Anda di halaman 1dari 19

SASTRA LAMA

PANTUN SELAYANG PANDANG

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1

Yuli Elsah Manalu 06021381823048


Triska Permata Anggun 06021381823057

Dosen Pengampu:
Dr. H. Suhardi Mukmin, M.Hum.
Drs. Nandang Heryana, M.Pd.

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
KAMPUS PALEMBANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah membantu dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan makalah yang akan penulis buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Palembang, Agustus 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
1.3 Tujuan .............................................................................................................. 2

BAB II PANTUN
2.1 Pengertian Pantun
2.2 Sejarah Perkembangan Pantun.......................................................................... 3
2.3 Ciri dan Syarat Pantun ...................................................................................... 5
2.4 Jenis-jenis dan Contoh Pantun .................................................................... 6
2.5 Cara Menulis Pantun yang Baik dan Benar ……………………………….. 8

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


3.1 KESIMPULAN .............................................................................................. 14
3.2 SARAN ............................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagaimana telah kita ketahui pantun termasuk karya sastra puisi lama. Pantun
sering kita dengar di mana saja dalam percakapan, acara-acara penting, kegiatan
sehari-sehari, bahkan sering kita di radio ada acara yang mengkhususkan untuk
berpantun. Pantun kerap kali kita ketahui hanya sastra lisan semata, tetapi perlu
diketahui bahwa pantun kini terdapat pantun tertulis, pantun yang ditulis,
dikumpulkan, dan dipublikasikan secara luas, tetapi pantun juga harus dibacakan
secara lisan agar terlihat nilai estetika yang terkandung di dalamnya.
Pantun merupakan sastra lisan yang dibukukan pertama kali oleh Haji Ibrahim
Datuk Kaya Muda Riau, seorang sastrawan yang hidup sezaman dengan Raja Ali Haji.
Antologi pantun yang pertama itu berjudul Perhimpunan Pantun-Pantun Melayu.
Genre pantun merupakan genre yang paling bertahan lama.
Mengungkapkan perasaan tidak hanya dapat diceritakan dan ditulis dalam
bentuk prosa. Ungkapan perasaan pun dapat dinyatakan dalam bentuk puisi, seperti
puisi lama yang disebut pantun. Selain pantun, masih ada bentuk puisi lama lainnya,
seperti pantun kilat (karmina), talibun, seloka, gurindam, dan syair.
Pantun sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak dahulu. Misalnya,
wawangsalan, paparikan, sisindiran, sesebred dalam masyarakat Sunda, pantun
ludruk, dan gandrung dalam masyarakat Jawa, serta ende-ende dalam masyarakat
Mandailing. Bahkan, di sebagian daerah Sumatra, masyarakat Minangkabau
menggunakan pantun sebagai pembuka acara di perayaan-perayaan. Selain dibaca,
pantun juga kerap dinyanyikan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut.
1) Apakah pengertian pantun?
2) Bagaimana sejarah perkembangan pantun?
3) Apa saja ciri dan syarat pantun?
4) Apa saja jenis-jenis dan contoh pantun?
5) Bagaimana cara menulis pantun yang baik dan benar?

1.3 Tujuan
Tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1) untuk mengetahui pengertian pantun;
2) untuk bagaimana sejarah perkembangan pantun;
3) untuk mengetahui apa saja ciri dan syarat pantun;
4) untuk mengetahui apa saja jenis-jenis dan contoh pantun;
5) untuk mengetahui bagaimana cara menulis pantun yang baik dan benar.
BAB II
PANTUN SELAYANG PANDANG

2.1 Pengertian Pantun


Pantun merupakan puisi klasik asli Indonesia yang banyak diteliti oleh pakar
sastra, baik dari Indonesia maupun luar negeri (Waluyo, 1987:9). Para peneliti pantun
antara lain Purbatjaraka, Intojo, Amir Hamzah, Hussin Djajadiningrat, Pijjnappel, R.O.
Wisted, Van Ophuysen, dan H.C. Klinkert. Pantun juga terdapat dalam beberapa sastra
daerah di Indonesia seperti “parika” dalam sastra Jawa atau “paparikan” dalam sastra
sunda. Orang yang pertama kali membentangkan pikiran dari hal pantun Indonesia ini
adalah H.C. Klinkert dalam tahun 1868. Karangannya bernama “De pantuns of
minnenzangen der Maleier”. Sesudah itu datang Prof. Pijnapple, beliau memaparkan
pikirannya dari hal ini dalam tahun 1883. Pantun tepat untuk suasana tertentu, seperti
halnya juga karya seni lainnya hanya tepat untuk suasana tertentu pula.
Pantun adalah puisi melayu tradisional yang popular dan sering dibincangkan.
Pantun adalah ciptaan asli orang Melayu, bukan saduran atau penyesuaian dari puisi-
puisi Jawa, India, Cina dan sebagainya. kata pantun mengandung arti sebagai, seperti,
ibarat, umpama, atau laksana.
Kamus Istilah Sastra (2006:173) menjelaskan bahwa pantun adalah puisi
Indonesia (Melayu). Tiap bait (kuplet) biasa terdiri atas empat baris yang bersajak (a-b-
a-b), tiap larik biasanya berjumlah empat kata, baris pertama dan baris kedua biasanya
tumpuan (sampiran) saja dan baris ketiga dan keempat merupakan isi, setiap baris terdiri
dari 8-12 suku kata.
2.2 Sejarah Pantun
Pada mulanya pantun merupakan senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan
(Fang, 1993:195). Pantun pertama kali muncul dalam Sejarah Melayu dan hikayat-
hikayat populer yang disisipkan dalam syair-syair, seperti Syair Ken Tambuhan. Pantun
dianggap sebagai bentuk karma dari kata Jawa Parik yang berarti pari, artinya
peribahasa dalam bahasa Melayu. Arti ini juga berdekatan dengan umpama atau seloka
yang berasal dari India. Dr. R. Brandstetter mengatakan bahwa kata pantun berasal dari
akar kata tun, yang terdapat dalam berbagai bahasa Nusantara, misalnya dalam bahasa
Pampanga, tuntun yang berarti teratur, dalam bahasa Tagalog ada tonton yang berarti
bercakap menurut aturan tertentu, dalam bahasa Jawa kuno, tuntun yang berarti benang,
atuntun yang berarti teratur dan matuntun berarti memimpin, dalam bahasa Toba ada
kata pantun yang berarti kesopanan, kehormatan.

Van Ophuysen dalam Hamidy (1983:69) menduga pantun itu berasal dari bahasa
daun-daun, setelah dia melihat ende-ende Mandailing dengan mempergunakan daun-
daun untuk menulis surat-menyurat dalam percintaan. Menurut kebiasaan orang Melayu
di Sibolga dijumpainya kebiasaan seorang suami memberikan ikan payau kepada
istrinya, dengan harapan agar istrinya itu beranak. R.J. Wilkinson dan R.O. Winsted
dalam Hamidy (1983:69) menyatakan keberatan mengenai asal mula pantun seperti
dugaan Ophuysen.

Zaman dahulu pantun menduduki tempat yang penting dalam kehidupan


masyarakat, khususnya masyarakat Melayu. Pantun banyak digunakan dalam permainan
kanak-kanak, dalam percintaan, upacara peminangan dan pernikahan, nyanyian, dan
upacara adat. Secara umum setiap tahap kehidupan masyarakat Melayu dihiasi oleh
pantun.
2.3 Ciri dan Syarat-syarat Pantun
1) Ciri-Ciri Pantun
Secara umum, pantun memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan
jenis puisi lama. Berikut ciri-ciri pantun yang perlu kita ketahui.
(1) Pantun teridiri dari empat baris yang tiap barisnya terdiri dari 9-10 suku
kata.
(2) Dua baris pertama di sebut sampiran, biasanya berisi tentang Kiasan kiasan.
(3) Dua baris kedua, baris ketiga dan baris keempat berisikan tentang isi atau
maksud atau amanat yang ingin di sampaikan oleh pengarang.
(4) Pantun umumnya berciri sajak a-b-a-b di akhir kata.

2) Sebuah karya sastra dapat di katakan sebagai sebuah pantun apabila memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut.
(1) Satu bait pantun terdiri dari 4 baris.
Sebuah pantun dapat disusun dari beberapa bait. Misalnya, pantun berkait,
maka terdiri dari beberapa bait dalam satu karya pantun. Tetapi dalam satu bait,
tidak boleh terdapat lebih dari satu pantun.

(2) Baris pertama ( baris ke-1 & ke-2) adalah sampiran, baris ke dua (ke-3 & ke-
4) adalah isi.
Sampiran adalah baris yang terdiri dari rangkaian kata yang tidak memiliki
maksud, yang dibutuhkan dalam sampiran ‘sekadar’ bunyi yang pas. Isi adalah
maksud dan inti yang akan disampaikan dalam sebuah pantun.

(3) Satu baris pantun terdiri dari dari 8 – 12 suku kata.


Masing-masing kata dalam pantun tidak boleh keluar dari syarat ketentuan
jumlah suku kata. Satu baris minimal terdiri dari delapan suku kata, sedangkan
jumlah suku kata dalam satu baris pantun maksimal sebanyak 12 suku kata.
(4) Bersajak a-b-a-b.
Yang dimaksud sajak adalah rima akhir masing-masing huruf. Penjelasan
sajak a-b-a-b adalah huruf akhir baris pertama sama dengan huruf akhir huruf
ketiga, sedangkan huruf akhir baris kedua sama dengan huruf akhir baris keempat.
Huruf akhir baris pertama tidak boleh sama dengan huruf akhir baris kedua.

2.4 Jenis-Jenis Pantun


Jenis-jenis pantun berdasarkan bentuknya:
1) Pantun Biasa
Contoh:
Malam hari main kulintang
Ditemani sobat tersayang
Bagaimana hati tidak bimbang
Kepala botak minta dikepang

2) Pantun Seloka (Pantun Berkait)


Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja, karena
pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait.
Contoh:
Bait I
Taman melati di rumah-rumah (baris I)
Ubur-ubur sampingan dua (baris II)
Kalau mati kita bersama (III)
Satu kubur kita berdua (IV)
Bait II
Ubur-ubur sampingan dua (baris I)
Taman melati bersusun tangkai (baris II)
Satu kubur kita berdua (baris III)
Kalau boleh bersusun bangkai (baris IV)
3) Talibun
Talibun adalah pantun yang jumlah barisnya lebih dari 4 baris dan satu bait pantun
talibun harus genap tiap barisnya, misalnya 6,8, dan 10 baris. Talibun bersajak abc-abc.
Contoh:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli
Ikan panjang beli dahulu

Kalau anak pergi berjalan


Ibu cari sanak pun cari
Induk semang cari dahulu

4) Pantun kilat
Ciri-cirinya yaitu setiap bait terdiri dari dua baris, baris pertama merupakan
sampiran, baris kedua merupakan isi, bersajak a-a, dan setiap baris terdiri dari
8-12 suku kata.
Contoh:
Dahulu parang sekarang besi
Dahulu saying sekarang benci

Jenis-jenis pantun berdasarkan isinya:


1) Pantun Anak
Pantun anak adalah pantun yang isinya khusus atau menceritakan tentang dunia
anak-anak, sehingga pemilihan bahasa yang digunakan pun biasanya akan lebih mudah
dipahami.
Contoh:
Pergi ke sawah menanam padi
Sawah dibajak dengan sapi
Jadi anak yang baik hati
Tentu tahu balas budi
Burung camar di tepi pantai
Pantai yang indah banyak ombaknya
Jadilah kamu anak yang pandai
Sudah pasti banyak temannya

2) Pantun kasih sayang/cinta


Jenis pantun ini banyak digunakan untuk sarana perkenalan, mengungkapkan perasaan
serta pujian dan termasuk pantun muda mudi.
Contoh:
Jelatik burung di awan
Selasih di atas peti
Sudah cantik bersama padan
Kasih tersangkut di dalam hati
Anak lintah banyak bersua
Lintah melilit batang padi
Peluk cium kita berdua
Tandanya cinta dalam hati

3) Pantun adat istiadat


Pantun ini berisi ungkapan tradisi dari leluhur, sehingga harus dipelihara dan tak
boleh dilupakan. Fungsi pantun adat istiadat merupakan bentuk peraturan atau norma
dalam masyarakat.
Contoh:
Lebat daun bung di tanjung
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru dipelihara adat pusaka
Bukan lebah sembarang lebah
Lebah bersarang di buku buluh
Bukan sembah sembarang sembah
Sembarang bersarang jari sepuluh

4) Pantun agama
Pantun agama adalah pantun yang di dalamnya terdapat nilai-nilai atau prinsip
keagamaan. Biasanya tak hanya tentang pengetahuan agama, namun juga berisikan
perintah dan larangan menurut agama.
Contoh:
Kalau menegakkan benang basah
Aib malu orang sekampung
Kalau menegakkan agama yang salah
Hidup mengerang mati menanggung

Kalau sudah duduk berdamai


Jangan lagi diajak berperang
Kalau sunnah sudah dipakai
Jangan lagi dibuang-buang.

5) Pantun nasehat
Pantun nasehat merupakan pantun yang menjelaskan sendi kebaikan dana
bermasyarakat, kemudian disampaikan melalui peraturan estetika kata.
Contoh:
Kelapa gading buahnya banyak
Lebat berjulai di pangkal pelepah
Bila berunding sesama bijak
Kusut selesai, sengketa pun sudah
Apalah tanda kayu meranti
Kayunya rampak melambai angin
Apalah tanda melayu sejati
Ilmunya banyak, belajarpun rajin

6) Pantun teka-teki
Ini adalah pantun yang berisikan tebakan atau sebuah teka-teki. Dan untuk
melengkapi pantun teka-teki biasanya dibutuhkan jawaban.
Contoh:
Kalau tuan bawa keladi
Bawakan juga si pucuk rebung
Kalau tuan bijak bestari
Binatang apa tanduk di hidung

Tugak padi jangan bertangguh


Kunyit kebun siapa galinya
Kalau tuan cerdik sungguh
Langit tergantung mana talinya

7) Pantun Jenaka
Salah satu jenis pantun yang paling sering dijumpai dalam berbagai acara, semisal
pernikahan adat Betawi. Jenis pantun jenaka sendiri memiliki tujuan untuk menghibur
pendengarnya. Kadang juga digunakan untuk menyindir.
Contoh:
Dimana kuang hendak bertelur
Di atas lata dirongga batu
Dimana tuan hendak tidur
Di atas dada dironggah susu
Pohon manggis di tepi rawa
Tempat nenek tidur beradu
Sedang menanggis nenek tertawa
Melihat kakek bermain gundu

8) Pantun Dagang
Ini merupakan pantun yang mengisahkan tentang kisah atau nasib seseorang. Dan
biasanya pantun dagang ini diceritakan atau dinyanyikan oleh mereka yang sedang di
perantauan atau mereka yang memiliki nasib tak seberuntung temannya.
Contoh:
Tudung saji hanyut terapung
Hanyut terapung di air sungai
Niat hati ingin pulang kampung
Apa daya tangan tak sampai

Pukul gendang kulit biawak


Sedikit tidak berdentum lagi
Hendak kemana untung ku bawa
Sedikitpun tidak beruntung lagi

9) Pantun Kepahlawanan
Ini adalah Pantun yang isinya berisikan tentang perjuangan seorang pahlawan dan
semangat para pahlawan.
Contoh:
Hang jabat hang kasturi
Budak budak raja Malaka
Jika hendak jangan dicuri
Mari kita bertentang mata
Adakah perisai bertali rambut
Rambut dipintal akan cemara
Adakah misal tahu takut
Kami pun muda lagi perkasa

10) Pantun Sukacita


Yaitu pantun yang isinya mengambarkan kegembiraan, baik kegembiraan
pembaca maupun pendengar. Dan biasanya isi akan disesuaikan dengan acara ketika
pantun dibacakan. MISalnya ketika acara pernikahan, mak pembaca pantun akan
menggambarkan kebahagiaan kedua mempelai.
Contoh:
Kancil senang bila berkemah
Tandanya diberi segenggam uyah
Kalau ayah pulang ke rumah
Selalu saja bawa hadiah

Burung kenari burung dara (sampiran)


Terbang kearah angkasa luas (sampiran)
Hati siapa tak gembira (isi–arinya setiap anak akan bahagia)
Karena beta telah naik kelas (isi–artinya telah naik kelas)

11) Pantun Dukacita


Pantun duka cita adalah kesedihan atau duka yang sedang dirasakan pembaca.
Permasalahan yang sering diungkapkan dalam pantun duka cita ini misalnya
kemiskinan, nasib keturunan, dan lain-lain.
Contoh:
Tangsi nasibku rotan teranyam
tidak rotan bilah patahkan
Untung bundaku sebagai ayam
tidak mengekas tidaklah makan
Memetik duku di kota Kedu (Sampiran)
Membeli tenda uangnya hilang (Sampiran)
Menangis aku tersedu-sedu (Isi–artinya aku menangis hingga terisak-isak)
Mencari bunda belum juga pulang (isi–artinya tangisku karena ibu lama tidak pulang
ke rumah)

12) Pantun Perpisahan


Yaitu sebuah pantun yang isinya mengisahkan tentang perpisahan. Suasana yang
ditimbulkan pada pantun berceraian yaitu duka cita dan kesedihan.
Contoh:
Bagaimana datang ke Malaka
Malaka berperang dengan Belanda
Bagaimana menanggung duka
Duka karena kepergian kanda.

Pucuk mangga delima batu


Anak sembilang di tapak tangan
Biar jauh di negeri satu
Hilang di mata di hati jangan

2.5 Cara Menulis Pantun yang Baik dan Benar


1) Mengenal syarat-syarat dalam membuat pantun.
Sebelum membuat sebuah pantun yang indah dengan mudah, ada baiknya kita
mengetahui terlebih dahulu apa saja syarat-syarat dalam membuat pantun.

2) Menentukan tema
Seperti halnya karya sastra lain, pantun juga harus memiliki tema atau topik.
Tujuannya agar pantun yang kita buat memiliki tujuan yang jelas untuk apa dan untuk
siapa. Pantun biasanya memiliki tema yang singkat seperti tema tentang hiburan, cinta,
nasihat, pendidikan, dan kepahlawanan.
3) Menulis isi
Setelah memiliki tema, langkah selajutnya adalah membuat isi pantun terlebih
dahulu. Isi dari pantun tersebut harus berkaitan dengan tema atau topik pantun yang
akan dibuat.

4) Menulis sampiran
Langkah terakhir dalam membuat pantun yaitu memikirkan dan menulis
sampirannya. Cara untuk menulis sampiran, pertama, lihat akhiran setiap baris isi
pantun yang sudah dibuat, lalu carilah kata yang sesuai dengan rima terakhir isi pantun
yang telah dibuat. Setelah selesai membuat isi dan sampirannya, langkah selanjutnya
yaitu menggabungkan keempat kalimat yang telah dibuat sesuai urutannya.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Pantun adalah salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-
bahasa nusantara. Pantun merupakan ciptaan asli orang melayu. Tiap bait dalam pantun
biasanya terdiri dari empat baris yang bersajak (a-b-a-b) dan tiap barisnya biasanya
terdiri dari empat kata, baris pertama dan kedua berupa sampiran dan baris ketiga dan
keempat berupa isi, setiap baris terdiri dari 8—12 suku kata.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah mengenai pantun selayang pandang ini, hendaknya
pembaca khususnya mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia lebih
mempelajari, mendalami, serta menerapkan ilmu mengenai kesusastraan khususnya
mengenai pantun.
DAFTAR PUSTAKA

Sugiarto, Eko. 2015. Mengenal sastra lama. Yogyakarta: Andi


Waluyo, Herman J. 1995. Teori dan apresiasi puisi. Jakarta: Erlangga

Ajip Rosidi. 1977. Kumpulan Pantun. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya


http://sule-epol.blog.com/2017/08/makalah-pantun.html
Diakses pada tanggal, 19 Agustus 2019

Dedwija. 2015. Langkah membuat pantun sendiri. Jakarta: Dunia Pustaka


https://dedwija.blog.com/2018/01/04/membuat-pantun-sendiri.html
Diakses pada tanggal, 20 Agustus 2019

Anda mungkin juga menyukai