Raden Patah merupakan putra dari Sultan Abu Abdullah/Syarif Abdullah Umdatuddin (Wan Bo/Raja
Champa) bin Ali Alam Azmakhtan bin Jamaluddin Al-Husain (Sayyid Husein Jamadil Kubra) bin Ahmad
Syah Jalal bin Abdullah bin Abdul Malik bin Alawi Amal Al-Faqih bin Muhammad Syahib Mirbath bin Ali
Khali Qasam bin Alawi bin Muhammad bin Alawi bin Al-Syekh Ubaidillah bin Ahmad Muhajirullah bin Isa
Al-Rumi bin Muhammad Naqib bin Ali Uraidhi bin Jakfar Asshodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal
Abidin bin Al Hussein bin Sayyidatina Fatimah binti Muhammad Rasulullah SAW. Hal ini berdasarkan dari
catatan para Ulama dan Habaib diantaranya Sayyid Bahruddin Ba'alawi, Habib Muhsin Al-haddar dan Al-
Habib Hadi bin Abdullah Al-Haddar. Bukti kesayyidan Raden Patah :
1. Dinikahkan dengan Syarifah Asyiqah binti Sunan Ampel. Dalam perspektif fiqih Munakahat dan
Kafa'ah Syarifah maka seorang Syarifah hanya pantas dan boleh menikahi seorang Sayyid.
2. Gelar keislaman Raden Patah dalam Serat Pranitiradya disebut sebagai Sultan Shah Alam Akbar.
Secara antropologi (kebiasaan/kelaziman) penggelaran & pemargaan menunjukkan beliau
sebagai Sayyid keluarga Azmatkhan.
3. Gelar Sultan dimasa lalu hanya bisa didapatkan bilamana mendapat izin, pengakuan dan
pengesahan internasional dari Syarif Mekkah.
4. Dalam catatan silsilah keluarga Syekh Ahmad Mutamakin jalur Kajen, nama lelulur Raden Patah
ditulis sebagai Raden Patah Sayyid Ali Akbar.
5. Sanad Riwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati dari KH. Abdul Haq bahwa gelar Raden berarti
Ruhuddin yang bermakna Ruhnya Agama. Sanad Riwayat dari Haji Ahmad Dimyati dari KH.
Huban Zen bahwa gelar Raden berarti Rahadiyan yang bermakna lemah lembut dan Dermawan.
Sanad Riwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati didapat dari KH. Amang Syihabuddin yang beliau
terima dari KH. Aceng Mu'man Mansur Cimasuk bahwa gelar Raden berarti Sayyid dan yang
bergelar Raden itu berkerabat atau satu nasab dengan Sunan Gunung Jati. Kesimpulan, Gelar
Raden berarti pertama secara Nasab harus masuk jalur Sayyid, kedua harus menjadi penghidup
Agama dan ketiga harus memiliki sifat lemah lembut dan Dermawan. Menurut Kitab Al Faatawi
bahwa Raden Patah diangkat menjadi Sultan oleh Sunan Gunung Jati.
Nama
Nama Raden Fatah memiliki banyak nama, diantaranya Praba atau Raden Bagus Kasan (Hasan), yang
memiliki nama Tionghoa Jin Bun (Hanzi: 靳文, Pinyin: Jìn Wén) sehingga disebut juga Senapati
Jimbun[1] atau Panembahan Jimbun,[2] bergelar Sultan Shah Alam Akbar al-Fatah (1455–1518).
Menurut kronik Tiongkok dari Kuil Sam Po Kong Semarang, ia memiliki nama Tionghoa yaitu Jin Bun
tanpa nama marga di depannya, karena hanya ibunya yang berdarah Tionghoa. Jin Bun artinya orang
kuat.[3]
Asal usul
Terdapat berbagai versi tentang asal usul pendiri Kerajan Demak.
Menurut catatan dari para Ulama dan Habaib diantaranya Sayyid Bahruddin Ba'alawi, Habib Muhsin Al-
haddar dan Al-Habib Hadi bin Abdullah Al-Haddar, Raden Patah merupakan putra dari Sultan Abu
Abdullah/Syarif Abdullah Umdatuddin (Wan Bo/Raja Champa) bin Ali Alam Azmakhtan bin Jamaluddin
Al-Husain (Sayyid Husein Jamadil Kubra) bin Ahmad Syah Jalal bin Abdullah bin Abdul Malik
bin Alawi Amal Al-Faqih bin Muhammad Syahib Mirbath bin Ali Khali Qasam bin Alawi bin Muhammad
bin Alawi bin Al-Syekh Ubaidillah bin Ahmad Muhajirullah bin Isa Al-Rumi bin Muhammad Naqib bin Ali
Uraidhi bin Jakfar Asshodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al Hussein bin Sayyidatina
Fatimah binti Muhammad Rasulullah SAW.
Ayah Raden Patah yaitu Sultan Abu Abdullah/Syarif Abdullah Umdatuddin (Wan Bo/Raja Champa)
menikahi Nyai Condrowati yang merupakan Putri Brawijaya ke V (Bhre Kerthabumi).
Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah diduga adalah putra Brawijaya V raja
terakhir Majapahit (versi babad) dari seorang selir Tionghoa. Selir Tionghoa ini putri dari Kyai Batong
(alias Tan Go Hwat). Karena Ratu Dwarawati sang permaisuri yang berasal dari Campa merasa
cemburu, Bhre Kertabhumi terpaksa memberikan selir Tiongkok kepada adipatinya
di Palembang, yaitu Arya Damar. Setelah melahirkan Raden Patah, putri Tionghoa dinikahi Arya
Damar (alias Swan Liong), melahirkan Raden Kusen (alias Kin San).
Menurut Purwaka Caruban Nagari, nama asli selir Tionghoa adalah Siu Ban Ci, putri Tan Go Hwat
dan Siu Te Yo dari Gresik. Tan Go Hwat merupakan seorang saudagar dan juga ulama bergelar Syaikh
Bantong (alias Kyai Batong).
Menurut Suma Oriental karya Tome Pires, pendiri Demak bernama Pate Rodin, cucu seorang
masyarakat kelas rendah di Gresik. Menurut kronik Tiongkok dari kuil Sam Po Kong, nama panggilan
waktu Raden Patah masih muda adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi (alias Bhre
Kertabhumi alias Brawijaya V) raja Majapahit (versi Pararaton) dari selir Tiongkok.
Kemudian selir Tionghoa diberikan kepada seorang berdarah setengah Tionghoa bernama Swan
Liong di Palembang. Swan Liong merupakan putra Yang-wi-si-sa (alias Hyang Purwawisesa) dari seorang
selir Tiongkok. Dari perkawinan kedua itu lahir Kin San (alias Raden Kusen). Kronik Tiongkok ini
memberitakan tahun kelahiran Jin Bun adalah 1455. Mungkin Raden Patah lahir saat Bhre
Kertabhumi belum menjadi raja (memerintah tahun 1474-1478).
Menurut Slamet Muljana (2005), Babad Tanah Jawi teledor dalam mengidentifikasi Brawijaya V
sebagai ayah Raden Patah sekaligus ayah Arya Damar, yang lebih tepat isi naskah kronik Tiongkok Sam
Po Kong terkesan lebih masuk akal bahwa ayah Swan Liong (alias Arya Damar) adalah Yang-wi-si-sa,
berbeda dengan ayah Jin Bun (alias Raden Patah) yaitu Kung-ta-bu-mi atau Kertabhumi alias Brawijaya
V.[3]
Menurut Sejarah Banten, Pendiri Demak bernama Cu Cu (Gan Eng Wan?), putra (atau bawahan)
mantan perdana menteri Tiongkok (Haji Gan Eng Cu?) yang pindah ke Jawa Timur. Cu Cu mengabdi
ke Majapahit dan berjasa menumpas pemberontakan Arya Dilah bupati Palembang. Berita ini cukup
aneh karena dalam Babad Tanah Jawi, Arya Dilah adalah nama lain Arya Damar, ayah angkat Raden
Patah sendiri. Selanjutnya, atas jasa-jasanya, Cu Cu menjadi menantu raja Majapahit dan dijadikan
bupati Demak bergelar Arya Sumangsang (Aria Suganda?).