Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH BAHASA INDONESIA

MEMPELAJARI TENTANG PANTUN

Disusun Oleh :

1. Devita Sukma R I1C017089


2. Satya Titian M I1C017093

KEMENTERIAN RISTEK, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2018
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………. i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………… 1

1.1. Latar Belakang………………………………………………. 1


1.2. Rumusan Masalah…………………………………………… 2
1.3. Tujuan………………………………………………………... 2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………. 3

2.1. Pengertian Pantun…………………………………………… 3


2.2. Sejarah Perkembangan Pantun……………………………… 3
2.3. Ciri – Ciri Pantun…………………………………………… 4
2.4. Macam – Macam Pantun……………………………………. 4

BAB III PENUTUP……………………………………………………………. 5

3.1. Kesimpulan……………………………………..…………… 5
3.2. Saran………………………………………………………… 5

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Puisi merupakan salah satu karya sastra yang dapat mengekspresiakan


pemikiran, perasaan dan imajinasi panca indra dalam susunan berirama.
Unsur-unsur puisi meliputi: emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, suara,
kesan pancaindra, susunan kata, kiasan kata, kepadatan, dan perasaan yang
bercampur baur (Pradopo, 1987). Salah satu jenis – jenis puisi ada puisi lama.
Puisi lama adalah puisi rakyat yang tidak dikenal siapa nama pengarangnnya,
penyampaiannya hanya dari mulut ke mulut, sehingga lebih dikenal dengan
sastra lisan (Sopandi, 2010). Salah satu contoh dari puisi lama adalah pantun.
Pantun adalah bentuk sastra rakyat yang mengandung nilai-nilai dan kritik
budaya masyarakat. Pantun merupakan puisi asli Indonesia (Waluyo, 1987).

Pantun dikenal oleh masyarakat Indonesia sudah sejak zaman dahulu.


Contohnya adalah wawangsalan, paparikan, sisindiran, sesebred (Sunda),
ludruk dan gandrung (Jawa) dan ende – ende (Mandailing). Daerah Sumatra
khususnya Minangkabau menggunakan pantun sebagai salah satu pembuka
untuk acara diperayaan – perayaannya. Selain pantun dibaca, pantun bisa
dinyanyikan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian pantun ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan pantun ?
3. Bagaimana ciri – ciri pantun ?
4. Apa sajakah macam – macam pantun ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian pantun.
2. Mengetahui sejarah perkembangan pantun.
3. Mengetahui ciri – ciri pantun.
4. Mengetahui macam – macam pantun.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Pantun
Pengertian umum, pantun adalah bentuk sastra rakyat yang mengandung
nilai-nilai dan kritik dari budaya masyarakat. Pantun merupakan puisi asli
Indonesia (Waluyo,1987). Pantun adalah bentuk puisi lama terdiri atas 4 larik
sebait berima silang (a b a b). Larik I dan II sampiran, yaitu bagian objektif.
Biasanya berupa lukisan alam atau kiasan. Larik III dan IV isi, yaitu bagian
subjektif. Sama dengan karmina, setiap larik terdiri 4 perkataan (Surana,
2001). Jumlah suku kata larik antara 8-12 kata. Pantun adalah puisi melayu
tradisional yang popular. Pantun adalah ciptaan asli orang Melayu bukan
penyesuaian dari puisi-puisi Jawa, India, Cina dan sebagainya. Kata pantun
memuat arti sebagai, seperti, ibarat, umpama, atau laksana.

Sedangkan dalam Kamus Istilah Sastra (2006:173) menjelaskan bahwa:


Pantun adalah Puisi Indonesia (Melayu), tiap bait (kuplet) biasa terdiri atas
empat baris yang bersajak (a-b-a-b) tiap larik biasanya berjumlah empat kata;
baris pertama dan baris kedua biasanya tumpuan (sampiran) saja dan baris
ketiga dan keempat merupakan isi; setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata;
merupakan peribahasa sindiran; jawab (pada tuduhan dan sebagainya).

Menurut penulis, pantun merupakan salah satu jenis puisi lama dalam
kesusastraan Melayu Nusantara yang paling popular. Pada umumnya setiap
bait terdiri atas empat baris (larik), tiap baris terdiri atas 8-12 suku kata,
berirama a-b-a-b dengan variasi a-a-a-a. Baris pertama dan kedua adalah
sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat adalah isi.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1016). Semua bentuk pantun terdiri
atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap
kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat
pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang
menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris
terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.
2.2. Sejarah Perkembangan Pantun
Awalnya pantun adalah senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan (Fang,
1993). Pantun pertama muncul dalam Sejarah Melayu dan hikayat-hikayat
popular yang sezaman dan disisipkan dalam syair-syair seperti Syair Ken
Tambuhan. Pantun dianggap sebagai bentuk karma dari kata Jawa Parik yang
berarti pari, artinya paribahasa atau peribahasa dalam bahasa Melayu. Arti ini
juga berdekatan dengan umpama atau seloka yang berasal dari India. Dr. R.
Brandstetter mengatakan bahwa kata pantun berasal dari akar kata tun, yang
terdapat dalam berbagai bahasa Nusantara, misalnya dalam bahasa Pampanga,
tuntun yang berarti teratur, dalam bahasa Tagalog ada tonton yang berarti
bercakap menurut aturan tertentu; dalam bahasa Jawa kuno, tuntun yang
berarti benang atau atuntun yang berarti teratur dan matuntun yang berarti
memimpin; dalam bahasa Toba pula ada kata pantun yang berarti kesopanan,
kehormatan.
Van Ophuysen dalam Hamidy (1983: 69) menduga pantun itu berasal
dari bahasa daun-daun, setelah dia melihat ende-ende Mandailing dengan
mempergunakan daun-daun untuk menulis surat-menyurat dalam percintaan.
Menurut kebiasaan orang Melayu di Sibolga dijumpainya kebiasaan seorang
suami memberikan ikan belanak kepada istrinya, dengan harapan agar istrinya
itu beranak. Sedangkan R. J. Wilkinson dan R. O. Winsted dalam Hamidy
(1983:69) menyatakan keberatan mengenai asal mula pantun seperti dugaan
Ophuysen itu. Dalam bukunya “Malay Literature” pertama terbit tahun 1907,
Wilkinson malah balik bertanya, ‘tidakkah hal itu harus dianggap
sebaliknya?’. Jadi bukan pantun yang berasal dari bahasa daun-daun, tetapi
bahasa daun-daunlah yang berasal dari pantun.
2.3. Ciri – Ciri Pantun

Ciri – ciri pantun menurut Abdul Rani (2006) sebagai berikut:

1. Terdiri dari empat baris.


2. Tiap baris terdiri dari 9 sampai 10 suku kata.
3. Dua baris pertama disebut sampiran dan dua baris berikutnya
adalah isi atau maksud dari pantun.
4. Pantun mementingkan rima akhir yang sering disebut dengan abjad
/ab-ab/. Maksudnya, bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi
akhir baris ketiga dan baris kedua sama dengan baris keempat.

Menurut Harun Mat Piah (1989) dalam Bahan Ajar Sastra Rakyat,
ciri-ciri pantun ada dua aspek, yaitu aspek luaran dan dalaman. Aspek
luaran adalah struktur dan ciri-ciri visual yaitu:

1. Terdiri dari rangkap-rangkap yang berasingan. Setiap rangkap


terjadi dari baris-baris yang sejajar dan berpasangan seperti 2,4,6,8
dan seterusnya. Rangkap yang umum adalah empat baris.
2. Setiap baris mempunyai empat kata dasar, dengan jumlah suku
kata antara 8 hingga 10.
3. Adanya klimaks yaitu kelebihan jumlah unit suku kata atau
perkataan pada kuplet maksud.
4. Setiap stanza terbagi kepada dua unit yaitu pembayang dan
maksud.
5. Mempunyai skema rima ujung yang tetap: a-b – a-b, dengan sedikit
variasi a-a-a-a.
6. Setiap stanza pantun adalah satu keseluruhan memiliki sifat fikiran
yang bulat dan lengkap.

Sedangkan menurut Suroto (1989), ciri-ciri pantun sebagai berikut:

1. Pantun tersusun empat baris dalam tiap baitnya.


2. Baris pertama dan baris kedua berupa sampiran.
3. Baris ketiga dan keempat merupakan isi atau maksud yang
disampaikan.
4. Jumlah suku kata dalam tiap baitnya rata-rata berkisar 8 – 12.

2.4. Macam – Macam Pantun

Menurut Suroto (1989) membagi pantun menjadi dua bagian yaitu:

1. Menurut isinya:
A. Pantun anak-anak, berisi permainan.
B. Pantun muda mudi, berisi percintaan.
C. Pantun orang tua, berisi nasihat atau petuah. Pantun ini disebut
juga pantun nasihat.
D. Pantun jenaka,berisi sindiran sebagai bahan lelucon.
E. Pantun teka-teki.
2. Menurut bentuknya atau susunannya:
A. Pantun berkait, merupakan pantun yang berkaitan antara bait
satu dengan bait kedua, bait kedua dengan bait ketiga dan
seterusnya. Adapun susunan kaitannya adalah baris kedua bait
pertama menjadi baris pertama pada bait kedua, baris keempat
bait pertama dijadikan baris ketiga pada bait kedua dan
seterusnya.
B. Pantun kilat, disebut juga karmina, pantun yang terdiri atas
dua baris, baris pertama sampiran dan baris kedua isi. Asal
mula pantun ini terdiri dari empat baris, tetapi karena barisnya
pendek-pendek maka seolah-olah kedua baris pertama
diucapkan sebagai kalimat dan kedua baris yang terakhir.

Menurut Nursisto, dalam bukunya Ikhtisar Kesusastraan Indonesia


(2000) pantun dibagi menjadi dua :
1. Menurut isinya, dibagi atas:
A. Pantun kanak – kanak.
a. Pantun bersukacita.
b. Pantun berdukacita.
B. Pantun muda
a. Pantun nasib atau pantun dagang.
b. Pantun perhubungan :
 Pantun perkenalan.
 Pantun berkasih – kasihan.
 Pantun perceraian.
 Pantun beriba hati.
c. Pantun jenaka.
d. Pantun teka-teki.
C. Pantun tua
a. Pantun adat.
b. Pantun agama.
c. Pantun nasihat.

2. Menurut banyaknya baris tiap bait, dibagi menjadi:


A. Pantun dua seuntai adalah pantun kilat.
B. Pantun empat seuntai adalah pantun empat serangkum.
C. Pantun enam seuntai adalah talibun.

Menurut Effendy (1983), pantun dibagi mejadi :

1. Pantun anak – anak. Menurut isinya dibedakan menjadi :


A. Pantun bersukacita.
B. Pantun berdukacita.
C. Pantun jenaka atau pantun teka-teki.
2. Pantun orang muda. Menurut isinya dibedakan menjadi :
A. Pantun dagang atau pantun nasib.
B. Pantun perkenalan.
C. Pantun berkasih – kasihan.
D. Pantun perceraian.
E. Pantun beribahati.
3. Pantun orang tua. Menurut isinya dibedakan menjadi :
A. Pantun nasihat.
B. Pantun adat.
C. Pantun agama.
Menurut Abdul Rani (2006) mengklasifikasikan pantun menurut
isinya sebagai berikut:

1. Pantun anak – anak.


A. Pantun anak-anak jenaka.
B. Pantun anak kedukaan.
C. Pantun anak teka – teki.
2. Pantun muda – mudi.
A. Pantun muda – mudi kejenakaan.
B. Pantun muda – mudi dagang.
C. Pantun muda – mudi cinta kasih.
D. Pantun muda – mudi ejekan.

3) Pantun Tua
a) Pantun tua kiasan
b) Pantun tua nasihat
c) Pantun tua adat
d) Pantun tua agama
e) Pantun tua dagang
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rani, Supratman. 2006. Intisari Sastra Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.

Effendy, M. Ruslan. 1983. Selayang Pandang Kesusastraan Indonesia. Surabaya :


PT. Bina Ilmu.

Nursisto. 2000. Kiat Menggali Kreativitas. Yogyakarta : PT Mitra Gama Widya.

Piah, Harun Mat. 1989. Puisi Melayu Tradisional: Suatu Pembicaraan genre dan
Fungsi. Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian
Pendidikan Malaysia.

Pradopo, Rahmat Djiko. 2012. Pengkajian Puisi. Yogyakarta : Gajah Mada


University Press.

Sopandi. 2010. Memahami Puisi. Bogor : PT. Quadra.

Suroto. 1989. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Waluyo, Herman J. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai