BAHASA INDONESIA
“Pantun”
(Dosen pengampu: Muh.Anhari,S.Pd.M.Pd.)
Disusun oleh:
Sarmilah
(2261201073)
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Pantun” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan dari mkalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
dosen pada mata kuliah bahasa indonesia, selain itu makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang basis data babagi para pembaca dan juga penulis.
penulis
Page | i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
Page | ii
BAB I
PENDAHULUAN
Pantun merupakan sastra lisan yang dibukukan pertama kali oleh Haji Ibrahim Datuk
Kaya Muda Riau, seorang sastrawan yang hidup sezaman dengan Raja Ali Haji. Antologi
pantun yang pertama itu berjudul Perhimpunan Pantun-pantun melayu. Genre pantun
merupakan genre yang paling bertahan lama.
Mengungkapkan perasaan tidak hanya dapat diceritakan dan ditulis dalam bentuk
prosa. Ungkapan perasaan pun dapat dinyatakan dalam bentuk puisi, seperti puisi lama
yang disebut pantun. Selain pantun, masih ada bentuk puisi lama lainnya, seperti pantun
kilat (karmina), talibun, seloka, gurindam, dan syair.
1.3 Tujuan
Page | 1
1.4 Manfaat
Manfaat dari makalah ini adalah untuk meningkatkan wawasan serta menambah ilmu
pengetahuan bagi pembaca.
Page | 2
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam pengertian umum, pantun merupakan salah satu bentuk sastra rakyat yang
menyuarakan nilai-nilai dan kritik budaya masyarakat. Pantun adalah puisi asli Indonesia
(Waluyo,1987:9). Pantun juga terdapat dalam beberapa sastra daerah di Indonesia seperti
“parika” dalam sastra jawa atau “paparikan” dalam sastra sunda. Orang yang pertama kali
membentangkan pikiran dari hal pantun Indonesia ini adalah H.C. Klinkert dalam tahun
1868. Karangannya bernama “De pantuns of minnenzangen der Maleier”. Sesudah itu
datang Prof. Pijnapple; juga beliau memaparkan pikirannya dari hal ini dalam tahun 1883.
Pantun tepat untuk suasana tertentu, seperti halnya juga karya seni lainnya hanya tepat
untuk suasana tertentu pula.
Menurut Surana (2001:31), pantun ialah bentuk puisi lama yang terdiri atas 4 larik
sebait berima silang (a b a b). Larik I dan II disebut sampiran, yaitu bagian objektif.
Biasanya berupa lukisan alam atau apa saja yang dapat diambil sebagai kiasan. Larik III
dan IV dinamakan isi, bagian subjektif. Sama halnya dengan karmina, setiap larik terdiri
atas 4 perkataan. Jumlah suku kata setiap larik antara 8-12. Namun, dalam buku Bahan
Ajar Sastra Rakyat (2005:70) mengatakan bahwa:
Pantun adalah puisi melayu tradisional yang paling popular dan sering
dibincangkan. Pantun adalah ciptaan asli orang Melayu; bukan saduran atau penyesuaian
dari puisi-puisi jawa, India, cina dan sebagainya. kata pantun mengandung arti sebagai,
seperti, ibarat, umpama, atau laksana.
Pantun adalah Puisi Indonesia (Melayu), tiap bait (kuplet) biasa terdiri atas empat
baris yang bersajak (a-b-a-b) tiap larik biasanya berjumlah empat kata; baris pertama dan
baris kedua biasanya tumpuan (sampiran) saja dan baris ketiga dan keempat merupakan
isi; setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata; merupakan peribahasa sindiran; jawab (pada
tuduhan dan sebagainya)
Menurut penulis, pantun merupakan salah satu jenis puisi lama dalam kesusastraan
Melayu Nusantara yang paling popular. Pada umumnya setiap bait terdiri atas empat baris
(larik), tiap baris terdiri atas 8-12 suku kata, berirama a-b-a-b dengan variasi a-a-a-a.
Baris pertama dan kedua adalah sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat adalah isi.
Page | 3
2.2 Sejarah Pantun
Pada mulanya pantun merupakan senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan
(Fang, 1993: 195). Pantun pertama kali muncul dalam Sejarah Melayu dan hikayat-
hikayat popular yang sezaman dan disisipkan dalam syair-syair seperti Syair Ken
Tambuhan. Pantun dianggap sebagai bentuk karma dari kata Jawa Parik yang berarti pari,
artinya paribahasa atau peribahasa dalam bahasa Melayu. Arti ini juga berdekatan dengan
umpama atau seloka yang berasal dari India. Dr. R. Brandstetter mengatakan bahwa kata
pantun berasal dari akar kata tun, yang terdapat dalam berbagai bahasa Nusantara,
misalnya dalam bahasa Pampanga, tuntun yang berarti teratur, dalam bahasa Tagalog ada
tonton yang berarti bercakap menurut aturan tertentu; dalam bahasa Jawa kuno, tuntun
yang berarti benang atau atuntun yang berarti teratur dan matuntun yang berarti
memimpin; dalam bahasa Toba pula ada kata pantun yang berarti kesopanan, kehormatan.
Van Ophuysen dalam Hamidy (1983: 69) menduga pantun itu berasal dari bahasa
daun-daun, setelah dia melihat ende-ende Mandailing dengan mempergunakan daun-daun
untuk menulis surat-menyurat dalam percintaan. Menurut kebiasaan orang Melayu di
Sibolga dijumpainya kebiasaan seorang suami memberikan ikan belanak kepada istrinya,
dengan harapan agar istrinya itu beranak. Sedangkan R. J. Wilkinson dan R. O. Winsted
dalam Hamidy (1983:69) menyatakan keberatan mengenai asal mula pantun seperti
dugaan Ophuysen itu. Dalam bukunya “Malay Literature” pertama terbit tahun 1907,
Wilkinson malah balik bertanya, „tidakkah hal itu harus dianggap sebaliknya?‟. Jadi
bukan pantun yang berasal dari bahasa daun-daun, tetapi bahasa daun-daunlah yang
berasal dari pantun.
3. Dua baris pertama disebut sampiran dan dua baris berikutnya berisi maksud si
pemantun. Bagian ini disebut isi pantun.
4. Pantun mementingkan rima akhir dan rumus rima itu disebut dengan abjad /ab-ab/.
Maksudnya, bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan baris
kedua sama dengan baris keempat.
Lain halnya menurut Harun Mat Piah (1989: 123-124) dalam Bahan Ajar Sastra Rakyat
(Elmustian, tanpa tahun:70-71), membagikan ciri-ciri pantun menjadi dua aspek, yaitu
aspek luaran dan dalaman. Aspek luaran adalah dari segi struktur dan ciri-ciri visual yaitu:
Page | 4
1. Terdiri dari rangkap-rangkap yang berasingan. Setiap rangkap terjadi dari baris-baris
yang sejajar dan berpasangan seperti 2,4,6,8 dan seterusnya. Rangkap yang paling
umum adalah empat baris.
2. Setiap baris mengandung empat kata dasar, dengan jumlah suku kata antara 8 hingga
10.
3. Adanya klimaks yaitu perpanjangan atau kelebihan jumlah unit suku kata atau
perkataan pada kuplet maksud.
4. Setiap stanza terbagi kepada dua unit yaitu pembayang dan maksud.
5. Mempunyai skema rima ujung yang tetap: a-b – a-b, dengan sedikit variasi a-a-a-a.
6. Setiap stanza pantun adalah satu keseluruhan mengandung sifat fikiran yang bulat dan
lengkap.
6. Baris ketiga dan keempat merupakan isi/ maksud yang hendak disampaikan.
7. Jumlah suku kata dalam tiap baitnya rata-rata berkisar delapan sampai dua belas.
b. Tiap baris terdiri dari empat atau lima kata atau terdiri dari delapan atau sepuluh suku
kata
Page | 5
e. Dua baris pertama tanpa isi disebut sampiran, dua baris terakhir merupakan isi dari
pantun itu.
menurut isinya:
c. Pantun orang tua, biasanya berisi nasihat atau petuah. Itulah sebabnya, pantun ini
disebut juga pantun nasihat.
e. Pantun teka-teki
a. pantun berkait, yaitu pantun yang selalu berkaitan antara bait satu dengan bait kedua,
bait kedua dengan bait ketiga dan seterusnya. Adapun susunan kaitannya adalah baris
kedua bait pertama menjadi baris pertama pada bait kedua, baris keempat bait pertama
dijadikan baris ketiga pada bait kedua dan seterusnya.
b. Pantun kilat, sering disebut juga karmina, ialah pantun yang terdiri atas dua baris,
baris pertama merupakan sampiran sedang baris kedua merupakan isi. Sebenarnya
asal mula pantun ini juga terdiri atas empat baris, tetapi karena barisnya pendek-
pendek maka seolah-olah kedua baris pertama diucapkan sebagai sebuah kalimat,
demikian pula kedua baris yang terakhir.
Contoh pantun
Page | 6
2. Pantun teka-teki
3. Pantun jenaka
4. Pantun berdukacita
5. Pantun perkenalan
6. Pantun perceraian
Page | 7
Pandan di rimba diladungkan
Page | 8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pantun adalah Puisi Indonesia, tiap bait (kuplet) biasa terdiri atas empat baris yang
bersajak (a-b-a-b) tiap larik biasanya berjumlah empat kata; baris pertama dan baris kedua
biasanya tumpuan (sampiran) saja dan baris ketiga dan keempat merupakan isi; setiap
baris terdiri dari 8-12 suku kata; merupakan peribahasa sindiran; jawab (pada tuduhan dan
sebagainya)
Ciri-ciri pantun dapat dinyatakan yaitu pantun tersusun atas empat baris dalam tiap
baitnya.Baris pertama dan baris kedua berupa sampiran.Baris ketiga dan keempat
merupakan isi/ maksud yang hendak disampaikan.Jumlah suku kata dalam tiap baitnya
rata-rata berkisar delapan sampai dua belas.
3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah hendaknya ilmu tentang kesusastraan selalu digali
dan dipelajari serta diterapkan, khususnya tentang pantun oleh para sastrawan, ilmuan,
dan lebih spesifik lagi oleh mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia.
Page | 9
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rani, Supratman. 2006. Intisari Sastra Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.
Effendy, M. Ruslan. 1983. Selayang Pandang Kesusastraan Indonesia. Surabaya: PT. Bina
Ilmu.
Rahman, Elmustian dan Abdul Jalil. Tanpa tahun. Bahan Ajar Mata Kuliah Sastra Rakyat.
Pekanbaru: Labor Bahasa, Sastra, dan Jurnalistik Universitas Riau.
Rahman, Elmustian dan Abdul Jalil. 2005. Bahan Ajar Teori Sastra. Pekanbaru: Labor
Bahasa, dan Jurnalistik Universitas Riau.
Surana. 2001. Pengantar Sastra Indonesia. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Suroto. 1989. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Page | 10