Anda di halaman 1dari 8

SASTRA MELAYU KLASIK

DOSEN

Dr. Juanda, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEPELATIHAN


OLAHRAGA
KELAS : A
DISUSUN OLEH :
ZALIKAL ILHAM (1632041016)
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
Sastra Melayu Klasik bermula pada abad ke-16 Masehi. Semenjak itu sampai sekarang gaya
bahasanya tidak banyak berubah.

Dokumen pertama yang ditulis dalam bahasa Melayu klasik adalah sepucuk surat dari raja
Ternate, Sultan Abu Hayat kepada raja Joo III di Portugal dan bertarikhkan tahun 1521 Masehi.

Bentuk-bentuk Sastra Melayu


1. Gurindam

Gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan
irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan
semacam soal, masalah atau perjanjian dan baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari
masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi.
Gurindam Lama

Contoh:

Pabila banyak mencela orang


Itulah tanda dirinya kurang

Dengan ibu hendaknya hormat


Supaya badan dapat selamat
Gurindam Dua Belas

Kumpulan gurindam yang dikarang oleh Raja Ali Haji dari Kepulauan Riau. Dinamakan Gurindam
Dua Belas oleh karena berisi 12 pasal, antara lain tentang ibadah, kewajiban raja, kewajiban
anak terhadap orang tua, tugas orang tua kepada anak, budi pekerti dan hidup bermasyarakat.

2. Hikayat

Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa yang berisikan tentang kisah, cerita, dongeng
maupun sejarah. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang
lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama.

Berikut ini adalah daftar hikayat dalam bahasa Melayu:


Hikayat Aceh
Hikayat Abdullah
Hikayat Abu Nawas
Hikayat Abu Samah
Hikayat Amir Hamzah
Hikayat Banjar
Hikayat Bakhtiar
Hikayat Bayan Budiman
Hikayat Hang Tuah
Hikayat Iblis
Hikayat Indraputra
Hikayat Iskandar Zulkarnain
Hikayat Isma Yatim
Hikayat Jaya Lengkara
Hikayat Kalila dan Daminah
Hikayat Kerajaan Sikka
Hikayat Malim Dewa
Hikayat Musang Berjanggut
Hikayat Merong Mahawangsa
Hikayat Muhammad Hanafiah
Hikayat Nakhoda Asik
Hikayat Nakhoda Muda
Hikayat Negeri Riau
Hikayat Negeri Johor
Hikayat Pahang
Hikayat Panca Tanderan
Hikayat Pandawa Jaya
Hikayat Panji Kuda Semirang
Hikayat Patani
Hikayat Pelanduk Jenaka
Hikayat Purasara
Hikayat Putera Jaya Pati
Hikayat Raja Akil
Hikayat Raja Budiman
Hikayat Raja Jumjumah
Hikayat Raja Muda
Hikayat Raja-raja Pasai
Hikayat Samaun
Hikayat Sang Boma
Hikayat Sang Bima
Hikayat Seri Rama
Hikayat Si Miskin
Hikayat Siak
Hikayat Sultan Ibrahim
Hikayat Syah Mardan
Hikayat Tanah Hitu
Hikayat Yong Dolah

3. Karmina

Karmina atau dikenal dengan nama pantun kilat adalah pantun yang terdiri dari dua baris. Baris
pertama merupakan sampiran dan baris kedua adalah isi. Memiliki pola sajak lurus (a-a).
Biasanya digunakan untuk menyampaikan sindiran ataupun ungkapan secara langsung.

Contoh:

Sudah gaharu cendana pula Sudah tahu masih bertanya pula.

4. Pantun

Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa
Nusantara. Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal
sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa). Lazimnya
pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola a-
b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra
lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.

Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris
pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat
pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan
maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang
merupakan tujuan dari pantun tersebut.
Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian
sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun "versi pendek" (hanya dua baris), sedangkan
talibun adalah "versi panjang" (enam baris atau lebih).
Peran pantun

Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan
menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar.
Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang
lain.

Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan
pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan
seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata.

Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian
pesan.
Struktur pantun

Menurut Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk
mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena pantun
merupakan sastra lisan.

Meskipun pada umumnya sampiran tak berhubungan dengan isi kadang-kadang bentuk
sampiran membayangkan isi. Sebagai contoh dalam pantun di bawah ini:

Air dalam bertambah dalam


Hujan di hulu belum lagi teduh
Hati dendam bertambah dendam
Dendam dahulu belum lagi sembuh

Beberapa sarjana Eropa berusaha mencari aturan dalam pantun maupun puisi lama lainnya.
Misalnya satu larik pantun biasanya terdiri atas 4-6 kata dan 8-12 suku kata. Namun aturan ini
tak selalu berlaku.

5. Seloka
Seloka merupakan bentuk puisi Melayu Klasik, berisikan pepetah maupun perumpamaan yang
mengandung senda gurau, sindiran bahkan ejekan. Biasanya ditulis empat baris memakai
bentuk pantun atau syair, kadang-kadang dapat juga ditemui seloka yang ditulis lebih dari
empat baris. Kata "seloka" diambil dari bahasa Sansekerta, sloka.

Contoh seloka 4 baris:

Sudah bertemu kasih sayang


Duduk terkurung malam siang
Hingga setapak tiada renggang
Tulang sendi habis berguncang

Contoh seloka lebih dari 4 baris:

Baik budi emak si Randang


Dagang lalu ditanakkan
Tiada berkayu rumah diruntuhkan
Anak pulang kelaparan
Anak dipangku diletakkan
Kera dihutan disusui

6. Syair

Syair adalah puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak.
Biasanya terdiri dari 4 baris, berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau
maksud penyair (pada pantun, 2 baris terakhir yang mengandung maksud). Syair berasal dari
Arab.

7. Talibun

Talibun adalah sejenis puisi lama seperti pantun karena mempunyai sampiran dan isi, tetapi
lebih dari 4 baris ( mulai dari 6 baris hingga 20 baris). Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-
abcde, dstnya.
Ciri-ciri Talibun
Ciri-ciri Talibun adalah seperti berikut:

Ia merupakan sejenis puisi bebas


Terdapat beberapa baris dalam rangkap untuk menjelaskan pemerian
Isinya berdasarkan sesuatu perkara diceritakan secara terperinci
Tiada pembayang. Setiap rangkap dapat menjelaskan satu keseluruhan cerita
Menggunakan puisi lain (pantun/syair) dalam pembentukannya
Gaya bahasa yang luas dan lumrah (memberi penekanan kepada bahasa yang berirama
seperti pengulangan dan lain-lain)
Berfungsi untuk menjelaskan sesuatu perkara
Merupakan bahan penting dalam pengkaryaan cerita penglipur lara

Tema Talibun

Tema talibun biasanya berdasarkan fungsi puisi tersebut. Contohnya seperti berikut:

Mengisahkan kebesaran/kehebatan sesuatu tempat dll


Mengisahkan keajaiban sesuatu benda/peristiwa
Mengisahkan kehebatan/kecantikan seseorang
Mengisahkan kecantikan seseorang
Mengisahkan kelakuan dan sikap manusia
mengisahkan perlakuan dimasa lalu

Contoh Talibun:

Tengah malam sudah terlampau


Dinihari belum lagi nampak
Budak-budak dua kali jaga
Orang muda pulang bertandang
Orang tua berkalih tidur
Embun jantan rintik-rintik
Berbunyi kuang jauh ke tengah
Sering lanting riang di rimba
Melenguh lembu di padang
Sambut menguak kerbau di kandang
Berkokok mendung, Merak mengigal
Fajar sidik menyinsing naik
Kicak-kicau bunyi Murai
Taktibau melambung tinggi
Berkuku balam dihujung bendul
Terdengar puyuh panjang bunyi
Puntung sejengkal tinggal sejari
Itulah alamat hari nak siang
(Hikayat Malim Deman)

SUMBER ARTIKEL : http://www.jendelasastra.com/wawasan/artikel/sastra-melayu-klasik

Anda mungkin juga menyukai