Anda di halaman 1dari 3

Pendahuluan yang ditulis sendiri dalam catatannya oleh Ma Huan tahun 1416 adalah: "....

tahun ke
sebelas Kaisar Yung Lo, Kaisar menerbitkan maklumat kekaisaran kepada kasim Cheng Ho untuk
memimpin kapal angkut harta dan berlayar di laut barat demi membacakan perintah kaisar dan
memungut upeti. Aku turut serta sebagai penerjemah kemanapun ekspedisi ini pergi, tak terhitung
jutaan li, berbagai negeri dengan beda iklim, musim, topografi dan penduduk. Aku melihat keragaman
ini dengan mata sendiri dan menjalaninya sendiri dengan kakiku. Pengalaman ini membuatku percaya
bahwa buku berjudul "A Record of The Islands and Their Barbarians" bukan bikinan, bahkan lebih
banyak lagi keanehan dan keajaiban yang bisa disaksikan. Maka aku menulis penampilan orang -
orang asing ini setiap negerinya, adat istiadat mereka dan membuka wawasan pembaca nantinya
seberapa jauh pengaruh Kaisar kita dibandingkan dengan dinasti-dinasti sebelumnya."

Di dalam bab berjudul "The Country of Chao-Wa (Java)" Ma Huan menulis :

Negeri ini dulu disebut She-pó. Memiliki empat kota besar tanpa tembok kota dan suburban area (kota
di masa Dynasty Ming biasanya dikelilngi tembok dan suburban area adalah rumah penduduk diluar
perimeter tembok kota- alias luar kota/pinggiran). Kapal asing selalu berlabuh pertama kali di kota
bernaman Tu-pan (Tuban), lanjut ke New Village / Kota Baru (Gresik), Su-lu-ma-i (Surabaya) dan
terakhir kota bernama Man-che-po-i (Majapahit) dimana raja tinggal.

Perhatikan bahwa setiap nama kota yang ditulis diatas memiliki catatan kaki yang cukup panjang
untuk meyakinkan pembaca bahwa terjemahan China ini memang artinya kota-kota yang dimaksud itu
(salah satunya Surabaya).

Catatan bergulir lebih ke arah tradisi di kota raja (Majapahit). Secara khusus Surabaya mendapat
sorotan sbb:

Dari New Village (Gresik) setelah berlayar kurang lebih dua puluh li ke selatan, kapal mencapai Su -lu-
ma-i. Orang lokal menyebutnya Su-erh-pa-ya. Di estuari sungai air yang mengalir adalah air tawar.
Dari sini kapal besar tidak bisa masuk dan kita harus menggunakan kapal kecil.

Di estuary (maura) sungai (Kali mas) terdapat sebuah pulau kecil yang lebat hutannya, dimana
terdapat ribuan monyet berekor panjang. Satu monyet hitam tua besar menjadi pemimpin kawanan
monyet ini, monyet ini selalu didampingi seorang wanita tua lokal. Kepercayaannya, wanita yang
mandul boleh memberikan sesaji ke monyet ini. Sajian nasi, anggur-arak, buah-buahan atau kue-kue.
Jika monyet itu senang, maka sajian itu akan dimakan dan jika monyet itu berkenan monyet itu akan
mencari pasangan dan bersenggama setelah memakan sesajen (unsur ini harus ada) maka wanita
mandul itu doanya akan terjawab. Jika salah satu dari syarat penampakan itu tidak ada maka wanita
itu tetap tidak akan mendapatkan anak. Sungguh menarik!

peta dari Oud Soerabaia ini memberikan gambaran pulau tempat monyet sakti yagn diceritakan Ma Huan. Pulau ini telah raib.
Negeri ini memiliki tiga jenis kelas penduduk. Pertama adalah kaum muslim yang datang dari Barat
dan bermigrasi sebagai pedagang. Mereka ini berpakaian rapi dan makan makanan yang bersih dan
layak.

Catatan kaki untuk penduduk muslim ini sbb: Di jaman Ma Huan kaum ini tidak memiliki kekuatan
politik (1433) tapi telah menguasai pelabuhan-pelabuhan penting dari kerajaan Hindu-Jawa sebelum
tahun 1500. Kekuatan Islam ini berhasil menghancurkan Kerajaan Majapahit antara 1513 - 1528.

Kelas kedua adalah orang-orang Tang, orang-orang China dari Kuang Tung, Chang Chou dan Chuan
Chou yang melarikan diri dari China dan tinggal di negeri ini. Kaum ini juga berpakaian bersih dan
makan makanan pilihan. Sebagian besar dari mereka menganut agama Islam dan turut berpuasa.

Catatan: kita sering mendengar orang China menyebut dirinya Teng Lang / Tang Lang yang artinya
orang-orang Tang. Maksudnya orang China dari Dynasty Tang (618-907), dynasty yang berjaya dan
begitu dibanggakan orang China.

Kelas ketiga adalah orang-orang asli yang berpenampilan jelek dan wajahnya aneh. Mereka tidak
mengenakan sandal, rambut awut-awutan dan menyembah berhala. Negeri ini boleh dibilang negeri
setan yang ditulis di buku-buku Budha. Mereka makan ular, semut dan berbagai jenis serangga.
Mereka memelihara anjing dan tidur bersama anjing mereka dalam satu ruangan, bahkan anjing itu
makan dari peralatan makan yang sama dengan tuannya.

Catatan kaki : Sejarawan bernama Majumdar menilai deskripsi Ma Huan untuk kaum ketiga ini hanya
cocok untuk penduduk primitif yang belum terpengaruh tradisi Hindu. Sepertinya Ma Huan tidak
memiliki pengetahuan cukup tentang kerumitan tradisi Indonesia dengan kelas penguasa, aritokrat
dan komunitas-komunitasnya.

Tanpa catatan kaki yang mengacu pada Majumdar ini, pembaca buku Ma Huan akan
mempertanyakan penggambaran novel atau film tentang era itu. Ken Arok dan Ken Dedes dalam
buku Arok Dedes nya Pramoedya Ananta Toer ikut golongan yang mana? Imajinasi ulang juga harus
direkayasa dalam membaca buku-buku seperti Senopati Pamungkas, Bumi Majapahit bahkan dalam
mendengarkan serial sandiwara radio Tutur Tinular dan Saur Sepuh.

Ma Huan juga menulis binatang-binatang dan buah-buahan yang dilihatnya. Catatan lain yang
menarik berkaitan dengan bambu (runcing?) di Mojopahit yang agak seram untuk diceritakan. Acara
"Kontes Tombak Bambu" ini juga memberi gambaran menarik untuk para pecinta numismatik
khususnya koin sebab keluarga kontestan yang malang (tewas) mendapat hadiah koin emas dari raja.
Ma Huan juga melihat peredaran koin gobog dari China yang meluas, koin-koin China dari berbagai
Dynasty. Ma Huan juga menulis bahwa Kerajaan Majapahit memberikan upeti setiap ta hun ke Kaisar
China.
Peta modern dengan tilasan ekspedisi Cheng Ho ke-7 (1431-1433)dimana Ma Huan ikut serta. Perhatikan inset dibawah yang

menggambarkan Gresik-Surabaya-Cahnggu dan Majapahit. Peta jenis ini tidak pernah ada dalam benak Ma Huan maupun pelaut China pada

waktu itu. Di dalam benak mereka peta pelayaran bergambar lain. Keunggulan akurasi dan teknologi peta ini menentukan siapa yang akan

berkuasa. Apakah Majapahit memiliki teknologi peta pada saat itu? harusnya ada, apakah masih bisa dilihat saat ini? pemirsa yang tahu

dipersilakan share.

Buku ini menjadi catatan yang unik bagi para sejarawan yang menggeluti era pra -kolonialisme di Asia
Tenggara dan Selatan. Ma Huan membuat deskripsi tentang Vietnam, Jawa, Palembang, Siam,
Malaka, Aru-Deli, Aceh, Ceylon, Nicobar-kep Andaman, Kalikut, Maladewa, Aden, Bengal, Hormuz
dan Mekah. Nilai sejarah buku ini bertambah dengan dimasukannya semua catatan sejarawan lain
yang menekuni catatan-catatan China seperti Groeneveldt, Rockhill, Duyvendak, dll. Kehati-hatian
dalam menyajikan terjemahan ini mewariskan semangat ideal sejarawan dalam menyajikan
argumentasi sejarah; untuk terjemahan judul Ying-Yai Sheng Lan saja editor menampilkan ekspresi
sejarawan lain. Kehati-hatian ini berkaitan dengan evolusi makna huruf-huruf China yang terus
berlanjut. Editor dan penulis catatan di buku ini bukan hanya menerjemahkan namun membandingkan
satu literatur dengan yang lain sehingga deskripsi Ma Huan sendiri di adu. Yang sekiranya tidak bisa
dikoroborasi dengan sumber lain diberi catatan juga. Sebuah contoh karya yang menjadi model klasik
para sejarawan.

Satu hal yang perlu dicatat juga disini adalah tentang peta laut China yang nantinya akan dibahas
tersendiri. Peta laut China yang unik ini menjadi panduan pelayaran laut ja uh sebelum penjelajah
Eropa "belajar berenang". Sepertinya setiap kaum pelaut memiliki metode sendiri dalam memetakan
lautan, keunikan metode ini hanya bisa kita kagumi sekarang jika kaum pelaut itu menulis (bagaimana
peta laut kaum pelaut Bugis?). Dalam tetralogi Andrea Hirata, kita membaca metode baca langit yang
dipelajari Ikal, sebagai pembanding kita melihat peta laut China berikut.

Stelar diagram dari buku Ma Huan ini: Terjemahan: Di Utara: Ketika menyebrangi lautan dari Dint-te-pa-hsi (Deogarh), bintang pedoman, Pei

Chen (Polaris) adalah 7 jari diatas permukaan air. Mencapai gunung Sha-ma-ku (Jabal Quraiyat) binang polaris adalah 14 jari diatas permukaan

air. Dst...

Buku ini membuka banyak lubang kosong dalam pengetahuan kita.


Catatan berharga tentang negeri-negeri Asia sebelum Portugis datang hanya mengandalkan catatan
dari negeri bambu ini. Catatan dalam negeri sendiri harusnya ada, tapi catatan orang asing
memberikan ekstra dimensi yang sangat berharga untuk (nantinya) pembanding. Orang asing m emiliki
minat yang lebih dari sekedar politik. Tujuan penulisannya juga berbeda agenda dengan catatan
penulis dalam negeri seperti para Mpu-Mpu kerajaan.

(sumber: Grup FB-Surabaya Tempo Dulu)

Anda mungkin juga menyukai