Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PUPUH SEKAR AGEUNG (PUPUH DANGDANGGULA)


Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok
Mata Kuliah Pupuh
Dosen Pengampu: Fajar Sukma Nur Alam, M.Pd

Disusun Oleh:
Kelompok 4 – PGSD 6A
1. Cici Sri Melati (NIM: 206223036)
2. Heti Juliyanti (NIM: 206223021)
3. Vina Nopianti (NIM: 206223167)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) MUHAMMADIYAH KUNINGAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pupuh
Sekar Ageung (Pupuh Dangdanggula) dengan tepat waktu. Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas Bapak Fajar Sukma Nur Alam,M.Pd pada mata kuliah
Pupuh di STKIP Muhammadiyah Kuningan. Selain itu, penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Pupuh Sekar
Ageung (Pupuh Dangdanggula).
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak
Fajar Sukma Nur Alam,M.Pd. selaku dosen mata kuliah Pupuh. Tugas yang
telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang
yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih pada semua
pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Kuningan, 11 Februari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………… i
DAFTAR ISI………………...…………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN………………...……………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah………………...………………………… 1
B. Rumusan Masalah………………...……………………………… 1
C. Tujuan Penulisan………………...………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN………………...……………………………… 2
A. Pengertian Pupuh………………………………….......................... 2
B. Karakteristik Pupuh Dangdanggula ................................................. 3
C. Contoh Pupuh Dangdanggula……………………………………… 4
BAB III PENUTUP……………...……………………………………… 8
A. Kesimpulan………………...……………………………………… 8
B. Saran………………...…………………………………………… 8
DAFTAR PUSTAKA………………...…………………………………… 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pupuh merupakan salah satu kesenian tradisi yang masih berkembang
di daerah Sunda, dalam kehidupan sehari-hari terutama di masyarakat umum
dan sekolah dasar hingga menengah, pupuh dimaknai sebagai gabungan antara
seni karawitan khususnya seni suara atau sekar dan seni sastra yang memiliki
aturan dan patokan tertentu dalam penyusunan syair atau rumpaka. Seni pupuh
pada Sunda pada abad 17-18 masehi mendapat pengaruh dari Mataram, pada
saat itu seni pupuh banyak digunakan di kalangan tertentu dalam kaum Sunda.
Pada zaman kolonial seni pupuh digunakan sebagai alat surat menyurat, pidato
para kaum menak, namun sesuai dengan beriringnya zaman atas para kreator
seniman Sunda seni pupuh dikembangkan ke beberapa jenis kesenian tradisi
Sunda.

Melihat perkembangan seni musik di Indonesia yang sudah banyak


dipengaruhi oleh musik-musik bangsa lain, masyarakat justru cenderung lebih
tertatik dengan musik-musik dari bangsa lain. Seni pupuh pada dasarnya
warisan leluhur yang harus dijaga oleh penerus bangsa ini. Pupuh harus
dikembangkan dengan komposisi yang berbeda dan dikemas lebih modern
maka para pendengar tidak akan mudah jenuh saat mendengarkan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan
beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan yang akan dibahas dalam
makalah ini, diantaranya:
1. Apa Pengertian Pupuh Sekar Ageung (Pupuh Dangdanggula)?
2. Bagaimana Karakteristik Pupuh Dangdanggula?
3. Apa Saja Contoh Pupuh Dangdanggula?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penulis merumuskan beberapa
tujuan penulisan dari makalah ini, diantaranya:
1. Mengetahui Pengertian Pupuh Sekar Ageung (Pupuh Dangdanggula)
2. Mengetahui Karakteristik Pupuh Dangdanggula
3. Mengetahui Apa Saja Contoh Pupuh Dangdanggula

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pupuh Sekar Ageung (Pupuh Dangdanggula)


Menurut Soepandi dalam Kusumah, dkk (1998:19) bahwa istilah pupuh
di dalam dunia naskah baik Sunda maupun Jawa sering dijumpai, diterapkan
beberapa pengertian, yaitu:
1. Pupuh dalam istilah karawitan berarti bait atau pada, misalnya untuk
sebutan sapupuh artinya sebait (satu bait) atau sepada.
2. Pupuh berarti aturan, misalnya pada kata perang pupuh yang berarti
perang yang beraturan.
3. Pupuh berarti lagu atau tembang.
4. Pupuh berarti rangkaian bait yang memiliki pola yang sama. Umpanya
pupuh pertama yang terdapat di dalam Wawacan Dewi Sekartaji
terdiri atas 18 bait, maka kedelapan belas bait ini dapat dikatakan
sepupuh (satu jenis pupuh)
5. Pupuh berarti puisi Jawa Utama, arti ini bertitik tolak dari kenyataan
para pujangga Jawa yang mengutamakan pupuh sebagai hasil
kesusastraan kuno yang menyajikan cerita-cerita dalam bentuk
tembang-tembang Jawa.
6. Pupuh berarti puisi Jawa yang tertua adalah pupuh.
7. Pupuh berarti pola penyusun syair atau rumpaka.
Adapun menurut Permana, dkk (2019:3017) bahwa pupuh adalah lagu
yang terikat oleh banyak suku kata dalam satu bait, jumlah larik, bunyi vokal
akhir dalam setiap larik, dan permainan lagu dalam khazanah budaya sunda.
Besar kemungkinan masyarakat Sunda mengenal pupuh setelah wilayah
Priangan “tunduk” kepada Mataram zaman Sultan Agung pada abad ke-17.
Menurut Permana, dkk (2019:310) Sekar ageung atau tembang gede
disebut juga macaro lagu, sekar ageung disusun oleh Prabu Daniswara pada
tahun 1088 Masehi.
Menurut Komara, dkk (2020:124-125) Dangdanggula merupakan
pupuh (lagu) yang termasuk pada pupuh sekar ageung (lagu bunga besar),
yang memiliki watak tenang, tentram atau gembira. Pupuh dangdanggula bisa
memuat syair atau rumpaka apa saja, yang sifatnya tenang atau gembira.

2
Menurut Ruhaliah (2018:67) dangdanggula merupakan pupuh yang
paling sulit, sehingga terkadang ada pembaca yang berusaha menghindari teks
yang berisi banyak pupuh dangdanggula. Menurut Diding (65 tahun, anggota
kelompok beluk asal Ciapus, Banjaran), menyanyikan dangdanggula kupuh di
beluk merupakan pekerjaan berat karena nada dan ritme yang tinggi serta
membutuhkan nafas yang panjang.

B. Karakteristik Pupuh Dangdanggula


Menurut Ensiklopedi Indonesia bahwa karakteristik berasal dari kata
karakter yang berarti watak. Secara umum pengertian karakteristik adalah sifat
khas yang tetap menampilkan diri dalam keadaan apapun. Bagaimanapun
upaya untuk menutupi dan menyembunyikan watak itu, ia akan selalu
ditemukan sekalipun terkadang dalam bentuk lain.
Adapun menurut Hartono (2002:406) karakter adalah kualitas atau
atribut yang menunjukan sifat suatu objek atau organisme, dalam genetika,
ekspersi gen atau sekelompok gen yang terlihat pada fenotipe dan juga dalam
psikiatri, istilah yang digunakan terutama dalam literatur psikoanalitik, dengan
cara yang hampir sama dengan kepribadian, khususnya untuk ciri kepribadian
yang dibentuk oleh pengalaman hidup dan proses perkembangan.
Menurut Tinggen dalam Parta (2014:71) Pupuh Dangdanggula
biasanya digunakan untuk melukiskan watak yang halus, lemas, umunya untuk
melahirkan suatu ajaran, berkasih-kasihan dan juga untuk menutup suatu
karangan. Pupuh Dangdanggula juga menceritakan keindahan, kesenangan,
ketentraman dan keagungan.
Adapun menurut Komara, dkk (2020:125) pupuh dangdanggula itu
jelas menceritakan tentang keberadaan suatu negara yang subur, makmur, kaya
negaranya, rakyanya hidup sejahtera tanpa kurang suatu apapun, negara seperti
itu pasti merupakan warisan kerajaan yang besar, yakni Padjajaran di Jawa
Barat Indonesia. Pupuh dangdanggula itu dengan demikian memiliki pesan
moral khusunya kepada para pemimpin, bahwa untuk menjadikan negara itu
maju, rakyatnya hidup damai dan sejahtera, maka pemimpinnya harus jujur,
adil dan memperhatikan kepentingan rakyatnya.
Menurut Komarudian dalam Komara (2020:125) bahwa dalam
kewirausahaan juga ada karakter yang sama, seperti dalam pupuh

3
dangdanggula yaitu jujur, jadi seorang wirausaha harus mempunyai karakter
jujur, karena kejujuran merupakan hal penting dan akan menimbulkan
kepercayaan dari orang lain.

C. Contoh Pupuh Dangdanggula


Pupuh ini menggambarkan keadaan senang, gembira yang tiada
taranya. Sasmita yang digunakannya adalah kata-kata artati, dangdang, gagak,
gula, guladrawa, hartati, madu, manis, dan sarkara.
Pupuh Dangdanggula adalah salah satu jenis puisi tradisional sunda
yang biasanya bertema keceriaan, ketentraman dan keagungan.Pupuh
dangdanggula bercerita tentang keagungan atau kebesaran. Seperti pupuh
lainnya, dangdanggula juga terikat oleh aturan guru lagu dan guru wilangan.
Guru Lagu merupakan panjang atau pendeknya suku kata serta pola
mengenai selang seling huruf hidup pada suku kata terakhir suatu tembang
atau kakawin.Sedangkan Guru wilangan merupakan banyaknya jumlah suku
kata dalam setiap baris.Sapada (sebait) dangdanggula terdiri atas 10 padalisan
(baris). Guru lagu dan guru wilangan dangdanggula dari baris ke-1 sampai ke-
10 yaitu 10i, 10a, 8o/é, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a.
Contoh teks pupuh dangdanggula:
1. Ger jelema rame tingsariut,
tinggorowok ngaromong baredas,
nyebat rempag rawuh bogoh,
saluyu jeung satuju,
tur mupakat jeung rea deui,
estuning rame pisan,
asa tai ceuli luncat asa racleng,
ku tinggorowokna jalmi,
tanda saluyu tea.
Terjemahan:
Orang-orang ramai bersuitan,
berteriak (dan) berbicara keras,
mengatakan setuju dan jatuh cinta,
setuju serta akur,
serta menyetujui dan banyak lagi,

4
sungguh sangat ramai sekali,
sangat ramai bergerumuh,
rasanya kotoran telinga berloncatan,
karena kerasnya orang berteriak,
menandakan setuju.
2. Barang anu tinggorowok tadi,
jeung jarempe anu tingsaroak,
sesepuh deui nyarios,
Raden Dipati lucu,
Wira Wangsa Taruna wangi,
Geus kadangu sanggupna,
Ti rahayat umum,
Dampal dalem geus diangkat,
Tur dijungjung ngasta,
Kabupaten resmi,
Tanah Ukur nu jembar.

Terjemahan:
Ketika yang berteriak tadi,
dan oang-orang menjadi sunyi,
orang tua berkata lagi,
Raden Dipati (yang) lucu,
Wira Wangsa Taruna yang harum (namanya),
sudah terdengar lagi kesanggupan,
dari orang banyak,
serta diakui sebagai pemimpin,
kabupaten (secara) resmi,
tanah ukur yang luas.
Contoh Pupuh Dangdanggula

Endahna Alam
Karya : Gina. A. M

Ombak laut meni katingali (10-i)

5
ngagulung kahamparan daratan (10-a)
mawa sejuk kana hate (8-e)
hayang ngomong teu cukup (7-u)
anginna meni ngahiliwir (9-i)
ngaguruh ku di dinya (7-a)
semu-semu lucu (6-u)
pas ret ka lebah wetan (8-a)
estu endah jeung nyejuk kana pas diri (12-i)
sonten ieu bengras pisan (7-a)

Mega beureum surupna geus burit (10-i)


Ngalanglayung panas pipikiran (10-a)
Cikur jangkung jahe koneng (8-e)
Naha teu palay tepung (7-u)
Sim abdi mah ngabeunying leutik (9-i)
Ari ras cimataan (7-a)
Gedong tengah laut (6-u)
Ulah kapalang nya bela (8-a)
Paripaos gunting pameulahan gambir (12-i)
Kacipta salamina (7-a)

Dinten ieu estu bingah ati (10-i)


ku jalaran panceg milang kala (10-a)
kenging kurnia ti Alloh (8-o)
rehing nambihan umur (7-u)
tepung taun umur sim abdi (9-i)
heunteu weleh neneda (7-a)
ka Gusti nu agung (6-u)
malar umur teh mangpa’at (8-a)
tebih bahla turta pinarinan rijki (12-i)
sumujud ka Pangeran (7-a)

lambang R.I. jero ngandung harti (10i)


lamun bener di amalkeunana (10a)

6
persatuan tangtu tembong (8o)
teu cukup ku disebut (7u)
atawa na apal na biwir (9i)
bhineka tunggal ika (7a)
maksudna gumulung (6u)
kabeh seler-seler bangsa beda-beda (12a)
tatapi asal sa getih (8i)
beda tapi sa asal (7a)

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pupuh adalah lagu yang terikat oleh banyak suku kata dalam satu bait,
jumlah larik, bunyi vokal akhir dalam setiap larik, dan permainan lagu dalam
khazanah budaya sunda. Besar kemungkinan masyarakat Sunda mengenal pupuh
setelah wilayah Priangan “tunduk” kepada Mataram zaman Sultan Agung pada
abad ke-17. Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti watak. Secara
umum pengertian karakteristik adalah sifat khas yang tetap menampilkan diri
dalam keadaan apapun. Bagaimanapun upaya untuk menutupi dan
menyembunyikan watak itu, ia akan selalu ditemukan sekalipun terkadang dalam
bentuk lain. Pupuh Dangdanggula adalah salah satu jenis puisi tradisional sunda
yang biasanya bertema keceriaan, ketentraman dan keagungan.Pupuh
dangdanggula bercerita tentang keagungan atau kebesaran. Seperti pupuh lainnya,
dangdanggula juga terikat oleh aturan guru lagu dan guru wilangan.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah yang berjudul "Pupuh Sekar Ageung (Pupuh
Dangdanggula)", kami selaku penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan
sehingga belum sempurnanya makalah kami. Maka kami harap kritik dan saran
yang membangun dari Dosen Pengampu dan saudara-saudari khususnya kelas A
semester VI Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

8
DAFTAR PUSTAKA

Komara, E., & Adiraharja, M. I. (2020, September). Integrasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal
dalam Pembelajaran Kewirausahaan di SMK Negeri 10 Kota Bandung. Jurnal
Indonesia untuk Kajian Pendidikan, 5(2), 117-130.

Kusumah, S. D., Kartikasari, T., F, A. H., & Lestariyati, S. (1998). Kajian Nilai Budaya
Naskah Kuna Wawacan Dewi Sekartaji II : Episode Pencarian dan Penyamaran.
Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan. Dipetik Januari 01, 1998

Parta, I. B. (2014, Oktober). Analisis Stilistika Dalam Pupuh-Pupuh Karya Sastra Tradisional
Bali. Jurnal Widya Acharya FKIP Universitas Dwijendra, 66-81.

Permana, L., Rifa'i, A. B., & Ridwan, A. (2019, September). Analisi Isi Pesan Dakwah dalam
Buku 17 Sekar Pupuh Anggoeun di Sakola Karya Godi Suwarna. Jurnal Komunikasi
dan Penyiaran Islam, 4, 204-324.

Ruhaliah. (2018). WAWACAN Sebuah Genre Sastra Sunda. Bandung: PT Dunia Pustaka
Jaya.

Anda mungkin juga menyukai