Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

BAHASA INDONESIA
PUISI

OLEH :

JERRIYAN. S
119159
XI IPS_3

SMA NEGERI 1 LAPPARIAJA


TAHUN AJARAN 2012/2013
MOTTO

Hanya kebodohan yang meremehkan pendidikan.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta


Alam karena atas izin dan kehendakNya jualah makalah sederhana ini
dapat saya selesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi


tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia. Adapun yang Saya bahas dalam
makalah sederhana ini mengenai Puisi.

Dalam penulisan makalah ini saya menemui berbagai hambatan


yang dikarenakan terbatasnya Ilmu Pengetahuan saya mengenai hal yang
berkenan dengan penulisan makalah ini. Oleh karena itu sudah
sepatutnya saya berterima kasih kepada para berbagai pihak yang telah
membantu kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Saya menyadari akan kemampuan saya yang masih kurang. Dalam


makalah ini saya sudah berusaha semaksimal mungkin.Tapi saya yakin
makalah ini masih banyak kekurangan disana-sini. Oleh karena itu saya
mengharapkan saran dan juga kritik membangun agar lebih maju di masa
yang akan datang.

Penulis ,

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL………..................................................................................... i
MOTTO…………................................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................. iii
DAFTAR ISI……................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................ 1
1.1. Latar Belakang............................................................ 1
1.2. Tujuan Penulisan......................................................... 1
1.3. Rumusan Masalah....................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................. 2
2.1. Pengertian Puisi.......................................................... 2
2.2. Unsur-unsur Puisi........................................................ 3
2.3. Ragam dan Jenis Puisi................................................ 6
2.4. Teknik Pembuatan Puisi............................................. 12
2.5. Teknik Pembacaan Puisi............................................. 12

BAB III PENUTUP............................................................................ 14


3.1. Kesimpulan................................................................. 14
3.2. Saran........................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 15

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata - mata
sebuah imitasi (dalam Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk dan hasil
sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan
bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya
sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia.
Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk
mengungkapkan eksistensi dirinya. (dalam Sarjidu, 2004: 2).

Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa. Jadi, yang
termasuk dalam kategori Sastra adalah: Puisi, Novel cerita/cerpen (tertulis/lisan), syair,
pantun, sandiwara/drama, lukisan/kaligrafi.

Berdasarkan ulasan di atas, maka penulis membuat makalah ini guna membantu
para pembaca yang ingin menekuni dunia puisi. Selain tentang pengertian dan unsur –
unsur puisi, makalah ini juga memuat catatan tentang ragam dan teknik membaca puisi
serta dilengkapi juga dengan panduan untuk membuat puisi agar menarik untuk dibaca.

1.2. Tujuan Penulisan


Agar pembaca lebih mudah memahami karena dalam makalah ini dibuat
semudah mungkin untuk dipahami oleh pembaca.

1.3. Rumusan Masalah


1. Sarana apa yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat
puisi?
2. Menurut zamannya, puisi dibedakan menjadi?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN PUISI

Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis
yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini
adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter
(dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang
berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti
orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir
menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang
berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan,
guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.

Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi


yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai
berikut.

(1) Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang
terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya
dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu
unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.

(2) Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal.
Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti
musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol
adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan
mempergunakan orkestra bunyi.

(3) Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan


yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun
Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan
yang bercampur-baur.

2
(4) Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran
manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama.
Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik
(misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan
bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi
kata-katanya berturu-turut secara teratur).

(5) Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling
indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat
mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan,
kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian
orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling
indah untuk direkam.

2.2. UNSUR-UNSUR PUISI

Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu
kata, larik , bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi
keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut.

Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi)
yang tepat sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain.
Kata-kata yang dipilih diformulasi menjadi sebuah larik.

Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam


prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat.
Pada puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada
puisi baru tak ada batasan.

Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah
biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait
biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.

Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-
bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan

3
irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut
ucapan bunyi.

Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan
bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah
misi penulis puisi disampaikan.

Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua
struktur, yaitu struktur batin dan struktur fisik.

Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-
hal sebagai berikut.

(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah
hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap
kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.

(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang
terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan
latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang
pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat,
usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman
pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak
bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa,
dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan,
pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang
sosiologis dan psikologisnya.

(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga
berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema
dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk
memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca,
dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.

4
(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang
mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum
penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.

Sedangkan struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi,
adalah sarana-sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat
puisi. Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.

(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak
dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi
yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda
titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.

(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya.
Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat
mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat
mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna,
keselarasan bunyi, dan urutan kata.

(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan
pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan
(visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan
pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang
dialami penyair.

(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang
memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan
atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta,
kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat
melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.

(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat


menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu
(Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis,

5
artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo,
1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam
majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke,
eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks,
antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.

(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah
persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima
mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang
memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi
(aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak
berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo,
187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah,
panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam
pembacaan puisi.

2.3. RAGAM DAN JENIS PUISI

1) Berdasarkan Zaman

Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru.

PUISI LAMA

Ciri-ciri puisi lama:


 Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
 Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
 Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah
suku kata maupun rima.
Yang termasuk puisi lama adalah:
 Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
 Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap
baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris
berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari
pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.

6
 Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
 Seloka adalah pantun berkait.
 Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a,
berisi nasihat.
 Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris,
bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
 Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10
baris.

PUISI BARU

Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama, baik dalam segi
jumlah baris, suku kata, maupun rima. Menurut isinya, puisi baru dibedakan atas:

 Balada adalah puisi berisi kisah/cerita.


 Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
 Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa.
 Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup.
 Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih.
 Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan.
 Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik.

2) Berdasarkan Sudut Pandang Penulis

Ada bermacam-macam jenis puisi yang ditulis para penyair Indonesia.


Karya sastra tidak bersifat otonom. Dalam memahami makna karya sastra, kita
mengacu pada beberapa hal yang erat hubungannya dengan puisi tersebut. Dalam
pemahaman puisi, hal yang dipandang erat hubungannya adalah jenis puisi itu
sendiri dan sudut pandang penyair. Sebenarnya ada banyak sekali macam-macam
puisi, dan bagaimana penyair dalam menyampaikan inspirasinya, serta bagaimana
menafsirkan makna puisi dengan mudah. Sehingga mudah mengklasifikasikan,
termasuk jenis puisi apakah yang kita ciptakan.

Ada juga parable atau alegori. Sedangkan istilah ode, himne, puisi kamar,
dan puisi auditorium juga sering kita jumpai.

7
1. Puisi Naratif, Lirik, dan Deskriptif

Klasifikasi puisi ini berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau


gagasan yang hendak disampaikan.

a. Puisi Narataif

Puisi naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair. Ada puisi


naratif yang sederhana, ada yang sugestif, dan ada yang kompleks. Puisi-puisi
naratif, misalnya: epik, romansa, balada, dan syair.

b. Puisi Lirik

Dalam puisi lirik penyair mengungkapkan aku lirik atau gagasan


pribadinya. Ia tidak bercerita. Jenis puisi lirik misalnya: elegi, ode, dan serenada.

Elegi adalah Puisi yang mengungkapkan perasaan duka. Misalnya "Elegi


Jakarta" karya Asrul Sani yang mengungkapkan perasaan duka penyair di kota
Jakarta.

Serenada adalah Sajak percintaan yang bisa dinyanyikan. Kata serenada


berarti nyanyian yang tepat dinyanyikan pada waktu senja. Rendra banyak
menciptakan serenada dalam 'Empat Kumpulan Sajak'. Misalnya Serenada hitam,
Serenada Biru, serenade Merah Jambu, serenade ungu, Serenada Kelabu, dan
sebagainya. Warna-warna dibelakang serenada itu melambangkan sifat nyanyian
cinta itu, ada yang bahagia, sedih, kecewa, dan seterusnya.

Ode adalah Puisi yang berisi pujaan terhadap seseorang, sesuatu hal,
sesuatu keadaan. Yang banyak ditulis adalah pemujaan terhadap tokoh-tokoh yang
dikagumi. “Teratai” Sanusi Pane, “Diponegoro” Chairil Anwar, dan “Ode Buat
Proklamator” Leon Agusta merupakan contoh ode yang bagus.

c. Puisi Deskriptif.

Didepan telah dinyatakan bahwa dalam puisi deskriptif, penyair bertindak


sebagai pemberi kesan terhadap keadaan / peristiwa, benda, atau suasana
dipandang menarik perhatian penyair. Jenis puisi yang dapat diklasifikasikan

8
dalam puisi deskriptif, misalnya puisi satire, kritik sosial, dan puisi-puisi
impresionitik.

2. Puisi Kamar dan Puisi Auditorium

Istilah puisi kamar dan puisi auditorium juga kita jumpai dalam buku
kumpulan puisi ‘Hukla’ karya Leon Agusta. Puisi-puisi auditorium disebut juga
puisi Hukla (puisi yang mementingkan suara atau serangakaian suara).
Puisi Kamar ialah Puisi yang cocok dibaca sendirian atau dengan satu atau dua
pendengar saja di dalam kamar.

3. Puisi Fisikal, Platonik, dan Metafisikal

Pembagian puisi oleh David Daiches ini berdasarkan sifat dari isi yang
dikemukakan dalam puisi itu.

Puisi Fisikal adalah Puisi bersifat realistis, artinya menggambarkan


kenyataan apa adanya. Yang dilukiskan adalah kenyataan dan bukan gagasan.
Hal-hal yang didengar, dilihat, atau dirasakan merupakan obyek ciptaannya. Puisi-
puisi naratif, balada, impresionistis, juga puisi dramatis biasanya merupakan puisi
fisikal.

Puisi Platonik adalah Puisi yang sepenuhnya berisi hal-hal yang bersifat
spiritual atau kejiwaan. Dapat dibandingkan dengan istilah 'Cinta Platonis' yang
berarti cinta tanpa nafsu jasmaniah. Puisi-puisi ide atau cita-cita, religius,
ungkapan cinta luhur seorang kekasih atau orang tua kepada anaknya dapat
dimasukkan ke dalam klasifikasi puisi platonik.

Puisi Metafisikal adalah Puisi yang bersifat filosofis dan mengajak


pembaca merenungkan kehidupan dan merenungkan Tuhan. Puisi religius disatu
pihak dapat dinyatakan puisi platonic (menggambarkan ide atau gagasan penyair),
dilain pihak dapat disebut sebagai puisi metafisik (menagjak pembaca
merenungkan hidup, kehidupan, dan Tuhan), karya-karya mistik Hamzah Fansuri
seperti Syair Dagang, Syair Perahu, dan Syair Si Burung Pingai dapat dipandang
sebagai puisi metafisikal. Kasidah-kasidah “Al-Barzanji” karya Ja'far Al-Barzanji
dan tasawuf karya Jalaludin Rumi dapat diklasifikasikan sebagai puisi metafisikal.
9
4. Puisi Subyektif dan Puisi Obyektif

Puisi Subyektif disebut juga Puisi Personal, yakni puisi yang


mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, dan suasana dalam diri penyair
sendiri. Puisi-puisi yang ditulis kaum ekspresionis dapat diklasifikasikan sebagai
puisi subyektif, karena mengungkapkan keadaan jiwa penyair sendiri. Demikian
pula puisi lirik dimana aku lirik bicara kepada pembaca.

Puisi Obyektif berarti Puisi yang mengungkapkan hal-hal diluar diri


penyair itu sendiri. Puisi obyektif disebut juga puisi impersonal.

5. Puisi Konkret

Puisi konkret sangat terkenal dalam dunia perpuisian Indonesia sejak


tahun 1770-an. X.J.Kennedy memberikan nama jenis puisi tertentu dengan nama
puisi konkret, yakni puisi yang bersifat visual, yang dapat dihayati keindahan
bentuk dari sudut pandang (poem for the eye). Kita mengenal adanya bentuk
grafis dari puisi, kaligrafi, ideogramatik, atau puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri
yang menunjukkan pengimajian lewat bentuk grafis. Dalam puisi konkret ini,
tanda baca dan huruf-huruf sangat potensial membentuk gambar. Gambar wujud
fisik yang 'kasat mata' lebih dipentingkan dari pada makna yang ingin
disampaikan.

6. Puisi Diafan, Gelap, dan Prismatis.

Puisi Diafan atau puisi polos adalah puisi yang kurang sekali
menggunakan pengimajian, kata konkret dan bahasa figurative, sehingga puisinya
mirip dengan bahasa sehari-hari. Puisi yang demikian akan sangat muda dihayati
maknanya. Puisi-puisi anak-anak atau puisi karya mereka yang baru belajar
menulis puisi dapat diklasifikasikan puisi diafan. Mereka belum mampu
mengharmoniskan bentuk fisik untuk mengungkapkan makna.

7. Puisi Pernasian, dan Puisi Inspirati.

Pernasian adalah sekelompok penyair Prancis pada pertengahan akhir abad


19 yang menunjukkan sifat puisi-puisi yang mengandung nilai keilmuan. Puisi

10
pernasian diciptakan dengan pertimbangan ilmu atau pengetahuan dan bukan
didasari oleh inspirasi karena adanya mood dalam jiwa penyair. Puisi-puisi yang
ditulis oleh ilmuwan yang kebetulan mampu menulis puisi, kebanyakan adalah
puisi pernasian. Puisi-puisi Rendra dalam “Potret Pembangunan” dalam puisi
yang banyak berlatar belakang teori ekonomi dan sosiologi dapat diklasifikasikan
sebagai puisi pernasian. Demikian juga puisi-puisi Dr. Ir. Jujun S. Suriasumantri
yang sarat dengan pertimbangan keilmuan.

Puisi Inspiratif diciptakan berdasarkan mood atau passion. Penyair benar-


benar masuk ke dalam suasana yang hendak dilukiskan. Suasana batin penyair
benar-benar terlibat kedalam puisi itu. Dengan mood, puisi yang diciptakan akan
memiliki tenaga gaib, sekali baca habis. Pembaca memerlukan waktu cukup untuk
menafsirkan puisi prosaic seperti karya penyair-penyair tahun 1970-an.

8. Stansa

Jenis puisi yang bernama stanza kita jumpai dalam Empat Kumpulan
Sajak karya Rendra. Stanza artinya puisi yang tediri atas 8 baris. Stanza berbeda
dengan oktaf karena oktaf dapat terdiri atas 16 atau 24 baris. Aturan pembarisan
dalam oktaf adalah 8 baris untuk tiap bait, sedangkan dalam setanza seluruh puisi
itu hanya terdiri atas 8 baris.

9. Puisi Demonstrasi dan Pamflet

Puisi demonstrasi menyaran pada puisi-puisi Taufiq Ismail dan mereka


yang oleh Jassin disebut angkatan 66. puisi ini melukiskan dan merupakan hasil
refleksi demonstrasi para maha siswa dan pelajar sekitar tahun 1966. Menurut
subagio Sastrowardoyo, puisi-puisi demonstrasi 1966 bersifat ke-kita-an, artinya
melukiskan perasaan kelompok, bukan perasaan individu. Puisi-puisi mereka
adalah endapan dari pengalaman fisik, mental, dan emosional selama penyair
terlibat dalam demonstrasi 1966. gaya paradoks dan ironi banyak kita jumpai.

10. Alegori

Puisi sering-sering mengungkapakan cerita yang isinya dimaksudkan


untuk memberikan nasihat tentang budi pekerti dan agama. Jenis alegori yang
11
terkenal adalah parable yang juga disebut dongeng perumpamaan. Dalam kitab
suci banyak kita jumpai dongeng-dongeng perumpamaan yang maknanya dapat
kita cari dibalik yang tersurat. Puisi "Teratai" karya Sanusi Pane boleh dikatakn
sebagai puisi alegori, karena kisah bunga teratai itu digunakan untuk mengisahkan
tokoh pendidikan.

2.4. Teknik Pembuatan Puisi

Sampai saat ini, barangkali berjuta puisi telah dituliskan, baik yang
dipublikasikan di buku, di koran, di internet, maupun yang masih tetap
mengendap di tangan penulis atau bahkan sudah hilang, entah ke mana rimbanya.

Berbagai ragam tema bahasan juga pernah diungkapkan lewat puisi, mulai
dari kehidupan sehari-hari, budaya, sains, politik dan tentu saja tentang cinta yang
banyak sekali ditemukan, khususnya puisi yang dituliskan oleh kaum remaja.

Tentu, puisi-puisi ini dilahirkan dari berbagai macam proses kelahiran.


Sebenarnya, jika dicermati, menurut pengalaman, puisi itu merupakan ungkapan
kata bermakna yang dihasilkan dari berbagai macam proses kelahiran masing-
masing.

2.5. Teknik Pembacaan Puisi

Bagaimana kita membaca puisi dengan baik dan sampai sasaran/tujuan


makna dari puisi yang kita baca sesuai maksud Sang Penyair? Ada beberapa
tahapan yang harus di perhatikan oleh sang pembaca puisi, antara lain:

Interpretasi (penafsiran/pemahaman makna puisi)

Dalam proses ini diperlukan ketajaman visi dan emosi dalam menafsirkan
dan membedah isi puisi. Memahami isi puisi adalah upaya awal yang harus
dilakukan oleh pembaca puisi, untuk mengungkap makna yang tersimpan dan
tersirat dari untaian kata yang tersurat.

1. Vocal Artikulasi Pengucapan kata yang utuh dan jelas, bahkan di setiap
hurufnya.
12
2. Diksi Pengucapan kata demi kata dengan tekanan yang bervariasi dan rasa.
3. Tempo Cepat lambatnya pengucapan (suara). Kita harus pandai mengatur dan
menyesuaikan dengan kekuatan nafas. Di mana harus ada jeda, di mana kita
harus menyambung atau mencuri nafas.
4. Dinamika Lemah kerasnya suara (setidaknya harus sampai pada penonton,
terutama pada saat lomba membaca puisi). Kita ciptakan suatu dinamika yang
prima dengan mengatur rima dan irama, naik turunnya volume dan keras
lembutnya diksi, dan yang penting menjaga harmoni di saat naik turunnya
nada suara.
5. Modulasi Mengubah (perubahan) suara dalam membaca puisi.
6. Intonasi Tekanan dan laju kalimat.
7. Jeda Pemenggalan sebuah kalimat dalam puisi.
8. Pernafasan. Biasanya, dalam membaca puisi yang digunakan adalah
pernafasan perut.
9. Penampilan Salah satu factor keberhasilan seseorang membaca puisi adalah
kepribadian atau performance diatas pentas. Usahakan terkesan tenang, tak
gelisah, tak gugup, berwibawa dan meyakinkan (tidak demam panggung).
10. Gerak Gerakan seseorang membaca puisi harus dapat mendukung isi dari
puisi yang dibaca. Gerak tubuh atau tangan jangan sampai klise.
11. Komunikasi Pada saat kita membaca puisi harus bias memberikan sentuhan,
bahkan menggetarkan perasaan dan jiwa penonton.
12. Ekspresi Tampakkan hasil pemahaman, penghayatan dan segala aspek di atas
dengan ekspresi yang pas dan wajar.
13. Konsentrasi Pemusatan pikiran terhadap isi puisi yang akan kita baca.1

1
http://www.ziddu.com/download/18497828/makalah-puisi-b.doc.html/bahasa_indonesia
13
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan.

- Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang
artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah
poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam
Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang
berarti membuat atau mencipta.
- Membaca puisi bukan sekedar menyampaikan arus pemikiran penyair, tapi
kita juga harus menghadirkan jiwa sang penyair. Kita harus menyelami dan
memahami proses kreatif sang penyair, bagaimana ia dapat melahirkan karya
puisi.

3.2 Saran

 Hendaknya pihak sekolah memberikan bimbingan (kurikulum) kepada


siswa yang memiliki potensial di bidang fisika instrument.
 Hendaknya pihak sekolah mengadakan lomba karya tulis ilmih, agar para
penuis puisi akan lebih kompetitif.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://definisi.net/story.php?title=puisi

http://abdurrosyid.wordpress.com/2009/07/27/puisi-pengertian-dan-unsur-
unsurnya/

http://duniapuisi.110mb.com/jenis-jenis%20puisi.htm

http://www.kapasitor.net/community/post/2920

http://duniapuisi.110mb.com/teknik%20pembuatan%20puisi.htm

http://duniapuisi.110mb.com/teknik%20pembacaan%20puisi.htm

15
MAKALAH
SASTRA ANAK
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia SD
Dosen Pengampu: Dr. Drs. Y.B. Jurahman, M.Pd

Disusun oleh:

Aji Rilo Pambudi 22013119


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP PGRI WATES
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga Makalah Sastra Anak ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak
lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW,
keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Dan saya juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang
telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. saya juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta
bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya.
saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Sastra Anak ini
sehingga Saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini.
Saya mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT dan
kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Sastra Anak ini dapat
bermanfaat bagi kita semuanya.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................................1

C. Tujuan Masalah...........................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................3

PEMBAHASAN........................................................................................................................3

A. Pengertian Pantun........................................................................................................3

B. Sejarah Pantun.............................................................................................................4

C. Ciri-ciri Pantun............................................................................................................4

D. Peran dan Fungsi Pantun.............................................................................................5

E. Struktur Pantun............................................................................................................5

F. Jenis-jenis Pantun............................................................................................................5

BAB III......................................................................................................................................8

PENUTUP..................................................................................................................................8

A. Kesimpulan..................................................................................................................8

B. Saran............................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................9

iii
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pantun merupakan sastra lisan yang dibukukan pertama kali oleh Haji Ibrahim
Datuk Kaya Muda Riau, seorang sastrawan yang hidup sezaman dengan Raja Ali
Haji. Antologi pantun yang pertama itu berjudul Perhimpunan Pantun-pantun melayu.
Genre pantun merupakan genre yang paling bertahan lama.
Mengungkapkan perasaan tidak hanya dapat diceritakan dan ditulis dalam
bentuk prosa. Ungkapan perasaan pun dapat dinyatakan dalam bentuk puisi, seperti
puisi lama yang disebut pantun. Selain pantun, masih ada bentuk puisi lama lainnya,
seperti pantun kilat (karmina), talibun, seloka, gurindam, dan syair.
Pantun sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak dahulu. Misalnya,
wawangsalan, paparikan, sisindiran, sesebred dalam masyarakat sunda; pantun ludruk,
dan gandrung dalam masyarakat jawa; serta ende-ende dalam masyarakat Mandailing.
Bahkan, di sebagian daerah Sumatra, masyarakat Minangkabau menggunakan pantun
sebagai pembuka acara di perayaan-perayaan. Selain dibaca, pantun juga kerap
dinyanyikan.
Pantun di Indonesia sangat banyak dan beraneka ragam, untuk itu dengan
mempelajari hakikat pantun akan menambah banyak wawasan mengenai budaya asli
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pantun tidak hanya dianggap sebagai warisan
nenek moyang tetapi jika ditelusuri pantun memiliki banyak kegunaan di antara yang
paling penting sebagai saran komunikasi dan pelupapan ekspresi seseorang.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian pantun?
2. Bagaimanakah sejarah dari pantun?
3. Bagaimanakah ciri-ciri pantun?
4. Apa sajakah peran dan fungsi pantun?
5. Bagaimanakah struktur sebuah pantun?
6. Apa sajakah jenis-jenis pantun?

1
C. Tujuan Masalah
1. Siswa dapat Mengetahui dan memahami Pengertian pantun
2. Siswa dapat mengetahui dan memahami perkembangan sejarah pantun
3. Siswa dapat mengetahui dan memahami ciri-ciri pada pantun
4. Siswa dapat mengetahui dan memahami peran dan fungsi pada pantun
5. Siswa dapat mengetahui dan memahami struktur yang dimiliki pantun
6. Siswa dapat mengetahui dan memahami beberapa jenis-jenis pantun

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pantun
Dalam pengertian umum, pantun merupakan salah satu bentuk sastra rakyat
yang menyuarakan nilai-nilai dan kritik budaya masyarakat. Pantun adalah puisi asli
Indonesia (Waluyo, 1987: 9). Pantun juga terdapat dalam beberapa sastra daerah di
Indonesia seperti “parika” dalam sastra jawa atau “paparikan” dalam sastra sunda.
Orang yang pertama kali membentangkan pikiran dari hal pantun Indonesia ini adalah
H.C. Klinkert dalam tahun 1868. Karangannya bernama “De pantuns of
minnenzangen der Maleier”. Sesudah itu datang Prof. Pijnapple juga beliau
memaparkan pikirannya dari hal ini dalam tahun 1883. Pantun tepat untuk suasana
tertentu, seperti halnya juga karya seni lainnya hanya tepat untuk suasana tertentu
pula.
Menurut Surana (2001: 31), pantun ialah bentuk puisi lama yang terdiri atas 4
larik sebait berima silang (a-b-a-b). Larik I dan II disebut sampiran, yaitu bagian
objektif. Biasanya berupa lukisan alam atau apa saja yang dapat diambil sebagai
kiasan. Larik III dan IV dinamakan isi, bagian subjektif. Sama halnya dengan
karmina, setiap larik terdiri atas 4 perkataan. Jumlah suku kata setiap larik antara 8-
12. Namun, dalam buku Bahan Ajar Sastra Rakyat (2005: 70) mengatakan bahwa:
Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam
bahasa-bahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa
Minangkabau yang berarti “petuntun”. Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai
parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak
dikenal sebagai umpasa (uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau
empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir
dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada
mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.
Pantun adalah genre kesusastraan tradisional Melayu yang berkembang di
seluruh dunia khususnya di Nusantara sejak ratusan tahun lampau. Pantun adalah
simbol artistik masyarakat Nusantara dan ia adalah lambang kebijaksanaan berpikir.
Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian yaitu sampiran dan isi. Sampiran adalah
dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris
3
masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua
yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris
terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. Karmina dan
talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran
dan isi. Karmina merupakan pantun “versi pendek” (hanya dua baris), sedangkan
talibun adalah “versi panjang” (enam baris atau lebih).
B. Sejarah Pantun
Pantun pertama kali muncul pada sejarah Melayu dan hikayat-hikayat popular
dan disisipkan dalam syair-syair. Mulanya pantun berbentuk puisi lisan yang
digunakan untuk berbagai keperluan, seperti menghibur dan mengungkapkan
perasaan cinta. Pantun sudah sangat melekat dengan budaya Melayu dari abad ke-15.
Pada mulanya pantun merupakan senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan
(Fang, 1993: 195). Pantun pertama kali muncul dalam Sejarah Melayu dan hikayat-
hikayat popular yang sezaman dan disisipkan dalam syair-syair seperti Syair Ken
Tambuhan. Pantun dianggap sebagai bentuk karma dari kata Jawa Parik yang berarti
pari, artinya paribahasa atau peribahasa dalam bahasa Melayu. Arti ini juga
berdekatan dengan umpama atau seloka yang berasal dari India. Dr. R. Brandstetter
mengatakan bahwa kata pantun berasal dari akar kata tun, yang terdapat dalam
berbagai bahasa Nusantara, misalnya dalam bahasa Pampanga, tuntun yang berarti
teratur, dalam bahasa Tagalog ada tonton yang berarti bercakap menurut aturan
tertentu; dalam bahasa Jawa kuno, tuntun yang berarti benang atau atuntun yang
berarti teratur dan matuntun yang berarti memimpin; dalam bahasa Toba pula ada kata
pantun yang berarti kesopanan, kehormatan.
Van Ophuysen dalam Hamidy (1983: 69) menduga pantun itu berasal dari
bahasa daun-daun, setelah dia melihat ende-ende Mandailing dengan mempergunakan
daun-daun untuk menulis surat-menyurat dalam percintaan. Menurut kebiasaan orang
Melayu di Sibolga dijumpainya kebiasaan seorang suami memberikan ikan belanak
kepada istrinya, dengan harapan agar istrinya itu beranak. Sedangkan R.J. Wilkinson
dan R.O. Winsted dalam Hamidy (1983: 69) menyatakan keberatan mengenai asal
mula pantun seperti dugaan Ophuysen itu. Dalam bukunya “Malay Literature”
pertama terbit tahun 1907, Wilkinson malah balik bertanya, ‘tidakkah hal itu harus
dianggap sebaliknya?’. Jadi bukan pantun yang berasal dari bahasa daun-daun, tetapi
bahasa daun-daunlah yang berasal dari pantun.

4
C. Ciri-ciri Pantun
Pantun terdiri dari sejumlah baris yang selalu genap yang merupakan satu kesatuan
yang disebut bait/kuplet. Setiap baris terdiri dari empat kata yang dibentuk dari 8-12
suku kata (umumnya 10 suku kata). Separuh bait pertama merupakan sampiran
(persiapan memasuki isi pantun), kemudian separuh bait berikutnya merupakan isi
(pesan yang mau disampaikan).
Setiap bait terdiri dari 4 baris.
Bait pertama dan kedua adalah sampiran.
Baris ketiga adalah isi.
Bersajak a-b-a-b.
D. Peran dan Fungsi Pantun
Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata
kemampuan menjaga alur berpikir. Pantun terdiri dari sejumlah baris yang selalu
genap, yang merupakan satu kesatuan yang disebut bait/kuplet. Pantun turut berfungsi
sebagai media untuk menyampaikan hasrat yang seni atau rahasia yang tersembunyi
melalui penyampaian yang berkias. Orang melayu mencipta pantun untuk melahirkan
perasaan mereka secara berkesan tetapi ringkas, kemas, tepat, dan menggunakan
bahasa yang indah-indah.
Pada zaman dahulu kala masyarakat melayu belum lagi pandai menulis dan
membaca. Hal ini demikian karena, masyarakat melayu pada waktu itu belum lagi
bertamadun. Keadaan ini telah membuktikan bahwa orang melayu sebelum tahu
menulis dan membaca telah pandai mencipta dan berbalas-balas pantun antara satu
sama lain. Pantun sering digunakan dalam upacara peminangan dan perkawinan atau
sebagai pembuka atau penutup bicara dalam majelis-majelis resmi. Pantun sering
dijadikan sebagai alat komunikasi.
E. Struktur Pantun
Adapun struktur pantun pada umumnya ialah terdiri dari dua baris sampiran
dan dua baris isi. Sampiran merupakan sandaran dan isi merupakan saran misi atau
pesan. Menurut Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima
dan irama untuk mempermudah pendengaran memahami isi pantun. Ini dapat
dipahami karna pantun merupakan sastra lisan.
F. Jenis-jenis Pantun
1. Pantun anak-anak
5
Pantun anak memiliki ciri-ciri bahasanya mudah dimengerti, selain itu memiliki
makna tersirat yang mana isinya biasanya tentang nasihat, pujian dan hal lainnya
yang mengajarkan anak tentang kebaikan
a) Pantun nasihat adalah pantun yang berisi nasihat, baik dalam bentuk himbauan
maupun anjuran bagi seseorang.
Contoh:
Beli buku dipasar johar
Belinya diminggu lalu
Kalau kamu ingin pintar
Rajinlah belajar selalu
b) Pantun pujian adalah pantun yang berisi sanjungan kepada seseorang yang
dituju.
Contoh:
Kereta cepat jalan terbalik
Makan nasi terasa gurih
Kamu memang siswa terbaik
Banyak prestasi sudah diraih
2. Pantun Biasa
Pantun biasa, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris tiap bait.
Contoh:
Kalau ada jarum patah
Jangan masukkan ke dalam peti
Kalau ada kata yang salah
Jangan masukkan ke dalam hati
3. Pantun Kilat/Karmina
Pantun kilat/karmina, yaitu pantun yang hanya tersusun atas dua baris.
Contoh:
Dahulu parang, sekarang besi
Dahulu sayang, sekarang benci
4. Pantun Berkait
Pantun berkait, yaitu pantun yang tersusun secara berangkai, saling mengait antara
bait pertama dan bait berikutnya.
Contoh:
6
Lurus jalan ke Payakumbuh
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati yang tak rusuh
Ibu mati bapak berjalan
5. Pantun Talibun
Talibun, yaitu pantun yang terdiri lebih dari empat baris tetapi selalu genap
jumlahnya, separuh merupakan sampiran, dan separuh lainnya merupakan isi.
Contoh:
Kalau anak pergi berjalan
Ibu sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
6. Pantun Seloka
Seloka, yaitu pantun yang terdiri dali empat baris sebait tetapi persajakannya datar
(a-a-a-a).
Contoh:
Lurus jalan ke Payakumbuh
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati yang tak rusuh
Ibu mati bapak berjalan

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pantun adalah Puisi Indonesia, tiap bait (kuplet) biasa terdiri atas empat baris
yang bersajak (a-b-a-b) tiap larik biasanya berjumlah empat kata; baris pertama dan
baris kedua biasanya tumpuan (sampiran) saja dan baris ketiga dan keempat
merupakan isi; setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata; merupakan peribahasa sindiran;
jawab (pada tuduhan dan sebagainya).
Ciri-ciri pantun dapat dinyatakan yaitu pantun tersusun atas empat baris dalam
tiap baitnya. Baris pertama dan baris kedua berupa sampiran. Baris ketiga dan
keempat merupakan isi/ maksud yang hendak disampaikan. Jumlah suku kata dalam
tiap baitnya rata-rata berkisar delapan sampai dua belas. Jenis pantun dapat dibedakan
berdasarkan tingkatan umur pemakainya, berdasarkan isinya, dan berdasarkan
bentuknya atau susunannya.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah hendaknya ilmu tentang kesusastraan selalu digali
dan dipelajari serta diterapkan, khususnya tentang pantun oleh para sastrawan, ilmuan,
dan lebih spesifik lagi oleh mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia.

8
DAFTAR PUSTAKA

Djoko, Damono. (2004). Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Gawa,John. 2007. Kebijakan dalam 1001 Pantun. Jakarta: Buku Kompas.

Mafrukhi, dkk. (2006). Kompetensi Berbahasa Indonesia Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Rosidi, Ajip. (1983). Kapankah Kesusteran Indonesia Lahir. Jakarta: Gunung Agung.

Widjoko dan Endang Hidayat. (2007). Teori dan Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: UPI
Press.

Anda mungkin juga menyukai