Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SEJARAH LINGUISTIK BANDINGAN HISTORIS

PERIODE III (1880-Akhir abad XIX)


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Linguistik Historis Komparatif

Dosen pengampu :Yanuar Bagas, M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 3 :

1. Nurtsani Hasanah (17144800005)

2. Novalia Yumame (17144800029)

3. Melanton S Raubun ( 17144800020)

4. Muhammad Ulinnuha (17144800011)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayat-Nya, serta tak lupa salawat dan salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad
SAW, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Awal Mula Timbulnya
Bahasa dan Sejarah Linguistik Bandingan Periode III (1880-Akhir abad XIX)” dengan tepat
waktu.

Terimakasih kepada kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan


makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun masih belum sempurna dan banyak
kekurangan, dengan segala kerendahan hati kami memohon maaf. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat untuk pembaca.

Yogyakarta, 30 September 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Sampul......................................................................................................................1

Kata Pengantar........................................................................................................................2

Daftar Isi...................................................................................................................................3

Bab I Pembahasan...................................................................................................................4

A. Awal Mula Timbulnya Bahasa...................................................................................4


B. Pengertian berdasarkan beberapa teori
1. Pendahuluan............................................................................................................5
2. Teori Tekanan Sosial..............................................................................................5
3. Teori Onomatopetik atau Ekoik..............................................................................5
4. Teori Interyeksi.......................................................................................................6
5. Teori Nativistik atau Tipe Fonetik..........................................................................6
6. Teori ‘Yu-He-Ho’...................................................................................................7
7. Teori Isyarat............................................................................................................7
8. Teori Permainan Vokal...........................................................................................8
9. Teori Isyarat Oral....................................................................................................8
10. Teori Kontrol Sosial................................................................................................9
11. Teori Kontak............................................................................................................9
12. Teori Hockett-Ascher............................................................................................10
C. Sejarah Linguistik Periode III (1880-Akhir abad XIX).........................................12

Bab II Penutup.......................................................................................................................13

3
BAB I
PEMBAHASAN

A. Awal mula timbulnya bahasa


Sekitar dua juta tahun yang lalu hominid (dan barangkali juga hominoid) telah
mampu membuat dan menggunakan peralatan kasar dari batu, tetapi bukti adanya
kebudayaan yang sesungguhnya baru diperoleh sekitar satu juta tahun yang lalu,
dengan munculnya hominid yang lebih maju. Dengan hadirnya kebudayaan yang
sesungguhnya (tapi itu pun kebudayaan yang masih sangat primitive) memberi sugesti
bahwa seharusnya sudah ada bahasa pada waktu itu, karena bahasa merupakan
prasyarat bagi perwarisan tradisional dan pertumbuhan kebudayaan. Pithecanthropus
(tengkoraknya terdapat di mojokerto , sangiran, trinil) menurut Dr. Teuku Jacob
diperkirakan sudah berkomunikasi linguistic secara terbatas, tetapi masih harus
dibantu oleh isyarat-isyarat tubuh. Ia sudah memiliki pra- bahasa (Jacob,1980:hal 85)
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 oktober 1928. Pada saat itu pemuda
nusantara berkumpul dalam kerapatan pemuda dan berikrar, ikrar para pemuda ini
dikenal dengan sumpah pemuda. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia
dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia dinyatakan
kedudukannya sebagai bahasa Negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada saat
itu undang-undang dasar 1945 disahkan sebagai undang undang dasar Negara republic
Indonesia. Dalam undang-undang dasar disebutkan bahwa bahasa Negara ialah bahasa
Indonesia (Bab XV, pasal 36)
Keputusan kongkres bahasa Indonesia II tahun 1945 di medan, antara lain,
menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu. Bahasa Indonesia
tumbuh dan berkembang dari bahasa melayu yang sejak zaman dulu sudah
dipergunakan sebagai bahasa penghubungan (lingua franca) bukan hanya dikepulauan
nusantara, melainkan juga diseluruh asia tenggara. Bahasa melayu mulai dipakai
dikawasan asia tenggara sejak abad ke-7, bahasa melayu dipakai dimana-mana
diwilayah nusantara serta semakin berkembang dan bertambah keberadaanya, bahasa
melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama bahasa sangsekerta, bahasa
Persia, bahasa arab, dan bahasa-bahasa Eropa.

4
B. Pengertian Berdasarkan beberapa Teori
1. Teori tekanan sosial
Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith, teori ini beranggapan bahwa bahasa
manusia timbul karena adanya kebutuhan saling memahami pada manusia primitive.
Apabila mereka ingin menyatakan objek tertentu, maka mereka terdorong pula untuk
mengucapkan bunyi-bunyi tertentu, bunyi-bunyi yang selalu mengiringi mereka untuk
menyatakan objek yang mereka kenal dengan baik akan dipolakan oleh anggota
kelompoknya dan akan dikenal sebagai tanda bahasa untuk menyatakan hal itu,
misalnya orang jaman dulu pergi kesungai untuk mandi, tiba-tiba menemukan benda
besar yang keras dengan warna hitam di dasar sungai, si penemu itu kemudian
meyampaikan nama benda itu dengan kata yang berbunyi batu, oleh teman-temanya
bunyi batu itu kemudian dipakai untuk menyebut benda tersebut, demikianlah
seterusnya yang terjadi dengan objek-objek lain.
2. Teori Onomatopetik atau Ekoik
Teori onomatopetik atau ekoik (imitasi bunyi atau gema)mula-mila
dikemukakan antara lain oleh J.G Herder. Teori ini menyatakan bahwa objek-objek
diberi nama sesuai dengan bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh objek-objek itu. Objek-
objek yang dimaksud adalah bunyi-bunyi binatang atau peristiwa-peristiwa alam,
misalnya binatang sejenis reptile kecil yang melata di dinding disebut cecak karena
bunyinya “ cak, cak, cak”. Begitu juga dengan tokek di beri nama itu karena bunyinya
“ tokek, tokek, tokek”.
Menurut D.Whitney mengatakan bahwa dalam setiap tahap pertumbuhan
bahasa, banyak kata baru timbul dengan cara ini. Kata-kata mulai timbul pada anak-
anak yang berusaha meniru bunyi kereta api, bunyi mobil dan sebagainya, sementara
itu Lefevre seorang penganut yang lain menjelaskan bahwa binatang-binatang
memiliki dua elemen bahasa yang penting yaitu teriakan refleks dan spontan karena
emosi atau kebutuhan, dan teriakan sukarela untuk memberi peringatan menyatakan
ancaman atau panggilan.
Teori ini ditolak oleh penentang-penentangnya dengan alasan bahwa bahasa
manusia, yang merupakan makhluk yang lebih tinggi kedudukannya meniru bunyi
dari makhluk yang lebih rendah. Max Muller bahkan secara agak kasar mengatakan
bahwa teori ini hanya berlaku bagi kokok ayam dan bunyi itik, padahal kegiatan
bahasa lebih banyak terjadi diluar kandang ternak, teori ini sering diejek dengan nama
teori bow-bow oleh Max Muller, walaupun cukup banyak ada kritik terhadap teori ini,

5
tetapi kenyataanya memang cukup banyak kata-kata dalam setiap bahasa yang
merupakan tiruan bunyi dari bunyi-bunyi yang ada di alam ini. Dalam bahasa
Indonesia pun, kata-kata onomatope ini cukup banyak. Bahkan sampai sekarang pun
ada muncul kata-kata baru yang merupakan hasil tiruan dari bunyi objek atau
peristiwa tersebut.
3. Teori interyeksi
Teori interyeksi bertolak dari asumsi bahwa bahasa lahir dari ujaran-ujaran
instingtif karena tekanan-tekanan batin perasaan yang mendalam dan rasa sakit yang
dialami manusia, teori ini biasanya tidak menjelaskan lebih lanjut bagaimana caranya
bahasa itu muncul dalam kenyataan. Teori ini dijuluki dengan nama teori pooh-pooh.
Kalua seseorang sedang jengkel, maka dia melakukan Gerakan tertentu, misalnya
membanting sesuatu sambal mengeluarkan suara brengsek atau kalua penonton sepak
bola, misalnya sedang jengkel, mereka biasanya mengucapkan oo…… kalua sedang
heran, seseorang bias juga mengucapkan wahh, kalua sakit aduh.
4. Teori Nativistik atau tipe fonetik
Teori ini dikemukakan oleh Max Muller. Pada awalnya ia mengkritik teori
onomatopetik dan teori interyeksi, kemudian ia sendiri menciptakan teori nativistik
atau ding dong. Sebagai dasar teorinya, Muller mengemukakan asumsi bahwa
terdapat suatu hukum yang meliputi hampir seluruh jagat raya, yaitu bahwa setiap
barang akan mengeluarkan bunyi kalau dipukul. Tiap barang memiliki bunyi yang
khas. Karena bunyi-bunyi yang kha situ, manusia lalu memberikan responnya atas
bunyi tersebut. Karena manusia memiliki kemampuan ekspresi artikulatoris kepada
apa yang diterima melalui panca inderanya. Kemampuan ini bukan buatan manusia
sendiri tetapi suatu insting. Sebab itu Bahasa juga merupakan suatu produk dari
insting manusia suatu kemampuan yang berada dalam keadaanya yang primitive.
Dengan insting ini, setiap impresi dari luar akan mendapatkan ekspresi vokalnya dari
dalam. Kesan yang diterima oleh panca inderanya itu bagaikan pukulan pada bel
sehingga melahirkan ucapan yang sesuai. Berdasarkan hal itu, maka dapat
disimbulkan bahwa Bahasa mulai dengan akar itu dalah bunyi yang khas atau bunyi
pokok. Kurang lebih ada empat ratus bunyi pokok yang membentuk Bahasa pertama
ini. Misalnya orang primitive melihat seekor serigala, pandangannya ini
menggetarkan bel yang ada pada dirinya secara insting sehingga terucapkanlah kata
wolf (serigala, ing). Teori ini sedikit sejalan dengan teori Socrates bahwa Bahasa lahir
secara ilmiah.

6
5. Teori “Yo-He-Ho”
Teori ini menyimpulkan bahwa Bahasa pertama lahir dalam suatu kegiatan social.
Sekelompok orang primitive dahulu bekerja sama. Mereka selalu bekerja sama.
Mereka selalu Bersama-sama mengerjakan pekerjaan semacam ituuntuk memberi
semangat kepada sesamanya.. mereka akan mengucapkan bunyi-bunyi yang khas,
yang dipertalikan dengan pekerjaan itu, kitapun mengalami kerja serupa misalnya
sewaktu mengangkat kayu besar, maka kita biasanya secara sepontan mengeluarkan
ucapan-ucapan atau bunyi- bunyi tertentu terdorong Gerakan otot. Misalnya iaaat…
atau doo..rong (dorong). Ucapan-ucapan semacam itu kemudian menjadi nama untuk
pekerjaan itu, seperti diam, angkat, dan lain-lainnya
6. Teori Isyarat
Teori isyarat diajukan oleh Wilhelm Wundt, seorang psikolog yang terkenal
dalam abad XIX. Ia menulis bukunya yang terkenal volkerpsychologie. Dua jilid dari
buku itu khusus mengenai bahasa. Teorinya tentang asal-usul bahasa didasarkan pada
hukum psikologi, yaitu bahwa tiap perasaan manusia mempunyai bentuk ekspresi
yang khusus, yang merupakan pertalian tertentu antara syaraf ‘reseptor’ dan syaraf
‘efektor’.
Bahasa isyarat timbul dari emosi dan gerakan-gerakan ekspresif yang tak
didasari yang menyertai emosi itu. Komunikasi gagasan-gagasan dilakukan dengan
gerakan-gerakan tangan, yang membantu gerakan-gerakan mimetik (gerakan
ekspresif untuk menyatakan emosi dan perasaan) wajah seseorang. Tingkah laku ini
bukan hanya berfungsi sebagai ungkapan perasaan dan gagasan seseorang, tetapi ia
juga mampu membangkitkan gagasan dan emosi yang sama dalam pikiran orang-
orang lain. Komunikasi mengenai pengalaman manusia berubah menjadi komunikasi
pikiran, yaitu bahasa (Wundt, 1916: hal. 60-61).
Isyarat yang digunakan oleh manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis,
yaitu: (1) Gerakan mimetic berupa Gerakan – Gerakan atau ekspresi wajah seseorang
untuk menyatakan emosi atau pun perasaan, (2) Gerakan pantomimetik berupa
Gerakan-gerakan tubuh, dan (3) Gerakan artikulatis, berupa Gerakan alat-alat ucap
manusia Isyarat artikulatoris inilah yang menjadi cikal bakal bahasa manusia sekarang
ini. Gerakan artikulatoris ini dipakai karena adanya keadaan seperti di atas (tempat
gelap, tangan berisi barang, orang tidak melihat isyarat atau buta).
7. Teori permainan vocal

7
Jespersen, seorang filolog Denmark yang kenamaan, berusaha
mengkoordinasikansemua teori yang telah dikembangkan sebelumnya dan berusaha
mengadakan sintesa ke dalam sebuah hipotesa yang lebih memuaskan. (1) bahasa
anak, (2) bahasa suku-suku primitif, (3) sejarah bahasa-bahasa, ia sampai pada
kesimpulan bahwa bahasa ‘primitif’ menyerupai bahasa anak-anak, sebelum ia
merangkaikan bahasanya menurut pola bahasa orang-orang dewasa. Jespersen dengan
demikian beranggapan bahwa bahasa manusia mula-mula lebih bersifat puitis, dalam
permainan yang riang gembira, dalam cinta remaja yang ceria, dalam suatu impian
romantik. Teori Jespersen dengan demikian berusaha untuk menjembatani
kesenggangan antara vokalisasi emosional dan ideasional. Pada awalnya, bahasa
manusia yang sekarang adalah berupa dengungan dan senandung yang tidak
berkeputusan dan tidak mengungkapkan pikiran apa pun. Hal ini mirip dengan
senandung atau nyanyian orang-orang tua untuk membuai dan menyenangkan
anaknya (seorang bayi) supaya tidak menangis. Dengan demikian, bahasa dianggap
timbul dari permainan vocal.
8. Teori isyarat oral
Sebuah teori lain mengenai asal-usul bahasa dikemukakan oleh Sir Richard
Paget dalam bukunya Human Speech (Paget, 1930: bab VII). Untuk menunjang
teorinya itu ia mengemukakan banyak bukti. Ia bertolak dari bahasa isyarat, untuk
membuktikan bahwa ketika manusia mulai menggunakan peralatan, tangannya
dipenuhi dengan barang-barang itu sehingga tangannya tidak bisa dipergunakan lagi
dengan bebas dalam berkomunikasi. Sebab itu manusia memerlukan alat lain.
Pada mulanya manusia menyatakan gagasannya dengan isyarat tangan, tetapi
tanpa sadar tangan itu diikuti juga oleh gerakan lidah, bibir, dan rahang, yang
membuatnya juga gerakan-gerakan sesuai dengan isyarat tangan tadi. Tahap yang
paling penting yaitu ketika manusia melakukan isyarat dengan lidah, bibir, dan
rahang, maka udara yang dihembuskan melalui mulut (oral) atau lubang hidung akan
mengeluarkan pula isyarat-isyarat yang dapat didengar sebagai ujaran berbisik jika
nenek moyang kita menyanyi (selagi berpantonim dengan lidah, bibir, dan rahang)
atau menggerutu (untuk menarik perhatian pada apa yang tengah dikerjakan), maka
akan dihasilkan efek yang lebih nyaring dan lebih baik, yaitu apa yang kita sebut
bahasa (Paget, 1930: bab VII).

8
9. Teori control social
Teori kontrol sosial diajukan oleh Grace Andrus de Laguna dalam bukunya
Speech : Ils Function and Development (1927, bab I). Menurut de Laguna ujaran
adalah suatu medium yang besar yang memungkinkan manusia bekerja sama. Bahasa
merupakan upaya yang mengkoordinasi dan menghubungkan macam-macam kegiatan
manusia untuk mencapai tujuan bersama. Bahkan teriakan hewan dan panggilan
mempunyai fungsi sosial. Kontrol sosial yang berwujud teriakan binatang
dihubungkan dengan tingkah laku yang sederhana dan kemampuan yang masih
rendah dari species yang bersangkutan.
Pemisah teriakan-teriakan dari keterkaitannya dengan ekspresi emosional,
memungkinkan teriakan itu dipergunakan dalam kapasitas yang lain. Laguna
membandingkan pemakaian bunyi-bunyi vokal manusia primitif dengan bunyi yang
digunakan anak dewasa ini. Dalam hal ini, ia sependapat dengan Jespersen dengan
menyatakan bahwa permainan vokal adalah unsur yang penting pada waktu timbulnya
Bahasa. Teori ini beranggapan bahwa bahasa adalah media utama yang
memungkinkan manusia bekerja sama. Dengan demikian, bahasa adalah alat untuk
melakukan control social terhadap tingkah laku manusia. Oleh karena itulah, Bahasa
itu mula-mula muncul untuk membantu manusia bekerja sama dalam mencapai
tujuan. Control social itu dapat berupa meminta pertolongan, membantu sesame,
bekerja Bersama, melindungi diri dan kelompok, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti
ini mengharuskan manusia menciptakan suatu media yang dapat menampung segala
maksud tersebut sehingga tercipta suasana harmonisasi kehidupan Bersama. Media
untuk menampung hal itu adalah Bahasa.
10. Teori kontrak
Teori ini sebagian kecilnya mirip dengan teori tekanan sosial, tetapi pada
bagian lainnya menyerupai teori kontrol sosial, sehingga dapat dikatakan sebagai
sintesis antara kedua teori tersebut. Menurut teori ini, bahasa itu muncul karena
adanya keinginan pada manusia untuk mengadakan kontak yang tak terbatas. Kontak
itu dibedakan atas tiga jenis yaitu (1) kontak spasial (kontak karena kerapatan fisik),
(2) kontak emosional, (3) kontak intelektual. Pada tahap yang sangat rendah, yaitu
pada tahap instingtif, kebutuhan untuk mengadakan kontak ini tampaknya dapat
dipenuhi oleh kontak spasial yaitu kontak berupa kerapatan jarak fisik. Tetapi,
semakin berkembang kehidupan itu maka manusia memerlukan kontak secara
emosional. Pada tingkat ini kepuasan itu akan tercapai karena adanya kedekatan

9
emosional dengan orang lain. Kedekatan ini akan menimbulkan saling pengertian,
simpati, dan empati pada orang lain.
Kontak emosional ini akan dapat mengalahkan kontak spasial. Sebagai
contoh, dua orang sebut saja si A yang tinggal di Bali dan si B yang tinggal di Jakarta
merasa secara emosional sangat dekat karena mereka berdua saling menyayangi.
Sebaliknya, si C dan si D yang tinggal satu rumah justru merasa asing karena secara
emosi mereka bermusuhan. Dengan demikian, kontak emosional adalah hal yang
esensial pada tingkah laku berbahasa. Bahasa hanya mungkin ada bila ada hubungan
personal antara orang-orang yang mampu berbicara. Aspek terakhir dari kontak yang
sangat esensial bagi perkembangan bahasa adalah kontak intelektual. Kalau kontak
emosional berfungsi untuk menyampaikan emosi, maka kontak intelektual ini
berfungsi untuk bertukar pikiran. Seorang anak manusia yang tak pernah terlibat
dalam jaringan kontak intelektual dengan orang-orang lain, tidak akan memahami
pengaruh bahasa sebagai alat untuk komunikasi intelektual. Kontak emosional dan
kontak intelektual inilah yang mendorong lahirnya suatu alat komunikasi berupa
bahasa.
11. Teori Hockett-ascher
Teori ini dikembangkan oleh Charles F. Hockett dan Robert Ascher. Mereka
ini mensintesiskan beberapa penelitian para ahli, seperti penelitian antropologi,
arkeologi, fosil-fosil secara geologis, dan lainlainnya lagi. Pada prinsipnya, para ahli
menerima bahwa mahluk yang disebut proto hominoid sudah memiliki semacam
“bahasa” sebagai alat komunikasi. Sistem komunikasinya itu disebut call atau
panggilan. Proto hominoid itu tidak mampu berbicara. Mereka menggunakan sistem
komunikasi atau call yang sederhana, yang hanya terdiri dari enam tanda distingtif
atau pembeda. Keenam sistem call atau panggilan itu adalah :
1. call untuk menandakan adanya makanan,
2. call untuk menyatakan adanya bahaya,
3. call untuk menyatakan persahabatan atau keinginan untuk bersahabat,
4. call untuk perhatian seksual,
5. call untuk menyatakan kebutuhan akan perlindungan keibuan,
6. call yang tidak mempunyai arti dan hanya menunjuk di mana
gobbon atau jenis proto hominoid itu berada; call ini berfungsi untuk menjaga
agar anggota kelompok tidak terpisah terlalu jauh ketika mereka bergerak di antara
pohon-pohonan. Call inilah yang merupakan cikal-bakal bahasa manusia. Prosesnya

10
adalah sesuai dengan proses evolusi proto hominoid itu sampai menjadi manusia
seperti sekarang ini. Mahluk proto hominoid yang dulunya hidup dipohon-pohon
mulai turun ke tanah dan membentuk kelompok-kelompok. Dalam kehidupannya ini,
mereka mulai berkurang menggunakan mulutnya untuk memegang makanan karena
mereka tidak perlu lagi bergelayutan dengan kedua tangannya di atas pohon. Akibat
dari ini tentu saja mulutnya mulai menganggur. Dari sana, mahluk itu kemudian
memanfaatkan mulutnya untuk mengeluarkan bunyi-bunyi yang lebih bervariasi. Call
yang dulunya hanya bersifat tertutup diarahkan kepada sistem yang bersifat lebih
terbuka yang menjadi ciri dari bahasa manusia. Call yang bersifat tertutup maksudnya
adalah hanya dipakai untuk menyatakan satu panggilan saja. Secara prinsip, proto
hominoid tidak mampu mengeluarkan tanda yang memiliki ciri-ciri gabungan dari dua
jenis call atau lebih. Misalnya, jika ia berjumpa dengan makanan dan menghadapi
bahaya pada waktu yang bersamaan, maka ia hanya menggunakan salah satu call,
bukan menggabungkan kedua-duanya, atau bagian dari keduanya. Sementara itu, call
terbuka maksudnya adalah kita (manusia) dapat dengan bebas mengucapkan apa yang
belum pernah kita ucapkan atau dengar sebelumnya, sementara maknanya dapat juga
dipahami dengan mudah. Oleh karena itu, sistem call dan bahasa manusia memiliki
perbedaan minimal dalam dua hal, yaitu :
1. sistem call tidak mengandung ciri pemindahan, bahasa justru memiliki ciri
ini. Ciri pemindahan mengandung pengertian bahwa kita dapat berbicara dengan
bebas mengenai suatu hal yang jauh letaknya dari pandangan kita, atau sesuatu yang
berada pada masa lampau, atau masa yang akan datang. Proto hominoid tidak dapat
melakukan itu.
2. Ujaran dari suatu bahasa terdiri dari susunan unit-unit tanda yang disebut
fonem yang tidak mengandung makna, tetapi berfungsi untuk memisahkan ujaran-
ujaran yang bermakna. Jadi, bahasa memiliki dua struktur, yaitu struktur yang tidak
mengandung makna dan struktur yang mengandung makna. Demikianlah pandangan
teori ini bahwa bahasa itu berkembang dari sistem call yang tertutup menuju ke
bahasa yang merupakan sistem call yang terbuka. Perkembangan itu terjadi sejalan
dengan perkembangan mahluk yang disebut proto hominoid sampai menjadi manusia
yang dapat berpikir seperti sekarang ini.

11
3.10 Teori Hockett-Ascher
Teori ini dikembangkan oleh Charles F. Hockett dan Robert Ascher.
Mereka ini mensintesiskan beberapa penelitian para ahli, seperti
penelitian antropologi, arkeologi, fosil-fosil secara geologis, dan lainlainnya
lagi.
Pada prinsipnya, para ahli menerima bahwa mahluk yang disebut
proto hominoid sudah memiliki semacam “bahasa” sebagai alat
komunikasi. Sistem komunikasinya itu disebut call atau panggilan.
Proto hominoid itu tidak mampu berbicara. Mereka menggunakan
sistem komunikasi atau call yang sederhana, yang hanya terdiri dari enam
tanda distingtif atau pembeda.

BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan pesat terjadi ketika zaman pertanian mulai berkembangan
di kalangan manusia di bumi ini. Dari jangka waktu tersebut hingga sekarang, teori
asal-usul bahasa selanjutnya dapat dikelompokkan menjadi dua fase. Fase pertama
yaitu fase yang berkembang sebelum abad ke 18. Fase ini disebut fase kedewaan atau
lebih dikenal dengan Divine origin phase. Fase ini dipengaruhi oleh kebudayaan
primitif. Pada fase ini, manusia lebih banyak meyakini keterlibatan Tuhan, Dewa,
Nabi dan sejenisnya dalam perkembangan bahasa. Dengan dasar kepercayaan seperti
itu, maka asal-usul bahasa selalu dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat gaib kadang-
kadang juga tidak masuk akal menurut pola pikir manusia modern. Fase ke dua
adalah fase organis atau organic phase. Fase ini dimulai pada akhir abad ke 18. Pada
fase ini, spekulasi tentang asal-usul bahasa berpindah dari wawasan keagamaan,
mistik, tahyul menuju alam baru yang disebut alam organis. Teori asal-usul bahasa
yang muncul paswa fase ini didasarkan pada pola berpikir logis dengan mendasarkan
diri pada pengamatan. Pada fase organis ini muncul beberapa teori asal-usul bahasa,
yaitu (1) Teori Tekanan Sosial yang dikemukakan oleh Adam Smith, (2) Teori
Onomatopetik atau Teori Ekoik yang dikemukakan oleh J.G. Herder yang kemudian
ditentang oleh Max Muller, (3) Teori Pooh-Pooh atau Teori Interjeksi, (4) Teori

12
Nativistik atau Teori Ding-Dong oleh Max Muller, (5) Teori Yo-He-Ho, (6) Teori
Isyarat dan Isyarat Oral, (7) Teori Permainan Vokal, (8) Teori Kontrol Sosial, (9)
Teori Kontak, (10) Teori Hocket-Asher.

13

Anda mungkin juga menyukai