Anda di halaman 1dari 41

(RE-)KONSTRUKSI

ARSITEKTUR JAWA
GRIYA JAWA DALAM TRADISI TANPA TULISAN
(HAL 20-25)
JOSEF PRIJOTOMO

OLEH :

JANETTE EVANITA 16.A1.0007 JANANTHA OCTATALIAN 16.A1.0083

GRECIANA OLIVIA PUTRI 16.A1.0017 ELZER ANUNG ANINDITO 16.A1.0143

SALLY MARCELLA 16.A1.0076


PENGANTAR

Dengan mengikuti Poespoprodjo, penafsiran menjadi sarana


dan wahana dalam mengungkapkan pengetahuan dengan
bertanggungjawab.

Poespoprodjo memberi pengertian yang jitu tentang


penafsiran yaitu: ”Proses memperantarai dan menyampaikan
pesan agar dapat dipahami”
Poespoprodjo menunjuk bahwa penafsiran sebagai sarana
dan wahana pemahaman memiliki tiga pengertian dan
sekaligus matra (dimensi) yakni meng-kata-kan, men-
terang-kan dan men-terjemah-kan.
II-1.2. ANALISA WACANA SEBAGAI BENTUK
PENAFSIRAN

Mengikuti Eriyanto (2001), dari sejumlah model analisis yang ada,


model Teun A.van Dijk yang memberi perhatian besar terhadap konteks yang
komprehensif.
Model van Dijk menuntut adanya analisa tulisan sebagai sebuah
perwujudan karya tulis yang melalui penggunaan format dan aturan
kebahasaan dapat memberikan makna tertentu pada pembacanya.
II-1.2. ANALISA WACANA SEBAGAI BENTUK
PENAFSIRAN

Konteks, bias dan ”keberpihakan” penulis teks adalah faktor


kontekstual yang langsung berpengaruh pada makna yang dapat diungkap.
Makna yang terakhir ini, dapat saja berbeda dari makna yang ditangani dari
jurusan gramatika bahasa.
II-1.3. PENAFSIRAN DAN PENELITIAN
PENGETAHUAN ARSITEKTUR
Penyelidikan atas tulisan itu niscaya melibatkan dua tindakan :
1. Melakukan penerjemahan dalam arti yang seluas-luasnya
2. Melakukan penafsiran (interpretasi).
Penerapan dari ihwal tindakan ini sekaligus juga memberikan gambaran
bahwa penerjemahan dan penafsiran menjadi kunci utama bagi penelitian
teks/karya.
II-1.4. PENAFSIRAN DAN PEMBENTUKAN
PENGETAHUAN
Sebuah pengetahuan sebagai sebuah konstruksi akal dan nalar, yang
dalam penafsiran menjadi yang dikatakan, yang diterangkan atau/ dan yang
diterjemahkan.
Dalam usulan Charles L.Owen (1998), memperoleh wujudnya dari dua
titik berangkat dan jalur garap (ways of knowing) yang berbeda namun
saling melengkapi, menggenapi dan saling memperkaya.
II-1.4. PENAFSIRAN DAN PEMBENTUKAN
PENGETAHUAN

Penjelajahan tentang Pengetahuan Arsitektur dapat dilaksanakan dengan menempati ‘wilayah'


Inquiry Paradigm atau wilayah Application Paradigm, dan dalam kenyataannya memang masing-
masing wilayah itu digunakan dan menghasilkan beragam Pengetahuan Arsitektur.
II-2. KENALARAN TAFSIR

Penelitian ini dilakukan terhadap kawasan tertentu dari Lingkung-bina Jawa yakni
kawasan Pengetahuan Lingkung-bina.
1. Ihwal yang dikaji berada di balik atau di dalam diri obyek-obyek ragawi/fisik. Bagaikan
bayangan cermin dari pengetahuan itu sendiri.
2. Pengetahuan adalah bentuk dari kemampuan manusia dalam melihat, mengamati, memikir,
merasa dan mempertimbangkan segala yang dapat ditangkap oleh indra, pikir dan rasa
manusia.
• Penelitian
yang mengambil kota Sampit sebagai lokasi penelitian
maka setiap naskah, setiap huruf, frasa, kalimat, aliena, dan
paragraf dapat diperlakukan identik dengan kota Sampit.

• Masalah yang akan datang biasanya adanya ketersuratan dan


ketersiratan seperti “Untuk mendirikan bangunan,di bulan puasa itu
jelek,akan kebakaran”.
• Kalimat tidak bisa menjadi data bagi kajian naskah untuk kontruksi
bangunan, karena merupakan salah satu bentuk pengetahuan
manusia, maka bangunan niscanya tidak akan mengabaikan atau
meniadakan kalimat yang digunakan dalam naskah.
• Pengetahuan mencangkup olah pikir/olah rasa terhadap segenap
benda nyata ataupun maya.
• Pengetahuan tersusun sebagai sebuah struktur, sehingga bisa
dikenal baik secara tersirat atau tersurat.
Struktur menampakan dirinya dengan adanya :

• Tanda-tanda dan petunjuk mengenai urutan dan keberuntungan


atas materi yang disampaikan.
• Kegiatan (konsistensi) mengenai keberuntungan penyampaian
materi.
• Tingkatan atau paras (level) kemampatan (solidity)atau
kecairan (fluidity)
• Pernyataan tersurat tentang pengetahuan yang digunakan
dalam menggelar ihwal lingkung-bina jawa.
METODE PENELITIAN
• Penelitian dilaksanakan dalam tahapan-tahapan dalam mengungkapkan
pengetahuan arsitektur, peran dan kedudukan teks tetap sebagai yang
sentral. ”pengetahuan arsitektur sebagaimana dikatakan oleh teks”
adalah pengetahuan yang harus diuangkapkan oleh penelitian.
• Penelitian dalam disiplin arsitektur dihadapkan pada obyek yang bukan
arsitektur,maka obyek dialih-rupa terlebih dulu menjadi bentukan yang
arsitektural agar tidak melibatkan disiplin linguistik atau susastra. Hasil
tafsiran diperiksa menggunakan pengujian.
CARA PENANGANAN PEMINDAHAN
???
Pengalihan dari teks menjadi teks arsitektural (meta-asitektur). Keberadaan nya
menjadi setara dengan teks yang hadir dalam rupa tulisan.
Selanjutnya melakukan perangkaian atau perakitan dengan cara
menyelenggarakan pengkonstruksian yang lazim,dilanjutkan merangkai/merakit
bangunan.
Kemudian melakukan pemcocokan sehingga dapat mengetahui
kesamaan,kemiripan,keserupaan atau selisih dan keberadaan.
KEGIATAN MEMBANGUN META-ARSITEKTUR
1.Urai teks menjadi senarai
perangkat bangunan
TEKS 2.Rangkai seturut ketunganan Meta Arsitektur
mengonstruksi bangunan.

PEMBUATAN TEKS ARSITEKTURAL


Pencocokan

Obyek di Lapangan
Bakuan kaki-dim-strip pertama kali digunakan pada awal abad ke-19.
bakuan ini digunakan selama 70 tahun lamanya. Berbicara mengenai bakuan
tersebut, kawruh yang menggunakan bakuan tersebut adalah Kawruh
Kalang dan Kawruh Griya. Maka dari itu dapat disimpulkan, naskah
Kawruh Kalang dan Kawruh Griya yang paling pertama ditulis sekitar
1870-an. Semenjak itu adanya Kawruh tersebut menjadi inisiatif perorangan
saja
NO KODE JUDUL KETERANGAN NASKAH
01 Gka Kawroeh Kambeng (tt) Aksara Jawa Bahasa Jawa
02 GKb Kawroeh Kambeng (1970) Aksara Jawa Bahasa Jawa, ketikan latin Bahasa Jawa
03 GKc Kawroeh Kambeng (1941) Bahasa Jawa ketikan latin
04 G820 Kawruh Kalang Kapatihan (1882) Aksara Jawa Bahasa Jawa
05 G821 Kawruh Kalang Kapatihan (1882) tt Aksara latin Bahasa Jawa, tulisan tangan
06 G822 Kawruh Kalang Kapatihan (1882) tt Aksara latin Bahasa Jawa, ketikan nn
07 G823 Griyanipun Tiyang Jawi (1982) Aksara latin Bahasa Jawa, ketikan Suroso
08 GTW Titika Wisma (1936 – 1941) Aksara latin Bahasa Jawa, ketikan microfilm
09 GTK Titi Kawisma (1936 – 1941) Aksara latin Bahasa Jawa, ketikan microfilm
10 GWW Widda Wismana (1936 – 1941) Aksara latin Bahasa Jawa, tulisan tangan microfilm
11 GSN Sesorah Ngabehi (1934) Aksara latin Bahasa Jawa, ketikan microfilm

12 GSP Kawruh Griya (1976) Aksara latin Bahasa Indonesia atas naskah Soetoprawiro (nn)
13 GPP Poerwa Panti (1936-1941) Ketikan aksara latin Bahasa Jawa
NO KODE JUDUL KETERANGAN NASKAH
01 KSW Serat Tjarijos Bab Kawroeh Kalang Aksara Jawa Bahasa Jawa, tulisan tangan, penyusun R.
(1901) Sasrawiryatma
02 KSP Serat Tjarijos Bab Kawroeh Kalang Aksara latin Bahasa Jawa, ketikan, penyusun R.
(1934) Sasrawiryatma, pelatinan atas perintah Pigeaud
03 KSN Serat Tjarijos Bab Kawroeh Kalang Aksara latin Bahasa Jawa, ketikan, penyusun R.
(1992) Sasrawiryatma, pelatinan oleh E Siti Nuryanti
04 KM Kawroeh Griya (1906) Aksara Jawa Bahasa Jawa, tulisan tangan, penyusun
Mangoendarma
05 KMN Kawroeh Griya (1936) Aksara latin Bahasa Jawa, ketikan, penyusun
Mangoendarma, yang melatinkan nn
KELAYAKAN DARI TINGKAT PERHATIAN ATAS
NASKAH KALANG DAN GRIYA

Buku pelajaran konversi satuan


ukuran Jawa & konversi satuan
ukuran Belanda

PERTENGAHAN ABAD 19
1850 Buku tentang ilmu ukur tanah
(dipergunakan untuk para juru
ukur)
APAKAH BUKU DIPERGUNAKAN UNTUK BELANDA YANG
BERADA DI JAWA ATAU UNTUK JAWA SENDIRI

???
Menilik isi dari buku-buku yang ada, setting Jawa pada buku tersebut di
tujukan kepada kedua pihak. Bagi Belanda agar tidak merasa asing di tanah
Jawa. Bagi Jawa agar mengerti benar apa saja yang berada di
sekelilingnya.
APA SAJA ISI BUKU TAHUN 1930-AN ???
 Pengukuran lahan
 Konversi ukuran
 Pengetahuan bangunan & arsitektur
 Kawarasan / kesehatan • “Leesboek over Gezondheidsleer voor de Indische
Scholen” (1920) – Th J.A Hilgers dan F.H.N. Bloemink
• “Ilmoe Kesehatan” (1920) – St Sjahboedin Latif
• “Panoentoen Moelang Ngelmoe Kawarasan” (1938) –
Soewita dan Tirwan
SEJAK KAPAN BUKU ARSITEKTUR KUNO ADA
???

ABAD 19
masyarakat

BAHAN – KONSTRUKSI
ARSITEKTUR RAKYAT
Pengetahuan membangun

Tradisi (turun temurun)


Masyarakat Jawa - rural agraris

Menggabungkan bahan dengan bahan


lain Perhitungan rasional
(tektonika)
Konstruksi

Cara yang sederhana =


Bahan (bangunan) alami teknologi lokal
Antisipasi dan evaluasi rumah jawa terhadap perubahan
luar rumah= alam, iklim, sosial dan budaya
dalam rumah= penghuni, ekonomi, pendidikan dan agama
Struktur dan Teknik Konstruksi

Reaksi bangunan kayu:


Fleksibilitas (kekakuan dan keliatan)
Redaman dan stabilitas (friction dan
pegas) elastisitas dan duktilitas.

Gaya inersia= gempa rambatan


Tempat ibadah

Bentuk Berdasarkan Sejarah Rumah Jawa


Sosial budaya; tingkat ekonomi
Tingkat membangun/ teknologi membangun
Tingkat kepahaman akan agama
Kondisi iklim/ alam

Ketersediaan bahan bangunan


Kayu olahan yang dipakai :
 Jati,
 Nangka
 Glugu
 Bambu
ARSITEKTUR VERNAKULER

Rumah adat Aceh, rumah adat Batak (sumut), rumah Gadang


(Sumbar), rumah adat Kepulauan Riau, rumah panggung Jambi,
rumah adat Provinsi Sumatera Selatan, rumah Lampung, rumah
adat Bengkulu, rumah adat Betawi, rumah adat Jawa Barat, rumah
Joglo, rumah Bali, rumah NTB, rumah NTT, rumah Kalimantan Barat,
rumah Kalimantan Tengah, rumah KalSel, rumah KalTim, rumah
Sulut, rumah Sulteng, rumah Sultra, rumah SulSel (Toraja), rumah
Maluku, rumah Papua, rumah Gorontalo.

25 rumah vernakuler
APA ITU LINGKUNG BINA ???

APA HUBUNGANNYA DENGAN KAWRUH KALANG DAN


GRIYA ???

• Lingkung bina yakni menjadi “wawadahing badan” (wadah bagi badan)


yang mampu memberi keselamatan, kesejahteraan dan rejeki
• Masing-masing judul Kawruh Kalang dan Kawruh Griya cenderung
menunjuk pada bagian-bagian tertentu dari sesuatu bagian dari
konstruksi lingkung-bina/bangunan Jawa
KAWRUH KALANG

 Kawruh Kalang merupakan bagaimana mengukur dan memberikan rupa


akhir dari bagian konstruksi ini.
 Tersaksikan pengurutan bagian pokok konstruksi sebuah lingkung bina :
• Balandar pananggap: balok perangkai ujung saka guru
• Saka guru
• Bagian atap bangunan
• Takir tadhah las
 Butir 12-17 menjelaskan perakitan konstruksi pokok hingga bagian emper,
Limasan dan Taju
 Butir 18-25 menjelaskan perabot, perlengakapan atau perampungan
konstruksi pokok
 Naskah ini memusatkan perhatian pada ihwal pelaksanaan pembuatan
sesuatu lingkungbina itu seharusnya ditangani oleh undhagi
KAWRUH GRIYA

 Naskah Kawruh Griya mengisi bagian Pembuka dengan kisah hadir


bangunan kayu sebagai pengganti bangunan batu, menunjuk pada
penyiapan lingkung bina Jawa
 Butir 1-4 khusus pemrosesan kayu jati, tertuju pada para pengguna atau
pemakai bahan bangunan tersebut
 Butir 5 : aneka rupa dan wujud dari lingkung-bina Jawa mencakup
dhapur yg berdiri dari Masjid/Taju, Joglo, Limasan dan dhapur kampung
dan pemekaran varian rupa
 Disebut sebagi bab yang isinya memperkenalkan keanekaragaman
dhapur lingkung-bina Jawa

Anda mungkin juga menyukai