Anda di halaman 1dari 9

Artikel Konseptual

BLENDED LEARNING PADA OLAHRAGA ATLETIK


oleh
Zalikal Ilham

Adanya perubahan masa atau zaman dan teknologi yang semakin canggih
membuat sesorang akan berpikir dengan lebih mempertimbangkan bagaimana
mengelola waktu dengan jarak yang berbeda-beda menjadi lebih efektif dan
efisien. Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan masalah yaitu
bagaimana pemahaman blended learning pada olahraga Atletik, Dengan
keyakinan bahwa blended learning dapat diterapkan pada PE, serangkaian
pelajaran blended learning diciptakan pada subjek atletik. Untuk aspek
pembelajaran online, dibuat empat rangkaian kegiatan pembelajaran
menggunakan LMS (LEARNING MANAGEMENT SYSTEM). Hasil
pembahasan artikel merujuk pada penelitian George, K., & Spyros, P. (2016).
Blended Learning in K-12 Education: a Case Study for Teaching Athletics in
Physical Education menunjukkan perbedaan yang jelas dalam mendukung
blended learning dalam bidang kognitif, pada mata pelajaran atletik. Hasil ini
sesuai dengan penelitian lain yang juga menyimpulkan bahwa penerapan blended
learning memberikan hasil yang lebih baik daripada pengajaran tradisional.

Kata Kunci : Blended Learning, LMS, Atletik


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Adanya perubahan masa atau zaman dan teknologi yang semakin canggih
membuat sesorang akan berpikir dengan lebih mempertimbangkan bagaimana
mengelola waktu dengan jarak yang berbeda-beda menjadi lebih efektif dan
efisien. Dalam bidang pendidikan saat ini seorang pendidik dan peserta didik
memanfaatkan teknologi sebagai sumber belajar atau informasi yang dapat
mendukung adanya proses belajar dan pembelajaran menjadi lebih efektif.
Sumintono (2012:122) menyatakan bahwa dalam bidang pendidikan, teknologi
informasi dan komunikasi dapat mempengaruhi pergerakan maupun perolehan
informasi yang luas serta tidak terbatas yang dapat diperoleh dengan cepat.
Karena dengan adanya teknologi yang semakin cepat dan canggih salah satunya
internet sebagai sumber informasi dan komunikasi atau literasi belajar yang
relevan digunkan pada masa ini, maka akan sangat membantu dalam prosesbelajar
dan pembelajaran dalam pendidikan.

Widiara (2018) Menyimpulkan bahwa blended learning menjadi sebuah


pilihan ketika pembelajaran tidak cukup dengan tatap muka karena penembahan
inovasi pembelajaran yang tepat akan membangkitkan kemandirian serta percaya
diri siswa yang telah mencari sumber dan mengeksplorasi sumber belajar tidak
hanya dari guru saja. Di perguruan tinggi, pembelajar yang sering mengalami
kesulitan tatap muka adalah mereka yang memiliki peran ganda, yaitu mahasiswa-
atlet. Mereka harus belajar akademik sekaligus menjalani program latihan bahkan
tidak jarang di luar universitas.

Dengan kondisi tersebut, diyakini mereka cenderung memiliki manajemen


yang kurang baik dibandingkan dengan mahasiswa non-atlet akibat padatnya
aktivitas mereka (Riciputi & Erdal, 2017; Sandstedt et al., 2004). tujuan artikel ini
adalah mendeskripsikan mengembangkan untuk penerapan blended learning pada
olahraga tertentu atas rujukan artikel-artikel yang lainnya
Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman blended learning pada olahraga Atletik ?


BAB II
PEMBAHASAN

Pelajaran Blended

Istilah blended learning menurut sifatnya mengacu pada sesuatu yang


sangat umum. Istilah seperti pembelajaran hybrid juga sering digunakan. Dimasa
lalu, istilah-istilah ini digunakan dalam kasus-kasus di mana pengajaran tatap
muka dicampur dengan metode yang baru disajikan dan berkembang, dengan atau
tanpa penggunaan teknologi baru. Contohnya adalah pengajaran tradisional yang
dikombinasikan dengan pembelajaran berbasis web atau metode pengajaran
konstruktivis-perilaku (Graham, 2006). Pembelajaran campuran muncul dari
kebutuhan untuk memperluas kelas antroposentris tradisional dalam ruang dan
waktu, dengan menggunakan alat-alat baru. Ini dicapai dengan penggunaan segala
bentuk media baru, menggabungkan ini dalam pengajaran untuk melayani tujuan
seperti yang telah ditetapkan (Bersin, 2004).

Perkuliahan dengan menerapkan blended learning dianggap menjadi


pilihan jitu dalam memfasilitasi mahasiswa-atlet karena dapat menyediakan
pendidikan yang mudah, terlepas dari ruralitas, lokalitas, dan ketertinggalan (Best
& MacGregor, 2017). Selain itu, penerapan blended learning telah terbukti dapat
mendukung berlangsungnya pendidikan sepanjang hayat, membentuk lingkungan
belajar yang ramah, menghemat sumber daya, dan menghilangkan kesenjangan
dalam proses pembelajaran (Yao, 2019). Secara umum, blended learning
merupakan proses pembelajaran yang mengintegrasikan proses pembelajaran
tradisional (tatap muka) dengan pembelajaran digital online (Gaol & Hutagalung,
2020).

Pada penelitian sebelumnya Validitas dan kualitas model dari hasil


evaluasi kegiatan diseminasi ini cukup menjadi bukti bahwa model blended
learning berbasis schoology ini tidak hanya dapat diterapkan oleh peneliti dalam
lingkup subjek dan setting ujicoba yang kecil. Akan tetapi dosen di luar subjek
ujicoba penelitian pun dapat memanfaatkan model ini untuk keperluan
perkuliahan. Motivasi belajar mahasiswa-atlet masuk dalam kategori baik
menunjukkan bahwa motivational climate dalam proses pembelajaran terjaga baik
selama penerapan model blended learning berbasis schoology. Selain itu, tidak
adanya perbedaan motivasi belajar mahasiswa-atlet ditinjau dari gender, jenis
cabang olahraga, dan universitas menunjukkan bahwa blended learning berbasis
schoology dapat diterapkan dalam berbagai kondisi dan jenis latar belakang.
Khususnya untuk menjaga motivational climate guna mendukung mahasiswa-atlet
belajar di bidang akademik.

Merujuk pada penelitian sebelumnya Pemanfaatan blended learning


berbasis schoology yang dimaksud dalam artikel ini adalah produk hasil penelitian
dan pengembangan yang telah terbukti valid dan efektif dalam meningkatkan
motivasi belajar mahasiswa-atlet FIO Unesa yang sedang mengikuti PELATNAS
untuk berbagai cabang olahraga (Priambodo, Hariyanto, & Dinata, 2020),
sehingga berkaitan pada rumusan masalah

Dengan keyakinan bahwa blended learning dapat diterapkan pada PE,


serangkaian pelajaran blended learning diciptakan pada subjek atletik. Untuk
aspek pembelajaran online, dibuat empat rangkaian kegiatan pembelajaran
menggunakan LMS (LEARNING MANAGEMENT SYSTEM). Penggunaan
LMS (LEARNING MANAGEMENT SYSTEM) menawarkan kesempatan untuk
berbagi, menggunakan kembali dan mengubah konten, dan dapat digunakan oleh
guru yang tidak memiliki pengetahuan TIK yang signifikan (Chou & Chou,
2011). LAMS adalah perangkat lunak sumber terbuka (FOSS) gratis yang
menyediakan alat untuk merancang, mengelola, dan mendistribusikan urutan
pembelajaran kooperatif melalui internet, tanpa mengecualikan pendekatan
pribadi. Melalui antarmuka pengguna grafis (GUI) yang dapat diakses, guru dapat
membuat rencana pembelajaran menggunakan diagram alur. Ini menawarkan alat
komunikasi dan pengawasan, dapat menggabungkan sumber daya dan data dalam
berbagai bentuk, menawarkan alat pencarian dan evaluasi, dan dapat bekerja
secara mandiri atau bekerja sama dengan LMS (LEARNING MANAGEMENT
SYSTEM) lain. Lingkungan kerja LAMS, menggunakan fungsi 'tarik & lepas'
secara ekstensif, dan setelah rencana pelajaran awal dibuat, guru kemudian dapat
'mengisi' setiap kegiatan dengan materi yang dibutuhkan. Perubahan alur
pelajaran, serta penghilangan atau penambahan materi dan kegiatan, dapat
dilakukan selama pelaksanaan rencana itu sendiri. Penekanan yang diberikan pada
interaksi siswa-guru menjadi jelas dari pengamatan di atas, sebuah fakta yang
membedakan LAMS dari program LMS (LEARNING MANAGEMENT
SYSTEM) lainnya, yang lebih menonjolkan konten (Papadakis, 2010).

Sasaran

Pelajaran dirancang dan didorong dengan tujuan utama dari kursus olahraga,
karena tujuan ini dijelaskan dalam kurikulum untuk tahun terakhir sekolah dasar
dan tiga tahun pertama sekolah menengah, mengenai subjek atletik. Mereka
adalah sebagai berikut:

1. Kognitif: Siswa harus mampu menjelaskan teknik dasar dan mengenali


berbagai kategori cabang olahraga. Mereka harus mempelajari aturan penting dari
acara semacam itu, dan mendapatkan rasa kinerja dunia nyata.

2. Emosional: Pengembangan sikap positif terhadap olahraga dan olahraga,


penguatan konsep sportifitas dan persaingan sehat, pengakuan peran olahraga
dalam kehidupan sosial masyarakat, dedikasi terhadap tujuan, dan pengembangan
pemikiran kritis.

3. Sosial: Agar siswa dapat bekerja sama satu sama lain dan bekerja dalam tim,
membangun hubungan interpersonal, dan menerima pendapat yang berbeda.

4. Psikomotor: Untuk dapat mengingat model kinetik yang disajikan, dan untuk
meningkatkan pelaksanaan teknis selama latihan kinetik.
BAB III
KESIMPULAN

Hasil pembahasan artikel merujuk pada penelitian George, K., & Spyros, P.
(2016). Blended Learning in K-12 Education: a Case Study for Teaching Athletics
in Physical Education menunjukkan perbedaan yang jelas dalam mendukung
blended learning dalam bidang kognitif, pada mata pelajaran atletik. Hasil ini
sesuai dengan penelitian lain yang juga menyimpulkan bahwa penerapan blended
learning memberikan hasil yang lebih baik daripada pengajaran tradisional.
Karena literatur yang ada agak jarang, penyelidikan lebih lanjut diperlukan di
bidang lain, seperti psikomotor dan sosial. Secara umum, kami menganggap
bahwa sifat pendidikan jasmani sebagai mata pelajaran sekolah sekarang
memerlukan penggunaan blended learning. Kami menganggap bahwa aspek
subjek yang berkaitan dengan pendidikan, dengan kognisi, dapat sangat
diuntungkan dari kursus pembelajaran campuran yang dirancang dengan tepat,
sedemikian rupa untuk memperkuat aspek lainnya, yaitu aktivitas fisik. Penelitian
masa depan harus cenderung ke arah ini sebelum sampai pada kesimpulan yang
lebih dapat digeneralisasikan. Selanjutnya, kami bermaksud untuk memperluas
penelitian kami pada skala yang lebih besar, untuk memperluas cakupannya ke
bidang pendidikan jasmani lainnya dan ke bidang pengetahuan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Sumintono, B. dkk, (2012). Pengunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi


dalam Pengajaran: Survei pada GuruGuru Sains di Indonesia. Universitas
Teknologi Malysia.

Widiara, I. K. (2018). Blended Learning sebagai Alternatif Pembelajaran di Era


Digital. Purwadita: Jurnal Agama dan Budaya, 2(2), 50-56.

Riciputi, S., & Erdal, K. (2017). The effect of stereotype threat on student-athlete
math performance. Psychology of Sport and Exercise, 32, 54–57.
https://doi.org/10.1016/J.PSYCHSPORT.2017.06.003

Bonk dan Graham. 2006. The Handbook of Blended Learning. USA :Pfeiffer.

Bersin, Josh. 2004. The Blended Learning Book:, Best Practices


ProvenMethodologies, and Lessons Learned. USA: Pfeiffer Publishing

Best, M., & MacGregor, D. (2017). Transitioning Design and Technology


Education from physical classrooms to virtual spaces: implications for pre-
service teacher education. International Journal of Technology and Design
Education, 27(2), 201–213. https://doi.org/10.1007/s10798-015-9350-z

Yao, C. (2019). An investigation of adult learners’ viewpoints to a blended


learning environment in promoting sustainable development in China. Journal
of Cleaner Production, 220, 134-143.

Gaol, F. L., & Hutagalung, F. (2020). The trends of blended learning in South
East Asia. In Education and Information Technologies (Vol. 25, Issue 2, pp.
659–663). Springer. https://doi.org/10.1007/s10639-020-10140-4

Priambodo, A., Hariyanto, A., & Dinata, V. C. (2020). The Development of


Schoology-Based Blended Learning Model to Improve Student Motivation of
National Training Center (PELATNAS) Athlete. 334–338.
https://doi.org/10.2991/ahsr.k.200214.089
Chou, AY, & Chou, DC (2011). Sistem manajemen kursus dan pembelajaran
campuran: Pendekatan pembelajaran yang inovatif. Jurnal Ilmu Keputusan
Pendidikan Inovatif, 9(3), 463-484.

Papadakis, S. (2010). Pengembangan sumber daya pendidikan online:


mendukung pendidik Hellenic Open University. Patra. Diterima dari
http://www.didaktorika.gr/eadd/handle/10442/26260

Anda mungkin juga menyukai