Anda di halaman 1dari 32

Sejarah Kesultanan Malaka

Pertumbuhan Kerajaan Malaka dipengaruhi oleh


ramainya perdagangan internasional Samudera Hindia.
Pelabuhan Malaka sebelumnya tidak memiliki
kekuasaan politik, kecuali sebagai tempat
persinggahan para pedagang dari berbagai bangsa,
terutama pedagang yang beragama Islam. Tidak
diketahui dengan pasti bagaimana awal berdirinya
Kerajaan Malaka ini. Menurut beberapa versi, kerajaan
ini didirikan oleh seorang pangeran Wilayah kekuasaan
kerajaan Malaka dari Palembang bernama
Parameswarayang lari ke Malaka ketika terjadi
serangan dari Majapahit. Ia mendirikan kerajaan
Malaka sekitar tahun 1400. Pada mulanya,
Parameswara adalah seorang raja yang beragama
Hindu. Setelah memeluk Islam, dia mengganti
namanya dengan nama Islam, Muhammad Syah(1400-
1414) . Raja pertama ini kemudian digantikan oleh
Sultan Iskandar Syah (1414-1424).
Selanjutnya raja-raja yang berkuasa di Malaka adalah
Sultan Muzaffar Syah (1424-1444), Sultan Mansur
Syah(1444-1477), danSultan Mahmud Syah(1477-
1511). Malaka didirikan melalui dua kali kekalahan
dalam perang yang dialami oleh pendirinya
Parameswara, ia merupakan pangeran dari kerajaan
Hindu, Sriwijaya yang menikah dengan seorang putri
dari Majapahit dan kemudian harus turut serta dalam
perang saudara yang terjadi di kerajaan Majapahit

Page 1
setelah pemimpinnya, Hayam Wuruk meninggal dunia.
Parameswara yang kalah dalam perang,akhirnya
melarikan diri ke daerah yang kita kenal sekarang
sebagai Singapura dan mendirikan sebuah Kerajaan
bernama Tumasik. Namun tak lama setelah
berdiri,kerajaan ini diserang dan berhasil dikuasai oleh
armada laut Majapahit. Untuk yang kedua kalinya
Parameswara kalah dalam peperangan yang ia alami.

Melihat kerajaanya hancur begitu saja, akhirnya


Parameswara memutuskan melarikan diri dan mencari
daerah sebagai harapan baru untuk kedua kalinya.
Setelah mencari-cari akhirnya Parameswara
memutuskan untuk mendirikan sebuah kerajaan di
daerah Semenanjung Malaya, kerajaan ini kemudian
dikenal sebagai Kerajaan Malaka. Dengan semangat
baruParameswara kemudian berupaya untuk
mengembangkan kerajaanya dengan membangun
sebuah pelabuhan sebagai pusat perdagangan
mengingat lokasi Kerajaan Malaka berada di lokasi
yang strategis. Dari pelabuhan inilah harapan untuk
Malaka yang jaya muncul. Pedagang dari bangsa –
bangsa hebat pada masa itu seperti Gujarat, Arab,
Tiongkok dan sebagainya bermunculan di pelabuhan
Malaka. Pembangunan pelabuhan inilah kemudian yang
menjadi faktor utama kejayaan kerajaan Malaka.
Bermunculan pedagang – pedagang dari Arab dan
Gujarat yang notabene sebagian besar beragama Islam
menyebabkan perekonomian Kesultanan semakin baik
dan agama Islam juga semakin kental di wilayah

Page 2
Kesultanan Malaka. Kuatnya pengaruh Islam di wilayah
kesultanan juga menyebabkan Parameswara memeluk
Islam,mengganti namanya menjadi Iskandar Syah dan
kemudian menjadikan Malaka sebagai kesultanan
kedua yang ada di Nusantara setelah Samudra Pasai.
Dalam eksistensinya yang hanya mencakup satu abad,
Kesultanan Malaka mengalami pergantian pemimpin
hingga empat kali setelah wafatnya sang pendiri,
Iskandar Syah. Tak lama setelah Iskandar Syah wafat,
kepemimpinan Kesultanan Malaka dilanjutkan oleh
anaknya yang bernama Muhammad Iskandar Syah
atau lebih dikenal sebagai Megat Iskandar Syah.Di
masa pemerintahanya yang hanya sepuluh tahun ia
berhasil memajukan Kesultanan Malaka di bidang
pelayaran dan berhasil menguasai jalur perdagangan di
kawasan Selat Malaka dengan taktik perkawinan
politik. Muhammad Iskandar Syah bahkan berhasil
menguasai Samudra Pasai dengan mudah.Dengan
menikahi seorang putri Samudra Pasai,kerajaan Islam
pertama di Nusantara itu pun akhirnya tunduk pada
Malaka.
Kerajaan Malaka memiliki peran yang sangat besar di
bidang perdagangan. Perdagangan menjadi sumber
utama penghasilan Kerajaan Malaka. Terdapat
beberapa ciri mengenai perdagangan di Malaka.
 Raja dan pejabat tinggi kerajaan terlibat dalam
kegiatan dagang. Mereka memiliki kapal, nakhoda,
dan awak kapal yang bekerja kepadanya. Selain
itu, mereka juga menanamkan modalnya kepada
perusahaan pelayaran.

Page 3
 Pajak bea cukai yang dikenakan terhadap setiap
barang dibedakan atas asal barang. Barang yang
berasal dari Asia Barat, seperti India, Persia, Arab,
dan lain-lain, dikenakan bea sebesar 6%.
Sedangkan barangbarang dari Asia Timur,
termasuk pedagang dari kepulauan Nusantara
tidak dikenakan bea cukai, namun mereka harus
memberikan upeti kepada raja dan para pembesar
pelabuhan.
 Perdagangan dijalankan dalam dua jenis. Pertama,
pedagang memasukkan modal dalam bentuk
barang dagangan yang diangkut dengan kapal
untuk dijual ke negeri lain. Kedua, pedagang
menitipkan barang atau meminjamkan uang
kepada nakhoda yang akan membagi
keuntungannya dengan pedagang pemberi modal.
 Kerajaan mengeluarkan berbagai undang-undang
yang mengatur perdagangan di Kerajaan Malaka,
agar perdagangan berjalan lancar.
Kerajaan ini mengalami keruntuhan setelah Malaka
dikuasai oleh Portugis di bawah pimpinan Alfonso
d’Albuquerque,pada tahun 1511. Dengan demikian,
kekuasaan politik Kerajaan Malaka hanya berlangsung
kurang lebih satu abad.

 ASAL USUL NAMA MALAKA

Sebenarnya terdapat beberapa versi asal usul nama


Malaka. Menurut ahli sejarah dari Malaysia,
Parameswara ketika di Tumasik diserang oleh Kerajaan
Siam, kemudian melarikan diri ke daerah Muar. Tetapi

Page 4
pada perjalanannya, ia diganggu oleh banyak biawak
yang ada di sungai.

Kemudian arahnya berubah menuju ke daerah Burok,


dan mencoba bertahan dari kejaran pasukan Siam.
Tetapi usaha itu gagal dan mereka melarikan diri lagi
ke daerah Sening Ujong, dan sampai ke Sungai Bertam
di pesisir pantai.

Lalu ketika menetap di daerah itu oleh penduduk


sekitar Parameswara diangkat menjadi raja. Suatu
saat, ketika ia sedang berburu, tiba-tiba anjingnya
bertarung dengan pelanduk dan kalah. Ia begitu
terpesona oleh peristiwa yang terjadi.

Saat menyaksikan peristiwa itu ia sedang berteduh di


bawah pohon malaka. Dari sini kemudian Parameswara
memberi nama Malaka pada daerah itu, dan sebagai
nama kerajaannya, yaitu Kerajaan Malaka.

Versi selanjutnya dari nama Malaka berasal dari


pengertian pertemuan berbagai pedagang dari daerah
lain untuk melakukan transaksi. Nama tempat itu
diambil dari bahasa Arab, malqa yang artinya “tempat
bertemu”. Itulah dua di antara beberapa versi tentang
asal usul kerajaan Malaka yang ada.

 PENYEBARAN ISLAM DI MALAKA

Sejarah mencatat bahwa Islam menyebar di Kerajaan


Malaka melalui perantaraan pedagang-pedagang yang
berkunjung ke Malaka. Pedagang Islam ini mengetahui
bahwa Malaka merupakan salah satu bandar di timur

Page 5
yang mengalami kemajuan di bidang perdagangan,
sehingga banyak dari mereka berkunjung untuk
melakukan perdagangan dengan penduduk Malaka.

Berbaurnya para pedagang Islam yang datang dari luar


Malaka perlahan mempengaruhi kepercayaan
penduduk sekitarnya. Lambat laun, Islam menyebar ke
semenanjung Malaka. Dengan masuknya raja pertama
Malaka, Prameswara sebagai pemeluk agama Islam
pada tahun 1414, penyebaran agama Islam ke Malaka
pun semakin maju.

Masuknya raja Prameswara ke agama Islam ikut


mengubah gelarnya menjadi Sultan Muhammad
Iskandar Syah. Hal ini pula yang mendukung Islam
dijadikan sebagai agama resmi Kerajaan Malaka.

 POLITIK DAMAI KERAJAAN MALAKA

Kerajaan Malaka yang baru berdiri di tengah


kekhawatiran mendapatkan gangguan dari penguasa
daerah lain yang lebih besar. Prameswara, sultan
pertama kerajaan yang bergelar Sultan Muhammad
Iskandar Syah berusaha menjalankan politik damai
tanpa peperangan. Saat itu, ada dua kerajaan besar
yang bisa menjadi ancaman bagi kesultanan Malaka,
yaitu Majapahit dan Cina.

Politik damai yang dilakukan oleh sultan pertama ini


melalui jalinan hubungan diplomatik dan ikatan
pernikahan. Sultan Muhammad Iskandar Syah sebagai

Page 6
sultan pertama Kerajaan Malaka mengunjungi Kaisar
Yongle di Nanjing pada 1205 untuk mendapat
pengakuan atas kerajaan yang baru didirikannya itu.

Dengan niat baik, sultan mengirimkan upeti ke Kaisar


Yongle sebagai simbol persahabatan, dan kaisar tadi
memberikan perlindungan kepada kerajaan yang baru
berdiri itu. Sehingga Kerajaan Siam yang sebelumnya
sering menganggu tidak berani lagi menganggu
wilayah kerajaan Malaka.

Untuk menjaga kedamaian dengan Kerajaan Majapahit


di Jawa, sultan akhirnya menikah dengan salah satu
putri Kerajaan Majapahit. Dari politik yang
dilakukannya itu, kerajaan Malaka berjalan dengan
damai tanpa ada gangguan yang berarti. Politik
warisan Sultan Muhammad Iskandar Syah ini dianut
oleh para sultan selanjutnya.

Pada tahun 1205, Kaisar Cina mengirimkan Laksamana


Ceng Ho mengunjungi Kerajaan Malaka untuk
mengadakan perjanjian persahabatan. Inilah yang
membuat kerajaan ini tetap aman. Secara tidak
langsung, dua kerajaan besar, Majapahit dan Cina,
melindungi Malaka.

Sebagai balasan atas kunjungan resmi Laksamana


Cheng Ho ke Malaka, di tahun 1411 Sultan Malaka
berkunjung ke Cina. Sultan dan rombongannya
disambut dengan upacara meriah. Kaisar sangat
senang dengan kunjungan Sultan Malaka beserta
rombongannya.

Page 7
Selanjutnya, sebagai upaya untuk terus menjaga
hubungan diplomatik yang lebih baik dengan Cina,
Sultan Mansyur Syah (raja keenam Kesultanan Malaka)
menikahi putri Kaisar Yunglo yang bernama Hang Li Po.
Pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah ini,
Kerajaan Malaka terkenal dengan angkatan lautnya
yang disegani. Mereka mempunyai seorang laksamana
yang baik bernama Hang Tuah.

Laksamana Hang Tuah mampu melaksanakan tugas


dari sultan untuk menjalankan politik yang baik dengan
kerajaan tetangga. Ia menguasai beberapa bahasa,
seperti Cina, Siam, dan Keling. Pada masa itu,
Kerajaan Malaka mampu menjaga daerah lautnya dari
perompak yang sering menganggu perairan.

1.SEJARAH

a. Pendiri

Kerajaan Malaka didirikan oleh Parameswara antara


tahun 1380-1403 M. Parameswara berasal dari
Sriwijaya, dan merupakan putra Raja Sam Agi. Saat
itu, ia masih menganut agama Hindu. Ia melarikan diri
ke Malaka karena kerajaannya di Sumatera runtuh
akibat diserang Majapahit. Pada saat Malaka didirikan,
di situ terdapat penduduk asli dari Suku Laut yang
hidup sebagai nelayan. Mereka berjumlah lebih kurang
tiga puluh keluarga. Raja dan pengikutnya adalah
rombongan pendatang yang memiliki tingkat
kebudayaan yang jauh lebih tinggi, karena itu, mereka
berhasil mempengaruhi masyarakat asli. Kemudian,

Page 8
bersama penduduk asli tersebut, rombongan
pendatang mengubah Malaka menjadi sebuah kota
yang ramai. Selain menjadikan kota tersebut sebagai
pusat perdagangan, rombongan pendatang juga
mengajak penduduk asli menanam tanaman yang
belum pernah mereka kenal sebelumnya, seperti tebu,
pisang, dan rempah-rempah.

Rombongan pendatang juga telah menemukan biji-biji


timah di daratan. Dalam perkembangannya, kemudian
terjalin hubungan perdagangan yang ramai dengan
daratan Sumatera. Salah satu komoditas penting yang
diimpor Malaka dari Sumatera saat itu adalah beras.
Malaka amat bergantung pada Sumatera dalam
memenuhi kebutuhan beras ini, karena persawahan
dan perladangan tidak dapat dikembangkan di Malaka.
Hal ini kemungkinan disebabkan teknik bersawah yang
belum mereka pahami, atau mungkin karena perhatian
mereka lebih tercurah pada sektor perdagangan,
dengan posisi geografis strategis yang mereka miliki.

Berkaitan dengan asal usul nama Malaka, bisa dirunut


dari kisah berikut. Menurut Sejarah Melayu (Malay
Annals) yang ditulis Tun Sri Lanang pada tahun 1565,
Parameswara melarikan diri dari Tumasik, karena
diserang oleh Siam. Dalam pelarian tersebut, ia sampai
ke Muar, tetapi ia diganggu biawak yang tidak terkira
banyaknya. Kemudian ia pindah ke Burok dan mencoba
untuk bertahan disitu, tapi gagal. Kemudian
Parameswara berpindah ke Sening Ujong hingga
kemudian sampai di Sungai Bertam, sebuah tempat
yang terletak di pesisir pantai. Orang-orang Seletar

Page 9
yang mendiami kawasan tersebut kemudian meminta
Parameswara menjadi raja. Suatu ketika, ia pergi
berburu. Tak disangka, dalam perburuan tersebut, ia
melihat salah satu anjing buruannya ditendang oleh
seekor pelanduk. Ia sangat terkesan dengan
keberanian pelanduk tersebut. Saat itu, ia sedang
berteduh di bawah pohon Malaka. Maka, kawasan
tersebut kemudian ia namakan Malaka.

Dalam versi lain, dikatakan bahwa sebenarnya nama


Malaka berasal dari bahasa Arab Malqa, artinya tempat
bertemu. Disebut demikian, karena di tempat inilah
para pedagang dari berbagai negeri bertemu dan
melakukan transaksi niaga. Demikianlah, entah versi
mana yang benar, atau boleh jadi, ada versi lain yang
berkembang di masyarakat.

b. Politik Negara

Dalam menjalankan dan menyelenggarakan politik


negara, ternyata para sultan menganut paham politik
hidup berdampingan secara damai (co-existence
policy) yang dijalankan secara efektif. Politik hidup
berdampingan secara damai dilakukan melalui
hubungan diplomatik dan ikatan perkawinan. Politik ini
dilakukan untuk menjaga keamanan internal dan
eksternal Malaka. Dua kerajaan besar pada waktu itu
yang harus diwaspadai adalah Cina dan Majapahit.
Maka, Malaka kemudian menjalin hubungan damai
dengan kedua kerajaan besar ini. Sebagai tindak lanjut
dari politik negara tersebut, Parameswara kemudian
menikah dengan salah seorang putri Majapahit.

Page
10
Sultan-sultan yang memerintah setelah Prameswara
(Muhammad Iskandar Syah)) tetap menjalankan politik
bertetangga baik tersebut. Sebagai bukti, Sultan
Mansyur Syah (1459—1477) yang memerintah pada
masa awal puncak kejayaan Kerajaan Malaka juga
menikahi seorang putri Majapahit sebagai
permaisurinya. Di samping itu, hubungan baik dengan
Cina tetap dijaga dengan saling mengirim utusan. Pada
tahun 1405 seorang duta Cina Ceng Ho datang ke
Malaka untuk mempertegas kembali persahabatan Cina
dengan Malaka. Dengan demikian, kerajaan-kerajaan
lain tidak berani menyerang Malaka.

Pada tahun 1411, Raja Malaka balas berkunjung ke


Cina beserta istri, putra, dan menterinya. Seluruh
rombongan tersebut berjumlah 540 orang.
Sesampainya di Cina, Raja Malaka beserta
rombongannya disambut secara besar-besaran. Ini
merupakan pertanda bahwa, hubungan antara kedua
negeri tersebut terjalin dengan baik. Saat akan kembali
ke Malaka, Raja Muhammad Iskandar Syah mendapat
hadiah dari Kaisar Cina, antara lain ikat pinggang
bertatahkan mutu manikam, kuda beserta sadel-
sadelnya, seratus ons emas dan perak, 400.000 kwan
uang kertas, 2600 untai uang tembaga, 300 helai kain
khasa sutra, 1000 helai sutra tulen, dan 2 helai sutra
berbunga emas. Dari hadiah-hadiah tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa, dalam pandangan Cina,
Malaka adalah kerajaan besar dan diperhitungkan.

Di masa Sultan Mansur Syah, juga terjadi perkawinan


antara Hang Li Po, putri Maharaja Yung Lo dari dinasti

Page
11
Ming, dengan Sultan Mansur Shah. Dalam prosesi
perkawinan ini, Sultan Mansur Shah mengirim Tun
Perpateh Puteh dengan serombongan pengiring ke
negeri China untuk menjemput dan membawa Hang Li
Poke Malaka. Rombonga ini tiba di Malaka pada tahun
1458 dengan 500 orang pengiring.

Demikianlah, Malaka terus berusaha menjalankan


politik damai dengan kerajaan-kerajaan besar. Dalam
melaksanakan politik bertetangga yang baik ini, peran
Laksamana Malaka Hang Tuah sangat besar.
Laksamana yang kebesaran namanya dapat disamakan
dengan Gajah Mada atau Adityawarman ini adalah
tangan kanan Sultan Malaka, dan sering dikirim ke luar
negeri mengemban tugas kerajaan. Ia menguasai
bahasa Keling, Siam dan Cina.

c. Hang Tuah

Hang Tuah lahir di Sungai Duyung Singkep. Ayahnya


bernama Hang Machmud dan ibunya bernama Dang
Merdu. Kedua orang tuanya adalah rakyat biasa yang
hidup sebagai petani dan penangkap ikan.

Keluarga Hang Tuah kemudian pindah ke Pulau Bintan.


Di sinilah ia dibesarkan. Dia berguru di Bukit Lengkuas,
Bintan Timur. Pada usia yang masih muda, Hang Tuah
sudah menunjukkan kepahlawanannya di lautan.
Bersama empat orang kawan seperguruannya, yaitu
Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekir, dan Hang
Lekiyu, mereka berhasil menghancurkan perahu-
perahu bajak laut di sekitar perairan dan selat-selat di

Page
12
Kepulauan Riau, sekalipun musuh mereka jauh lebih
kuat.

Karena kepahlawanan Hang Tuah dan kawan-


kawannya tersebut, maka Sultan Kerajaan Malaka
mengangkat mereka sebagai prajurit kerajaan. Hang
Tuah sendiri kemudian diangkat menjadi Laksamana
Panglima Angkatan Laut Kerajaan Malaka. Sedangkan
empat orang kawannya tersebut di atas, kelak menjadi
prajurit Kerajaan Malaka yang tangguh.

Dalam pengabdiannya demi kebesaran Malaka,


Laksamana Hang Tuah dikenal memiliki semboyan
berikut.

1. Esa hilang dua terbilang.


2. Tak Melayu hilang di bumi.
3. Tuah sakti hamba negeri.

Hingga saat ini, orang Melayu masih mengagungkan


Hang Tuah, dan keberadaanya hampir menjadi mitos.
Namun demikian, Hang Tuah bukanlah seorang tokoh
gaib. Dia meninggal di Malaka dan dimakamkan di
tempat asalnya, Sungai Duyung di Singkep.

d. Malaka Sebagai Pusat Penyebaran Agama


Islam

Sebelum muncul dan tersebarnya Islam di


Semenanjung Arabia, para pedagang Arab telah lama
mengadakan hubungan dagang di sepanjang jalan
perdagangan antara Laut Merah dengan Negeri Cina.
Berkembangnya agama Islam semakin memberikan

Page
13
dorongan pada perkembangan perniagaan Arab,
sehingga jumlah kapal maupun kegiatan perdagangan
mereka di kawasan timur semakin besar.

Pada abad VIII, para pedagang Arab sudah banyak


dijumpai di pelabuhan Negeri Cina. Diceritakan, pada
tahun 758 M, Kanton merupakan salah satu tempat
tinggal para pedagang Arab. Pada abad IX, di setiap
pelabuhan yang terdapat di sepanjang rute
perdagangan ke Cina, hampir dapat dipastikan
ditemukan sekelompok kecil pedagang Islam. Pada
abad XI, mereka juga telah tinggal di Campa dan
menikah dengan penduduk asli, sehingga jumlah
pemeluk Islam di tempat itu semakin banyak. Namun,
rupanya mereka belum aktif berasimilasi dengan kaum
pribumi sehingga penyiaran agama Islam tidak
mengalami kemajuan.

Sebagai salah satu bandar ramai di kawasan timur,


Malaka juga ramai dikunjungi oleh para pedagang
Islam. Lambat laun, agama ini mulai menyebar di
Malaka. Dalam perkembangannya, raja pertama
Malaka, yaitu Prameswara akhirnya masuk Islam pada
tahun 1414 M. Dengan masuknya raja ke dalam agama
Islam, maka Islam kemudian menjadi agama resmi di
Kerajaan Malaka, sehingga banyak rakyatnya yang ikut
masuk Islam.

Selanjutnya, Malaka berkembang menjadi pusat


perkembangan agama Islam di Asia Tenggara, hingga
mencapai puncak kejayaan di masa pemeritahan
Sultan Mansyur Syah (1459—1477). Kebesaran Malaka

Page
14
ini berjalan seiring dengan perkembangan agama
Islam. Negeri-negeri yang berada di bawah taklukan
Malaka banyak yang memeluk agama Islam. Untuk
mempercepat proses penyebaran Islam, maka
dilakukan perkawinan antarkeluarga.

Malaka juga banyak memiliki tentara bayaran yang


berasal dari Jawa. Selama tinggal di Malaka, para
tentara ini akhirnya memeluk Islam. Ketika mereka
kembali ke Jawa, secara tidak langsung, mereka telah
membantu proses penyeberan Islam di tanah Jawa.
Dari Malaka, Islam kemudian tersebar hingga Jawa,
Kalimantan Barat, Brunei, Sulu dan Mindanau (Filipina
Selatan).

Malaka runtuh akibat serangan Portugis pada 24


Agustus 1511, yang dipimpin oleh Alfonso de
Albuquerque. Sejak saat itu, para keluarga kerajaan
menyingkir ke negeri lain.

2. Silsilah

Raja/Sultan yang memerintah di Malaka adalah sebagai


berikut:

1. Permaisura yang bergelar Muhammad Iskandar


Syah (1380—1424)
2. Sri Maharaja (1424—1444)
3. Sri Prameswara Dewa Syah (1444—1445)
4. Sultan Muzaffar Syah (1445—1459)
5. Sultan Mansur Syah (1459—1477)

Page
15
6. Sultan Alauddin Riayat Syah (1477—1488)
7. Sultan Mahmud Syah (1488—1551)

3. Periode Pemerintahan

Setelah Parameswara masuk Islam, ia mengubah


namanya menjadi Muhammad Iskandar Syah pada
tahun 1406, dan menjadi Sultan Malaka I. Kemudian,
ia kawin dengan putri Sultan Zainal Abidin dari Pasai.
Posisi Malaka yang sangat strategis menyebabkannya
cepat berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai.
Akhir kesultanan Malaka terjadi ketika wilayah ini
direbut oleh Portugis yang dipimpin oleh Alfonso
d’ albuquerque pada tahun 1511. Saat itu, yang
berkuasa di Malaka adalah Sultan Mahmud Syah.

Usia Malaka ternyata cukup pendek, hanya satu


setengah abad. Sebenarnya, pada tahun 1512, Sultan
Mahmud Syah yang dibantu Dipati Unus menyerang
Malaka, namun gagal merebut kembali wilayah ini dari
Portugis.Sejarah Melayu tidak berhenti sampai di sini.
Sultan Melayu segera memindahkan pemerintahannya
ke Muara, kemudian ke Pahang, Bintan Riau, Kampar,
kemudian kembali ke Johor dan terakhir kembali ke
Bintan. Begitulah, dari dahulu bangsa Melayu ini tidak
dapat dipisahkan. Kolonialisme Baratlah yang
memecah belah persatuan dan kesatuan Melayu.

Page
16
4. Wilayah Kekuasaan.

Dalam masa kejayaannya, Malaka mempunyai kontrol


atas daerah-daerah berikut:

1. Semenanjung Tanah Melayu (Patani, Ligor,


Kelantan, Trenggano, dan sebagainya).
2. Daerah Kepulauan Riau.
3. Pesisir Timur Sumatra bagian tengah.
4. Brunai dan Serawak.
5. Tanjungpura (Kalimantan Barat).

Sedangkan daerah yang diperoleh dari Majapahit


secara diplomasi adalah sebagai berikut.

1. Indragiri.
2. Palembang.
3. Pulau Jemaja, Tambelan, Siantan, dan Bunguran.

Masa kejayaan

Pada masa pemerintahan Sultan Mudzaffar Syah,


Malaka melakukan ekspansi di Semenanjung Malaya
dan pesisir timur pantai Sumatera, setelah sebelumnya
berhasil mengusir serangan Siam. Di mulai dengan
menyerang Aru yang disebut sebagai kerajaan yang
tidak menjadi muslim dengan baik. Penaklukan Malaka
atas kawasan sekitarnya ditopang oleh kekuatan
armada laut yang kuat pada masa tersebut serta
kemampuan mengendalikan Orang Laut yang tersebar
antara kawasan pesisir timur Pulau
Sumatera sampai Laut Cina Selatan. Orang laut ini
berperan mengarahkan setiap kapal yang melalui Selat

Page
17
Malaka untuk singgah di Malaka serta menjamin
keselamatan kapal-kapal itu sepanjang jalur
pelayarannya setelah membayar cukai di Malaka.

Di bawah pemerintahan raja berikutnya yang naik


tahta pada tahun 1459, Sultan Mansur Syah, Melaka
menyerbu Kedah dan Pahang, dan menjadikannya
negara vassal. Di bawah sultan yang sama Kampar,
dan Siak juga takluk. Sementara
kawasan Inderagiri dan Jambimerupakan hadiah
dari Batara Majapahit untuk Raja Malaka. Sultan
Mansur Syah kemudian digantikan oleh
putranya Sultan Alauddin Syah namun memerintah
tidak begitu lama karena diduga ia diracun sampai
meninggal dan kemudian digantikan oleh
putranya Sultan Mahmud Syah.

Hingga akhir abad ke-15 Malaka telah menjadi kota


pelabuhan kosmopolitan dan pusat perdagangan dari
beberapa hasil bumi seperti emas, timah, lada dan
kapur. Malaka muncul sebagai kekuatan utama dalam
penguasaan jalur Selat Malaka, termasuk
mengendalikan kedua pesisir yang mengapit selat itu.

Penurunan

Sultan Mahmud Syah memerintah Malaka sampai


tahun 1511, saat ibu kota kerajaan tersebut diserang
pasukan Portugal di bawah pimpinan Afonso de
Albuquerque. Serangan dimulai pada 10
Agustus 1511 dan pada 24 Agustus 1511 Malaka jatuh
kepada Portugal. Sultan Mahmud Syah kemudian

Page
18
melarikan diri ke Bintan dan menjadikan kawasan
tersebut sebagai pusat pemerintahan baru. Perlawanan
terhadap penaklukan Portugal berlanjut, pada bulan
Januari 1513 Patih Yunus dengan pasukan
dari Demak berkekuatan 100 kapal 5000 tentara
mencoba menyerang Malaka, namun serangan ini
berhasil dikalahkan oleh Portugal. Selanjutnya untuk
memperkuat posisinya di Malaka, Portugal menyisir
dan menundukkan kawasan antara Selat Malaka. Pada
bulan Juli 1514, de Albuquerque berhasil menundukkan
Kampar, dan Raja Kampar menyatakan kesediaan
dirinya sebagai vazal dari Portugal di Malaka.

Sejak tahun 1518 sampai 1520, Sultan Mahmud Syah


kembali bangkit dan terus melakukan perlawanan
dengan menyerang kedudukan Portugal di Malaka.
Namun usaha Sultan Malaka merebut kembali Malaka
dari Portugal gagal. Di sisi lain Portugal juga terus
memperkukuh penguasaannya atas jalur pelayaran
di Selat Malaka. Pada pertengahan tahun 1521,
Portugal menyerang Pasai, sekaligus meruntuhkan
kerajaan yang juga merupakan sekutu dari Sultan
Malaka.

Selanjutnya pada bulan Oktober 1521, pasukan


Portugal dibawah pimpinan de Albuquerque mencoba
menyerang Bintan untuk meredam perlawanan Sultan
Malaka, namun serangan ini dapat dipatahkan oleh
Sultan Mahmud Syah. Namun dalam serangan
berikutnya pada 23 Oktober 1526 Portugal berhasil
membumihanguskan Bintan, dan Sultan Malaka
kemudian melarikan diri ke Kampar, tempat dia wafat

Page
19
dua tahun kemudian.[13] Berdasarkan Sulalatus
Salatin Sultan Mahmud Syah kemudian digantikan oleh
putranya Sultan Alauddin Syah yang kemudian tinggal
di Pahang beberapa saat sebelum menetap
di Johor.[10] Kemudian pada masa berikutnya para
pewaris Sultan Malaka setelah Sultan Mahmud
Syah lebih dikenal disebut dengan Sultan Johor.

Pemerintahan

Walaupun Kesultanan Malaka sangat kuat dipengaruhi


oleh agama Islam namun dalam menjalankan
pemerintahan, kerajaan ini tidak menerapkan
pemerintahan Islam sepenuhnya. Undang-undang yang
berlaku di Malaka seperti Hukum Kanun Malaka hanya
40,9% mengikut aturan Islam. Begitu juga Undang-
undang Laut Malaka hanya 1 pasal dari 25 pasal yang
mengikut aturan Islam

Kesultanan Malaka dalam urusan kenegaraan telah


memiliki susunan tata pemerintahan yang rapi. Sultan
Malaka memiliki kekuasaan yang absolut, seluruh
peraturan dan undang-undang merujuk kepada Raja
Malaka. Sementara dalam administrasi pemerintahan
Sultan Malaka dibantu oleh beberapa pembesar,
antaranya Bendahara,Tumenggung, Penghulu
Bendahari dan Syahbandar. Kemudian terdapat lagi
beberapa menteri yang bertanggungjawab atas
beberapa urusan negara. Selain itu terdapat
jabatan Laksamana yang pada awalnya diberikan
kepada kelompok masyarakat Orang Laut.

Page
20
PERJALANAN MENUJU NEGERI BARU

Konon Bukit Jempol, merupakan tempat yang


bersejarah dalam usaha merebut dan membangun
Malaka. Di bukit Jempol-lah Parameswara atau
Iskandar Zulkarnaen Alamsyah mendapat petunjuk dari
Sang Maha Pencipta sebelum menuju wilayah di
Semenanjung Melayu itu.
Setelah meninggalkan ibukota Sriwijaya, Parameswara
beserta pengikut-pengikut setianya berangkat menuju
Bukit Jempol menaiki sebuah kapal yang sangat
legendaris yang bernama Kapal Lancang Kuning.
Berangkat dari sungai Musi hingga memasuki sungai
Lematang. Rombongan Parameswara dikawal oleh
sosok gaib Ratu Sangklang beserta buaya-buaya
siluman yang merupakan prajurit-prajuritnya.
Setibanya di Bukit Jempol, Parameswara bertemu
sosok gaib Dhapunta Hyang (ada kisah yang
menceritakan bahwa Bukit Jempol merupakan candi
yang dibuat Parameswara ketika menjadi raja di
Sriwijaya. Candi alami tersebut sengaja dibuat atas
permintaan sosok gaib Dhapunta Hyang sebagai
tempat pertapaannya).
Setelah mendapatkan wejangan dari sosok gaib yang
pernah menjadi gurunya itu, Parameswara beserta
rombongan, berlayar menuju Timur Tengah. Kepergian
Parameswara diiringi hingga ke lautan lepas oleh
puluhan kapal angkatan laut Sriwijaya. Banyak rakyat
Sriwijaya yang menangisi kepergian mantan Raja
Sriwijaya itu.

Page
21
Dalam perjalanan menuju Timur Tengah, Parameswara
beserta rombongan, singgah di Temasik (Singapura)
untuk beberapa waktu. Di Temasik, Parameswara dan
kapal perangnya dari angkatan laut kerajaan Sriwijaya,
sebanyak delapan buah yang bersenjatakan lengkap.
Mereka merapat di perairan dangkal.
Ternyata di dalam salah satu kapal tersebut, terdapat
salah seorang yang tidak asing lagi bagi Parameswara
ketika dirinya menjadi raja di Sriwijaya. Dan orang
tersebut adalah Panglima Jairo.
Panglima Jairo menceritakan pada Parameswara,
bahwa kini telah diangkat raja baru yang bergelar Raja
Sri Sanggramawijayatunggawarman. Tapi sayangnya,
raja yang satu ini hanyalah sebagai boneka. Dan
kendali pemerintahan di pegang sepenuhnya oleh para
menteri.
Parahnya lagi, para menteri tersebut memiliki
tujuannya masing-masing tanpa memikirkan negera
dan rakyatnya. Panglilma Jairo pun bercerita panjang
lebar pada orang yang masih dianggapnya sebagai
rajanya yakni Parameswara.
Hati Parameswara terasa perih mendengar cerita dari
Panglima Jairo yang baru saja diangkat sebagai
Panglima Tertinggi menggantikan Raden Sri
Pakunalang yang mengikuti jejak gurunya (Wali Putih)
melanglang buana menyebarkan ajaran-ajaran Islam.
Walau tidak begitu lama memerintah di Sriwijaya,
namun negeri Sriwijaya sangatlah dicintainya. Namun
ada satu hal yang lebih menyakitkan terutama bagi
Panglima Jairo. Panglima Jairo diutus oleh Raja
Sriwijaya untuk memburu Parameswara yang menurut

Page
22
para menteri dapat menjadi ancaman bagi kerajaan
Sriwijaya.
Mendengar cerita dari Panglima Jairo, tentu saja
membuat Parameswara marah besar, terlebih ketika
sang panglima mengatakan bahwa dirinya saat ini
sedang dalam tugas untuk memburu dirinya beserta
para pengikutnya. Akan tetapi, hal tersebut tidak
mungkin dilakukan bagi seorang Panglima Jairo.
“Palinglima Jairo, kini aku telah dihadapanmu.
Mengapa kau belum menjalankan tugas dari rajamu?”
Tanya Parameswara dengan nada yang halus.
Tiba-tiba Panglima Jairo bersujud sambil menitikkan air
mata. Dia berkata; “Maafkan diriku Tuan Raja. Bagiku
Tuan masih rajaku, Raja Sriwijaya.”
Parameswara menjadi terharu mendengar perkataan
Panglima Jairo. Terlebih ketika dirinya melihat seluruh
prajurit dan awak kapal ikut bersujud dihadapannya
tanpa terkecuali. Melihat keadaan tersebut
Parameswara berkata.
“Panglima Jairo....Tinggallah dulu disini beberapa hari
sambil memikirkan langkah selanjutnya.”
“Baiklah Tuan Raja.” Ucap Panglima Jairo.
Setiap malamnya, Parameswara menjalankan shalat
Tahajjud memohon petunjuk-Nya. Pada hari ke-3 usai
shalat Tahajjud, Parameswara bermimpi di datangi oleh
gurunya yang berjulukan Wali Putih. Dalam mimpi itu
Wali Putih berkata;
“Muridku....tundalah dulu niatmu ke Baghdad untuk
berguru pada saudaraku. Saranku, pergilah ke
Semenanjung Melayu. Tepatnya wilayah yang terdapat
penyempitan selat dan tumbuh pepohonan yang

Page
23
disebut oleh penduduk setempat dengan sebutan
Malaka. Agama Allah telah masuk disana, Insya Allah
kau akan berhasil.”
Setelah bermimpi aneh tersebut, Parameswara beserta
panglima-panglima setianya juga Panglima Jairo segera
menyusun rencana. Setelah melalui diskusi yang cukup
lama, maka Parameswara memutuskan, bahwa
Panglima Jairo beserta armada perangnya kembali ke
Ibukota Sriwijaya dan melaporkan bahwa mereka tidak
berhasil menemukan dirinya.
Akan tetapi, Panglima Jairo menolak dengan penuh
rasa hormat. Dan berkata; “Biarlah saya pulang
dengan dua kapal saya. Kapal yang lain beserta
prajurit ikut Tuan Raja dalam usaha merebut
Semenanjung Melayu nanti.”
“Benar Tuan Raja. Kita butuh kapal-kapal itu.” Ujar
Panglima Tuan Junjugan yang menyambung ucapan
Panglima Jairo.
Akhirnya Parameswara menyetujui rencana panglima-
panglima itu. Panglima Jairo kembali ke Sriwijaya
dengan alasan mereka berhasil dikalahkan
Parameswara beserta pengikutnya. Sedangkan enam
kapal lainnya berangkat menuju Semenanjung Melayu
bersama Parameswara.
Setibanya dikota Raya, Panglima Jairo segera
menghadap dan melaporkan kegagalannya dalam
memburu Parameswara. Untunglah Raja
Sanggramawijayatunggawarman adalah sosok raja
yang berhati lembut. Mendengar kegagalan Panglima
Jairo, sang raja hanya berkata, “Dia (Parameswara)
memang orang yang hebat dan juga sakti.”

Page
24
Parameswara beserta pengikutnya yang telah
bertambah jumlahnya, segera menuju Semenanjung
Melayu. Keenam kapal perang yang tersebut, berhenti
di suatu tempat di Semenanjung Melayu. Sedangkan
kapal Lancang Kuning yang membawa Parameswara,
meneruskan perjalanan menuju wilayah yang kelak
bernama Malaka.
Namun diperjalanan, kapal Lancang Kuning dihadang
dua buah kapal yang ternyata adalah kapal para
perampok yang sering merampok para pelaut dan
menjadi buruan-buruan tentara Sriwijaya.
Mengetahui perjalanannya dihadang oleh perampok,
Parameswara segera melompat ke salah satu kapal
perampok tersebut dengan menggunakan ilmu
meringankan tubuh.
Dengan ilmu-ilmu kanuragan miliknya, para perampok
itu dihabisinya semua. Sedangkan para perampok di
kapal yang lain dibantai oleh si kembar Panglima Bagus
Karang dan Panglima Bagus Sekuning. Yang konon
mampu berubah wujud menjadi macan kumbang
(Panglima Bagus Karang) dan macan loreng (Panglima
Bagus Sekuning).
Ternyata aksi Parameswara dan kedua pengikut
setianya itu disaksikan oleh penduduk setempat yang
rata-rata adalah nelayan. Mereka takjub melihat
kesaktian Parameswara dan kedua pengikutnya itu.
Tanpa kesulitan yang berarti, Parameswara dan kedua
panglimanya itu berhasil menumpas para perampok
yang sering merasahkan para pelaut. Parameswara
dengan kapal Lancang Kuningnya merapat di daratan.

Page
25
Mereka mendapat sambutan meriah dari penduduk di
pesisir Semenanjung Melayu itu.
Parameswara pun berkenalan dengan para penduduk
setempat yang dipimpin oleh seorang kepada adat.
Dari kepala adat yang oleh penduduk mereka sebut
dengan nama Hang Tuah. Di ketahui bahwa tamu yang
datang ke tanah kelahiran mereka ternyata adalah
mantan raja Sriwijaya, raja yang mereka cintai.
Dari Hang Tuah juga, Parameswara mengetahui bahwa
kini peraturan Sriwijaya telah berubah. Para penduduk
di setiap penjuru Sriwijaya harus membayar upeti yang
tak terkira jumlahnya. Maka Hang Tuah meminta
Parameswara memimpin mereka dalam upaya
melepaskan diri dari Sriwijaya.
Singkat cerita, Parameswara memimpin para penduduk
untuk melakukan pemberontakan. Dibantu oleh para
prajurit dan kapal perang dari Panglima Jairo membuat
rencana dan taktik yang dijalankan oleh mantan
rajanya membuahkan hasil.
Semenanjung Melayu lepas dari tangan Sriwijaya, yang
gagal meredam pemberontakan yang dipimpin
Parameswara. Suatu hari, Parameswara sedang duduk-
duduk bersama Hang Tuah disuatu tempat yang
banyak ditumbuhi pepohonan.
Tiba-tia dari balik pepohonan itu muncul ribuan ekor
biawak yang terlihat sangat ganas. Setelah mengetahui
bahwa biawak-biawak itu adalah makhluk gaib
penunggu daerah tersebut, Parameswara segera
mencabut sebilah keris. Keris Si Gentar Alam.
Kemudian ditancapkannya keris tersebut ke tanah
sambil berucap dua kalimat Syahadat. Tiba-tiba

Page
26
terdengar gemuruh petir dengan kilat-kilat yang
menyambar setiap siluman biawak tersebut.
Seusai peristiwa itu, Parameswara bertanya pada Hang
Tuah; “Pohon-pohon apakah ini?”
“Pohon Malaka, Tuanku!” Jawab Hang Tuah.
Maka resmilah nama Malaka menjadi wilayah tersebut
dan berdirinya sebuah pemerintahan. Kesultanan
Malaka yang dipimpin oleh Parameswara atau Iskandar
Zulkarnaen Alamsyah (Sultan Iskandar Syah).

BUKIT JEMPOL PENINGGALAN RAJA SI GENTAR ALAM

Bukit Jempol yang terdapat di Kabupaten Lahat,


memanglah terlihat sangat unik. Bukit yang terlihat
seperti stupa candi itu merupakan peninggalan
kerajaan Sriwijaya pada masa pemerintahan Raja
Cudamaniwarmadewa (Parameswara).
Menurut dialog batin Misteri dengan sosok gaib Raja
Cudamaniwarmadewa atau Parameswara atau Iskandar
Zulkarnaen Alamsyah atau juga Raja Si Gentar Alam,
bukit Jempol merupakan sebuah candi tempat dirinya
berolah kanuragan sejak menjadi murid sosok gaib
Dhapunta Hyang.
“Pada waktu-waktu tertentu kita dapat berjumpa
dengan sosok Dhapunta Hyang di bukit jempol,” ucap
sosok gaib Raja Si Gentar Alam pada Misteri.
Bukit Jempol juga tempat yang didatangi pertama kali
ketika Parameswara kembali ke Swarna Dwipa
(Sumatera) bersama isterinya yang dikenal dengan
nama Puteri Rambut Selaka beserta pengikut-pengikut
setia mereka.

Page
27
Misteri yang melakukan dialog batin dengan sosok gaib
Puteri Rambut Selaka mengetahui bahwa dibukit
Jempol terdapat banyak peninggalan kerajaan
Sriwijaya terutama pada masa kepemimpinan
suaminya.
Seperti harta karun, naskah-naskah kuno (prasasti)
yang ditulis pada dinding-dinding batu dengan huruf
Palawa dan berbahasa Melayu Kuno. Namun ada juga
yang bertuliskan huruf Arab gundul dan berbahasa
Melayu Kuno.
Akan tetapi, semuanya itu terselimut gaib, mengingat
banyak tangan-tangan jahil yang tidak bertanggung
jawab yang siap mencuri dan menjual peninggalan-
peninggalan sejarah Nusantara ini.
Tentu saja kita semua berharap, peninggalan-
peninggalan dari sejarah Nusantara ini dapat kita
pelihara dengan baik. Bukan diperjual-belikan ataupun
menjadi milik negara lain. Mudah-mudahan tulisan ini
dapat menambah wawasan kita seputar sejarah orang-
orang di masa lalu

Page
28
Daftar raja Malaka

Berikut daftar raja Malaka

Catatan dan
Periode Nama Raja
peristiwa penting
Pai-li-mi-sul-la*
Berkunjung
Parameswara
1405- ke Nanjing dan minta
Raja Iskandar
1414 pengakuan Kaisar
Syah**
Cina
Paramicura****
Mu-kan-sa-yu-ti-
er-sha*
Megat Iskandar
Syah Berkunjung
1414- Raja Kecil ke Nanjing dan
1424 Besar** mengabarkan
Raja Besar kematian bapaknya
Muda***
Chaquem
Daraxa****
Hsi-li-ma-ha-la-
che*
Sri Maharaja
1424-
Sultan
1444
Muhammad
Syah**
Raja Tengah***
1444- Hsi-li-pa-mi-hsi-
1445 wa-er-tiu-pa-

Page
29
sha*
Sri Parameswara
Dewa Syah
Sultan Abu
Syahid**
Sultan
Muhammad
Syah***
Su-lu-t'an-wu-ta-
fo-na-sha*
1446- Sultan Mudzaffar
1459 Syah**
Sultan
Modafaixa****
1459- Sultan Mansur
1477 Syah**
1477- Sultan Alauddin
1488 Riayat Syah**
1488- Sultan Mahmud
1511 Syah**

Page
30
Gambar Tentang Kerajaan Kesultanan Malaka

Masjid Kubro

Silsilah Kesultanan Malaka

Topi Kebesaran Datuk Somok(Ninik Mamak) Yang telah


berusia 200 tahun

Page
31
Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Melak
a
http://www.pojokilmu.com/kerajaan-malaka/
http://melayuonline.com/ind/history/dig/71/ke
sultanan-malaka
http://duniapusakagallerykeris.blogspot.co.id/2015/12/sejar
ah-tentang-kerajaan-malaka.html
http://www.keajaibandunia.web.id/3130/sejarah-asal-usul-
kerajaan-malaka.html

Page
32

Anda mungkin juga menyukai