Makalah ini disusun guna untuk memenuhi Mata Kuliah Kajian Puisi
Oleh :
Kelompok II
2. Athala Rania
4. Yusnita
BUDIDAYA
BINJAI
2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat
dan Hidayahnya kepada kami dalam menyelesaikan Tugas Makalah sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.Terimakasih kami uapkan kepada Ibu Prina Yelly M,Hum selaku
dosen pengampu Mata Kajian Puisi yang telah membimbing kami dalam makalah ini membahas
dan menjelaskan mengenai Kumpuan Pantun . Kami menyadari bahwa dalam hasil makalah ini
masih terdapat kekurangan dan kekeliruan yang tidak sengaja.Oleh karena itu,kami sangat
membutuhkan kritik dan saran.Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.Khususnya pada Mata Kajia Puisi Pada Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………iii
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………....3
A. Pengertian Pantun…………………………………………………………..3
B. Sejarah Pantun……………………………………………………………...3
C. Ciri-ciri Pantun……………………………………………………………..4
E. Struktur Pantun…………………………………………………………….5
A. Kesimpulan……………………………………………………………………..7
B. Saran……………………………………………………………………………7
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….9
BAB I
PENDAHULUAN
Mengungkapkan perasaan tidak hanya dapat diceritakan dan ditulis dalam bentuk
prosa. Ungkapan perasaan pun dapat dinyatakan dalam bentuk puisi, seperti puisi lama yang
disebut pantun. Selain pantun, masih ada bentuk puisi lama lainnya, seperti pantun kilat
(karmina), talibun, seloka, gurindam, dan syair.
Pantun di Indonesia sangat banyak dan beraneka ragam, untuk itu dengan mempelajari
hakikat pantun akan menambah banyak wawasan mengenai budaya asli yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia. Pantun tidak hanya dianggap sebagai warisan nenek moyang tetapi jika
ditelusuri pantun memiliki banyak kegunaan di antara yang paling penting sebagai saran
komunikasi dan pelupapan ekspresi seseorang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut , maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
A. Pengertian Pantun
Dalam pengertian umum, pantun merupakan salah satu bentuk sastra rakyat yang menyuarakan
nilai-nilai dan kritik budaya masyarakat. Pantun adalah puisi asli Indonesia (Waluyo, 1987: 9).
Pantun juga terdapat dalam beberapa sastra daerah di Indonesia seperti “parika” dalam sastra jawa
atau “paparikan” dalam sastra sunda. Orang yang pertama kali membentangkan pikiran dari hal
pantun Indonesia ini adalah H.C. Klinkert dalam tahun 1868. Karangannya bernama “De pantuns of
minnenzangen der Maleier”. Sesudah itu datang Prof. Pijnapple juga beliau memaparkan
pikirannya dari hal ini dalam tahun 1883. Pantun tepat untuk suasana tertentu, seperti halnya juga
karya seni lainnya hanya tepat untuk suasana tertentu pula.
Menurut Surana (2001: 31), pantun ialah bentuk puisi lama yang terdiri atas 4 larik sebait
berima silang (a-b-a-b). Larik I dan II disebut sampiran, yaitu bagian objektif. Biasanya berupa
lukisan alam atau apa saja yang dapat diambil sebagai kiasan. Larik III dan IV dinamakan isi,
bagian subjektif. Sama halnya dengan karmina, setiap larik terdiri atas 4 perkataan. Jumlah suku
kata setiap larik antara 8-12. Namun, dalam buku Bahan Ajar Sastra Rakyat (2005: 70) mengatakan
bahwa:
Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa
Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa Minangkabau yang berarti “petuntun”.
Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai
paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas
empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir
dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya
merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.
Pantun adalah genre kesusastraan tradisional Melayu yang berkembang di seluruh dunia
khususnya di Nusantara sejak ratusan tahun lampau. Pantun adalah simbol artistik masyarakat
Nusantara dan ia adalah lambang kebijaksanaan berpikir. Semua bentuk pantun terdiri atas dua
bagian yaitu sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam
(mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan
bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris
terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. Karmina dan talibun
merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina
merupakan pantun “versi pendek” (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah “versi panjang”
(enam baris atau lebih).
Sejarah Pantun
Pada mulanya pantun merupakan senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan (Fang,
1993: 195). Pantun pertama kali muncul dalam Sejarah Melayu dan hikayat-hikayat popular yang
sezaman dan disisipkan dalam syair-syair seperti Syair Ken Tambuhan. Pantun dianggap sebagai
bentuk karma dari kata Jawa Parik yang berarti pari, artinya paribahasa atau peribahasa dalam
bahasa Melayu. Arti ini juga berdekatan dengan umpama atau seloka yang berasal dari India. Dr. R.
Brandstetter mengatakan bahwa kata pantun berasal dari akar kata tun, yang terdapat dalam
berbagai bahasa Nusantara, misalnya dalam bahasa Pampanga, tuntun yang berarti teratur, dalam
bahasa Tagalog ada tonton yang berarti bercakap menurut aturan tertentu; dalam bahasa Jawa kuno,
tuntun yang berarti benang atau atuntun yang berarti teratur dan matuntun yang berarti memimpin;
dalam bahasa Toba pula ada kata pantun yang berarti kesopanan, kehormatan.
Van Ophuysen dalam Hamidy (1983: 69) menduga pantun itu berasal dari bahasa daun-
daun, setelah dia melihat ende-ende Mandailing dengan mempergunakan daun-daun untuk menulis
surat-menyurat dalam percintaan. Menurut kebiasaan orang Melayu di Sibolga dijumpainya
kebiasaan seorang suami memberikan ikan belanak kepada istrinya, dengan harapan agar istrinya
itu beranak. Sedangkan R.J. Wilkinson dan R.O. Winsted dalam Hamidy (1983: 69) menyatakan
keberatan mengenai asal mula pantun seperti dugaan Ophuysen itu. Dalam bukunya “Malay
Literature” pertama terbit tahun 1907, Wilkinson malah balik bertanya, ‘tidakkah hal itu harus
dianggap sebaliknya?’. Jadi bukan pantun yang berasal dari bahasa daun-daun, tetapi bahasa daun-
daunlah yang berasal dari pantun.
C. Ciri-ciri Pantun
1. Pantun terdiri dari sejumlah baris yang selalu genap yang merupakan satu kesatuan yang
disebut bait/kuplet.
2. Setiap baris terdiri dari empat kata yang dibentuk dari 8-12 suku kata (umumnya 10 suku
kata).
3. Separuh bait pertama merupakan sampiran (persiapan memasuki isi pantun), kemudian
separuh bait berikutnya merupakan isi (pesan yang mau disampaikan).
4. Setiap bait terdiri dari 4 baris.
5. Bait pertama dan kedua adalah sampiran.
6. Baris ketiga adalah isi.
7. Bersajak a-b-a-b.
Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata kemampuan
menjaga alur berpikir. Pantun terdiri dari sejumlah baris yang selalu genap, yang merupakan satu
kesatuan yang disebut bait/kuplet. Pantun turut berfungsi sebagai media untuk menyampaikan
hasrat yang seni atau rahasia yang tersembunyi melalui penyampaian yang berkias. Orang melayu
mencipta pantun untuk melahirkan perasaan mereka secara berkesan tetapi ringkas, kemas, tepat,
dan menggunakan bahasa yang indah-indah.
Pada zaman dahulu kala masyarakat melayu belum lagi pandai menulis dan membaca. Hal
ini demikian karena, masyarakat melayu pada waktu itu belum lagi bertamadun. Keadaan ini telah
membuktikan bahwa orang melayu sebelum tahu menulis dan membaca telah pandai mencipta dan
berbalas-balas pantun antara satu sama lain. Pantun sering digunakan dalam upacara peminangan
dan perkawinan atau sebagai pembuka atau penutup bicara dalam majelis-majelis resmi. Pantun
sering dijadikan sebagai alat komunikasi.
E. Struktur Pantun
Adapun struktur pantun pada umumnya ialah terdiri dari dua baris sampiran dan dua baris
isi. Sampiran merupakan sandaran dan isi merupakan saran misi atau pesan. Menurut Sutan Takdir
Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah
pendengaran memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karna pantun merupakan sastra lisan
F. Kumpulan Pantun :
a. Pantun Nasehat :
b. Pantun Cinta :
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pantun adalah Puisi Indonesia, tiap bait (kuplet) biasa terdiri atas empat baris yang bersajak
(a-b-a-b) tiap larik biasanya berjumlah empat kata; baris pertama dan baris kedua biasanya
tumpuan (sampiran) saja dan baris ketiga dan keempat merupakan isi; setiap baris terdiri dari 8-
12 suku kata; merupakan peribahasa sindiran; jawab (pada tuduhan dan sebagainya).
Ciri-ciri pantun dapat dinyatakan yaitu pantun tersusun atas empat baris dalam tiap baitnya.
Baris pertama dan baris kedua berupa sampiran. Baris ketiga dan keempat merupakan isi/ maksud
yang hendak disampaikan. Jumlah suku kata dalam tiap baitnya rata-rata berkisar delapan sampai
dua belas. Jenis pantun dapat dibedakan berdasarkan tingkatan umur pemakainya, berdasarkan
isinya, dan berdasarkan bentuknya atau susunannya.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah hendaknya ilmu tentang kesusastraan selalu digali dan
dipelajari serta diterapkan, khususnya tentang pantun oleh para sastrawan, ilmuan, dan lebih
spesifik lagi oleh mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Djoko, Damono. (2004). Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Gawa,John. 2007. Kebijakan dalam 1001 Pantun. Jakarta: Buku Kompas.
Rosidi, Ajip. (1983). Kapankah Kesusteran Indonesia Lahir?. Jakarta: Gunung Agung.
Widjoko dan Endang Hidayat. (2007). Teori dan Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: UPI Press.