayu mencipta pantun
untuk melahirkan perasaan mereka secara berkesan tetapi ringkas, kemas, tepat,
dan menggunakan bahasa yang indah-indah.
Pada zaman dahulu kala masyarakat melayu belum lagi pandai menulis dan
membaca. Hal ini demikian karena, masyarakat melayu pada waktu itu belum lagi
bertamadun. Keadaan ini telah membuktikan bahwa orang melayu sebelum tahu
menulis dan membaca telah pandai mencipta dan berbalas-balas pantun antara
satu sama lain. Pantun sering digunakan dalam upacara peminangan dan
perkawinan atau sebagai pembuka atau penutup bicara dalam majelis-majelis
resmi. Pantun sering dijadikan sebagai alat komunikasi.
E. Struktur Pantun
Adapun struktur pantun pada umumnya ialah terdiri dari dua baris sampiran
dan dua baris isi. Sampiran merupakan sandaran dan isi merupakan saran misi
atau pesan. Menurut Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama
menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah pendengaran memahami isi
pantun. Ini dapat dipahami karna pantun merupakan sastra lisan.
F. Jenis-jenis Pantun
1. Pantun Biasa
Pantun biasa, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris tiap bait.
Contoh:
Kalau ada jarum patah
Jangan masukkan ke dalam peti
Kalau ada kata yang salah
Jangan masukkan ke dalam hati
2. Pantun Kilat/Karmina
Pantun kilat/karmina, yaitu pantun yang hanya tersusun atas dua baris.
Contoh:
Dahulu parang, sekarang besi
Dahulu sayang, sekarang benci
3. Pantun Berkait
Pantun berkait, yaitu pantun yang tersusun secara berangkai, saling mengait
antara bait pertama dan bait berikutnya.
Contoh:
Lurus jalan ke Payakumbuh
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati yang tak rusuh
Ibu mati bapak berjalan
4. Talibun
Talibun, yaitu pantun yang terdiri lebih dari empat baris tetapi selalu genap
jumlahnya, separuh merupakan sampiran, dan separuh lainnya merupakan isi.
Contoh:
Kalau anak pergi berjalan
Ibu sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
5. Seloka
Seloka, yaitu pantun yang terdiri dali empat baris sebait tetapi
persajakannya datar (a-a-a-a).
Contoh:
Lurus jalan ke Payakumbuh
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati yang tak rusuh
Ibu mati bapak berjalan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pantun adalah Puisi Indonesia, tiap bait (kuplet) biasa terdiri atas empat
baris yang bersajak (a-b-a-b) tiap larik biasanya berjumlah empat kata; baris
pertama dan baris kedua biasanya tumpuan (sampiran) saja dan baris ketiga dan
keempat merupakan isi; setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata; merupakan
peribahasa sindiran; jawab (pada tuduhan dan sebagainya).
Ciri-ciri pantun dapat dinyatakan yaitu pantun tersusun atas empat baris
dalam tiap baitnya. Baris pertama dan baris kedua berupa sampiran. Baris ketiga
dan keempat merupakan isi/ maksud yang hendak disampaikan. Jumlah suku kata
dalam tiap baitnya rata-rata berkisar delapan sampai dua belas. Jenis pantun dapat
dibedakan berdasarkan tingkatan umur pemakainya, berdasarkan isinya, dan
berdasarkan bentuknya atau susunannya.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah hendaknya ilmu tentang kesusastraan
selalu digali dan dipelajari serta diterapkan, khususnya tentang pantun oleh para
sastrawan, ilmuan, dan lebih spesifik lagi oleh mahasiswa bahasa dan sastra
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Djoko, Damono. (2004). Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Gawa,John. 2007. Kebijakan dalam 1001 Pantun. Jakarta: Buku Kompas.
Mafrukhi, dkk. (2006). Kompetensi Berbahasa Indonesia Jilid 3. Jakarta:
Erlangga.
Rosidi, Ajip. (1983). Kapankah Kesusteran Indonesia Lahir?. Jakarta: Gunung
Agung.
Widjoko dan Endang Hidayat. (2007). Teori dan Sejarah Sastra Indonesia.
Bandung: UPI Press.

Anda mungkin juga menyukai