Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TEORI ASAL USUL BAHASA, SEJARAH BAHASA INDONESIA

dan HAKIKATNYA

Disusun untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah

LINGUISTIK

Disusun Oleh:

MUTHIAH SYAHIDAH

NIM. 2301271004030

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH INTERNASIONAL

MUHAMMADIYAH BATAM

2023
ABSTRAK

Bangsa Indonesia wajib melestarikan bahasa Indonesia sebagai bahasa naional. Dalam
melestarikan bahasa Indonesia, kita perlu mengetahui sejarah dan asal-usul terbentuknya
bahasa Indonesia. Oleh karena itu, dalam tulisan ini perlu dijelaskan lebih rinci sejarah
terbentuknya bahasa Indonesia, termasuk disahkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional dan bahasa persatuan.
Bahasa Melayu Riau adalah dasar bahasa Indonesia. Namun, bahasa tersebut telah
banyak mengalami perkembangan akibat penggunaannya sebagai bahasa kerja dan proses
pembakuan pada awal abad ke-20. Sampai saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang
berkembang dengan pengayaan kosa kata baru seiring berkembangnya IPTEK. Baik dengan
adanya penciptaan kata baru serta terjadinya penyerapan bahasa dari bahasa daerah dan
bahasa asing.

Kata kunci : Bahasa, Sejarah, Indonesia

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa ta’ala karena atas berkat
rahmat-Nyalah tulisan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah
yang berjudul “Teori Asal Usul Bahasa, Sejarah Bahasa Indonesia dan Hakikatnya” ini
dalam rangka pengembangan pembelajaran pada mata kuliah Linguistik, yaitu bidang praktek
dan keterampilan.
Penulis Menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan serta kesalahan. Hal
ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh
karena itu, semua kritik dan saran pembaca akan penulis terima dengan senang hati demi
perbaikan naskah penelitian lebih lanjut. Tulisan ini dapat penulis selesaikan berkat adanya
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada semua pihak, terutama kepada rekan-rekan sejurusan dan dosen
pembimbing mata kuliah Linguistik yang telah memberikan masukan demi kelancaran dan
kelengkapan naskah tulisan ini. Akhir kata, penulis ucapkan semoga tulisan yang jauh dari
sempuma ini dapat bermanfaat kedepannya.

Batam, 08 Oktober 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ………………………………………………………………...……...……… ii

KATA PENGANTAR ……………………….………………………...…………..….… iii

DAFTAR ISI ………………………………………………………...…………….…….. iv

BAB I PENDAHULUAN ….………………………………………...…………...……... 1

1.1 Latar Belakang ………………………………………...…................. 1

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………..….…. 1

1.3 Tujuan ……………………………………………….……….….…... 1

BAB II PEMBAHASAN ………………..…………………...…………………… 2

2.1 Teori Asal Usul Bahasa …………………………………...………… 2

2.2 Sejarah Bahasa Indonesia ………………………………....…….….. 7

2.2.1 Awal Mula Lahirnya Bahasa Indonesia …….………..…… 7

2.2.2 Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia ……….….….…. 8

2.3 Kedudukan dan Hakikat Bahasa Indonesia ………………………. 10

2.3.1 Kedudukan Bahasa Indonesia ………………………..…… 10

2.3.2 Hakikat Bahasa Indonesia …………………………..….…. 10

BAB III PENUTUP …………………………………………..………………..….. 12

3.1 Kesimpulan …………………………….……………………..……... 12

3.2 Saran ……………………………………………………………..….. 12

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………...………………….....… 13

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga
memerlukan adanya suatu interaksi. Salah satu alat untuk berinteraksi dan berkomunikasi
adalah bahasa. Sebuah komunikasi akan efektif apabila kedua belah pihak (komunikan
dan komunikator) tersebut saling memahami bahasa dan cara menggunakan bahasa.
Bahasa lahir berbeda-beda sesuai dengan daerahnya sehingga muncul bahasa yang
beraneka ragam termasuk di negara kita ini. Walaupun demikian, Indonesia memiliki
bahasa persatuan yang menjadi identitas bangsa Indonesia, yakni bahasa Indonesia.
Namun, pada era Globalisasi ini bahasa indonesia mengalami perubahan dari segi
kosa kata maupun ejaannya. Hal ini disebabkan oleh masuknya bahasa asing dan bahasa
pergaulan yang digunakan masyarakat Indonesia. Masyarakat lebih memilih
menggunakan bahasa pergaulan sebagai alat komunikasi sehari-hari. Dengan demikian
lambat laun, penggunaan bahasa baku menjadi berkurang.
Kita sebagai masyarakat Indonesia, wajib melestarikan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dengan mengetahui sejarah dan asal-usul terbentuknya bahasa Indonesia
itu sendiri. Oleh karenanya, dalam tulisan ini akan dijelaskan lebih rinci mengenai sejarah
terbentuknya bahasa Indonesia hingga perkembangannya saat ini.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut.
1. Bagaimanakah asal-usul munculnya bahasa?
2. Bagaimanakah awal mula adanya bahasa di indonesia dan bagaimanakah sejarah
perkembangannya?
3. Apa kedudukan dan hakikat bahasa indonesia?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui bagaimana asal-usul adanya bahasa secara umum.
2. Mengetahui dan memahami bagaimana awal mula adanya bahasa indonesia dan
sejarah perkembangannya.
3. Mengetahui kedudukan bahasa indonesia beserta hakikatnya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori Asal Usul Bahasa


Asal-usul bahasa adalah aspek bahasa yang paling banyak dipertentangkan oleh para
ahli. Hasil kajian tentang hal ini pun tidak memuaskan karena sulitnya para penyelidik
mencapai kesepakatan tunggal. Dr. Jacob pernah mengemukakan bahwa bahasa berkembang
perlahan-lahan dari sistem tertutup ke sistem terbuka antara 2 juta sampai 0,5 juta tahun yang
lalu, tetapi baru dianggap sebagai proto-lingual antara 100.000 hingga 40.000 tahun yang
lalu.
Perkembangan yang penting baru terjadi sejak Homo Sapiens, tetapi perkembangan
bahasa yang pesat barulah di zaman pertanian. Karena tidak adanya data tertulis mengenai
bagaimana timbulnya bahasa umat manusia dahulu kala, maka telah dilontarkan berbagai
macam teori mengenai hal itu. Teori yang ada itu secara garis besar dapat dikelompokkan ke
dalam dua fase yaitu, Divine Origin Phase atau fase berdasarkan kedewaan, kepercayaan,
mistik, takhayul, dan Organic Phase atau fase organis.

Divine Origin Phase, Fase ini berlangsung sebelum abad ke 18. Pada fase ini,
manusia masih dianggap memiliki kebudayaan primitif. Menurut teori antropologi,
kebudayaan primitif lebih banyak meyakini keterlibatan Tuhan, Dewa, Nabi dan sejenisnya
dalam permulaan sejarah berbahasa manusia. Oleh karena itulah, asal-usul bahasa
berdasarkan hal ini sering dianggap hanya sekadar cerita rekaan oleh para ilmuwan modern.
Cerita tentang asal bahasa banyak dijumpai pada masyarakat tradisional. Bahkan, hampir
setiap daerah sebenarnya memiliki cerita tentang ini.

Organic Phase, Fase organis dimulai pada akhir abad ke 18. Pada fase ini spekulasi
tentang asal-usul bahasa berpindah dari wawasan keagamaan, mistik, dan tahyul ke alam baru
yang disebutnya sebagai alam organis. Pengutamaannya adalah berdasarkan pada logika dan
hasil observasi terhadap kenyataan bahasa yang ada. Hasilnya pun relatif lebih akurat dan
lebih dapat diterima oleh akal sehat karena mengandung nilai keilmiahan.

Pada fase ini ada beberapa teori tentang asal-usul bahasa yang dikemukakan oleh para
pakar ahli. Di bawah ini, dijelaskan 9 teori tentang asal-usul bahasa.

2
1. Teori Tekanan Sosial
Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith. Teori ini beranggapan bahwa bahasa
manusia timbul karena adanya kebutuhan untuk saling memahami pada manusia
primitif. Apabila mereka ingin menyatakan objek tertentu, maka mereka terdorong
pula untuk mengucapkan bunyi-bunyi tertentu. Bunyi-bunyi yang selalu
mengiringi mereka untuk menyatakan objek yang mereka kenal dengan baik akan
dipolakan oleh anggota kelompoknya dan akan dikenal sebagai tanda bahasa
untuk menyatakan hal itu. Misalnya, ketika orang-orang zaman dulu pergi ke
sungai untuk mandi, tiba-tiba ada seorang yang menemukan benda besar yang
keras dengan warna hitam di dasar sungai. Lalu orang yang menemukan itu ingin
mengatakan temuannya kepada rekan-rekannya, karena benda itu belum punya
nama, maka si penemu itu kemudian menyampaikan nama benda itu dengan kata
yang berbunyi batu, oleh teman-temannya bunyi batu itu kemudian dipakai untuk
menyebut benda tersebut. Demikianlah seterusnya yang terjadi dengan objek-
objek lainnya. Teori ini beranggapan bahwa tekanan sosiallah yang menyebabkan
timbulnya bahasa. Tekanan sosial ini memaksa manusia untuk mencipta bunyi-
bunyi untuk objek yang dijumpainya atau pun kegiatan yang dilakukan.
2. Teori Onomatopetik atau Ekoik
Teori ini diperkenalkan oleh J.G. Herder. Teori ini mengatakan bahwa objek-
objek diberi nama sesuai dengan bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh objek-objek
itu. Objek-objek yang dimaksud adalah bunyi-bunyi binatang atau peristiwa-
peristiwa alam. Manusia berusaha meniru bunyi tokek, cecak, atau desis angin,
debur gelombang, dan lain-lainnya, kemudian menyebut objek-objek atau
perbuatannya dengan bunyi-bunyi itu. Misalnya, karena binatang tertentu
suaranya cek-cek-cek, maka disebut cecak, karena suaranya tokek, tokek, tokek,
maka kemudian diberi nama tokek. Demikian pun dengan kata-kata dalam bahasa
Indonesia seperti berkokok, berkukuruyuk, mencicit, menggelegar, dan lain-
lainnya. Whitney mengatakan bahwa dalam setiap tahap pertumbuhan bahasa,
banyak kata baru muncul dengan cara ini. Namun, Max Muller berselisih tentang
teori ini. Max Muller mengatakan, tidak sepantasnya manusia yang memiliki
kedudukan lebih tinggi meniru bunyi dari makhluk yang lebih rendah. Teori ini
biasa disebut juga teori bow-bow oleh Max Muller.

3
3. Teori Interjeksi
Teori interjeksi bertolak dari asumsi bahwa bahasa lahir dari ujaran-ujaran
instingtif karena tekanan-tekanan batin, perasaan yang mendalam, dan rasa sakit
yang dialami manusia. Pada waktu seseorang merasakan sesuatu, maka ada
kecenderungan untuk mengungkapkan perasaannya itu dengan menunjukkan
ekpresi wajah atau bagian tubuh tertentu disertai dengan bunyi-bunyi yang keluar
dari mulut atau hidungnya. Misalnya, pada waktu seseorang jijik terhadap sesuatu
hal, maka biasanya orang itu akan secara spontan menggerakkan bagian-bagian
tertentu dari tubuhnya disertai dengan ucapan ih. Tekanan seperti disebutkan tadi
memunculkan kata-kata yang digolongkan ke dalam interjeksi atau kata seru. Kata
seru ini memang oleh beberapa ahli ditolak sebagai satu kelas kata, tetapi dalam
kenyataan masih ada beberapa ahli yang tetap mempertahankan kelas kata ini.
4. Teori Nativistik
Teori ini dikemukakan oleh Max Muller. Pada awalnya ia mengeritik teori
onomatopetik dan teori interjeksi, kemudian ia sendiri menciptakan teori nativistik
atau ding-dong ini. Sebagai dasar teorinya, Muller mengemukakan asumsi bahwa
terdapat suatu hukum yang meliputi hampir seluruh jagat raya ini, yaitu bahwa
setiap barang akan mengeluarkan bunyi kalau dipukul. Tiap barang memiliki
bunyi yang khas. Karena bunyi-bunyi yang khas itu, manusia lalu memberikan
responnya atas bunyi tersebut. Karena manusia memiliki kemampuan ekspresi
artikulatoris, maka responsnya juga diberikan melalui ekspresi artikulatoris
kepada apa yang diterima melalui panca inderanya. Kemampuan ini bukan buatan
manusia sendiri tetapi suatu insting. Sebab itu, bahasa juga merupakan suatu
produk dari insting manusia, suatu kemampuan yang berada dalam keadaannya
yang primitif.
5. Teori Isyarat dan Teori Isyarat Oral
Teori ini menganggap bahwa bahasa manusia bermula dari isyarat-isyarat
yang digunakan oleh manusia primitif yang menciptakan bahasa. Itu berarti
isyaratlah yang lebih dahulu ada dibandingkan bahasa. Para pendukung teori ini
menunjukkan penggunaan isyarat oleh berbagai binatang, dan juga sistem isyarat
yang digunakan oleh orang-orang primitif. Salah satu contoh adalah bahasa isyarat
yang dipakai oleh suku Indian di Amerika Utara sewaktu mereka berkomunikasi
dengan suku-suku yang tidak sebahasa dengannya. Namun, menurut Darwin,
walaupun isyarat itu dipergunakan dalam berkomunikasi, dalam beberapa hal
4
isyarat tidak dapat digunakan, umpamanya orang tidak dapat memberikan isyarat
di tempat gelap, atau kalau kedua tangan telah memegang benda tertentu, atau
kalau yang diajak berkomunikasi tidak melihat isyarat atau kalau orang yang
diajak berkomunikasi itu buta. Isyarat yang digunakan oleh manusia dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu : Gerakan Mimetik berupa gerakan-
gerakan atau ekspresi wajah seseorang untuk menyatakan emosi atau pun
perasaan, Gerakan Pantomimetik berupa gerakan-gerakan tubuh, dan Gerakan
Artikulatis, beruapa gerakan alat-alat ucap manusia.
6. Teori Permainan Vokal
Pendukung teori ini menyimpulkan bahwa bahasa primitif menyerupai bahasa
anak-anak sebelum mereka merangkai bahasanya seperti bahasa orang dewasa.
Pada awalnya, bahasa manusia yang sekarang adalah berupa dengungan dan
senandung yang tidak berkeputusan dan tidak mengungkapkan pikiran apa pun.
Hal ini mirip dengan senandung atau nyanyian orang-orang tua untuk membuai
dan menyenangkan anaknya (seorang bayi) supaya tidak menangis. Dengan
demikian, bahasa dianggap timbul dari permainan vokal.
7. Teori Kontrol Sosial
Teori ini beranggapan bahwa bahasa adalah media utama yang memungkinkan
manusia bekerja sama. Dengan demikian, bahasa adalah alat untuk melakukan
kontrol sosial terhadap tingkah laku manusia. Oleh karena itulah, bahasa itu mula-
mula muncul untuk membantu manusia bekerja sama dalam mencapai tujuan.
Kontrol sosial itu dapat berupa meminta pertolongan, membantu sesama, bekerja
bersama, melindungi diri dan kelompok, dan lain sebagainya. Maka media untuk
menampung hal-hal tersebut adalah bahasa. Kontrol sosial ini sebenarnya tidak
hanya dimiliki oleh manusia. Hampir semua mahluk hidup di bumi ini mempunyai
keinginan dan cara tersendiri untuk melakukan kontrol sosial. Kontrol sosial ini
tentunya berwujud teriakan yang sangat sederhana karena kemampuan
artikulatoris dan intelektualnya yang tidak berkembang seperti manusia. Pada
manusia, kontrol sosial itu diwujudkan dengan bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh
alat-alat ucapnya yang sudah lebih sempurna dan dilatih sehingga lentur. Selain
itu, otak manusia yang berkembang akhirnya membantu mereka menciptakan
suatu tanda bahasa yang nyaris sempurna untuk kegiatan komunikasi sosial
tersebut.

5
8. Teori Kontak
Teori ini sebagian kecilnya mirip dengan teori tekanan sosial, tetapi pada
bagian lainnya menyerupai teori kontrol sosial, sehingga dapat dikatakan sebagai
sintesis antara kedua teori tersebut. Menurut teori ini, bahasa itu muncul karena
adanya keinginan pada manusia untuk mengadakan kontak yang tak terbatas.
Kontak itu dibedakan atas tiga jenis yaitu, kontak spasial (kontak karena kerapatan
fisik), kontak emosional, kontak intelektual. Pada tahap yang sangat rendah, yaitu
pada tahap instingtif, kebutuhan untuk mengadakan kontak ini tampaknya dapat
dipenuhi oleh kontak spasial yaitu kontak berupa kerapatan jarak fisik. Tetapi,
semakin berkembang kehidupan itu maka manusia memerlukan kontak secara
emosional. Pada tingkat ini kepuasan itu akan tercapai karena adanya kedekatan
emosional dengan orang lain. Kedekatan ini akan menimbulkan saling pengertian,
simpati, dan empati pada orang lain. Kontak emosional ini akan dapat
mengalahkan kontak spasial.
9. Teori Hockett-Ascher
Teori ini dikembangkan oleh Charles F. Hockett dan Robert Ascher. Mereka
ini mensintesiskan beberapa penelitian para ahli, seperti penelitian antropologi,
arkeologi, fosil-fosil secara geologis, dan lainnya. Pada prinsipnya, para ahli
menerima bahwa mahluk yang disebut proto hominoid sudah memiliki semacam
“bahasa” sebagai alat komunikasi. Sistem komunikasinya itu disebut call atau
panggilan. Proto hominoid itu tidak mampu berbicara. Mereka menggunakan
sistem komunikasi atau call yang sederhana, yang hanya terdiri dari enam tanda
distingtif atau pembeda. Keenam sistem call atau panggilan itu adalah :
1. call untuk menandakan adanya makanan,
2. call untuk menyatakan adanya bahaya,
3. call untuk menyatakan persahabatan atau keinginan untuk bersahabat,
4. call untuk perhatian seksual,
5. call untuk menyatakan kebutuhan akan perlindungan keibuan,
6. call yang tidak mempunyai arti dan hanya menunjuk di mana gobbon atau
jenis proto hominoid itu berada; call ini berfungsi untuk menjaga agar anggota
kelompok tidak terpisah terlalu jauh ketika mereka bergerak di antara pohon-
pohonan. Call inilah yang merupakan cikal-bakal bahasa manusia. Prosesnya
adalah sesuai dengan proses evolusi proto hominoid itu sampai menjadi manusia
seperti sekarang ini.
6
2.2 Sejarah Bahasa Indonesia
2.2.1 Awal Mula Lahirnya Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia yang kini kita gunakan sebagai bahasa resmi di negara kita
berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu tua yang sampai sekarang masih dapat
kita selidiki sebagai peninggalan masa lampau. Penelitian lebih lanjut yang dilakukan
para ahli, bahkan menghasilkan penemuan bahwa bahasa Austronesia juga
mempunyai kekeluargaan dengan bahasa-bahasa yang dipergunakan di daratan Asia
Tenggara.
Sudah sejak dulu kala, bahasa Indonesia atau bahasa Melayu itu dikenal oleh
penduduk daerah yang bahasa sehari-harinya bukan bahasa Indonesia dan bahasa atau
Melayu. Hal tersebut dibuktikan oleh adanya beberapa prasasti yang ditemukan di
daerah-daerah yang bahasa sehari-hari penduduknya bukan bahasa Indonesia atau
Melayu. Sejarah perkembangan bahasa ini dapat dibuktikan dengan adanya prasasti
Kedukan Bukit (683 M), Talang Tuo (684 M), Kota Kapur (686 M), Karah Barahi
(686 M). ketika bangsa Eropa pertama kali datang ke Indonesia, bahasa Melayu sudah
mempunyai kedudukan yang luar biasa di tengah-tengah bahasa-bahasa daerah di
Nusantara ini.
Pada tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia resmi menjadi bahasa
persatuan atau bahasa nasional. Nama bahasa Indonesia tersebut sifatnya adalah
politis, karena setujuan dengan nama negara yang diidam-idamkan yaitu Bangsa
Indonesia. Sifat politik ditimbulkan karena keinginan agar bangsa Indonesia
mempunyai semangat juang bersama-sama dalam memperoleh kemerdekaan agar
lebih merasa terikat dalam satu ikatan yakni, Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu
Bahasa.
Prof. Soedjito menjelaskan secara sederhana alasan mengapa bahasa Melayu
yang dijadikan landasan lahirnya bahasa Indonesia sebagai berikut.
1. Bahasa Melayu telah digunakan sebagai lingua franca (bahasa
perhubungan) selama berabad-abad sebelumnya di seluruh kawasan tanah
air kita. Hal tersebut tidak terjadi pada bahasa Jawa, Sunda, ataupun
bahasa daerah lainnya.
2. Bahasa Melayu memiliki daerah persebaran yang paling luas dan
melampaui batas-batas wilayah bahasa lain meskipun penutur aslinya tidak
sebanyak penutur asli bahasa Jawa, Sunda, Madura, ataupun bahasa daerah
lainnya.
7
3. Bahasa Melayu masih berkerabat dengan bahasa-bahasa Nusantara lainnya
sehingga tidak dianggap sebagai bahasa asing.
4. Bahasa Melayu bersifat sederhana, tidak mengenal tingkat-tingkat bahasa
sehingga mudah dipelajari. Berbeda dengan bahasa Jawa, Sunda, Madura
yang mengenal tingkat-tingkat bahasa.
5. Bahasa Melayu mampu mengatasi perbedaan-perbedaan bahasa antar
penutur yang berasal dari berbagai daerah. Dipilihnya bahasa Melayu
mmenjadi bahasa persatuan tidak menimbulkan perasaan kalah terhadap
golongan yang lebih kuat dan tidak ada persaingan antar bahasa daerah.
2.2.2 Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia
Rentang waktu proses perkembangan bahasa Indonesia dari awal hingga
sekarang tidaklah dalam waktu yang singkat, melainkan dalam tahapan waktu yang
berabad-abad lamanya. Untuk lebih jelas, berikut ini disajikan kronologi abad atau
dalam sejumlah abad perkembangan bahasa Indonesia.
1. Bahasa Indonesia Abad VII-IX
Pada masa awal jaya kerajaan Sriwijaya diketahui bahwa di kota pusat
pemerintahan kerajaan telah berdiri sebuah perguruan tinggi agama Budha
terkenal, dengan guru besarnya seperti, Dharmapala dan Cakyakirti. Dari
kenyataan tersebut dapat diketahui bahwa bahasa yang berperan sebagai
wahana komunikasi dalam mengatur pemerintahan, termasuk dalam dunia
pendidikan dan ilmu pengetahuan ketika itu adalah bahasa resmi
kerajaan/negara. Para ahli sependapat bahwa bahasa yang dimaksudkan
disini adalah bahasa Melayu kuno.
2. Bahasa Indonesia Abad XIV-XVI
Pada abad ini, ditemukan pula sebuah batu nisan dengan aksara Pallawa
pada salah satu kuburan raja-raja di Minye Tujoh, Aceh. Pada batu nisan
itu terdapat syair berbahasa Melayu Kuno yang dipengaruhi bahasa Arab,
yang isinya antara lain, menyebutkan bahwa raja yang terkubur di makam
itu telah memeluk agama Islam. Dengan demikian angka tahun pada batu
nisan tersebut dapat dijadikan sebagai batas antara bahasa Melayu kuno
dan Melayu baru.
3. Bahasa Indonesia Abad XVII-XVIII
Dalam dua abad ini (ke-17 dan ke-18) terdapat perubahan dan pergantian
kondisi di Nusantara yang memungkinkan upaya pemulihan dan
8
pengembangan kembali kejayaan yang telah pernah dicapai pada abad
sebelumnya terutama di bidang kesusastraan. Pada abad ke-17 ini muncul
karya-karya sastra Melayu yang hingga kini masih dapat kita baca. Satu di
antara karya sastra penting itu adalah buku Sejarah Melayu yang ditulis
oleh Tuan Muhammad Sri Lanang dengan gelar sebutan Bendahara
Paduka Raja. Diperkirakan penyelesaian penulisan bukunya tersebut
berakhir tahun 1616. Sebutan kesusatraan Melayu saat itu adalah
kesusatraan dari Johor karena bahasa tulis yang digunakan untuk itu adalah
bahasa Melayu Johor.
4. Bahasa Indonesia Abad XIX
Kesepakatan London tahun 1824 antara Inggris dan Belanda, membuat
peta politik kekuasaan kolonial di Nusantara berubah. Pembagian wilayah
kekuasaan antara Inggris dan Belanda ini menyebabkan terpolarisasinya
perkembangan bahasa Melayu dalam dua wilayah kekuasaan yang
berbeda. Satu berkembang di Semenanjung Malaya dengan pusat
budayanya di Johor, sedangkan yang satu lagi berpusat di Riau atau
disebut dengan Riau-Lingga.
5. Bahasa Indonesia Abad XX
Awal abad ke-20 tercatat sebagai masa percepatan perkembangan dan
peralihan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Peralihan bahasa
Melayu menjadi bahasa Indonesia sepesat itu tentu tidak terjadi begitu saja
tanpa faktor penyebab dan satu yang terpenting di antaranya ialah adanya
dinamika pergerakan politik yang dilandasi oleh hasrat yang kuat untuk
merdeka. Pemikiran demikian didasari kenyataan bahwa bahasa Melayu
sudah merupakan bahasa yang dapat dipahami dan digunakan oleh
mayoritas warga yang berasal dari berbagai suku bangsa di Nusantara.
Bahasa Melayu juga telah dapat menjalankan peranannya sebagai bahasa
bereputasi antar bangsa dengan capaian kemantapan yang baik dari segi
ejaan, peristilahan, maupun kaidah bahasanya. Oleh sebab itulah
kebangsaan menyebut bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia sejak
Kongres Pemuda I pada tanggal 2 Mei 1926 dan disahkan sebagai bahasa
Nasional pada tanggal 28 Oktober 1928 pada Sumpah Pemuda.
6. Bahasa Indonesia Abad XXI

9
Terkait dengan sejarah perkembangan bahasa Indonesia pada abad ke-21,
terdapat tiga peristiwa yang patut menjadi catatan, secara berurut, yakni
Kongres Bahasa Indonesia VIII, IX, dan yang X. Kongres Bahasa
Indonesia VIII berlangsung di Jakarta pada tanggal 14 s.d. 17 Oktober
2003. Melalui kongres ini ditekankan agar adanya peningkatan kesadaran
warga dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pada
tanggal 28 Oktober s.d. 1 November 2008 diadakan Kongres Bahasa
Indonesia IX, bertempat di Jakarta. Dari kongres ini muncul harapan agar
ke depan, bahasa Indonesia mampu membentuk warga yang kompetitif,
cerdas dan beradab. Kemudian, dari tanggal 28 s.d. tanggal 31 Oktober
2013, di hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta diadakan Kongres Bahasa
Indonesia X. Pada kegiatan ini, semuanya berintikan pada harapan agar
pemerintah benar-benar berperan pada kegiatan peningkatan dan
pemantapan bahasa Indonesia sehingga bahasa Indonesia dapat menjadi
jati diri bangsa yang mantap pula di kancah aneka bangsa.

2.3 Kedudukan dan Hakikat Bahasa Indonesia


2.3.1 Kedudukan Bahasa Indonesia
Kedudukan diartikan sebagai status relatif bahasa sebagai sistem lambang nilai
budaya yang dirumuskan atas dasar nilai sosial bahasa yang bersangkutan. Bahasa
Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara.
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dimiliki sejak diikrarkannya
Sumpah Pemuda. Sedangkan kedudukan sebagai bahasa negara dimiliki sejak
diresmikan Undang-Undang Dasar Negara 1945. Dalam UUD 1945, Bab XV Pasal 36
tercantum “Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia”.
2.3.2 Hakikat Bahasa Indonesia
Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial tentu dengan tujuan untuk
kebaikan manusia itu sendiri. Manusia adalah makhluk yang paling lemah
dibandingkan dengan makhluk lain. Akal manusia dapat digunakan dengan bantuan
bahasa, tanpa bahasa manusia tidak dapat berpikir. Jelasnya orang berpikir dengan
menggunakan bahasa. Pada hakikatnya, pengertian bahasa adalah kumpulan bunyi-
bunyi yang bermakna diujarkan dengan tujuan mengungkapkan pikiran. Kesimpulan
di atas menurunkan pengertian tentang hakikat bahasa.
1. Bahasa pada hakikatnya adalah bunyi ujar (lisan) yang berwujud lambang.
10
2. Bahasa memiliki sistem.
3. Bahasa itu bermakna.
4. Bahasa memiliki fungsi.

Pada hakikatnya bahasa adalah bunyi ajar atau lisan. Hal ini dapat
dijelaskan dengan menggunakan fakta sejarah bahwa orang atau kelompok
masyarakat sejak dulu telah dapat melakukan komunikasi dengan menggunakan
bahasa yang telah disepakati bersama secara lisan.
Bahasa memiliki sistem. Bunyi-bunyi bahasa yang diujarkan disusun
berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh kelompok masyarakat pengguna
bahasa tersebut.
Bahasa itu bermakna. Konsep ini berkaitan dengan konsep sistem bahasa.
Artinya, bunyi-bunyi yang disusun secara teratur berdasarkan kesepakatan tersebut
diberi makna, sehingga dapat dipahami oleh pengguna. Dalam artian, jika tidak
bermakna maka itu bukan bahasa dan makna itu akan muncul karena penggunaan
sistem secara benar.
Bahasa memiliki fungsi. Orang berbahasa karena ingin mengungkapkan
sesuatu yang ada di dalam pikirannya. Apakah sesuatu tersebut diungkapkan pada
dirinya sendiri atau pada orang lain. Jika bahasa merupakan sesuatu yang digunakan,
maka dapat dipastikan bahwa bahasa itu adalah alat.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sampai saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa
yang hidup yang terus berkembang dengan pengayaan kosa kata baru, baik melalui
penciptaan maupun melalui penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Pada abad ke-5
M berkembang bentuk yang dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena dipakai
oleh Kesultanan Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi.
Pada zaman penjajahan Belanda pada awal abad ke-20, pemerintah kolonial Belanda
ingin menggunakan bahasa Melayu untuk mempermudah komunikasi dengan berpatokan
pada bahasa Melayu Tinggi yang sudah mempunyai kitab-kitab rujukan. Pada 16 Juni 1927
dalam sidang Volksraad (Rapat Dewan Rakyat), Jahja Datoek Kajo pertama kalinya
menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya.
Di sinilah bahasa Indonesia mulai berkembang. Bahasa Indonesia secara resmi diakui
sebagai "Bahasa Persatuan Bangsa" pada saat Sumpah Pemuda. Pada 18 Agustus 1945, sehari
setelah kemerdekaan, ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945. Pada Bab XV, Pasal
36, ditetapkan secara sah bahwa bahasa Indonesia ialah bahasa negara. Selanjutnya,
sehubungan dengan perkembangan ejaan, setelah bahasa Melayu ditetapkan menjadi bahasa
Indonesia, yakni muncul Ejaan Republik, Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan LBK,
Ejaan yang disempurnakan, dan EBI.

3.2 Saran
Dengan kerendahan hati, penulis merasakan tulisan ini sangat sederhana dan jauh dari
sempurna. Saran, kritik yang konstuktif sangat diperlukan demi kesempurnaan tulisan ini.
Demikian pula, perlu penyempurnaan di sana-sini agar tulisan ini menjadi lebih lengkap dan
lebih bermanfaat bagi pembaca dan pecinta bahasa Indonesia.

12
DAFTAR PUSTAKA

Barus, Sanggup dkk. 2017. Linguistik Untuk Perguruan Tinggi. Palembang: BKS-PTN
BARAT.

Mulyati, Yeti dkk. 2018. Bahasa Indonesia. Banten: CV. Mus Karya.

Ketut Ngurah, I Gusti. 2018. Sejarah Bahasa Indonesia. Bali: Universitas Udayana.

13

Anda mungkin juga menyukai